Hubungan persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua dan penyesuaian diri pada remaja..

(1)

ABSTRAK

Dwi Shinta Savitri (2008). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Jogjakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja. Dengan penyesuaian diri yang dimiliki, remaja dapat belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan, dapat menyelesaikan konflik tanpa mengalami gangguan tingkah laku. Pola pengasuhan demokratis yang diberikan orang tua akan membuat remaja mempersepsikan pola asuh yang diterimanya sebagai pola asuh demokratis yang akan mempengaruhi penyesuaian diri remaja. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja.

Subyek dalam penelitian adalah 70 remaja berusia 18-21 tahun. Metode penelitian ini adalah penyebaran skala untuk diisi oleh subyek. Alat pengumpulan data adalah skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dan skala penyesuaian diri. Uji reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0,952 untuk Skala persepsi terhadap pola asuh demokratis, sedangkan untuk Skala penyesuaian diri adalah 0,824. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kedua skala tersebut reliabel.

Data penelitian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data menyatakan bahwa sebaran data yang ada normal dan mempunyai korelasi linier. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,718 dengan p < 0,05. Artinya hipotesis yang menyatakan ada korelasi positif antara persepsi terhadap pola asuh demokrasi dan penyesuaian diri pada remaja diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja.


(2)

ABSTRACT

Dwi Shinta Savitri (2008). The Correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment on the adolescent. Jogjakarta: Psychology Faculty, Psychology Department, Psychology Program, Sanata Dharma University.

The purpose of this research is to find out wheter there is a correlation between Perception on democratic of parenting styles and Adjustment on the adolescent. With adjustment, adolescense can learn to react on their own selves and their environment, they can resolve the conflict without experiencing behavior disturbance. Perception on democratic of parenting styles will influence adjustment on the adolecent. Based on the background above, researcher formulated whether there was positive relationship between perception on democratic of parenting styles and adjustment on the adolescent.

Subject of the research were 70 adolescent in the age of 18 – 21 years old. The method that has been used in this research is done by distributing scale to subjects. The instrument that has been used to measure the correlation were perception on democratic of parenting styles scale and adjustment scale. Those scales have been tested for their reliability trhough a pre-research. The reliability coefficient for was 0,952. Reliability coefficient for Adjustment Scale was 0,824. Based on the values of the two coefficient, both scales were reliable.

The data were analyzed using product moment correlation from Pearson. The result of the analyzed was a normal curve with linier correlation. The correlation coefficient was 0,718 with p < 0,05. It means that the hypothesis that there is a positive correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment was accepted. Based on the result of the research, a conclusion can be drawn that there is a positive correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment.


(3)

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH

DEMOKRATIS ORANG TUA

DAN PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

SKRIPSI

Oleh :

DWI SHINTA SAVITRI 009114125

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

JOGJAKARTA


(4)

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH

DEMOKRATIS ORANG TUA

DAN PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

SKRIPSI

Oleh :

DWI SHINTA SAVITRI 009114125

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

JOGJAKARTA

2008


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Dwi Shinta Savitri (2008). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Jogjakarta : Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja. Dengan penyesuaian diri yang dimiliki, remaja dapat belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan, dapat menyelesaikan konflik tanpa mengalami gangguan tingkah laku. Pola pengasuhan demokratis yang diberikan orang tua akan membuat remaja mempersepsikan pola asuh yang diterimanya sebagai pola asuh demokratis yang akan mempengaruhi penyesuaian diri remaja. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja.

Subyek dalam penelitian adalah 70 remaja berusia 18-21 tahun. Metode penelitian ini adalah penyebaran skala untuk diisi oleh subyek. Alat pengumpulan data adalah skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dan skala penyesuaian diri. Uji reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0,952 untuk Skala persepsi terhadap pola asuh demokratis, sedangkan untuk Skala penyesuaian diri adalah 0,824. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kedua skala tersebut reliabel.

Data penelitian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data menyatakan bahwa sebaran data yang ada normal dan mempunyai korelasi linier. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,718 dengan p < 0,05. Artinya hipotesis yang menyatakan ada korelasi positif antara persepsi terhadap pola asuh demokrasi dan penyesuaian diri pada remaja diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja.


(10)

ABSTRACT

Dwi Shinta Savitri (2008). The Correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment on the adolescent. Jogjakarta: Psychology Faculty, Psychology Department, Psychology Program, Sanata Dharma University.

The purpose of this research is to find out wheter there is a correlation between Perception on democratic of parenting styles and Adjustment on the adolescent. With adjustment, adolescense can learn to react on their own selves and their environment, they can resolve the conflict without experiencing behavior disturbance. Perception on democratic of parenting styles will influence adjustment on the adolecent. Based on the background above, researcher formulated whether there was positive relationship between perception on democratic of parenting styles and adjustment on the adolescent.

Subject of the research were 70 adolescent in the age of 18 – 21 years old. The method that has been used in this research is done by distributing scale to subjects. The instrument that has been used to measure the correlation were perception on democratic of parenting styles scale and adjustment scale. Those scales have been tested for their reliability trhough a pre-research. The reliability coefficient for was 0,952. Reliability coefficient for Adjustment Scale was 0,824. Based on the values of the two coefficient, both scales were reliable.

The data were analyzed using product moment correlation from Pearson. The result of the analyzed was a normal curve with linier correlation. The correlation coefficient was 0,718 with p < 0,05. It means that the hypothesis that there is a positive correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment was accepted. Based on the result of the research, a conclusion can be drawn that there is a positive correlation between perception on democratic of parenting styles and adjustment.


(11)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya, karena skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Edi Suhartono, S.Psi, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas untuk keramahannya.

2. Ibu M.L Anantasari, M.Si. selaku dosen pembimbing. Terima kasih untuk bimbingan, arahan, kesabaran, kritik dan saran yang telah diberikan sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Wahyudi selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih untuk bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

4. Segenap dosen Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis semasa menuntut ilmu di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh staf non akademik fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma (Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Doni, Pak Gi dan Mas Muji). Terima kasih atas bantuan dan pelayanannya selama penulis menuntut ilmu.


(12)

6. Orang tuaku, mama dan Papa tercinta. Terima kasih buat kasih sayang, perhatian, pengertiannya, dan kesabarannya menunggu kelulusanku.

7. Kakak dan adik tercinta. Terima kasih buat dukungan dan semangatnya baik di saat suka dan duka.

8. Tiga ponakan tersayang, Adit, Via, dan Ryan. Kalian selalu membangkitkan semangatku disaat merasa lelah dengan senyuman dan kenakalan kalian.

9. Buat Didik, orang yang kucintai. Terima kasih buat semuanya yang telah kita lalui bersama. Semua pasti ada hikmahnya.

10. Buat “Semedi” and couple, Ete-Didi, Icha-Mas Yudhi, Ria-Mas Adi, Rini-Mas Totok, Ulin-Wicak, Vivi-Popo, Tiwuk-Dion, Putri-Ucup, Dini-(… syapa yah, hehehe), Elen. Terima kasih buat hari-hari indah yang pernah dilalui dan juga buat dukungannya selama kita bersahabat. Love u all gals…

11. Buat Kak Pipit. Makasih kak buat kepercayaannya selama kerja di “Day Or Night Boutique”. Banyak pelajaran berharga yang kudapatkan.

12. Buat anak-anak “Day Or Night Boutique”. Tetap semangat dan kompak.

13. Buat Mira. Makasih ya Mindut buat kejailannya selama ini… Ayo Mi, kmu pasti bisa. Sony, makasih buat filmnya yang menghiburku di kala suntuk.


(13)

14. Indah dan Citra “Cuit”. Makasih buat semangat dan masukkannya.. kapan kita kemana?

15. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran proses penyusunan skripsi ini, baik secara moral maupun spiritual yang telah diberikan namun tidak dapat disebutkan satu persatu di sini.

