Pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun macaranga tanarius L. secara akut terhadap kadar ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

xix

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun Macaranga tanarius L. secara akut dan mengetahui waktu paling efektif yang dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Aminotransferase (AST) serum dari pemberian infusa daun Macaranga tanarius secara akut pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian lengkap pola searah. Metode yang dilakukan adalah pengukuran ALT-AST pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Sebanyak 40 tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dibagi dalam delapan kelompok yaitu kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok kontrol negatif yaitu olive oil dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok kontrol infusa M. tanarius 10 g/kgBB secara p.o dan lima kelompok perlakuan yang diberi infusa daunM. tanarius10 g/kgBB berturut-turut pada jam ke ½, 1, 2, 4, dan 6, kemudian diberi karbon tetraklorida 50% 2 ml/kg BB secara i.p. Pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida diambil darah pada sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST. Data ALT dan AST yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan one way ANOVAdan dilanjutkan dengan ujiScheffedengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius 10 g/kgBB secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan terhadap ALT-AST tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan waktu ½ , 1, 2, 4, dan 6 jam. Waktu efektif untuk menghasilkan penurunan terhadap kadar ALT-AST tikus adalah jam ke-2 setelah pemberian infusa daunM. tanarius.

Kata kunci : Macaranga tanarius L., infusa, akut, ALT, AST, karbon tetraklorida


(2)

xx

ABSTRACT

The aim of this study are to prove the influence of protection time of Macaranga tanariusL. aqueous extract in acute and to investigate the time of the most effective that give effect of Alanine Aminotransferase (ALT) serum and Aspartate Aminotransferase (AST) serum in acute leaves of Macaranga tanarius L. aqueous extract in male Wistar rats that induced by carbon tetrachloride.

This study is a pure experimental with randomized complete direct sampling design. The method that use in this study is a method of measuring activity of ALT and AST at 24 hours after administration of carbon tetrachloride as a hepatotoxin. A total of 40 male Wistar rats, age 2-3 months were divided into eight groups: hepatotoxin carbon tetrachloride control 50% dose 2 ml/kg BW i.p, negative control group that given olive oil 2 ml/kg BW i.p, kontrol group leaves aqueous extract M. tanarius dose 10 g / kg BW orally, and five treatment groups were given doses of aqueous extractM. tanarius 10 g / kg BW consecutively for ½, 1, 2, 4, and 6 hours orally, then given by carbon tetrachloride 50% dose 2ml/kg BW i.p. At 24 hours after administration of carbon tetrachloride, blood samples were taken through the eyes orbital sinus for measuring of its activity ALT and AST. The data of ALT and AST were analyzed by one way ANOVA and then continued toScheffetest with 95% level of confidence.

The result of this study showed that acute leaves of M. tanarius aqueous extract has effect to reduce ALT-AST level in male Wistar rats that induced by carbon tetrachloride dose 2 ml/kgBW with a time of ½, 1, 2, 4, and 6 hours. The most effective time which reducing ALT and AST level of rats is at 2 hours after givingM. tanariusaqueous extract.

Keywords :Macaranga tanariusL., leaves aqueous extract, acute, ALT, AST, carbon tetrachloride


(3)

i

PENGARUH WAKTU PROTEKTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN

Macaranga tanariusL. SECARA AKUT TERHADAP KADAR ALT-AST PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Luluk Rahendra Martha NIM : 098114122

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,

tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,

mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,

leher yang akan lebih sering melihat ke atas,

lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja,

dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,

serta mulut yang akan selalu berdoa.

“5 cm”karya Donny Dhirgantoro halaman 362-363

Karya ini kupersembahan untuk : Yesus Kristus Juruselamat dan sumber kuatku Bapak,Ibu,adikku Rinda serta keluarga besarku atas doa, dukungan,dan nasihatnya Sahabat-sahabatku yang telah hadir dan mengisi kebahagiaanku Serta Almamaterku tercinta


(7)

(8)

(9)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat dan karunia-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Protektif Pemberian Infusa Daun Macaranga tanarius L. Secara Akut Terhadap Kadar ALT-AST Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bimbingan, bantuan, serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.


(10)

viii

4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi tanamanM. tanarius

6. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Wagiran, Bapak Kunto, Bapak Suparlan selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Ibu Hartini serta Bapak Arzan selaku pengurus taman Universitas Sanata Dharma Kampus III yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.

7. Rekan-rekan dan sahabatku tim Macaranga jilid III, Nanda Chris Nurcahyanti, Theresia Garri Windrawati, M.R. Biri Kony Tiala, Fransisca Devita R.W., Christine Herdyana Febrianti, Bernadetta Amilia R., dan A.M. Inggrid Silli atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi.

8. Sahabat-sahabatku Veronika Dita Ayuningtyas, Niken Ambar Sayekti, Novia Sarwoning Tyas, atas motivasi, doa, kebersamaan dan persahabatannya. 9. Seluruh dosen dan teman-teman FSM C 09, FKK B 09 serta seluruh angkatan

2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10. Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu-persatu yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.


(11)

(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT... xix

BAB I. PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6


(13)

xi

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Hati... 7

1. Anatomi dan fisiologi hati... 7

2. Jenis kerusakan hati... 9

3. Hepatotoksin ... 11

4. ALT dan AST……... 12

B. Karbon Tetraklorida ... 13

C. Metode Pengujian Hepatoprotektif ... 18

1. Tes enzim serum ... 18

2. Tes eskretori hepatik ... 18

3. Perubahan kandungan kimia hati ... 19

4. Analisis histologik kerusakan hati ... 19

D. Macaranga tanariusL. ... 19

1. Sinonim ... 19

2. Nama lain ... 19

3. Taksonomi... 20

4. Penyebaran ... 20

5. Morfologi ... 20

6. Kandungan ... 21

7. Khasiat dan kegunaan ... 23

E. Infusa ... 23


(14)

xii

G. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 26

1. Variabel utama ... 26

2. Variabel pengacau ... 26

3. Definisi operasional ... 27

C. Bahan Penelitian ... 28

1. Bahan utama... 28

2. Bahan kimia ... 28

D. Alat Penelitian... 30

1. Alat pembuatan serbuk kering daunM. tanarius ... 30

2. Alat pembuatan infusa daunM. tanarius ... 30

3. Alat uji kadar ALT-AST ... 30

E. Tata Cara Penelitian... 30

1. Determinasi daunM. tanarius ... 30

2. Pengumpulan bahan uji ... 31

3. Pembuatan serbuk kering daunM. tanarius... 31

4. Penetapan kadar air serbuk kering daunM. tanarius... 31

5. Pembuatan infusa daunM. tanarius... 31

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%... 32

7. Uji pendahuluan ... 32


(15)

xiii

9. Pembuatan serum ... 33

10. Pengukuran aktivitas ALT dan AST... 34

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Penyiapan Bahan ... 36

1. Hasil determinasi tanaman ... 36

2. Penetapan kadar air serbuk kering daunM. tanarius ... 36

B. Uji Pendahuluan... 37

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 37

2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 37

C. Hasil Uji Waktu Protektif Pemberian Infusa DaunM. tanarius Secara Akut Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida... 40

1. Kontrol negatif (olive oil2 ml/kgBB) ... 45

2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 ml/kgBB) ... 47

3. Kontrol perlakuan (infusaM. tanarius dosis 10 g/kgBB ... 48

4. Kelompok perlakuan infusa daunM. tanarius dosis 10 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 49

D. Rangkuman Pembahasan ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57


(16)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN... 61 BIOGRAFI PENULIS ... 95


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Peningkatan relatif dari beberapa enzim pada cedera hati ... 17 Tabel II. Rata-rata aktivitas ALT tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam

ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48... 38 Tabel III. Hasil ujiScheffe aktivitas ALT tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam

ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48... 39 Tabel IV. Hasil uji Mann-Whitneyaktivitas AST tikus setelah setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 40 Tabel V. Pengaruh waktu protektif pemberian secara akut infusa

daun M. tanarius terhadap hepatotoksisitas karbon

tetraklorida dilihat dari aktivitas ALT dan AST ... 42 Tabel VI. Hasil analisis statistik ujiScheffedilihat dari kebermaknaan

ALT antar kelompok ... 43 Tabel VII. Hasil analisis statistik ujiScheffe dilihat dari kebermaknaan

AST antar kelompok ... 44 Tabel VIII. Perbandingan kontrololive oiljam ke-0 dan jam ke-24 pada


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur mikroskopik hati ... 8 Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida ... 13 Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon

tetraklorida ... 15 Gambar 4. Stuktur senyawa dalam daunM. tanarius ... 22 Gambar 5. Diagram batang orientasi aktivitas ALT tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 38 Gambar 6. Diagram batang orientasi aktivitas AST tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 39 Gambar 7. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif

pemberian infusa daun M. tanarius secara akut terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas

ALT ... 43 Gambar 8. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif

pemberian infusa daun M. tanarius secara akut terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas

