C. Metode Pengujian Hepatoprotektif
Beberapa uji penting yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya kerusakan hati, dikategorikan menjadi tes enzim serum, tes ekskretori hepatik,
perubahan kandungan kimia hati, dan analisis histologik kerusakan hati Plaa dan Charbonneau, 2001.
1. Tes enzim serum
Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan empat kategori enzim serum didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati.
Kategori pertama adalah alkalinfosfatase, 5’-nukleotidase 5’NT, dan gamma- glutamiltranspeptidase
ߛ-GT. Kenaikan aktivitas enzim-enzim serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik. Enzim yang tidak spesifik dan dapat
menunjukkan kerusakan
jaringan ekstrahepatik
misalnya Aspartate
Aminotransferase AST dan laktat dehidrogenase LDH Plaa dan Charbonneau, 2001. Penentuan ALT dan AST adalah cara paling umum untuk mendeteksi
kerusakan hati, enzim mengalami peningkatan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan Timbrell, 2008.
2. Tes ekskretori hepatik
Zat kimia yang memasuki sirkulasi sistemik dapat diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau diubah didalam hepatosit. Senyawa seperti
bilirubin dan xenobiotika lainnya digunakan untuk mendeteksi dan menentukan kerusakan hepatik Plaa dan Charbonneau, 2001.
3. Perubahan kandungan kimia hati
Zat hepatotoksik dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsional hepatik berguna untuk mendeteksi dan menetapkan besarnya tingkat kerusakan
hati yang terjadi. Perubahan efek farmakologis obat dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan disfungsi hati Plaa dan Charbonneau, 2001.
4. Analisis histologik kerusakan hati
Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap tanpa deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan
pengamatan mikroskopik cahaya Plaa dan Charbonneau, 2001.
D. Macaranga tanarius L. 1.
Sinonim
Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, dan Mappa tanarius Blume World Agroforestry Centre, 2002.
2. Nama lain
a. Inggris : hairy mahang
b. Filipina : binunga, himindan, kuyonon
c. Indonesia : hanuwa, mapu, mara, tutup ancur
d. Malaysia : ka-lo, kundoh, mahang puteh, tampu
e. Thailand : hu chang lek, ka-lo, lo khao, mek, paang
f. Vietnam
: hach dâu nam World Agroforestry Centre, 2002.
3. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta tumbuhan berpembuluh
Super Divisi : Spermatophyta menghasilkan biji
Divisi : Magnoliophyta tumbuhan berbunga
Kelas : Magnoliopsida berkeping duadikotil
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius L.
Plantamor, 2008.
4. Penyebaran
Tanaman Macaranga tanarius banyak ditemukan tumbuh di daerah tropis terutama di daerah hutan hujan tropis. Tanaman ini banyak ditemukan di banyak
negara antara lain : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Vietnam, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, dan Thailand
World Agroforestry Centre, 2002.
5. Morfologi
Macaranga tanarius merupakan tanaman pohon yang tingginya dapat mencapai 20 meter. Cabang pada pohon agak tebal dan berwarna hijau keabu-
abuan. Daun berwarna hijau dengan bentuk jantung dan pangkalnya berbentuk bulat, ukuran daun berkisar 8-32 x 5-28 cm dan panjang tangkai daun 6-27 cm.
Perbungaan terjadi di ketiak daun, bunga jantan dapat terdiri dari benang sari, sedangkan bunga betina dapat terdiri dari dua sel ovary. Buah berbentuk kapsul
biccocus dengan panjang 1 cm, berwarna kekuningan, terletak di luar kelenjar. Biji berbentuk bulat dengan ukuran 5 mm, dan berkerut World Agroforestry
Centre, 2002.
6. Kandungan
Hasil identifikasi dari daun M. tanarius dilaporkan adanya tiga kandungan baru yang ditemukan pada daun M. tanarius yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon
C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui yaitu nimfaeol A, nimfaeol B, nimfaeol C, tanariflavanon B, blumenol A
vomifoliol, blumenol B 7,8 dihidrovomifoliol, dan annuionone. Ekstrak n- heksan dan kloroform dari daun M. tanarius mempunyai aktivitas antioksidan
terhadap DPPH Phommart dkk, 2005. Matsunami, dkk 2006 melaporkan
adanya senyawa glikosida yaitu macarangioside A, B, C, D, mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin, dan isoquercitrin yang
diisolasi dari ekstrak metanol M. tanarius. Pada penelitian Matsunami, dkk 2009 menyebutkan adanya kandungan lignan glukosida, pinoresinol, dan dua
megastigman glukosida yaitu macarangioside E dan F, serta 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M. tanarius menunjukkan
aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Gambar 4 merupakan struktur senyawa yang terkandung dalam daun M. tanarius.
Gambar. 4 Struktur senyawa dalam daun M. tanarius Phommart dkk., 2005 dan Matsunami dkk., 2006
7. Khasiat dan kegunaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Phommart dkk., 2005, dekok akar M. tanarius sudah digunakan di Thailand sebagai antipiretik dan
antitusif, akar kering digunakan sebagai agen emetik, dan daun segarnya dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Adanya kandungan nimfaeol B pada daun M.
tanarius dapat menghambat COX-2. Pada penelitian yang dilakukan Lim, dkk 2009, dilaporkan bahwa di Cina tanaman Macaranga ini menjadi tumbuhan yang
komersil, karena dapat dijadikan sebagai produk minuman kesehatan. Menurut penelitian Puteri dan Kawabata 2010, pada ekstrak EtOAc daun M. tanarius
dilaporkan adanya kandungan lima ellagitannin yaitu mallotinic acid, chebulagic acid, corilagin, macatannin A dan B. Kelima zat ini dilaporkan mempunyai
aktivitas menghambat α-glukosidase yang berpotensi sebagai antidiabetik.
E. Infusa
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90
C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak
seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan
penutup pada pembuatan infus Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010.
F. Landasan Teori