Penulis sungguh menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang penulis susun ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap skripsi ini berguna bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN PERNYATAN KEASLIAN KARYA……… iv

ABSTRAK………. v

ABSTRACK……….. vi

KATA PENGANTAR……….. vii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR TABEL………. xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A.Latar belakang masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan Penelitian……… 7

D. Manfaat Penelitian ……… 8

1. Teoritis ……….. 8

2. Praktis ……… 8

BAB II DASAR TEORI ……… 9

A. Remaja ……… 9

1. Pengertian Remaja ……… 9

2. Ciri-ciri Remaja ……… 10

3. Tugas Perkembangan Remaja ……….. 12

B. Penyesuaian Diri Remaja……… 14

1. Pengertian Penyesuaian Diri ……… 14

2. Pengertian Penyesuaian Diri Remaja ……….. 16

3. Aspek Penyesuaian Diri Remaja ………. 17

4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Remaja 18

C. Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis ………. 22

1. Definisi Persepsi ……….. 22

2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ………. 23

3. Bentuk Pola Pengasuhan Orang Tua ……… 24


(15)

D. Pola Asuh Demokratis ……… 26

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis ……… 26

2. Persepsi Remaja Terhadap Pola Asuh Orang Tua …… 27

3. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis ……… 29

E. Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis dan Penyesuaian Diri pada Remaja ………. 31

F. Hipotesis ………. 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 34

A. Identifikasi Variabel ……… 34

B. Definisi Operasional ……… 34

C. Subyek Penelitian ……… 35

D. Metode Pengumpulan Data ………. 36

E. Uji Kesahihan Butir Item ……… 38

F. Validitas Dan Reliabilitas ……… 38

G. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian ………. 39

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 43

A. Pelaksanaan Penelitian ………. 43

B. Analisis Data Dan Penelitian ……… 43

C. Uji Hipotesis ………. 45

D. Pembahasan ………. 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 50

A. Kesimpulan ……… 50

B. Saran ………... 50

DAFTAR PUSTAKA ………. 52 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Tabel spesifikasi skala penyesuaian diri (sebelum uji coba) … 37 Tabel 2. Tabel spesifikasi skala persepsi terhadap pola asuh

(sebelum uji coba) ……… 37 Tabel 3. Tabel spesifikasi skala persepsi terhadap pola asuh

(setelah uji coba) ………. 41 Tabel 4. Tabel spesifikasi skala penyesuaian diri (setelah uji coba) …… 42


(17)

BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

A. Latar Belakang

Perubahan jaman yang semakin maju saat ini mengakibatkan masalah yang semakin kompleks dalam berbagai bidang kehidupan. Banyak cara yang dapat dilakukan supaya individu mampu bertahan hidup dan menghadapi berbagai macam permasalahan yang ada, salah satunya adalah dengan melakukan penyesuaian diri terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri ini dilakukan oleh semua orang tidak terkecuali oleh remaja.

Masa remaja, menurut Hall (Santrock,1999), dianggap sebagai masa topan-badai dan stress, karena mereka memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Apabila keinginan untuk bebas tersebut dapat terarah dengan baik, maka akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tidak memiliki masa depan dengan baik.

Menurut Hurlock (1997), perubahan yang dialami remaja meliputi perubahan fisik dan sosial. Perubahan fisik pada remaja misalnya : tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks. Sedangkan perubahan sosial pada remaja misalnya : kuatnya pengaruh teman sebaya; pada kelompok teman sebaya ini untuk pertama kalinya remaja menerapkan


(18)

prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerja sama, yang nantinya dijadikan dasar dalam hubungan sosial yang lebih luas.

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa remaja ini tidak selalu dapat ditangani dengan baik. Pada fase ini di satu sisi masih menunjukkan sifat kekanak-kanakan, namun di sisi lain dituntut untuk bersikap dewasa oleh lingkungannya. Sejalan dengan perkembangan sosialnya, mereka lebih konformitas dengan kelompoknya, dan mulai terlepas dari keterikatan dan ketergantungan kepada orang tuanya, dan sering menunjukkan sikap menentang otoritas orang tuanya (Hurlock,1997).

Setiap fase perkembangan, yaitu sejak seorang bayi lahir, tumbuh menjadi dewasa sampai akhirnya mati, mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Misalnya, balita berusia dua tahun diharapkan sudah dapat berbicara dan berkomunikasi secara sederhana dengan orang-orang di sekelilingnya. Hal yang sama juga berlaku bagi remaja. Seiring dengan adanya perubahan yang dialami, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya di kemudian hari. Tugas perkembangan tersebut harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri (Hurlock,1997).

Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam Mappiare,1982) ada beberapa, yaitu menerima keadaan fisiknya dan menerima peranannya sebagai pria dan wanita, menjalin


(19)

hubungan-hubungan baru dengan teman teman sebaya baik yang sesama jenis maupun berbeda jenis kelamin, memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang-orang dewasa lain, memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomi, memilih dan mempersiapkan diri kearah suatu pekerjaan atau jabatan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan konsep-konsep intelektual yang diperlakukan dalam hidup sebagai warga negara yang terpuji, menginginkan dan dapat berperilaku yang diperbolehkan oleh masyarakat, mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga, menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia, yang diperoleh dari ilmu pengetahuan yang memadai.

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus melakukan penyesuaian diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan tahap perkembangannya adalah juga anak yang mudah bergaul, lebih hangat dan terbuka, serta lebih mudah menerima kebutuhan - kebutuhan orang lain (Gunarsa, 1985).

Kemampuan menyesuaikan diri menjadi semakin penting ketika anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan menyebabkan remaja


(20)

sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal dan tindakan kekerasan (Zainun,2002).

Cara-cara penyesuaian diri seseorang adalah hasil dari latihan-latihan atau pelajaran – pelajaran yang telah dilakukan, baik sengaja maupun yang tidak disengaja. Pengaruh orang lain di lingkungan sosialnya sangat berperan dalam memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan kepribadiannya. Apabila perkembangan tersebut bisa berjalan baik maka diharapkan penyesuaian diri remaja dalam hidupnya akan berjalan baik pula. Ciri remaja yang penyesuaian dirinya baik adalah remaja yang bisa diterima di suatu kelompok, dapat menerima dirinya sendiri, dapat menerima kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri (Chatarina, 1999).

Remaja membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, dan orang yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia bertugas mendidik anak. Sejak kecil anak hidup tumbuh dan berkembang dalam keluarga, sehingga orang tuanyalah yang bertanggung jawab mewujudkan eksistensi anak terutama dalam melakukan penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Hal ini sesuai dengan hasil studi kasus yang dilakukan oleh Chatarina (Media Informasi Penelitian, 1999) bahwa seorang anak yang


(21)

tidak mendapat kesempatan untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga yang utuh akan mengalami hambatan baik pada kepribadiannya maupun dalam melakukan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri remaja dalam kehidupan sosial secara umum sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua di dalam keluarga karena keluarga merupakan kelompok terkecil dan terpenting dalam memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1985).

Setiap keluarga akan menerapkan pola asuh yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya untuk mendidik anaknya. Hurlock (1999), mengatakan pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya yang berfungsi untuk mengajari anak untuk menerima pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan emosi anak dan dapat diterima secara sosial. Pola asuh mengandung aturan-aturan atau nilai-nilai yang diberikan orang tua untuk dipatuhi anak yang bertujuan untuk membentuk sikap, perilaku, moral, dan sebagai modal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Persepsi anak terhadap pola asuh orang tua juga dapat mempengaruhi penyesuaian diri yang dilakukannya, karena pandangan anak terhadap pola asuh yang diterimanya dapat membentuk sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ada hubungan


(22)

timbal balik yaitu orang tua dan anak saling mempengaruhi sehingga satu generasi tidak secara pasif terbentuk oleh generasi yang lain.