AST ... 44 Gambar 9. Diagram batang rata-rata perbandingan ALT kontrol olive


(19)

xvii

Gambar 10. Diagram batang rata-rata perbandingan AST kontrol olive


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto daunM. tanarius... 62

Lampiran 2. Foto infusa daunM. tanarius... 62

Lampiran 3. Surat determinasi tanamanM. tanarius... 63

Lampiran 4. SuratEthical Clearance ... 64

Lampiran 5. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2ml/kg BB ... 65

Lampiran 6. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok perlakuan infusa daun M. tanariusdosis 10g/kg BB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2ml/kg... 73

Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrololive oildosis 2ml/kgBB ... 84

Lampiran 8. Perhitungan efek hepatoprotektif ALT... 90

Lampiran 9. Perhitungan efek hepatoprotektif AST... 91

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daunM. tanarius... 92

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 93


(21)

xix

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun Macaranga tanarius L. secara akut dan mengetahui waktu paling efektif yang dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Aminotransferase (AST) serum dari pemberian infusa daun Macaranga tanarius secara akut pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian lengkap pola searah. Metode yang dilakukan adalah pengukuran ALT-AST pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Sebanyak 40 tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dibagi dalam delapan kelompok yaitu kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok kontrol negatif yaitu olive oil dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok kontrol infusa M. tanarius 10 g/kgBB secara p.o dan lima kelompok perlakuan yang diberi infusa daunM. tanarius10 g/kgBB berturut-turut pada jam ke ½, 1, 2, 4, dan 6, kemudian diberi karbon tetraklorida 50% 2 ml/kg BB secara i.p. Pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida diambil darah pada sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST. Data ALT dan AST yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan one way ANOVAdan dilanjutkan dengan ujiScheffedengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius 10 g/kgBB secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan terhadap ALT-AST tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan waktu ½ , 1, 2, 4, dan 6 jam. Waktu efektif untuk menghasilkan penurunan terhadap kadar ALT-AST tikus adalah jam ke-2 setelah pemberian infusa daunM. tanarius.

Kata kunci : Macaranga tanarius L., infusa, akut, ALT, AST, karbon tetraklorida


(22)

xx

ABSTRACT

The aim of this study are to prove the influence of protection time of Macaranga tanariusL. aqueous extract in acute and to investigate the time of the most effective that give effect of Alanine Aminotransferase (ALT) serum and Aspartate Aminotransferase (AST) serum in acute leaves of Macaranga tanarius L. aqueous extract in male Wistar rats that induced by carbon tetrachloride.

This study is a pure experimental with randomized complete direct sampling design. The method that use in this study is a method of measuring activity of ALT and AST at 24 hours after administration of carbon tetrachloride as a hepatotoxin. A total of 40 male Wistar rats, age 2-3 months were divided into eight groups: hepatotoxin carbon tetrachloride control 50% dose 2 ml/kg BW i.p, negative control group that given olive oil 2 ml/kg BW i.p, kontrol group leaves aqueous extract M. tanarius dose 10 g / kg BW orally, and five treatment groups were given doses of aqueous extractM. tanarius 10 g / kg BW consecutively for ½, 1, 2, 4, and 6 hours orally, then given by carbon tetrachloride 50% dose 2ml/kg BW i.p. At 24 hours after administration of carbon tetrachloride, blood samples were taken through the eyes orbital sinus for measuring of its activity ALT and AST. The data of ALT and AST were analyzed by one way ANOVA and then continued toScheffetest with 95% level of confidence.

The result of this study showed that acute leaves of M. tanarius aqueous extract has effect to reduce ALT-AST level in male Wistar rats that induced by carbon tetrachloride dose 2 ml/kgBW with a time of ½, 1, 2, 4, and 6 hours. The most effective time which reducing ALT and AST level of rats is at 2 hours after givingM. tanariusaqueous extract.

Keywords :Macaranga tanariusL., leaves aqueous extract, acute, ALT, AST, carbon tetrachloride


(23)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pusat metabolisme. Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria hepatika yang mengandung oksigen. Adanya sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, sel hati mendapat darah yang relatif kurang oksigen. Hal inilah yang menyebabkan sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

Kerusakan hati dapat berupa perlemakan hati (steatosis), nekrosis, kolestasis, hingga sirosis. Berdasarkan review jurnal yang dilakukan oleh Kalbemed (2012) dituliskan bahwa sebuah studi di Jepang menyebutkan terdapat 31-86 kasus Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD ) per 1000 orang per tahun dan sebuah studi di Inggris menyebutkan angka kejadian NAFLD adalah 29 kasus per 100.000 orang per tahun.

Penyebab penyakit hati bervariasi, antara lain infeksi virus hepatitis yang dapat ditularkan melalui selaput mukosa dan darah (parenteral), zat-zat toksik seperti alkohol atau obat-obat tertentu, gangguan imunologis, dan zat-zat karsinogenik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik RI, 2007). Penelitian obat baru mengenai kerusakan hati di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap sumber daya hayati sebagai alternatif obat baru.


(24)

Macaranga merupakan tanaman yang banyak ditemukan tumbuh di daerah tropis terutama di daerah hutan hujan tropis. Tanaman ini banyak ditemukan di banyak negara antara lain : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia (World Agroforestry Centre, 2002). Di Malaysia, dekok akar Macaranga tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif, sedangkan di Cina, spesies ini dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim, Lim, dan Yule, 2009).

Penelitian Phommart, Pakawadee, Nitirat, Somsak, dan Somyote (2005) menyebutkan bahwa kandungan antioksidan daun M. tanarius yaitu tanariflavanon C, dan tanariflavanon D, nimfaeol A, nimfaeol B, nimfaeol C memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dkk (2006) melaporkan adanya senyawa glikosida yaitumacarangiosideA, B, C, D dan mallophenolB yang diisolasi dari ekstrak metanolM. tanariusmenunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa model yang dapat digunakan untuk menimbulkan kerusakan hati. Menurut U.S. EPA (2010) senyawa ini sangat mudah menguap. Penggunaan senyawa ini antara lain untuk sintesis senyawa organik terklorinasi, pembuatan cairan pendingin, sebagai fumigan pertanian, aplikasi laboratorium. Ketoksikan senyawa ini tergantung oleh aktivitas sitokrom P-450 (CYP2E1) yang dapat membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3) (Gregus dan Klaaseen, 2001). Reaksi radikal bebas triklorometil dapat menghasilkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat


(25)

menyebabkan gangguan integritas membran dengan keluarnya berbagai isi sitoplasma antara lain enzim ALT, sehingga enzim ALT dalam darah meningkat. Proses peroksidasi lipid juga mengakibatkan terjadinya perlemakan hati (steatosis) karena adanya kerusakan keluarnya lemak dari hati yang disebabkan karena hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati (Wahyuni, 2005).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nugraha dan Hendra (2011) melaporkan bahwa pemberian infusa daunM. tanariusdosis 5g/kgBB secara akut selama 1 jam dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi parasetamol. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan induksi karbon tetraklorida pada tikus, untuk mengetahui adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun M. tanarius secara akut yang ditunjukkan dengan penurunan kadar Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Aminotransferase (AST) serum.

Tujuan penelitian ini dilakukan secara akut dan penentuan dosis infusa daunM. tanariusyang digunakan didasarkan pada penelitian Nurcahyanti (2012). Pada penelitian ini, pemberian infusa daun M. tanarius dilakukan secara akut untuk membandingkan pengaruh pemberian jangka panjang infusa daun M. tanarius10g/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Selain itu, juga ingin membuktikan apakah dengan pemberian infusa daunM. tanariussecara langsung dapat menurunkan aktivitas ALT-AST. Dosis infusa daun M. tanarius yang digunakan pada penelitian ini adalah 10g/kgBB, hal ini didasarkan pada penelitian tersebut, yang mana dosis ini memberikan penurunan purata ALT dan AST


(26)

terendah. Sediaan yang digunakan pada penelitian ini adalah infusa karena pada penelitian Matsunami, dkk (2006) menyebutkan bahwa senyawa antioksidan diperoleh dari hasil isolasi pelarut yang bersifat polar. Oleh karena itu, dengan menggunakan air sebagai pelarut, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan. Pembuatan infusa juga relatif mudah dan sederhana, sehingga menjadi dasar pemilihan sediaan ini.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah pemberian infusa daun M. tanarius 10g/kgBB secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah waktu paling efektif pemberian infusa daunM. tanarius10g/kgBB secara akut untuk memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian menggunakan daun M. tanarius pernah dilakukan oleh Matsunami dkk, (2006) yang melaporkan adanya senyawa glikosida yaitu macarangiosideA, B, C, D danmallophenolB yang diisolasi dari ekstrak metanol M. tanariusmenunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.


