Sebagian besar AST terdapat di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim ALT terdapat pula pada beberapa bagian
jaringan, konsentrasi terbesarnya pada semua spesies adalah di hati sehingga ALT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada AST
Zimmerman, 1999. Transaminase ini sebagai nilai indeks kemungkinan kerusakan hati, dalam mendeteksi adanya toksisitas pada hati atau perubahan
dalam membran sel hati Edem dan Akpanabiatu, 2006. Angka hasil pemeriksaan aktivitas AST dibagi aktivitas ALT pada sampel
serum disebut rasio de Ritis. Rasio ini digunakan untuk membedakan berbagai penyakit dengan AST maupun ALT-nya. ALT lebih cepat dibebaskan dari
hepatosit ke dalam darah secara akut, sedangkan AST dibebaskan lebih besar pada gangguan kronis Sacher dan McPherson, 2002.
B. Karbon Tetraklorida
Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995
Karbon tetraklorida Gambar 2. adalah suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas, BM 153,82 dan sangat sukar larut
dalam air Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Karbon
tetraklorida merupakan cairan yang sangat larut dalam lemak dan apabila masuk tubuh baik melalui saluran pernapasan, pencernaan ataupun intravena maka akan
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh Wahyuni, 2005. Penggunaan senyawa ini antara lain untuk sintesis senyawa organik terklorinasi, pembuatan
cairan pendingin, sebagai fumigan pertanian, aplikasi laboratorium U.S. EPA, 2010. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan
kepada berbagai spesies, menyebabkan nekrosis sentrilobular hepatik dan perlemakan di hati. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis
hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada
metabolisme aktivasi oleh sitokrom P-450 CYP2E1. Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450
Timbrell, 2008. Penghancuran sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah
tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui selektif untuk CYP2E1, sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak
terpengaruh. Penghancuran CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia, yang mana menjadi lebih besar ketika lebih banyak oksigen tersedia
Timbrell, 2008.
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2008
Sebagai enzim mikrosomal CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa yang terbentuk, hal ini dapat
meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam hal ini CYP2E1 berfungsi
sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron dan mengakibatkan hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil
•
CCl
3
Gambar 3. yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini jika dengan adanya O
2
oksigen akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi
•
OOCCl
3
yang lebih reaktif Gambar 3. Gregus dan Klaaseen, 2001.
Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami salah satu dari beberapa reaksi. Senyawa reaktif tersebut merusak sekitar dari sitokrom P-450,
termasuk enzim itu sendiri dan retikulum endoplasma. Dengan demikian, radikal
bebas triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan
kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari
reaksi ini adalah radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid Gambar 3. Timbrell, 2008.
Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat
memberikan senyawa
karbonil seperti
4-hydroxyalkenal dan
hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki efek biokimia, seperti menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-
phophatase Timbrell, 2008. Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet
lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga
menurunkan produksi
lipoprotein, yang
mana lipoprotein
ini bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat
menurunnya produksi lipoprotein akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis Timbrell, 2008. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum
endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di
retikulum endoplasma Wahyuni, 2005. Menurut penelitian Lettéron, Labbe, Degott, Berson, Fromenty, Delaforge, dkk 1990 pada pemberian silymarin
800mgkg i.p selama dua jam memberikan penurunan sebesar 40 perlemakan hati pada tikus akibat ikatan kovalen dengan metabolit karbon tetraklorida.
Proses peroksidasi lipid juga dapat menghasilkan produk yang dapat menyebarkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria Timbrell,
2008. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada
di dalam sel hati akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT dalam darah meningkat Wahyuni, 2005. Berdasarkan
Zimmerman 1999 terdapat peningkatan serum enzim yang berbeda untuk toksikan yang berbeda Tabel. I.
Tabel. I Peningkatan relatif dari beberapa serum enzim pada cedera hati
Toxicant Lesion
Degree of increase in serum enzyme levels
Zona necrosis
steatosis AST
ALT OCT,SDH
CCl
4
+ +
4+ 3+
4+ Thioacetamide
+ -
4+ 3+
4+ Tetracycline
- +
2 +
1+ Ethionine
- +
+ -
+ Phosphorous
± +
1-2+ 1-2+
1-2+
Menurut penelitian Madhavan, Murali, Yoganarsimhan, dan Pandey 2009 dilaporkan peningkatan nilai ALT hingga tiga kali lipat dari nilai normal pada
tikus terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yadav, Kumar, Singh, Sharma, dan Sutar 2011 juga menunjukkan adanya kenaikan nilai
ALT hingga tiga kali lipat pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida. Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal
bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase GST sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh senyawa ini akan menangkap
radikal bebas tersebut Timbrell, 2008.
C. Metode Pengujian Hepatoprotektif