Menurut Hurlock (1999), pola asuh orang tua yang paling ideal adalah pola asuh demokratis, yaitu suatu metode disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti sebab-sebab suatu perilaku diharapkan. Pola asuh demokratis melibatkan anak untuk berdiskusi bersama mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan dari peraturan-peraturan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan bersikap toleran. Orang tua yang demokratis sangat responsife atau tanggap terhadap kebutuhan anak dan sangat menuntut perilaku yang matang dan bertanggung jawab dari anak-anak mereka. Orang tua demokratis berperilaku hangat tapi tegas. Mereka mengenakan seperangkat standar untuk mengatur anak-anak mereka sesuai dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan anak-anak, mereka tidak menuntut anak diluar batas kemampuan anak.

Hurlock (1999), mengatakan bahwa pola asuh demokratis menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, menghasilkan kemandirian dalam berpikir, mempunyai inisiatif dalam bertindak, dan konsep diri yang sehat, postif, dan penuh percaya diri yang direfleksikan dalam perilaku yang aktif, terbuka, dan spontan. Anak yang diasuh menggunakan pola asuh demokratis dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, kebutuhan, atau keinginan mereka tanpa merasa takut.


(23)

Adapun kaitan antara persepsi pola asuh demokratis dengan penyesuaian diri pada remaja dapat digambarkan bahwa remaja yang memiliki persepsi pola asuh secara demokratis akan lebih mudah melakukan penyesuaian diri disebabkan dalam keluarga yang menerapkan pola asuh demokratis memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, yang artinya apapun yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

Berdasarkan pandangan-pandangan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua dengan penyesuaian diri pada remaja. Melihat kenyataan bahwa remaja pada umumnya memiliki kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang muncul adalah apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua dan penyesuaian diri pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua dan penyesuaian diri pada remaja.


(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan bagi psikologi perkembangan khususnya mengenai hubungan pola asuh demokratis dan tugas perkembangan pada remaja. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para orang tua tentang pentingnya pola asuh demokratis dalam membentuk penyesuaian diri pada remaja.


(25)

BAB II DASAR TEORI

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Seringkali dengan mudah orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susuah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarlito,2000).

Untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah, sebab kapan masa remaja itu berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi seorang yang dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti. Kesulitan untuk memastikan kapan berakhirnya masa remaja ini, diantaranya karena remaja sesungguhnya merupakan suatu ciptaan budaya, yakni suatu konsep yang muncul dalam masyarakat modern sebagai tanggapan terhadap perubahan sosial (Desmita,2005).

Masa remaja adalah masa “stress dan strain” (masa gonjangan dan kebimbangan). Akibatnya para remaja melakukan penolakan-penolakan pada kebiasaan di rumah, sekolah dan mengasingkan diri dari kehidupan umum membentuk kelompok hanya untuk “gangnya” (Sulastri,1984).

Rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas 3, yaitu : 12 – 15 tahun sebagai masa remaja awal, 15 – 18 tahun sebagai masa remaja


(26)

pertengahan, dan 18 – 21 tahun sebagai masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers dan Haditono (Desmita,2005) membedakan masa remaja atas 4 bagian, yaitu : masa pra remaja atau pra-pubertas (10 – 12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12 – 15 tahun), masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun), dan masa remaja akhir (18 – 21 tahun).

2. Ciri Remaja

Terdapat beberapa ciri-ciri remaja yang terkait dengan penyesuaian diri, diantaranya sebagai berikut (Zulkifli, 2000) :

a. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat sehingga anak kelihatan bertubuh tinggi, tetapi kepalanya masih mirip dengan anak-anak.

b. Pertumbuhan seksual

Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya : sperma mulai berproduksi, ia mengalami mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama.

Ciri-ciri lainnya pada anak laki-laki adalah pada lehernya menonjol buah jakun yang membuat nada suaranya menjadi pecah. Diatas


(27)

bibir dan disekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu (rambut). Sedangkan pada anak perempuan, karena produksi hormon dalam tubuhnya, dipermukaan wajahnya tumbuh jerawat. Selain itu, terjadi penimbunan lemak yang membuat buah dadanya mulai tumbuh, pinggulnya mulai melebar dan pahanya membesar.

c. Cara berpikir kausalitas

Ciri yang ketiga ini adalah cara berpikir kausalitas, yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga ia akan melawan bila orangtua, guru dan lingkungan masih menganggapnya anak kecil.

d. Emosi yang meluap-meluap

Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih mengusai diri mereka daripada pikiran yang realistis.

e. Mulai tertarik kepada lawan jenis

Secara biologis manusia terbagi atas dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran.

f. Menarik perhatian lingkungan

Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan. Remaja akan berusaha mencari peranan di luar rumah bila orangtua tidak memberi peranan kepadanya karena masih menganggapnya sebagai anak kecil.


(28)

g. Terikat dengan kelompok

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok sebayanya. Dengan bergabung dengan kelompok sebaya, remaja merasa ada yang mau mengerti, memahami, memperhatikan dan dianggap.

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan ialah tugas-tugas khusus yang harus dilakukan oleh indivvidu sebab didorong oleh kemasakan pribadi dan didorong oleh tekanan sosial (norma sosial), agar individu yang bersangkutan bias mempertahankan perkembangan yang normal sebagai makhluk sosial di tengah masyarakat (Kartono,1995).

Tugas perkembangan adalah tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak dikandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai dewasa akhir, setiap individu harus melakukan tugas perkembangan itu. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangan ini akan menentukan perkembangan kepribadiannya (Dariyo,2004).

Havighurst (dalam Ali,2006) mendefinisikan tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat periode tertentu dari kehidupan individu, apabila berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi


(29)

apabila gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugasnya.

Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst yang terkait dengan penyesuaian diri (Dariyo,2004) ada beberapa, yaitu :

a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis.

Perubahan fisiologis yang dialami oleh individu, mempengaruhi pola perilakunya. Di satu sisi, ia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan biologis (seksual), namun bila dipenuhi akan melanggar norma-norma sosial. Oleh karena itulah, remaja menghadapi dilema. Dengan demikian, dirinya dituntut untuk dapat menyesuaikan diri (adjustment) dengan baik.

b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun perempuan. Seorang remaja diharapkan dapat bergaul dan menjalin hubungan dengan individu lain yang berbeda jenis kelamin, yang didasarkan atas saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain, tanpa menimbulkan efek samping yang negatif. Pergaulan dengan lawan jenis ini merupakan suatu hal yang penting, karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna memasuki kehidupan pernikahan.

c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

Menginjak remaja, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas, dibandingkan dengan masa anak-anak. Hal ini


(30)

menunjukkan bahwa remaja tidak lagi bergantung kepada orangtua, bahkan mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk bergaul bersama teman-temannya dibandingkan dengan keluarga.

d. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Untuk dapat mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal maupun non formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, ketrampilan/keahlian yang professional.

e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.

Tujuan utama remaja melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian adalah untk dapat bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti. Sebab keinginan terbesar seorang remaja adalah menjadi orang yang mandiri dan tidak bergantung dari orangtua secara psikis maupun ekonomi.

B. Penyesuaian Diri Remaja

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment (Ali,2006). Penyesuaian diri merupakan proses dinamis menyangkut interaksi individu dengan


(31)

lingkungan. Tohari (1982) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik yang terus menerus dan bertujuan untuk mengubah perilaku untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik, serasi antara diri dan lingkungannya. Pendapat tersebut memberikan pengertian bahwa manusia itu selalu berusaha untuk membuat hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

Lazarus (1976) menjelaskan bahwa penyesuaian diri lebih menekankan pada pentingnya perjuangan individu untuk menghadapi lingkungan fisik dan sosialnya. Gunarsa (1988) memperjelas pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa sejak lahir sampai mati tidak lain adalah perjuangan untuk penyesuaian diri.