(27)

Penelitian yang dilakukan Phommart dkk, (2005) menyebutkan hasil isolasi ekstrak n-heksana dan kloroform dari daun M. tanarius, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, nimfaeol A, nimfaeol B, nimfaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihidrovomifoliol, danannuionone).

Selain itu, pernah dilakukan penelitian terhadap efek hepatoprotektif jangka panjang infusa daun M. tanarius pada tikus terinduksi parasetamol (Mahendra dan Hendra, 2011) dan efek hepatoprotektif secara akut daun M. tanariuspada tikus terinduksi parasetamol (Nugraha dan Hendra, 2011). Pada saat yang bersamaan dengan penelitian ini, juga dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian infusa daunM. tanariusjangka panjang terhadap kadar ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida (Nurcahyanti, 2012). Sejauh penelusuran pustaka, penelitian waktu protektif pemberian infusa daun M. tanarius secara akut pada tikus terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu khususnya ilmu kefarmasian mengenai pengaruh pemberian infusa daunM. tanariussecara akut terhadap penurunan kadar ALT-AST.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lama penggunaan tanaman M. tanarius sebagai alternatif pengobatan bagi penderita penyakit hati.


(28)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun M. tanarius secara akut terhadap penurunan kadar ALT-AST tikus terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu paling efektif yang dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar ALT-AST dari pemberian infusa daunM. tanariussecara akut pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.


(29)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Hati

1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh. Hati disebut kelenjar karena menghasilkan empedu dan juga mengeluarkan hasil produksi dari makanan. Hati mempunyai dua facies, yaitu facies diaphragmatica dan facies visceralis. Facies diaphragmatica terletak di sebelah atas dengan bentuk sesuai lengkung diafragma dan mempunyai permukaan yang halus. Permukaan ini terdiri dari bagian anterior dan posterior, sedangkanfacies visceralisatau posteroinferior menghadap ke bawah dan ke belakang sehingga permukaannya ireguler. Pada facies visceralis terdapat porta hepatis, yaitu suatu hilum dari hati yang merupakan tempat masuk dan keluar pembuluh darah, saluran empedu, pembuluh getah bening, danplexus nervorum(Wibowo dan Paryana, 2009).

Hati memiliki berat sekitar 1400 g pada orang dewasa dan dibungkus oleh suatu fibrosa. Hati menerima hampir sekitar 1500 ml darah per menit melalui dua sumber, yaituvena portaedan arteri hepatika (Ganong dan McPhee, 2011).

Hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi menjadi bagian superior dan posterior oleh fisura segmentalis. Lobus kiri dibagi olehligamentum falsiformis menjadi segmen medial dan lateral. Setiap lobus pada hati dibagi menjadi struktur-stuktur yang disebut lobulus. Lobulus terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk kubus dan tersusun mengelilingi vena sentralis. Di antara lempeng-lempeng sel hati terdapat


(30)

kapiler-kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika (Gambar 1). Sinusoid dibatasi oleh sel Kupffer. Sel Kupffer memiliki fungsi utama yaitu untuk menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Oleh karena itu, sel Kupffer sering disebut sebagai sel fagositik (Price dan Wilson, 2005).

Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Ganong and McPhee, 2011)

Hati menerima darah dari vena portae hepatis (70%) dan arteri hepatika (30%). Arteri hepatika membawa darah yang berisi oksigen yang berasal arteria


(31)

hepatika communis , di sebelah kiri ductus choledocus dan di depan vena porta (Wibowo dan Paryana, 2009), sedangkan vena porta membawa darah vena dari usus halus yang kaya akan nutrient yang baru diserap, obat, dan racun langsung ke hati. Vena porta membentuk jalinan khusus yang memungkinkan setiap hepatosit dibasuh langsung oleh darah porta (Ganong dan McPhee, 2011).

Hati mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pusat metabolisme. Hati mempunyai struktur seragam yang terdiri dari kelompok sel-sel yang saling dipersatukan oleh sinusoid. Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria hepatika yang mengandung oksigen. Adanya sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, sel hati mendapat darah yang relative kurang oksigen. Hal inilah yang menyebabkan sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

2. Jenis kerusakan hati

Toksikan dapat mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati seperti : a. Perlemakan hati (Steatosis)

Perlemakan hati adalah suatu keadaan dimana hati mengandung berat lipid lebih dari 5%. Lesi dapat bersifat akut seperti yang disebabkan oleh etionin, fosfor, atau tetrasiklin. Beberapa toksikan seperti tetrasiklin menyebabkan banyak butiran lemak kecil dalam suatu sel, toksikan lain seperti etanol, menyebabkan butiran lemak besar yang menggantikan inti. Sementara toksikan lain seperti karbon tetraklorida dapat menyebabkan penimbunan lipid hati dengan mekanisme penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein (Lu, 1995).


(32)

Perlemakan hati dapat berasal dari satu atau lebih peristiwa berikut: kelebihan pasokan asam lemak bebas ke hati, gangguan pada siklus trigliserida, peningkatan sintesis atau esterifikasi asam lemak, penurunan oksidasi asam lemak, penurunan sintesis apoprotein, dan penurunan sintesis atau sekresi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) Steatosis adalah respon umum untuk pemejanan akut tapi tidak untuk semua hepatotoksin. Toksin yang disebabkan steatosis adalah bersifat reversibel dan tidak menyebabkan kematian hepatosit (Gregus dan Klaaseen, 2001).

b. Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel-sel hati yang ditandai dengan pembengkakan sel, kebocoran, hancurnya inti dan masuknya sel-sel radang. Ketika nekrosis pada hepatosit terjadi, kebocoran plasma membran dapat dideteksi secara kimiawai dengan menguji kadar enzim yang berasal dari sitosol di plasma atau serum yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) sebagai enzim hepatosit yang paling utama (Treinen dan Moslen, 2001).

c. Kolestasis

Kolestasis adalah jenis kerusakan hati yang bersifat akut, dan lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Mekanisme utama terjadinya kolestasis adalah berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada membran kanalikulus (Lu, 1995).

Kolestasis merupakan bentuk luka hati yang didefinisikan secara fisiologis sebagai penurunan volume empedu atau gangguan sekresi zat terlarut tertentu ke dalam empedu. Kolestasis dicirikan oleh tingkat serum senyawa yang biasanya


(33)

terkonsentrasi dalam empedu, khususnya garam empedu dan bilirubin. Bila ekskresi empedu dari pigmen bilirubin terganggu, dapat terakumulasi di kulit dan mata, menghasilkan penyakit kuning, dan ke dalam urin, yang menjadi kuning coklat atau gelap terang. Histologis kolestasis bisa sangat halus dan sulit untuk dideteksi tanpa penelitian ultrastruktur. Perubahan struktural mencakup pelebaran dari canaliculus empedu dan adanya colokan empedu dalam saluran empedu dan canaliculi (Lu, 1995).

d. Sirosis

Sirosis merupakan bentuk kerusakan yang terakhir, sering fatal, tahap kerusakan hati kronis. Sirosis ditandai dengan akumulasi sejumlah jaringan fibrosa yang luas, khususnya serabut-serabut kolagen, sebagai respon terhadap kerusakan atau terhadap peradangan. Sirosis bersifat irreversibel, memiliki harapan hidup yang kecil, dan biasanya merupakan hasil paparan berulang zat kimia beracun (Treinen dan Moslen, 2001).

3. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi : a. Hepatotoksin teramalkan

Senyawa yang bila diberikan dapat mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin ini bergantung pada dosis pemberian (Forrest, 2006). Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides), aflatoksin,


(34)

karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain sebagainya (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

b. Hepatotoksin tak teramalkan

Senyawa yang tidak bersifat toksik pada hati tetapi bila diberikan kepada orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin ini tidak bergantung pada dosis pemberian (Forrest, 2006).

4. ALT dan AST

Kerusakan hepatoseluler dapat dideteksi dengan mengukur indeks fungsional dan dengan mengamati produk hepatosit yang rusak atau nekrotik. Uji enzim sering menjadi satu-satunya petunjuk adanya cedera sel pada penyakit hati dini karena perubahan ringan kapasitas ekskretorik mungkin tersamar akibat kompensasi dari bagian hati lain yang masih fungsional (Sacher dan McPherson, 2002).

Dua enzim yang sering berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah aminotransferase. Aminotransferase mengkatalisis pemindahan reversibel satu gugus amino antara asam amino dan sebuah asam alfa-keto, yang berfungsi dalam pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk penyusunan protein di hati. Alanine Aminotransferase (ALT) berfungsi memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat. Aspartate Aminotransferase (AST) berfungsi memerantai reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat (Sacher dan McPherson, 2002).


(35)

Sebagian besar AST terdapat di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim ALT terdapat pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya pada semua spesies adalah di hati sehingga ALT merupakan petunjuk yang lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada AST (Zimmerman, 1999). Transaminase ini sebagai nilai indeks kemungkinan kerusakan hati, dalam mendeteksi adanya toksisitas pada hati atau perubahan dalam membran sel hati (Edem dan Akpanabiatu, 2006).

Angka hasil pemeriksaan aktivitas AST dibagi aktivitas ALT pada sampel serum disebut rasio de Ritis. Rasio ini digunakan untuk membedakan berbagai penyakit dengan AST maupun ALT-nya. ALT lebih cepat dibebaskan dari hepatosit ke dalam darah secara akut, sedangkan AST dibebaskan lebih besar pada gangguan kronis (Sacher dan McPherson, 2002).

B. Karbon Tetraklorida

Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)

Karbon tetraklorida (Gambar 2.) adalah suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Karbon


(36)

tetraklorida merupakan cairan yang sangat larut dalam lemak dan apabila masuk tubuh baik melalui saluran pernapasan, pencernaan ataupun intravena maka akan didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh (Wahyuni, 2005). Penggunaan senyawa ini antara lain untuk sintesis senyawa organik terklorinasi, pembuatan cairan pendingin, sebagai fumigan pertanian, aplikasi laboratorium (U.S. EPA, 2010). Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan nekrosis sentrilobular hepatik dan perlemakan di hati. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom P-450 (CYP2E1). Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 (Timbrell, 2008).

Penghancuran sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui selektif untuk CYP2E1, sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak terpengaruh. Penghancuran CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia, yang mana menjadi lebih besar ketika lebih banyak oksigen tersedia (Timbrell, 2008).


(37)

Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Sebagai enzim mikrosomal CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam hal ini CYP2E1 berfungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron dan mengakibatkan hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3) (Gambar 3.) yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini jika dengan adanya O2 (oksigen) akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (OOCCl3) yang lebih reaktif (Gambar 3.) (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami salah satu dari beberapa reaksi. Senyawa reaktif tersebut merusak sekitar dari sitokrom P-450, termasuk enzim itu sendiri dan retikulum endoplasma. Dengan demikian, radikal


(38)

bebas triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid (Gambar 3.) (Timbrell, 2008).

Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat memberikan senyawa karbonil seperti 4-hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki efek biokimia, seperti menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-phophatase (Timbrell, 2008). Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang mana lipoprotein ini bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis (Timbrell, 2008). Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di retikulum endoplasma (Wahyuni, 2005). Menurut penelitian Lettéron, Labbe, Degott, Berson, Fromenty, Delaforge, dkk (1990) pada pemberian silymarin 800mg/kg i.p selama dua jam memberikan penurunan sebesar 40% perlemakan hati pada tikus akibat ikatan kovalen dengan metabolit karbon tetraklorida.


(39)

Proses peroksidasi lipid juga dapat menghasilkan produk yang dapat menyebarkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria (Timbrell, 2008). Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada di dalam sel hati akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT dalam darah meningkat (Wahyuni, 2005). Berdasarkan Zimmerman (1999) terdapat peningkatan serum enzim yang berbeda untuk toksikan yang berbeda (Tabel. I).

Tabel. IPeningkatan relatif dari beberapa serum enzim pada cedera hati

Toxicant

Lesion Degree of increase in serum enzyme

levels Zona

necrosis steatosis AST ALT OCT,SDH

CCl4 + + 4+ 3+ 4+

Thioacetamide + - 4+ 3+ 4+

Tetracycline - + 2 + 1+

Ethionine - + + - +

Phosphorous ± + 1-2+ 1-2+ 1-2+

Menurut penelitian Madhavan, Murali, Yoganarsimhan, dan Pandey (2009) dilaporkan peningkatan nilai ALT hingga tiga kali lipat dari nilai normal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yadav, Kumar, Singh, Sharma, dan Sutar (2011) juga menunjukkan adanya kenaikan nilai ALT hingga tiga kali lipat pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida.

Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase (GST) sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh senyawa ini akan menangkap radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).


(40)

C. Metode Pengujian Hepatoprotektif

Beberapa uji penting yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya kerusakan hati, dikategorikan menjadi tes enzim serum, tes ekskretori hepatik, perubahan kandungan kimia hati, dan analisis histologik kerusakan hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

1. Tes enzim serum

Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan empat kategori enzim serum didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Kategori pertama adalah alkalinfosfatase, 5’-nukleotidase (5’NT), dan gamma-glutamiltranspeptidase (ߛ-GT). Kenaikan aktivitas enzim-enzim serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik. Enzim yang tidak spesifik dan dapat menunjukkan kerusakan jaringan ekstrahepatik misalnya Aspartate Aminotransferase (AST) dan laktat dehidrogenase (LDH) (Plaa dan Charbonneau, 2001). Penentuan ALT dan AST adalah cara paling umum untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim mengalami peningkatan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan (Timbrell, 2008).

2. Tes ekskretori hepatik

Zat kimia yang memasuki sirkulasi sistemik dapat diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau diubah didalam hepatosit. Senyawa seperti bilirubin dan xenobiotika lainnya digunakan untuk mendeteksi dan menentukan kerusakan hepatik (Plaa dan Charbonneau, 2001).


(41)

3. Perubahan kandungan kimia hati

Zat hepatotoksik dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsional hepatik berguna untuk mendeteksi dan menetapkan besarnya tingkat kerusakan hati yang terjadi. Perubahan efek farmakologis obat dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan disfungsi hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

4. Analisis histologik kerusakan hati

Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap tanpa deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan pengamatan mikroskopik cahaya (Plaa dan Charbonneau, 2001).

D. Macaranga tanariusL.

1. Sinonim

Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga tomentosa Druce, dan Mappa tanarius Blume(World Agroforestry Centre, 2002).

2. Nama lain

a. Inggris : hairy mahang

b. Filipina : binunga, himindan, kuyonon c. Indonesia : hanuwa, mapu, mara, tutup ancur d. Malaysia : ka-lo, kundoh, mahang puteh, tampu e. Thailand : hu chang lek, ka-lo, lo khao, mek, paang f. Vietnam : hach dâu nam


(42)

3. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanariusL.

(Plantamor, 2008).

4. Penyebaran

TanamanMacaranga tanariusbanyak ditemukan tumbuh di daerah tropis terutama di daerah hutan hujan tropis. Tanaman ini banyak ditemukan di banyak negara antara lain : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Vietnam, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, dan Thailand (World Agroforestry Centre, 2002).

5. Morfologi

Macaranga tanarius merupakan tanaman pohon yang tingginya dapat mencapai 20 meter. Cabang pada pohon agak tebal dan berwarna hijau keabu-abuan. Daun berwarna hijau dengan bentuk jantung dan pangkalnya berbentuk bulat, ukuran daun berkisar 8-32 x 5-28 cm dan panjang tangkai daun 6-27 cm.


(43)

Perbungaan terjadi di ketiak daun, bunga jantan dapat terdiri dari benang sari, sedangkan bunga betina dapat terdiri dari dua sel ovary. Buah berbentuk kapsul biccocus dengan panjang 1 cm, berwarna kekuningan, terletak di luar kelenjar. Biji berbentuk bulat dengan ukuran 5 mm, dan berkerut (World Agroforestry Centre, 2002).

6. Kandungan

Hasil identifikasi dari daunM. tanariusdilaporkan adanya tiga kandungan baru yang ditemukan pada daunM. tanarius yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui yaitu nimfaeol A, nimfaeol B, nimfaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihidrovomifoliol, dan annuionone). Ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M. tanarius mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH (Phommart dkk, 2005). Matsunami, dkk (2006) melaporkan adanya senyawa glikosida yaitu macarangioside A, B, C, D, mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin, dan isoquercitrin yang diisolasi dari ekstrak metanolM. tanarius. Pada penelitian Matsunami, dkk (2009) menyebutkan adanya kandungan lignan glukosida, pinoresinol, dan dua megastigman glukosida yaitu macarangioside E dan F, serta 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. (Gambar 4) merupakan struktur senyawa yang terkandung dalam daunM. tanarius.


(44)

Gambar. 4 Struktur senyawa dalam daunM. tanarius (Phommart dkk., 2005) dan (Matsunami dkk., 2006)


(45)

7. Khasiat dan kegunaan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Phommart dkk., (2005), dekok akar M. tanarius sudah digunakan di Thailand sebagai antipiretik dan antitusif, akar kering digunakan sebagai agen emetik, dan daun segarnya dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Adanya kandungan nimfaeol B pada daun M. tanarius dapat menghambat COX-2. Pada penelitian yang dilakukan Lim, dkk (2009), dilaporkan bahwa di Cina tanaman Macaranga ini menjadi tumbuhan yang komersil, karena dapat dijadikan sebagai produk minuman kesehatan. Menurut penelitian Puteri dan Kawabata (2010), pada ekstrak EtOAc daun M. tanarius dilaporkan adanya kandungan limaellagitannin yaitu mallotinic acid, chebulagic acid, corilagin, macatannin A dan B. Kelima zat ini dilaporkan mempunyai aktivitas menghambatα-glukosidase yang berpotensi sebagai antidiabetik.