Kunci penyesuaian diri terletak pada keberhasilan manusia dalam memenuhi dorongan dari dalam dan luar, dimana cara yang dilakukan untuk memenuhi dorongan tersebut, baik bagi dirinya tetapi juga baik untuk lingkungannya (Meichati,1983). Fahmi (Darajat,1985) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengubah perilaku inidividu agar terjadi hubungan yang serasi antara diri dengan lingkungan.

Kesanggupan untuk menyesuaikan diri akan membawa seseorang kepada kenikmatan hidup. Ia akan terhindar dari kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan, sehingga ia akan hidup dan bekerja dengan semangat dan penuh rasa kebahagiaan. Sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dapat menimbulkan ketegangan dan gangguan batin.


(32)

Jika hal tersebut semakin parah dan terus menerus maka akan menimbulkan macam-macam penyakit atau gangguan mental (Kartono,1984).

Dari berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyesuaian diri adalah merupakan kemampuan aktifitas mental dan tingkah laku individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baik dari dalam maupun dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dengan rasa bahagia dan memuaskan.

2. Pengertian Penyesuaian diri Remaja

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik (well adjusted person) ketika mampu melakukan respon-respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukan dengan hakikat individu, lembaga atau kelompok antar individu dan hubungan antara individu dengan penciptanya (Ali,2006).

Menurut Schneiders (1964) orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik (well adjusted person) adalah orang yang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi maupun


(33)

kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

3. Aspek Penyesuaian diri Pada Remaja

Beberapa kriteria penyesuaian diri pada remaja menurut Vembrianto (1993) adalah sebagai berikut :

a. Kepuasan psikis

Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis dimana mereka menjadi riang, senang, tenang dan aman, sedangkan yang gagal akan menimbulkan rasa tidak puas yang menjelma dalam bentuk perasaan kecewa, gelisah, lesu dan depresi.

b. Efisiensi kerja

Penyesuaian diri yang berhasil akan nampak dalam kerja atau kegiatan yang efisien artinya seseorang dapat melakukan pekerjaan atau kegiatan dengan baik dan positif, sedangkan yang gagal nampak dalam kerja atau kegiatan yang tidak efisien.

c. Gejala fisik

Mereka yang gagal menyesuaikan diri akan menampakkan gejala-gejala fisik yang kurang baik dan sehat, seperti pencernaan terganggu, sakit perut, kepala pusing, gatal-gatal, sedangkan mereka


(34)

yang berhasil menyesuaikan diri kondisi fisiknya selalu baik dan sehat.

d. Penerimaan sosial

Mereka yang berhasil menyesuaikan diri akan diterima baik oleh masyarakat, mereka menerima reaksi setuju dari masyarakat. Sedangkan yang gagal tidak akan diterima baik oleh masyarakat dan akan mendapat reaksi tidak setuju dari masyarakat.

Keempat kriteria hasil adaptasi dari Vembrianto ini juga merupakan komponen atau aspek dari penyesuaian diri.

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Pada Remaja

Menurut Schneiders (Ali,2006), setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja, yaitu:

1. Kondisi fisik

Penyesuaian diri remaja akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisisk yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri dan lainnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuian diri. Sebaliknya kondisi fisik yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, atau


(35)

bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

2. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhya sangat menonjol terhadap proses penyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku, sikap dan karakteristik yang sejenis lainnya.

2) Pengaturan diri

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah remaja dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

3) Realisasi diri

Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap sangat erat kaitannya


(36)

dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa anak-anak dan remaja, didalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa. Semua itu, unsur-unsur penting yang mendasari realisasi diri.

4) Inteligensi

Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas inteligensi. Baik buruknya penyesuaian diri remaja ditentukan oleh kapasitas inteligensinya. 3. Proses belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian remaja karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap ke dalam diri remaja melalui proses belajar. Pengaruh proses belajar itu akan muncul dalam bentuk coba-coba dan gagal, pengkondisian dan menghubung-hubungkan berbagai faktor yang di mana remaja itu melakukan penyesuaian diri.


(37)

4. Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri remaja meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri remaja. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dengan anak, interaksi antar anggota, peran sosial dalam keluarga, karakteristik anggota keluarga, dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri remaja 5. Agama serta budaya

Agama berkaitan erat dengan budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup remaja. Selain agama, budaya juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan remaja. Hal ini dapat dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada remaja melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.


(38)

C. Persepsi tehadap Pola Asuh Demokratis a) Definisi persepsi

Setiap individu dalam menjalani hidupnya selalu mengalami apa yang disebut persepsi sebagai hasil penghayatannya terhadap berbagai stimulus yang berasal dari lingkungan. Atkinson dan Hilgard (Ali, 2006) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses mengintepretasikan dan mengorganisasikan pola-pola stimulus yang berasal dari lingkungan. Ahli lain, yaitu Levine dan Shefner (Ali, 2006) mengemukakan pengetian persepsi adalah cara-cara individu mengintepretasikan informasi yang diperoleh didasarkan atas pemahaman individu itu sendiri. Dengan kata lain, individu menyadari adanya kehadiran suatu stimulus, tetapi individu itu mengintepretasikan stimulus tersebut.

Dengan persepsi, individu dapat menentukan bagaimana seharusnya ia bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya karena persepsi merupakan rangkaian peristiwa yang menjembatani stimulus dengan perilaku tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses individual dalam mengintepretasikan, mengorganisasikan, dan memberi makna kepada stimulus yang berasal dari lingkungan dimana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.


(39)

b) Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun aturan-aturan yang harus diikuti yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya latar belakang, pengalaman, pendidikan, dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah perbedaan dalam mengasuh dan mendidik anak.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) pola asuh dapat diartikan tiap-tiap kata. Pola diartikan sebagai bentuk (yang dipraktikkan secara berulang-ulang) atau struktur yang tetap, sedangkan pengasuhan menunjukkan perbuatan menjaga, merawat, melatih, membimbing dan mengajar supaya orang (anak) dapat berdiri sendiri.

Menurut Hurlock (1997), pola asuh orangtua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi dua konsep, yaitu negatif dan positif. Menurut konsep positif, disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin dan pengendalian diri. Sedangkan menurut konsep negatif, disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan, ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui suatu cara yang tidak disukai dan menyakitkan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah metode disiplin yang dilakukan secara berulang-ulang oleh orang tua terhadap anaknya dengan tujuan untuk menjaga, merawat, melatih, membimbing dan mengajar supaya anak dapat berdiri sendiri.


(40)

c) Bentuk Pola Pengasuhan Orang Tua

Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengasuh anak-anak mereka (Atkinson,2002). Hoffman (Berk,1994), membagi pola asuh orangtua ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :

a. Pola asuh bersifat Power Assertive

Pola asuh Power assertive memiliki ciri-ciri menanamkan disiplin dengan ancaman fisik, orang tua tidak percaya pada anak, banyak menggunakan kekerasan-kekerasan dalam pengasuhan dan orangtua menunjukkan kekuasaannya yang mutlak pada anak. b. Pola asuh bersifat Inductive

Pola asuh Inductive ini menerapkan unsur keterbukaan antara anak dengan orang tua, orang tua banyak memberi informasi dan penjelasan yang dibutuhkan oleh anak, mengembangkan penalaran, dan memberikan kebebasan pada anak untuk belajar mengembangkan kontrol internalnya.

c. Pola asuh Love Withdrawl

Pola asuh love withdrawl ini memiliki ciri-ciri ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orangtua memberi jarak atau menjauhi anak dan mengekspresikan ketidaksenangannya pada anak secara emosional.

Baumrind (Dariyo,2004) ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orangtua menjadi tiga, yaitu :


(41)

a. Pola asuh otoriter (parent oriented)

Ciri-ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah apa yang diperintahkan oleh orang tua, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, tetapi di sisi lain anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan. Segi positif pola asuh otoriter ini adalah anak cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan.

b. Pola asuh permisif

Sifat pola asuh ini children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga berada di tangan anak. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Sisi negatif yang lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Sedangkan apabila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya. c. Pola asuh demokratis

Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan pertimbangan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang


(42)

tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini anak menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, jujur, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak munafik.