E. Infusa

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).


(46)

F. Landasan Teori

Hati mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pusat metabolisme. Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria hepatika yang mengandung oksigen. Karena memiliki sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, sel hati mendapat darah yang relatif kurang oksigen dan menyebabkan sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009). Kerusakan hepatoseluler dapat dideteksi dengan uji enzim. Enzim yang berkaitan dengan kerusakan hepatoseluler adalah ALT dan AST serum (Sacher dan McPherson, 2002).

Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular hepatik dan perlemakan di hati. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom P-450 (CYP2E1) (Timbrell, 2008). CYP2E1 berfungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron dan mengakibatkan hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3) (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Reaksi radikal bebas triklorometil ini dapat mengaktifkan senyawa oksigen reaktif yang selanjutnya akan mengakibatkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat menyebabkan gangguan integritas membran dengan keluarnya berbagai isi sitoplasma antara lain ALT serum, sehingga ALT serum dalam darah meningkat. Proses peroksidasi lipid juga mengakibatkan terjadinya perlemakan hati (steatosis) karena adanya kerusakan keluarnya lemak dari hati


(47)

yang disebabkan karena hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati (Wahyuni, 2005). Menurut penelitian Lettéron, Labbe, Degott, Berson, Fromenty, Delaforge, dkk (1990) pada pemberian silymarin 800mg/kg i.p selama dua jam memberikan penurunan sebesar 40% perlemakan hati pada tikus akibat ikatan kovalen dengan metabolit karbon tetraklorida.

Senyawa glikosida yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius yaitu macarangioside A, B, C dan mallophenol B, mempunyai potensi dalam penangkapan radikal terhadap DPPH (Matsunami, 2006). Adanya senyawa glikosida yang memiliki potensi dalam penangkapan radikal bebas, dimungkinkan dapat menangkap radikal bebas seperti triklorometil (CCl3) sehingga menghindari terjadinya steatosis pada sel hati. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nugraha dan Hendra (2011) melaporkan bahwa pemberian infusa daun M. tanarius dosis 5g/kgBB secara akut selama 1 jam dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi parasetamol. Penelitian ini dilakukan secara akut untuk membandingkan pengaruh pemberian jangka panjang infusa daun M. tanarius10g/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida yang dilakukan oleh Nurcahyanti (2012) yang juga dilakukan secara bersama. Selain itu, juga ingin membuktikan apakah dengan pemberian infusa daunM. tanariussecara langsung dapat menurunkan aktivitas ALT-AST.

G. Hipotesis

Waktu protektif pemberian infusa daun M. tanarius secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.


(48)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Variabel Utama

a. Variabel bebas

Lama pemberian infusa daun M. tanarius, yaitu variasi waktu pemberian infusa daunM. tanariusdengan dosis tertentu pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida

b. Variabel tergantung

Kadar ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa daunM. tanariussecara akut.

2. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, berat badan 150-250 g, dan umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian infusa daun M. tanarius, yaitu secara berturut-turut selama ½, 1, 2, 4, dan 6 jam, cara pemberian hepatotoksin secara intraperitonial, cara pemberian infusa secara


(49)

per oral, bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius, yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Sanata Dharma

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan patologis dan fisiologis hewan uji

3. Definisi Operasional

a. DaunM. tanarius

Daun yang diambil dari tanamanM. tanariusadalah yang berwarna hijau, segar, tidak bercacat, dan dipanen pada saat tanaman sedang berbunga.

b. Infusa daunM. tanarius

Infusa didapatkan dengan cara menginfundasi 100,0 g serbuk kering daun M. tanarius dalam 300,0 ml air pada suhu 900C selama 15 menit sehingga diperoleh konsentrasi infusa daunM. tanarius100%. c. Pengaruh waktu protektif pemberian infusaM. tanarius

Merupakan kemampuan infusa daun M. tanarius dosis tertentu yang diberikan dalam waktu tertentu secara akut yang melindungi hati dengan cara menurunkan kadar ALT-AST pada tikus Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

d. Akut

Penelitian dilakukan secara berturut-turut dengan selang waktu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam.


(50)

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Kontrol negatif berupaolive oil(Bertolli)

c. Pelarut untuk infusa dengan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Blanko pengujian ALT dan AST menggunakan aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Kontrol serum Cobas (PreciKontrol ClimChem Multi 1) Roche/ Hitachi Analyzer.


(51)

Reagen serum yang digunakan adalah reagen ALT dyasis. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH(lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L

R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phosphate FS:

Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

g. Reagen AST

Reagen serum yang digunakan adalah reagen ALT dyasis. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut.

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,65 110 mmol/L

L – Aspartate 320 mmol/L

MDH(malate dehydrogenase) ≥800 U/L

LDH(lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L

R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phosphate FS:

Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L


(52)

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan serbuk kering daunM. tanarius

Oven, mesin penyerbuk, timbangan analitik, ayakan. 2. Alat pembuatan infusa daunM. tanarius

Panci lapis aluminium, termometer, stopwatch, Beker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, penangas air, timbangan analitik, kain flannel,waterbath.

3. Alat uji kadar ALT-AST

Peralatan gelas, seperti Beker glass, labu ukur, batang pengaduk, gelas ukur, tabung reaksi, timbangan analitik, spuit injeksi per oral untuk tikus, spuit injeksi intraperitonial, pipa kapiler, mikro-vitalab 200, stopwatch, vortex, sentrifuge,Eppendorf.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi daunM. tanarius

Determinasi daun M. tanarius dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tanaman daun M. tanarius dengan menggunakan buku acuan determinasi (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1963) hingga ke tingkat spesies dan disesuaikan dengan kunci determinasinya. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(53)

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah daun M. tanarius. Daun yang dipilih adalah daun yang masih segar dan berwarna hijau. Daun diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang dipanen pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk kering daunM. tanarius

Daun M. tanarius yang telah dipetik dicuci dengan air mengalir dan diangin-anginkan hingga kering. Pengoptimalan pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama 24 jam. Daun yang telah kering kemudian diserbuk dengan alat penyerbuk. Setelah didapatkan serbuk kasar daun, dilakukan pengayakan dengan ayakan no.40 untuk mendapatkan serbuk daun M. tanariusyang lebih halus.

4. Penetapan kadar air serbuk kering daunM. tanarius

Serbuk kering daunM. tanariusyang sudah terayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering daun tersebut ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 1100C. Serbuk kering daun M. tanarius yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A dan bobot B yang merupakan kadar air serbuk daunM. tanarius.

5. Pembuatan infusa daunM. tanarius

Serbuk kering daunM. tanariusditimbang 100,0 g. Serbuk kering tersebut dimasukkan dan dicampur ke dalam 100,0 ml pelarut aquadest dan dua kali


(54)

jumlah serbuk yang ditimbang, sehingga aquadest yang digunakan adalah 300,0 ml pada suhu 900C dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 900C. Setelah 15 menit, campuran tersebut diambil dan diperas kemudian diuapkan di atas waterbath hingga didapatkan 100,0 g infusa daunM. tanarius.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Berdasarkan penelitian Janakat dan Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dimana perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut adalah 1:1. Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan cara dilarutkan dengan volume yang sama denganolive oil.

7. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Penetapan dosis hepatotoksik ini dengan melakukan studi literatur. Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati tikus jantan galur Wistar berdasarkan penelitian Janakat dan Merie (2002) adalah 2 ml/kg BB. Pemilihan dosis hepatotoksik ini karena pada dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan dengan peningkatan ALT dan AST, tetapi tidak menyebabkan kematian pada tikus jantan.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Untuk mendapatkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Kelompok I-III


(55)

diambil darah masing-masing pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Kemudian diukur aktivitas ALT dan AST.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa aktivitas ALT tikus terangsang karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil volume (1:1) dengan dosis 2ml/kg BB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun (Janakat dan Merie, 2002).

8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 40 ekor tikus jantan yang dibagi secara acak dalam 8 kelompok sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil volume (1:1) dengan dosis 2 ml/kg BB secara intraperitonial. Kelompok II (kontrol negatif) diberiolive oil dosis 2 ml/kg BB secara intraperitonial. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa M. tanarius dosis 10 g/kg BB yang diberikan selama 6 jam kemudian diambil darahnya. Kelompok IV-VIII (kelompok perlakuan) diberi infusa daunM. tanariusdosis 10 g/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke ½, 1, 2, 4, dan 6 setelah pemberian infusa diberikan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kg BB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.

9. Pembuatan serum

Darah diambil melalui sinus orbitalis mata tikus dan ditampung dalam tabung Eppendorf dan didiamkan selama 15 menit, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya (serum).


(56)

10. Pengukuran aktivitas ALT dan AST

Alat yang digunakan untuk pengukuran aktivitas ALT dan AST adalah micro-vitalab 200. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat divalidasi dengan menggunakan kontrol serum Cobas. Kisaran nilai ALT dan AST kontrol serum Cobas adalah 33,9-48,9 U/L. Analisis fotometri ALT dilakukan dengan cara sebagai berikut, 100 µl serum dicampur dengan 800 µl reagen I, setelah itu dicampur dengan 200 µl reagen II, dan dibaca serapan setelah tiga menit. Untuk analisis fotometri dengan AST dilakukan sebagai berikut, 100 µl serum dicampur dengan 800 µl reagen I, kemudian dicampurkan 200 µl reagen II, dan dibaca resapan setelah tiga menit.

Aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam U/L. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370C, dengan faktor koreksi -1745. Pengukuran aktivitas ALT dan AST ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Namun bila didapatkan


(57)

distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan ujiKruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut.

୮୳୰ୟ୲ୟ ୅୐୘/୅ୗ୘ ୩୭୬୲୰୭୪ ୩ୟ୰ୠ୭୬ ୲ୣ୲୰ୟ୩୪୭୰୧ୢୟି ୮୳୰ୟ୲ୟ ୅୐୘/୅ୗ୘ ୮ୣ୰୪ୟ୩୳ୟ୬


(58)

57

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi tanaman

Pada penelitian ini digunakan serbuk daunM. tanarius sebagai bahan uji. Tujuan dari determinasi tanaman adalah untuk membuktikan bahwa bagian dari tanaman yang digunakan benar berasal dari tanaman M. tanarius, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan yang digunakan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi tanaman ini dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tanaman dari batang, daun, bunga, buah dengan buku acuan (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1963) hingga ke tingkat spesies. Hasil dari determinasi membuktikan bahwa tanaman tersebut benarMacaranga tanariusL.

2. Penetapan kadar air serbuk kering daunM. tanarius

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk daun M. tanarius, sehingga dapat diketahui serbuk daun M. tanarius memenuhi persyaratan serbuk yang baik atau tidak. Syarat serbuk yang baik memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan di dalam alat pada suhu 1100C selama 15 menit, setelah itu dilakukan perhitungan terhadap kadar air yang diteliti. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa serbuk daun M. tanarius memiliki kadar air 7,59%. Hal ini menyatakan bahwa serbuk daun M.


(59)

tanarius memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu dengan kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

B. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis karbon tetraklorida adalah untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati pada tikus yang ditunjukkan dengan peningkatan ALT dan AST tertinggi.

Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan kerusakan ringan berupa perlemakan hati (Timbrell, 2008). Pada penyakit hati yang ringan, peningkatan ALT ditemukan setinggi 50-200 unit (Wahyuni, 2005). Pada penelitian ini digunakan dosis dari penelitian Janakat dan Merie (2002), yaitu 2 ml/kg BB, yang mana pada dosis ini sudah dapat menimbulkan efek hepatotoksik.

2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji

Tujuan dari penentuan waktu pencuplikan darah adalah untuk mengetahui kehepatotoksikan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB mencapai maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan ALT dan AST tertinggi pada waktu tertentu. Karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB diujikan pada tikus jantan, kemudian dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis mata dengan selang waktu tertentu yaitu jam ke-0, 24, dan 48. Hasil uji ini berupa aktivitas ALT yang tersaji pada Tabel. II, III dan Gambar. 5 serta aktivitas AST yang tersaji pada Tabel. IV dan Gambar 6.


(60)

Tabel. IIRata-rata aktivitas ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48

Waktu pencuplikan jam ke- Jumlah hewan uji (ekor) Purata aktivitas ALT ± SE (U/L)

0 5 73,2 ± 12,9

24 5 246,4 ± 17,0

48 5 102,0 ± 14,6

Gambar 5. Diagram batang orientasi aktivitas ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24,

dan jam ke-48

Hasil dari analisis pola searah (One Way ANOVA) dari data ALT tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB, diketahui memiliki signifikansi 0,749 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data homogen, sehingga dapat dilanjutkan ke uji Scheffe. Dengan menggunakan uji Scheffe, dapat diketahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Data tersaji pada Tabel II.


(61)

Tabel. IIIHasil ujiScheffeaktivitas ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan

jam ke-48

Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 - B TB

Jam ke-24 B - B

Jam ke-48 TB B

-Untuk data AST, dari hasil analisis dengan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh signifikansi 0,031 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh memiliki distribusi tidak normal, sehingga dilanjutkan ke uji Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis diperoleh signifikansi 0,003 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan di antara ketiga kelompok. Selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, yang mana uji ini bertujuan untuk membandingkan kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Apabila hasil data diperoleh signifikansi <0,05 menunjukkan berbeda bermakna. Data tersaji pada Gambar 6. dan Tabel. IV.

Gambar 6. Diagram batang orientasi aktivitas AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24,


(62)

Tabel. IVHasil ujiMann Whitneyaktivitas AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam 0, jam 24, dan jam

ke-48

Waktu pencuplikan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 - B B

Jam ke-24 - - B

Jam ke-48 B B

-Berdasarkan tabel II terlihat bahwa rata-rata aktivitas ALT tertinggi terjadi pada pencuplikan darah jam ke-24, yakni 246,4 ± 38,0 U/L dari nilai normal ALT yang dilaporkan Hastuti (2008), yakni 19,3-68,9 U/L. Pada jam ke-24 ini, kenaikan aktivitas ALT sudah sesuai dengan nilai kerusakan hati ringan, yaitu 50-200 unit (Wahyuni, 50-2005). Hal ini juga didukung oleh data AST, pada Gambar 5. dan Gambar 6. terlihat peningkatan ALT dan AST yang signifikan pada jam ke-24 dibanding pada jam ke-0 dan jam ke-48. Selain itu, dari Tabel. IV menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar kelompok AST pada jam ke-0 dan ke-24 dan juga pada jam ke-0 dan ke-48. Pada Gambar 6. terlihat penurunan nilai AST pada jam ke-48. Hal ini menunjukkan bahwa karbon tetraklorida memiliki efek hepatotoksik maksimal pada jam ke-24. Oleh karena itu, berdasarkan hasil orientasi, pada penelitian ini digunakan waktu pencuplikan darah hewan uji jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB.

C. Hasil Uji Waktu Protektif Pemberian Infusa DaunM. tanarius Secara Akut Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun M. tanarius secara akut terhadap penurunan kadar ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Dalam


(63)

penelitian ini dilakukan secara akut. Akut ini adalah selang waktu pemberian infusa daunM. tanariusyaitu ½, 1, 2, 4, dan 6 jam. Penetapan waktu secara akut ini didasarkan pada penelitian Nugraha dan Hendra (2011) yang mengikuti model pemberian infusa daunM. tanarius pada jam ke- ½, 1, 2, 4, dan 6, dan pada jam ke-48 setelah pemberian infusa diberi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB. Penggunaan waktu pemberian secara akut ini dilakukan untuk membandingkan pengaruh pemberian infusa daun M. tanarius jangka panjang terhadap penurunan kadar ALT-AST.

Dosis infusa daun M. tanarius yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 g/kg BB. Pemilihan dosis ini didasarkan pada penelitian pemberian jangka panjang infusa daun M. tanarius pada tikus terinduksi karbon tetraklorida yang dilakukan oleh Nurcahyanti (2012). Dalam penelitian tersebut, pada infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kg BB memberikan rata-rata aktivitas penurunan ALT yang paling tinggi yaitu 103,2 U/L. Pencuplikan darah hewan uji dilakukan pada jam ke-24 setelah induksi karbon tetraklorida. Hasil penelitian ini berupa penurunan kadar ALT dan AST yang dinyatakan U/L dan disajikan dalam bentuk purata ± SE dalam tabel dan diagram batang berikut.