D. Pola Asuh Demokratis

1. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Menurut Baumrind (Elia, 2005) pola asuh demokratis adalah orang tua yang memperlakukan anak dengan memberikan kebebasan namun masih tetap diikuti dengan kontrol dari orang tua. Orang tua yang demokratis tidak bersikap mengekang dan membatasi, melainkan bersikap hangat dan penuh pengertian terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, di sisi lain ada proses memberi dan menerima, yaitu komunikasi dua arah antara anak dan orang tua.

Gerungan (1991), merumuskan didikan yang demokratis merupakan didikan dimana orangtua sering berembuk mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan bersikap toleran. Sikap-sikap demokratis dari orangtua ini akan menimbulkan cirri-ciri berinisiatif, tidak takut-takut, lebih giat, lebih bertujuan tetapi


(43)

juga memberikan kemungkinan berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis merupakan metode disiplin dimana orangtua sering berdiskusi dengan anak mengenai masalah-masalah dan tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan memberi kebebasan yang diikuti kontrol orangtua.

2. Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Perubahan lingkungan sosial yang dialami oleh remaja menuntut remaja untuk lebih mandiri dan matang dalam penyesuaian diri. Namun tuntutan dan harapan lingkungan baru terhadap remaja memerlukan bimbingan dari orang tua.

Dukungan dan pengertian dari orang tua ditunjukkan dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh remaja. Hal demikian disebabkan karena remaja mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner,1953).

Ketika remaja mempersepsikan pola asuh dengan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan pengertian, tidak pernah


(44)

memberi hukuman fisik, komunikasi yang dilakukan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak maka remaja telah mempersepsikan pola asuh yang diterimanya adalah jenis pola asuh demokratis. Dalam hal ini remaja akan menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa serta memiliki penyesuaian diri yang baik. Ketika remaja mempersepsikan pola asuh yang diterimanya sebagai pola asuh demokratis, remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan sikap kerjasama dan lebih terlibat banyak kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama dengan orang tuanya.

Dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap pola asuh demokratis merupakan penilaian subyektif individu terhadap kecenderungan sikap dan perlakuan orang tua dalam berhubungan dengan subyek yang ditandai dengan : adanya penerapan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan perhatian, tidak adanya hukuman fisik, komunikasi dua arah antara orang tua dan anak serta pemberian kesempatan kepada anak untuk berpendapat.

3. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis

Aspek pola asuh demokratis menurut Kohn (dalam Setiawan,1996) adalah sebagai berikut :

1). Aspek pandangan orang tua terhadap anak

Pandangan orang tua yang berpola asuh demokatis terhadap anak adalah mereka lebih mementingkan pemahaman terhadap


(45)

perasaan, keinginan dan kondisi anaknya, mendorong dan memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan bertindak secara matang sesuai dengan kemampuan anak, mengharapkan anaknya mencapai tingkat pendidikan tertentu, memberikan tanggung jawab terhadap anak. Menghargai adanya hak-hak yang dimiliki anaknya.

2). Aspek komunikasi

Cara komunikasi orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anaknya adalah komunikasi dua arah. Orang tua memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan pendapatnya, memberi kesempatan untuk berdiskusi, menjelaskan secara jelas dan logis aturan-aturan yang diterapkan kepada anak, suka mengajak dialog dan orang tua tetap sebagai pengambil keputusan bila terjadi perbedaan pendapat.

3). Aspek pemenuhan kebutuhan anak

Pemenuhan kebutuhan anak pada orang tua yang demokratis adalah bersikap menerima dan telaten dalam mengasuh, responsif dan tidak mengabaikan permintaan anak. Mengekspresikan emosi-emosi positif terhadap anak dan kondisi sekitar anak sehingga tercipta rumah yang penuh kegembiraan dan menyenangkan bagi anak. Kebutuhan anak lebih diutamakan daripada kebutuhan orang tua sendiri. Sering


(46)

terlibat kegiatan bersama anaknya. Memberikan ekspresi positif meskipun anaknya tidak melakukan sesuatu yang pantas dipuji. Orang tua selalu ada jika anak membutuhkannya.

4). Aspek penerapan kontrol

Penerapan kontrol pada orang tua yang demokratis melalui aturan-aturan yang tegas, konsisten dan rasional. Situasi yang bermasalah diselesaikan secara bijaksana yang dapat diterima oleh anak. Pemberian hukuman tidak dilakukan secara fisik. Memperhatikan sikap tidak suka dan jengkel terhadap perilaku anak yang tidak baik dan orang tua akan memperlihatkan rasa senang dan memberi dukungan terhadap perilaku anak yang membangun.

E. Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Penyesuaian Diri pada Remaja

Penyesuaian diri dapat membantu remaja dalan memotivasi diri, mampu berhubungan dengan orang lain, merencanakan dan meraih tujuan dalam kehidupan.

Kemampuan remaja berbeda dalam melakukan penyesuaian diri. Kemampuan yang berbeda tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti kepribadian individu, sistem pendidikan serta pola asuh orang tua. Sistem pendidikan diperoleh dari sekolah maupun lingkungan.


(47)

Tidak semua orang dapat melakukan penyesuaian diri dan tidak semua orang melakukan penyesuaian diri dengan baik termasuk remaja. Pada masa remaja akhir, individu mengalami perubahan lingkungan sosial. Untuk menghadapi perubahan lingkungan tersebut remaja dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian diri.

Dalam menyesuaikan diri di lingkungan yang baru, remaja memerlukan model identifikasi. Orang-orang yang pantas menjadi model hendaknya memiliki sifat, sikap, pandangan yang sehat, dan penuh tanggung jawab. Banyak orang yang bisa menjadi model identifikasi bagi remaja, salah satunya adalah keluarga, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Pola asuh orang tua dalam keluarga berpengaruh dalam proses penyesuaian diri remaja.

Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua dalam pola asuh yang diterapkannya sejak masa anak-anak selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh remaja yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar dipersepsikan dan kemudian menjadi kebiasaan bagi remaja. Hal demikian disebabkan karena remaja mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner,1953)

Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun aturan-aturan yang harus diikuti yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Tiap-tiap keluarga memiliki cara dan aturannya masing-masing dalam mengasuh anaknya. Pola asuh yang diterapkan oleh orang


(48)

tua akan menimbulkan persepsi bagi remaja yang akan mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja. Kesan yang didapatkannya membuat remaja melakukan penilaian tertentu terhadap pola asuh tersebut.

Ketika remaja mempersepsikan pola asuh dengan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan pengertian, tidak pernah memberi hukuman fisik, komunikasi yang dilakukan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak maka remaja telah mempersepsikan pola asuh yang diterimanya adalah jenis pola asuh demokratis. Dalam hal ini remaja akan menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa serta memiliki penyesuaian diri yang baik. Ketika remaja mempersepsikan pola asuh yang diterimanya sebagai pola asuh demokratis, remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan sikap kerjasama dan lebih terlibat banyak kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama dengan orang tuanya.

Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis dalam mengasuh anaknya akan berusaha memahami perasaan, keinginan dan kondisi dari anaknya, menghargai apa yang menjadi hak dari anak. Komunikasi dilakukan dua arah, orang tua mendengarkan apa yang menjadi keinginan anak dan berdiskusi untuk mencari pemecahan masalah yang berbaik tanpa mengabaikan aturan-aturan yang berlaku baik di dalam keluarga maupun masyarakat. Remaja yang mendapat perlakuan demikian akan menjadi percaya diri di setiap kegiatan yang diikutinya karena merasa mendapat dukungan dari orang tua sehingga remaja dapat menyesuaiakan diri dilingkungannya.