(64)

Tabel. VPengaruh waktu protektif pemberian secara akut infusa daunM. tanariusterhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida

dilihat dari aktivitas ALT dan AST

Kel. Perlakuan

Aktivitas Efek hepatoprotektif (%)

Purata ± SE (U/L)

ALT

Purata ± SE (U/L)

AST

ALT AST

I

kontrol negatif olive oil2 ml/kg

BB

82,2 ± 2,7 118,6 ± 5,1 -

-II kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2ml/kg BB

246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3 0 0

III IMT 10 g/kg BB 65,6 ± 2,6 153,8 ± 6,6 -

-IV

IMT 10 g/kg BB ½ jam + karbon

tetraklorida 2ml/kg BB

152,4 ± 13,6 433,6 ± 28,3 38,1 27,27

V

IMT 10 g/kg BB 1 jam + karbon

tetraklorida 2ml/kg BB

151,6 ± 11,5 385,2 ± 26,8 38,5 35,39

VI

IMT 10 g/kg BB 2 jam + karbon

tetraklorida 2ml/kg BB

99,2 ± 10,1 308,4 ± 27,6 59,7 48,27

VII

IMT 10 g/kg BB 4 jam + karbon

tetraklorida 2ml/kg BB

130,6 ± 8,9 415,0 ± 23,4 47,0 30,39

VIII

IMT 10 g/kg BB 6 jam + karbon

tetraklorida 2ml/kg BB

159,0 ± 13,8 412,2 ± 31,1 35,5 30,86

Ket. : IMT = InfusaMacaranga tanarius SE = Standar Error


(65)

Tabel. VIHasil analisis statistik ujiScheffedilihat dari kebermaknaan ALT antar kelompok Kelompok Karbon tetraklorida Olive oil Infusa Macaranga tanarius Jam ke-1/2 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-4 Jam ke-6 Karbon

tetraklorida - B B B B B B B

Olive oil B - TB B B TB TB B

InfusaMacaranga

tanarius B TB - B B TB B B

Jam ke-1/2 B B B - TB TB TB TB

Jam ke-1 B B B TB - TB TB TB

Jam ke-2 B TB TB TB TB - TB TB

Jam ke-4 B TB B TB TB TB - TB

Jam ke-6 B B B TB TB TB TB

-Ket : TB = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = berbeda bermakna (p < 0,05)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif pemberian infusa

daunM. tanariussecara akut terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat


(66)

Tabel. VIIHasil analisis statistik ujiShceffedilihat dari kebermaknaan AST antar kelompok kelompok Karbon tetraklorida Olive oil Infusa Macaranga tanarius Jam ke -½ Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-4 Jam ke-6 Karbon

tetraklorida - B B B B B B B

Olive oil B - TB B B B B B

Infusa Macaranga

tanarius

B TB - B B B B B

Jam ke-1/2 B B B - TB TB TB TB

Jam ke-1 B B B TB - TB TB TB

Jam ke-2 B B B TB TB - TB TB

Jam ke-4 B B B TB TB TB - TB

Jam ke-6 B B B TB TB TB TB

-Ket : TB = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = berbeda bermakna (p < 0,05)

Gambar 8. Diagram batang rata-rata pengaruh waktu protektif pemberian infusa

daunM. tanariussecara akut terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat


(67)

1. Kontrol negatif (olive oil2 ml/kgBB)

Tujuan dari pengujian kelompok kontrol negatif adalah untuk memastikan bahwa peningkatan aktivitas ALT-AST pada tikus adalah akibat pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dan bukan akibat pemberian pelarut yaitu olive oil. Dosisolive oilyang digunakan sama dengan dosis karbon tetraklorida, yakni 2 ml/kgBB. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dengan dosis yang sama, olive oil memberikan pengaruh terhadap kadar ALT-AST atau tidak, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk perlakuan pada jam ke-1/2, 1, 2, 4, dan 6. Pada pengujian ini didapatkan nilai rata-rata ALT tikus, yaitu 82,2 ± 2,7 U/L (tersaji dalam Tabel. V).

Tabel. VIIIPerbandingan kontrololive oiljam ke-0 dan jam ke-24 pada ALT dan AST tikus jantan

Kel Perlakuan Purata ± SE (U/L)

Perbandingan terhadap ALT

Olive oiljam ke-0

Olive oiljam ke-24

I Olive oiljam ke-0 90,2 ± 4,9 - TB

II Olive oiljam

ke-24 82,2 ± 2,7 TB

-AST Olive oiljam

ke-0

Olive oiljam ke-24

III Olive oiljam ke-0 122,8 ± 5,7 - TB

IV Olive oiljam

ke-24 118,6 ± 5,1 TB


(68)

Gambar 9. Diagram batang rata-rata perbandingan ALT kontrololive oiljam ke-0 dan kontrololive oiljam ke-24

Gambar 10. Diagram batang rata-rata perbandingan AST kontrololive oiljam ke-0 dan kontrololive oiljam ke-24

Berdasarkan hasil pengukuran ALT yang tersaji pada Tabel. V dan Gambar 9. , terlihat rata-rata nilai ALT jam ke-0, yaitu sebelum pemberian olive oiladalah 90,2 ± 4,9 U/L. Rata-rata nilai ALT jam ke-24, yaitu setelah pemberian


(69)

olive oil adalah sebesar 82,2 ± 2,7 U/L. Secara statistik, hasil ini memberikan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol olive oil jam ke-0 dengan kelompok kontrol olive oil jam ke-24. Selain itu, juga dilakukan pengukuran terhadap aktivitas AST sebagai data pendukung. Melalui pengukuran tersebut, diperoleh rata-rata nilai AST jam ke-0 yaitu sebelum pemberianolive oil adalah 122,8 ± 57 U/L. Rata-rata nilai ALT jam ke-24 yaitu setelah pemberian olive oil adalah sebesar 118,6 ± 5,1 U/L (tersaji dalam Tabel. V). Hasil ini memberikan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol olive oiljam ke-0 dengan kelompok kontrololive oiljam ke-24.

Hasil pengukuran terhadap aktivitas ALT dan AST, menunjukkan bahwa pemberianolive oil 2 ml/kgBB tidak memberikan peningkatan terhadap aktivitas ALT dan AST, artinya apabila terjadi peningkatan terhadap aktivitas ALT dan AST bukan karena penggunaan olive oil sebagai pelarut. Nilai ALT dan AST kelompok kontrol negatif ini akan dijadikan dasar nilai normal ALT dan AST penelitian selanjutnya.

2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 ml/kgBB)

Tujuan dari kontrol hepatotoksin adalah untuk mengetahui pengaruh induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB terhadap sel hati tikus yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST. Uji ini dilakukan dengan memejankan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada tikus secara intraperitonial, kemudian pada jam ke-24 diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT dan AST. Hasil dari pengukuran ini terlihat pada tabel V, yaitu terjadi peningkatan aktivitas ALT hingga 246,4 U/L, yang memberikan perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap


(70)

kelompok kontrol negatif olive oil. Hasil pengukuran ini menunjukkan terjadi kenaikan ALT sekitar tiga kalinya dari nilai rata-rata jam ke-0 ALT tikus, yaitu 73,2 U/L. Berdasarkan Zimmerman (1999) disebutkan bahwa kenaikan nilai ALT akibat pemejanan karbon tetraklorida adalah tiga kalinya. Hal ini dapat diartikan hasil penelitian dengan teori sudah sesuai.

Sedangkan pada hasil pengukuran aktivitas AST, terjadi peningkatan sebesar 596,2 U/L, maka terlihat adanya kenaikan aktivitas AST sekitar empat kalinya dari nilai rata-rata jam ke-0 AST tikus, yaitu 157,2 U/L. Kenaikan aktivitas AST sudah sesuai dengan nilai kerusakan hati akibat pemejanan karbon tetraklorida, yaitu empat kalinya (Zimmerman, 1999). Hasil ini memberikan perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap kelompok kontrol negatifolive oil(Tabel. VII). Dengan adanya kenaikan rata-rata aktivitas ALT dan AST menegaskan bahwa karbon tetraklorida 2 ml/kgBB memiliki efek hepatotoksik pada tikus jantan.

3. Kontrol perlakuan (infusa M. tanariusdosis 10 g/kgBB)

Tujuan dilakukannya kontrol perlakuan infusa M. tanarius adalah untuk melihat bahwa pemberian infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas ALT dan AST. Uji ini dilakukan dengan memberikan infusaM. tanariuspada tikus secara oral, dan pada jam ke-6 diambil darahnya kemudian diukur aktivitas ALT dan AST. Pada Tabel. V, kontrol perlakuan infusaM. tanarius10 g/kg BB memberikan nilai aktivitas ALT sebesar 65,6 ± 2,6 U/L, yang memiliki perbedaan tidak bermakna (p>0,05) terhadap kelompok kontrol negatifolive oil.


(71)

Hasil pengukuran aktivitas AST tersaji dalam Tabel. V, dengan nilai rata-rata sebesar 153,8 ± 6,6 U/L, yang memberikan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) terhadap kelompok kontrol negatif olive oil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian infusa daun M. tanarius selama enam jam tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas ALT maupun AST dan yang memberikan peningkatan terhadap ALT dan AST adalah akibat pemberian karbon tetraklorida

4. Kelompok perlakuan infusa daun M. tanarius dosis 10 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB

Pada kelompok perlakuan ini dilakukan secara akut, yaitu dengan memberikan praperlakuan infusa daunM. tanarius10g/kgBB pada jam ke-1/2, 1, 2, 4, dan 6 pada tikus jantan sebelum pemejanan dengan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hasil pada kelompok praperlakuan jam ke-1/2 (kelompok IV) (Tabel. IV), terlihat aktivitas rata-rata ALT sebesar 152,4 ± 13,6 U/L. Analisis secara statistik dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat dikatakan bahwa infusa daun M. tanarius dosis 10g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif dengan penurunan aktivitas ALT sebesar 38,1% dan efek hepatoprotetif AST sebesar 27,27%. Selain itu, juga dilakukan perbandingan terhadap kontrol olive oil, dengan hasil perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat diartikan kerusakan yang terjadi belum kembali ke keadaan normal, sedangkan pada pengukuran aktivitas rata-rata AST diperoleh hasil (Tabel. V) 433,6 ± 28,3 U/L. Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil, yaitu terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) baik dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida maupun


(72)

kontrololive oil.Dapat disimpulkan bahwa praperlakuan infusaM. tanariusdosis 10g/kgBB pada jam ke-1/2 mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus akibat induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB namun kerusakan yang terjadi belum kembali seperti normal.

Kelompok praperlakuan jam ke-1 (kelompok V) infusa daun M. tanarius 10g/kgBB pada Tabel. V menunjukkan aktivitas rata-rata ALT sebesar 151,6 ± 11,5 U/L. Dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida maupun kontrol olive oil, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Efek hepatoprotektif yang dihasilkan kelompok ini adalah 38,5 %.

Data aktivitas ALT tersebut didukung dengan pengukuran AST dengan hasil sebesar 385,2 ± 26,8 U/L dan efek hepatoprotektif yang dihasikan sebesar 35,39%. Secara statistik, pada kelompok ini juga memiliki perbedaan yang bermakna (p<0,05) baik dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida maupun kontrol olive oil. Hal ini berarti praperlakuan 1 jam infusa daunM. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif namun kerusakan yang terjadi belum kembali seperti normal.

Pada kelompok praperlakuan jam ke-2 (kelompok VI) infusa daun M. tanarius menunjukkan hasil rata-rata aktivitas ALT sebesar 99,2 ± 10,1 U/L. Berdasarkan uji statistik (Tabel. VI) memberikan hasil berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin, hal ini menunjukkan bahwa infusa daun M. tanarius dosis 10g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif, yaitu sebesar 59,7 %. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol olive oil,


(1)

Lampiran 8. Perhitungan efek hepatoprotektif ALT

Rumus perhitungan efek hepatoprotektif :

୮୳୰ୟ୲ୟ ୅୐୘ ୩୭୬୲୰୭୪ ୩ୟ୰ୠ୭୬ ୲ୣ୲୰ୟ୩୪୭୰୧ୢୟି ୮୳୰ୟ୲ୟ ୅୐୘ ୮ୣ୰୪ୟ୩୳ୟ୬

୮୳୰ୟ୲ୟ ୅୐୘ ୩୭୬୲୰୭୪ ୩ୟ୰ୠ୭୬ ୲ୣ୲୰ୟ୩୪୭୰୧ୢୟ

ݔ

100 %

1. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB ½ jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ଶସ଺,ସିଵହଶ,ସ

ଶ଺ସ,ସ x 100 % = 38,1 %

2. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 1 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ଶସ଺,ସିଵହଵ,଺

ଶ଺ସ,ସ x 100 % = 38,5 %

3. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 2 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ଶସ଺,ସିଽଽ,ଶ

ଶ଺ସ,ସ x 100 % = 59,7 %

4. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 4 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ଶସ଺,ସିଵଷ଴,଺

ଶ଺ସ,ସ x 100 % = 47,0 %

5. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 6 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ଶସ଺,ସିଵହଽ,଴


(2)

Lampiran 9. Perhitungan efek hepatoprotektif AST

Rumus perhitungan efek hepatoprotektif :

୮୳୰ୟ୲ୟ ୅ୗ୘ ୩୭୬୲୰୭୪ ୩ୟ୰ୠ୭୬ ୲ୣ୲୰ୟ୩୪୭୰୧ୢୟି ୮୳୰ୟ୲ୟ ୅ୗ୘ ୮ୣ୰୪ୟ୩୳ୟ୬

௣௨௥௔௧௔ ஺ௌ் ௞௢௡௧௥௢௟ ௞௔௥௕௢௡ ௧௘௧௥௔௞௟௢௥௜ௗ௔

ݔ

100 %

1. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB ½ jam + Karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ହଽ଺,ଶିସଷଷ,଺

ହଽ଺,ଶ x 100 % = 27,27 %

2. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 1 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ହଽ଺,ଶିଷ଼ହ,ଶ

ହଽ଺,ଶ x 100 % = 35,39 %

3. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 2 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ହଽ଺,ଶିଷ଴଼,ସ

ହଽ଺,ଶ x 100 % = 48,27 %

4. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 4 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ହଽ଺,ଶିସଵହ,଴

ହଽ଺,ଶ x 100 % = 30,39 %

5. Kelompok InfusaMacaranga tanarius10 g/kg BB 6 jam + karbon tetraklorida 2ml/kg BB :

ହଽ଺,ଶିସଵଶ,ଵ


(3)

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk daunM. tanarius

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alatmoisture balance.

Cara penentuan Kadar Air

1. Masukkan ± 5 g serbuk daunM. tanariusyang sudah diayak ke dalam alat, kemudian diratakan.

2. Timbang bobot serbuk daunM. tanariussebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A)

3. Panaskan serbuk daunM. tanariuspada suhu 1000C

4. Timbang serbuk daunM. tanariussetelah pemanasan (bobot B) 5. Selisih bobot A dan B merupakan kadar air dari zat yang diteliti. Rumus penentuan kadar air

Kadar air =஺ି஻

஻ x 100% Perhitungan

Bobot serbuk daunM. tanarius

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Sebelum 5,008 g 5,002 g 5,001 g

Sesudah 4,628 g 4,615 g 4,629 g

Kadar air 7,59 % 7,74 % 7,44 %

Rata-rata 7,59 %

Replikasi I Kadar air =஺ି஻

஻ x 100 % =ହ,଴଴଼ ௚ିସ,଺ଶ଼ ௚

ସ,଺ଶ଼ ௚ x 100 % = 7,59 %

Replikasi II Kadar air =஺ି஻

஻ x 100 % =ହ,଴଴ଶ ௚ିସ,଺ଵହ ௚


(4)

Replikasi III Kadar air =஺ି஻

஻ x 100 % =ହ,଴଴ଵ ௚ିସ,଺ଶଽ ௚

ସ,଺ଶଽ ௚ x 100 % = 7,44 %

Rata-rata =௥௘௣௟௜௞௔௦௜ ூା௥௘௣௟௜௞௔௦௜ ூூା௥௘௣௟௜௞௔௦௜ ூூூ ଷ

=଻,ହଽ%ା଻,଻ସ%ା଻,ସସ% ଷ

= 7,59 %

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis untuk manusia

 Angka konversi tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56,0

 Dosis untuk manusia = dosis untuk tikus 200 g x (angka konversi ke manusia)

Oleh karena itu, dapat ditetapkan dosis infusa daunM. tanariusuntuk manusia sebagai berikut :

Infusa daunM. tanariusdosis 10g/kg BB tikus

10 g/kgBB = 10 g/1000 gBB = 2 g/200 gBB 2 g/200 gBB x 56,0 = 112 g/70 kgBB manusia


(5)

Lampiran 12. Hasil pengukuran validitas dan reabilitas

TabelHasil validitas dan reabilitas Dilihat dari serum kontrol (range 33,9-48,9 U/l)

x (U/l)

x-42

41,2

0,8 0,64

40 -1,2 1,44

41 -0,2 0,04

42 0,8 0,64

41 -0,2 0,04

∑ = 2,8

Range = ± SD = 41,2 ± 0,8 = 40,4 – 42

CV = (SD/ ) x 100% = (0,8/41,2) x 100% = 1,94%


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Skripsi dengan Judul “Pengaruh Waktu Protektif Pemberian Infusa DaunMacaranga

tanarius L. Secara Akut Terhadap Kadar

ALT-AST Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” memiliki nama lengkap Luluk Rahendra Martha, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Indwi Raharjo dan Sri Indrati. Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 5 Maret 1991. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Kristen Kridawita Klaten (1995-1997), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Klaten (1997-2003), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Klaten (2003-2006), tingkat Sekolah Menengah Atas di SMF Indonesia Yogyakarta (2006-2009). Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009. Semasa menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Panitia Inisiasi Sanata Dharma tahun 2010 sebagai anggota P3K dan Panitia Hari Anti Tembakau tahun 2011 sebagai anggota Humas

(Hubungan masyarakat). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Bentuk Sediaan Farmasi (2011), Farmakologi Dasar (2011), dan Toksikologi Dasar (2012).


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif pemberian infusa kulit Persea americana Mill. terhadap ALT-AST tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 125

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT-AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 111

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 108

Pengaruh waktu pemberian infusa biji alpukat (persea americana mill.) secara akut sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 7

Pengaruh waktu protektif pemberian infusa biji persea americana mill. secara akut terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 7

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 123

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida

0 1 109

Pengaruh waktu protektif pemberian infusa daun macaranga tanarius L. secara akut terhadap kadar ALT AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

0 1 115

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol:air (50:50) daun macaranga tanarius L. terhadap kadar ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 106