(49)

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti melihat pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan menimbulkan persepsi terhadap pola asuh orang tua yang diterimanya sehingga akan mempengaruhi penyesuaian diri remaja.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang disusun adalah :

Ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan penyesuaian diri pada remaja. Semakin remaja mempersepsikan pola asuh yang diterimanya demokratis, maka semakin baik penyesuaian diri yang dimilikinya.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah salah satu unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena ketepatan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada akan menentukan hasil itu dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Metode yang benar dapat menentukan tingkat baik atau tidaknya suatu penelitian (Hadi,1995). Pembahasan pada bab ini meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan subyek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reabilitas alat ukur, serta analisis data.

A. Identifikasi variabel Penelitian

Identifikasi variabel yang terdapat dalam suatu penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum metode pengumpulan data dan analisis data. Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yang diidentifikasi sebagai berikut :

Variabel bebas : persepsi terhadap pola asuh demokratis Variabel tergantung : penyesuaian diri remaja

B. Definisi Operasional

Suatu penelitian memerlukan batasan-batasan operasional untuk menghindari kesalahpahaman mengenai data yang akan dikumpulkan dan menghindari kesesatan dalam menentukan alat pengumpulan data. Batasan operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :


(51)

A. Penyesuaian Diri Remaja

Penyesuaian diri remaja merupakan kemampuan aktivitas mental remaja yang dilakukan secara terus menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku dalam menghadapi tuntutan baik dari dalam diri remaja maupun lingkungannya. Kriteria penyesuaian diri yang baik yaitu adanya kepuasaan fisik, memiliki efisiensi kerja, gejala fisik, penerimaan sosial. Untuk mengukur penyesuaian diri remaja digunakan skala penyesuaian diri diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Anggraeni,2005).

B. Persepsi terhadap pola Asuh Demokratis Orang Tua

Persepsi terhadap pola asuh demokratis dilihat dari bagaimana remaja menilai kecenderungan sikap dan perlakuan orang tua dalam hubungan dengan individu yang ditandai dengan pemberian kesempatan kepada anak untuk berpendapat, komunikasi dua arah antara orang tua dan anak, tidak adanya hukuman fisik, serta adanya penerapan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan perhatian. Untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh demokratis digunakan skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Cicilia,2004).

C. Subyek Penelitian

Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan teknik sampel purposif, yaitu subyek dipilih karakteristiknya sudah ditentukan dan


(52)

diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir, yang memiliki karakteristik yang homogen, yakni berusia antara 18-22 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah metode skala. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala penyesuaian diri dan skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang disajikan dalam pernyataan favorabel (pernyataan yang mendukung teori yang akan diungkap) dan pernyataan unfavorabel (pernyataan yang tidak mendukung teori yang akan diungkap).

Dalam menilai jawaban (pemberian skor) untuk pernyataan favorabel diberi nilai dari 4 sampai 1, dengan pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 4, pilihan Sesuai (S) diberi nilai 3, pilihan Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 2, pilihan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 1.

Sedangkan untuk pernyataan unfavorabel diberi nilai dari 1 sampai 4, dengan pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1, pilihan Sesuai (S) diberi nilai 2, pilihan Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 3, pilihan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4.


(53)

Dibawah ini disajikan tabel penyebaran item Skala Penyesuaian Diri dan Skala Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis sebelum diujicobakan :

Tabel 1

Tabel spesifikasi Skala Penyesuaian Diri (sebelum uji coba)

Indikator Favorabel unfavorabel total

1. kepuasa psikis 3,4,19,24,30,46,47 5,6,16,31,42,55 13

2. Efisiensi kerja 9,17,33,34,41,44,4

5

11,15,18,32,35,37,5 4

14

3. Gejala fisik 1,22,23,26,29,36,4

0

2,7,14,21,27,39,50 14

4. Penerimaan sosial 8,10,12,13,20,28,5

3

25,38,43,48,49,51,5 2

14


(54)

Tabel 2

Tabel spesifikasi Skala Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis (sebelum uji coba)

Indikator Favorabel unfavorabel total

Pandangan orang tua

terhadap anaknya

6,14,23,30,36,41,49 2,12,13,17,27,31,40,48 15

Komunikasi 1,7,25,33,39,47,55,59 5,18,19,26,34,50,60 15

Pemenuhan kebutuhan anak

4,9,15,22,42,51,56 8,21,28,32,35,43,46,52 15

Penerapan kontrol 3,11,20,29,37,45,53,5

8

10,16,24,38,44,54,57 15

total 30 30 60

E. Uji Kesahihan Butir item

Uji kesahihan butir item dilakukan untuk melihat item-item yang lolos seleksi yang dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian serta membuang item-item yang tidak lolos dan tidak dapat digunakan dalam pengambilan data penelitian.

Uji kesahihan butir item menggunakan koefisien korelasi item-total (rix). Sebagai kriteria digunakan batasan rix ≥0,30. Item dengan rix minimal 0,30 dianggap memuaskan, sedangkan item dengan rix kurang dari 0,30 memiliki daya diskriminasi rendah.


(55)

F. Validitas dan Reliabilitas

Penelitian selalu berhubungan dengan masalah pengukuran dan hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari masalah yang diselidiki. Setiap penelitian diperlukan adanya suatu alat ukur yang dapat mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dan mempunyai keajegan tertentu, alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur masalah yang diteliti dalam kurun waktu yang berbeda dengan hasil yang relatif sama dan memenuhi syarat-syarat ilmiah. Persyaratan mutlak yang harus dimiliki suatu alat ukur adalah validitas dan reliabilitas.

1) Validitas

Validitas didefinisikan sebagai seberapa jauh ketetapan dan kecermatan alat ukur suatu tes dalam melakukan fungsi ukurnya. Penelitian ini menggunakan validitas isi dalam estimasinya sebelum dilakukan uji coba. (Azwar,2001). Menurut Hadi (1991), suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih jika alat ukur itu mampu mengukur apa saja yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa yang diungkapkan dan mampu menembak dengan jitu sasaran yang ditembak.

2) Reliabilitas

Reliabilitas adalah hasil suatu pengukuran yang dapat dipercaya (Azwar,2001). Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri


(56)

subyek memang belum berubah. Dalam hal ini relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan yang sangat besar, maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel.

G. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian

a) Subyek Uji Coba Alat Penelitian

Sebelum mengadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengadakan uji coba alat penelitian. Dalam uji coba alat penelitian ini, peneliti mengambil subyek mahasiswa tingkat awal yang berusia 18 – 21 tahun sebanyak 45 orang. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 3 – 5 Juli 2008.

Setelah uji coba, dari 45 subyek hanya 38 subyek yang memenuhi syarat penelitian sedangkan 7 subyek lainnya dianggap tidak sesuai dengan penelitian karena tidak memenuhi kriteria umur dari 18-22 tahun dan tidak lengkap dalam mengisi skala.

b) Uji Coba Alat Penelitian

Uji coba alat ukur untuk melihat kesahihan dan reliabilitas butir item alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian.

Peneliti menyebarkan skala kepada 45 subyek. Tiap subyek mendapatkan 2 skala yang terdiri dari : 60 item pada skala Persepsi


(57)

terhadap pola asuh demokratis dan 56 item pada skala Penyesuaian Diri.

Pada uji coba alat ukur dan penelitian, Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis disebut sebagai skala 1, sedangkan Skala Penyesuaian Diri disebut sebagai Skala 2.

c) Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan uji validitas isi.Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat profesional judgement, dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing peneliti.

Reliabilitas dengan menggunakan Koefisien Alfa dari Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis adalah 0.974 dengan subyek 38 orang dan jumlah item 45 butir.

Reliabilitas dengan menggunakan Koefisien Alfa dari Skala Penyesuaian Diri adalah 0,950 dengan jumlah subyek 38 orang dan jumlah item 39 butir.

d) Uji Kesahihan Butir Item

Uji butir kesahihan butir item menggunakan korelasi item-total (rix) dengan batasan rix : 0,3.


(58)

a) Uji Kesahihan Butir Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Untuk uji kesahihan butir persepsi terhadap pola asuh demokratis, peneliti menggunakan kriteria batasan rix ≥0,30 dan program SPSS versi 13.0. Terdapat 15 item yang gugur dari 60 item yang diuji. Sehingga untuk skala persepsi terhadap pola asuh demokratis terdapat 45 item yang sahih. Berikut ini tabel spesifikasi skala persepsi terhadap pola asuh demokratis setelah uji coba dengan nomor item sahih dan gugur yang telah diurutkan.

Tabel 3

Tabel spesifikasi Skala Persepsi terhadap Pola Asuh Demokratis (setelah uji coba)

Komponen pola asuh demokratis

Favorabel Unfavorabel Total

Pandangan orang tua terhadap anaknya

6,14,23,30,49 2,12,13,17,27,31,4 8

12

Komunikasi 1,7,33,39,47,55,5

9

18,19,26,34,50,60 13

Pemenuhan kebutuhan anak 4,15,42 8,21,28,32,35,43,4

6

10

Penerapan kontrol 3,11,20,29,45, 10,16,24,54,57 10


(59)

b) Uji Kesahihan Butir Penyesuaian Diri

Untuk uji kesahihan butir penyesuaian diri, peneliti menggunakan kriteria batasan rix ≥0,30 dan program SPSS versi 13.0. Terdapat 17 item yang gugur dari 56 item yang diuji. Sehingga utuk skala penyesuaian diri terdapat 39 item yang sahih. Berikut ini tabel spesifikasi skala penyesuaian diri setelah uji coba dengan nomor item sahih dan gugur yang telah diurutkan.

Tabel 4

Tabel spesifikasi Skala Penyesuaian Diri (setelah uji coba)

Komponen Penyesuaian Diri

Favorabel unfavorabel Total

Kepuasan psikis 3,4,19,24,46,47 5,16,42,56 10

Efisiensi kerja 9,34,41,45 11,18,32,35,37 9

Gejala fisik 23,26,29,36 2,7,21,39,50 9

Penerimaan sosial 8,10,12,13,20,53 25,43,49,51,52 11


(60)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada hari Selasa hingga Jumat, yaitu pada tanggal 8 – 11 Juli 2008 di Kos Dibyo jalan Kaliurang km 7,8, di kos 27 jalan Gejayan no.27 Jogjakarta.

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/I dari berbagai universitas yang ada di Jogjakarta dengan jumlah 75 orang. Dari 75 eksemplar yang telah diisi, terdapat 5 skala yang tidak memenuhi syarat untuk disertakan dalam analisis data, sehingga hanya 70 eksemplar yang disertakan dalam analisis data.

2. Analisis Data dan Hasil Penelitian

Sebelum dilakukan analisis data dengan korelasi Product Moment Pearson, terlebih dahulu harus memenuhi dua (2) syarat, yaitu melakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran kedua variabel dalam penelitian ini normal atau tidak. Bila sebaran variabel tidak normal maka tidak dapat dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Untuk sebaran variabel normal dapat digunakan


(61)

teknik Product Moment Pearson (Santosa, 2002). Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua variabel bersifat linear atau tidak.

Uji normalitas sebaran dan uji linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13 dengan hasil sebagai berikut :

A. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran ini adalah untuk mengetahui apakah pengambilan sampel untuk penelitian dan distribusi sebaran variabel membentuk kurva normal.

a) Sebaran Variabel Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Sebaran variabel persepsi terhadap pola asuh demokratis memiliki probabilitas 0,475 atau mempunyai probabilitas lebih dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi sebaran variabel persepsi terhadap pola asuh demokratis adalah normal.

b) Sebaran Variabel Penyesuaian Diri

Sebaran variabel penyesuaian diri mempunyai probabilitas 0,986 atau memiliki probabilitas lebih dari 0,05 (p > 0,05). Hal itu menunjukkan bahwa distribusi sebaran variabel penyesuaian diri adalah normal.


(62)

B. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara skor variabel bebas (Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis) dan variabel tergantung (Penyesuaian Diri) merupakan garis lurus atau tidak.

Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri adalah linier karena memiliki probabilitas sebesar 0,000 atau memiliki probabilitas kurang dari 0,05 (p < 0,05).

3. Uji Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik Product Moment Pearson dari SPSS versi 13 dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (0,05). Artinya bahwa kemungkinan penolakan hipotesis yang benar adalah 5 di antara 100, atau dengan kata lain adanya kepercayaan terhadap kebenaran hipotasis sebesar 95% (Hadi, 1991).

Taraf signifikansi di tes dengan menggunakan uji satu ekor (1-tailed). Uji hipotesis satu ekor pada penelitian ini sudah berarah, yaitu berarah positif. Hipotesis yang sudah memiliki arah menurut Hadi (1991) diuji dengan menggunakan uji satu ekor (1-tailed).

Hasilnya menyatakan bahwa koefisien korelasi (r) antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri adalah 0,718 pada


(63)

taraf signifikan 0,05 dengan probabilitas 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa kedua variabel saling berkorelasi secara signifikan.

Hasil hipotesis tersebut menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara persepi terhadap pola asuh demokratis dengan penyesuaian diri pada remaja, sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri pada remaja diterima.

Jadi semakin tinggi persepsi terhadap pola asuh demokratis maka semakin baik penyesuaian diri yang dilakukan oleh remaja. Sedangkan semakin rendah persepsi terhadap pola asuh demokratis maka semakin buruk penyesuaian diri pada remaja.

4. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji hipotesis analisis dengan menggunakan teknik Product Moment Pearson, maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dan penyesuaian diri diterima. Hal ini berarti pola asuh yang diberikan oleh orang tua terkait dengan persepsi subyek terhadap pola asuh yang diterimanya. Remaja yang mempersepsikan pola asuh yang diterimanya sebagai pola asuh demokratis maka remaja tersebut memiliki penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut dilihat dari koefisien korelasi (r) antara persepsi terhadap pola asuh demokrasi dan penyesuaian diri adalah 0,718


(64)

pada taraf signifikan 0,05 dengan probabilitas 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa kedua variabel saling berkorelasi positif secara signifikan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kartono (1985) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri remaja dalam kehidupan sosial secara umum sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua di dalam keluarga karena keluarga merupakan kelompok terkecil dan terpenting dalam memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan anak.

Dukungan dan pengertian dari orang tua ditunjukkan dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak. Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh remaja. Hal demikian disebabkan karena remaja mengidentifikasikan diri pada orang tuanya (Bonner, 1953).

Pola pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan orang tua, latar belakang keluarga dan lingkungan sosial. Dengan beberapa faktor tersebut, mengakibatkan jenis pola pengasuhan yang berbeda. Pola asuh demokratis sendiri merupakan pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya yang ditandai dengan adanya penerapan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan perhatian, tidak adanya hukuman fisik, komunikasi dua arah antara orang tua dan anak serta pemberian kesempatan kepada anak untuk berpendapat (Hurlock,1997).


(65)

Lebih lanjut dapat dijelaskan melalui beberapa aspek persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua, antara lain pandangan orang tua terhadap anak. Pandangan orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anak adalah mereka lebih mementingkan pemahaman terhadap perasaan, keinginan dan kondisi anaknya, mendorong dan memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan bertindak secara matang sesuai dengan kemampuan anak, mengharapkan anaknya mencapai tingkat pendidikan tertentu, memberikan tanggung jawab terhadap anak (dalam Setiawan, 1996). Menghargai adanya hak-hak yang dimiliki anaknya. Seorang remaja yang mendapatkan tanggung jawab serta dihargai apa yang menjadi haknya akan merasakan kepuasan psikis dan efisien dalam setiap kegiatan yang diikuti. Dengan adanya kepuasan psikis dan efisien dalam setiap kegiatan tersebut, maka seorang remaja akan menjadi riang, senang, tenang dan aman dalam setiap kegiatan yang diikuti dan dilakukannya sehingga dapat menyesuaiakan diri dengan baik.

Hurlock (1999), mengatakan bahwa pola asuh demokratis menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, menghasilkan kemandirian dalam berpikir, mempunyai inisiatif dalam bertindak, dan konsep diri yang sehat, postif, dan penuh percaya diri yang direfleksikan dalam perilaku yang aktif, terbuka , dan spontan.

Komunikasi merupakan aspek persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua. Cara komunikasi orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anaknya adalah komunikasi dua arah (Hurlock,


(66)

1997). Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pendapatnya, memberi kesempatan untuk berdiskusi, menjelaskan secara jelas dan logis aturan-aturan yang diterapkan kepada anak, suka mengajak dialog dan tetap sebagai pengambil keputusan bila terjadi perbedaan pendapat. Dengan adanya komunikasi dua arah, maka akan terjadi keterbukaan antara orang tua dan anak. Orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak dan selalu ada jika anak membutuhkannya sehingga tercipta rumah yang penuh kegembiraan dan menyenangkan bagi anak.

Penerapan kontrol merupakan aspek yang terakhir dari persepsi terhadap pola asuh demokratis orang tua (dalam Setiawan, 1996). Orang tua yang demokratis akan menerapkan kontrol terhadap anak-anak mereka melalui aturan-aturan yang tegas, konsisten dan rasional. Situasi yang bermasalah diselesaikan secara bijaksana yang dapat diterima oleh anak. Seorang remaja yang mengerti dan memahami tentang aturan-aturan yang berlaku baik di dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat akan dapat menyesuiakan diri dengan baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap pola asuh demokratis memberikan sumbangan yang cukup berarti untuk terbentuknya penyesuaian diri pada remaja. Untuk itu diharapkan komunikasi, dukungan serta pengertian dari orang tua yang ditunjukkan dalam pola asuh yang diberiakan, karena secara tidak langsung pola asuh orang tua berperan dalam pembentukan nilai sebagai proses penyesuaian


(67)

diri remaja. Dengan demikian pola pengasuhan yang demokratis dapat mempengaruhi pembentukan persepsi remaja terhadap pola asuh demokratis sehingga tercipta penyesuaian diri yang baik pula.


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dibuat oleh peneliti berdasarkan hasil dari analisis data penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini. Jadi, kesimpulan hanya berlaku bagi subyek penelitian dalam penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan analisis dan pembahasan, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut : persepsi terhadap pola asuh demokratis berkorelasi positif dengan penyesuaian diri pada remaja (r = 0,718 dengan p = 0,000). Hal ini berarti hipotesa yang diajukan peneliti, yaitu ada hubungan positif antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan penyesuaian diri pada remaja diterima.

B. SARAN

1. Bagi Para Orang Tua

Orang tua sebaiknya dalam mengasuh anak mengutamakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak, menghargai hak-hak yang dimiliki anaknya,sering terlibat kegiatan bersama anak, dalam pemberian hukuman tidak dalam bentuk hukuman fisik sehingga anak akan menjadi seorang individu yang memepercayai orang lain, jujur, bertanggung jawab terhadap tindakannya.


(69)

2. Bagi Peneliti Lain

Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti kurang cermat dalam melakukan pemilihan tempat penelitian. Tempat penelitian hendaknya lebih meluas lagi, tidak dibatasi hanya di kos-kosan saja.


(1)

Reliability Statistics

.946 .949 39

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Item-Total Statistics

115.7632 161.267 .484 . .945

114.9474 162.754 .600 . .944

115.1053 164.583 .472 . .945

115.0789 165.210 .453 . .945

114.9474 165.619 .295 . .946

115.2368 164.888 .359 . .946

115.1053 161.989 .673 . .943

115.1579 161.650 .430 . .946

115.3158 166.817 .317 . .946

115.2105 163.792 .701 . .944

115.1053 159.881 .700 . .943

115.4211 162.953 .413 . .945

115.0526 164.213 .577 . .944

115.0000 163.514 .477 . .945

115.0526 159.186 .822 . .942

115.0000 160.000 .716 . .943

115.0000 165.405 .350 . .946

115.0000 162.541 .593 . .944

114.8947 162.151 .771 . .943

114.8684 165.036 .439 . .945

115.0000 162.919 .517 . .944

115.0526 161.889 .444 . .945

115.1053 163.232 .479 . .945

115.5526 161.659 .520 . .944

115.7105 160.968 .556 . .944

115.2368 159.429 .621 . .944

115.1579 161.218 .662 . .943

115.9737 164.567 .342 . .946

115.0263 158.405 .786 . .942

115.0526 165.943 .426 . .945

114.9737 162.783 .617 . .944

115.1053 158.583 .787 . .942

115.4474 164.146 .459 . .945

114.9211 164.669 .566 . .944

114.9474 160.592 .765 . .943

114.8158 164.046 .451 . .945

115.0000 159.784 .731 . .943

114.8158 164.587 .510 . .944

114.8421 161.650 .771 . .943

VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00016 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00029 VAR00032 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00039 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045 VAR00046 VAR00048 VAR00049 VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00055

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item


(2)

Reliability Statistics

.946 .950 39

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Item-Total Statistics

112.5526 155.984 .481 . .946

111.7368 157.172 .617 . .944

111.8947 159.070 .482 . .945

111.8684 160.063 .432 . .946

112.0263 159.918 .332 . .947

111.8947 156.475 .686 . .944

111.9474 155.727 .460 . .946

112.1053 161.502 .308 . .946

112.0000 158.541 .688 . .944

111.8947 154.475 .707 . .944

112.2105 157.792 .402 . .946

111.8421 158.677 .591 . .945

111.7895 158.387 .460 . .946

111.8421 153.866 .824 . .943

111.7895 154.657 .718 . .944

111.7895 160.063 .346 . .946

111.7895 157.198 .593 . .945

111.6842 156.762 .775 . .944

111.6579 159.799 .427 . .946

111.7895 157.468 .523 . .945

111.8421 156.677 .437 . .946

111.8947 157.826 .482 . .945

112.3421 156.123 .532 . .945

112.5000 155.986 .535 . .945

112.0263 154.026 .627 . .944

111.9474 155.943 .657 . .944

112.7632 159.483 .324 . .947

111.8158 153.235 .778 . .943

111.8421 160.407 .437 . .946

111.7632 157.267 .630 . .944

111.8947 153.178 .795 . .943

112.2368 158.402 .485 . .945

111.7105 159.346 .560 . .945

111.7368 155.334 .760 . .943

111.6053 159.002 .427 . .946

111.7895 154.549 .726 . .944

111.6053 158.786 .545 . .945

111.6316 156.131 .787 . .944

VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00016 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00029 VAR00032 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00039 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045 VAR00046 VAR00048 VAR00049 VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00055

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted


(3)

ANALISIS

KORELASI


(4)

ANALISIS KORELASI

Correlations

Correlations

1

.718**

.

.000

70

70

.718**

1

.000

.

70

70

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N

Penyesuaian Diri

Dukungan Pola Asuh

Penyesuaian

Diri

Dukungan

Pola Asuh

Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


(5)

Uji Normalitas

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

70

70

116.6000

137.3857

12.33635

15.56035

.054

.101

.054

.054

-.045

-.101

.453

.844

.986

.475

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parameters

a,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Penyesuaian

Diri

Dukungan

Pola Asuh

Test distribution is Normal.

a.

Calculated from data.

b.


(6)

Uji Linieritas

ANOVA Table

8318.017 37 224.811 3.296 .000

5408.660 1 5408.660 79.292 .000

2909.357 36 80.815 1.185 .315

2182.783 32 68.212

10500.800 69

(Combined) Linearity

Deviation from Linearity Between

Groups Within Groups Total Penyesuaian Diri * Dukungan Pola Asuh

Sum of