168
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
dan kaum lelaki umumnya kuat. Hal itu tidak menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong dan memperbolehkan lelaki untuk dapat
seenaknya memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan justru bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena kekuasaan dan stereotipe gender yang
dilabelkan pada kaum perempuan.
31
4. Analisis Puisi Sebungkus Sabu dan Perempuan Lugu
Puisi “Sebungkus Sabu dan Perempuan Lugu” terdiri atas 25 bait. Berikut ini akan ditampilkan pembahasan puisi karya A. Slamet Widodo tersebut.
Bait pertama puisi ini dibuka dengan kisah sosok perempuan lugu yang akan segera menerima hukuman mati karena permohonannya untuk mendapatkan
pengampunan hukuman telah ditolak.
Perempuan lugu itu Sebentar lagi
Dieksekusi mati Presiden telah menolak grasi
Bait-bait selanjutnya dari puisi ini menceritakan rangkaian kisah yang dialami oleh perempuan lugu yang menyebabkan ia dijatuhkan hukuman mati.
Melalui bait kedua, diketahui mengenai latar pekerjaan sosok perempuan lugu, yaitu sebagai pelayan café, sebelum akhirnya ia menjalin hubungan dengan seorang pria
asal negara lain, dan akhirnya menikah dengan pria asing tersebut. Setelah menikah, kehidupan ekonomi perempuan tersebut mengalami perbaikan. Seperti terungkap pada
penggalan bait ketiga berikut ini.
Uang tak lagi jadi masalah Hidupnya tak lagi susah
Namun setelah menikah, masalah lain menghampiri. Perempuan tersebut dibuat kecanduan obat-obatan terlarang. Perempuan itupun dipaksa menjadi kurir narkoba.
Pelakunya tidak lain adalah suaminya sendiri, yang ternyata merupakan anggota sindikat pengedar narkoba. Perempuan tersebut tidak mampu menolak perintah sang suami. Hal
ini terlihat pada bait keempat.
Menolak ia tak bisa Menolak… mengancam jiwanya
Karena ia milik suaminya
Malang menimpa sang perempuan. Di bandara ia tertangkap tangan membawa sebungkus sabu. Akibatnya, ia harus mendekam dalam rumah tahanan bait kelima.
Bait keenam dan tujuh, mengungkapkan alasan sang perempuan mau menerima pinangan dari pria asing. Himpitan ekonomi yang menimpanya, menyebabkan ia mau
menikah dengan siapa saja, asalkan banyak harta. Demi menghidupi keluarga yang tinggal di desa, ia rela melakukan perbuatan apa saja. Perempuan tersebut tidak sempat
31
Mansour Fakih, Gender Sebagai Alat Analisis Sosial, dalam Jurnal “Analisis Sosial” Edisi 4November 1996, Pusat Analisis Sosial “Akatiga” Bandung, 14-15.
169
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
mengenyam pendidikan tinggi. Kebodohan dan keluguannya pun dimanfaatkan oleh sang suami, yang menjebaknya masuk ke dalam jurang bencana.
Dari pembahasan bait 1 sampai dengan 7 di atas, terlihat bahwa perempuan lugu tersebut terjebak oleh asumsi alamiah yang berlaku di masyarakat. Pemikiran bahwa
“dengan status memiliki pasangan” perempuan akan dianggap mampu untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan di segala bidang, termasuk di dalamnya menaikkan
status sosialnya di masyarakat yang mampu mengangkatnya dari jurang kemiskinan. Namun, semua itu ternyata menjadi lingkaran setan dan bomerang yang menutup
kehidupannya sendiri karena perempuan menjadi korban zamannya. I a tidak sadar telah diperalat oleh jaringan dominasi kekuasaan kaum laki-laki.
Permasalahan perempuan yang menjadi kurir narkoba adalah salah satu bukti adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Sejumlah pihak menduga, I ndonesia kini
bukan lagi sebagai tempat transit pemakai narkoba, tetapi juga sudah menjadi negara produsen. Anastasia mengutip pernyataan Geovani yang menyebutkan bahwa salah satu
modus operandi dalam peredaran narkoba adalah dengan menjadikan perempuan sebagai kurir narkoba. Bisnis narkoba makin tak terkendali karena produsen dan bandar
besar memanfaatkan anak-anak dan perempuan sebagai kurir.
32
Selanjutnya, Anastasia juga mengutip pernyataan Chris Corrin yang menegaskan bahwa hampir di semua negara penyebab utama keterlibatan perempuan dalam rantai
peredaran global narkoba adalah kemiskinan. Kemiskinan tak hanya memarginalkan perempuan di berbagai sendi kehidupan, tetapi juga kian menyeret perempuan ke dalam
kriminalitas, selain pelacuran. Namun di balik kemiskinan dan akibat kemiskinan tersebut telah terjadi kekerasan dalam ranah privat yang membuat perempuan menjadi pelaku
kriminal seperti kurir narkoba. Tidak sedikit dari perempuan ini menjadi kurir narkoba karena adanya paksaan dengan unsur kekerasan oleh orang terdekat mereka.
33
Pernyataan tersebut sangat tepat jika dikaitkan dengan kisah perempuan lugu pada puisi ini. Sosok perempuan lugu mau menikah dengan siapapun asalkan mampu
mengangkatnya dari kemiskinan. Faktor kemiskinan telah menempatkan sosok perempuan lugu pada posisi tawar yang lemah untuk dapat mengambil suatu tindakan.
Terlebih lagi perempuan tersebut memiliki ketergantungan finansial penuh kepada sang suami. Keputusan untuk menikah justru menyebabkan ia terjebak dalam sindikat narkoba
dan suaminyalah yang menjebloskan dirinya ke jurang bencana. Ketika menyadari bahwa dirinya telah dimanfaatkan untuk sebuah aktivitas kriminal, ia tetap tidak dapat menolak.
Ketakutan terhadap ancaman jiwa menyebabkan ia tidak dapat berbuat banyak. Selanjutnya, kisah saat perempuan tersebut berada di dalam penjara tidak kalah
memilukan, seperti terlihat pada bait ke-8 dan 9 puisi ini.
Ketika di penjara… Tak ada keluarga yang menjenguknya
Suaminya melupakannya Semua orang mencerca
Oh miris… siapa pun mengalaminya Di saat ia sakauw di penjara
32
Ayu Anastasia, “Perempuan Kurir dalam Perdagangan Gelap Narkoba: sebuah Realitas Korban Kekerasan Berlapis” dalam
http:journal.ui.ac.idjkiarticleviewFile1077989 diakses pada 19 Oktober 2012.
33
Ibid.
170
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Tak ada yang menolongnya Tak kuat menahan rasa
Ia benturkan kepala Darah segar muncrat dari luka
“pingin bunuh diri rasanya’
Harapan pembelaan yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat bahkan teman bisnisnya tidak pernah ia terima. Semua lepas tangan bahkan mendakwanya seperti
mahluk terkutuk yang harus segera dibinasakan dan disirnakan dari muka bumi. Saat berada di pengadilan pun, hukum tidak pernah berpihak kepadanya. Jaksa,
hakim, dan semua orang mengeroyok perempuan tidak berdaya tersebut. Bahkan, pengacara yang ditunjuk oleh negara pun terlihat tidak sepenuh hati membelanya.
Jaksa… Membeberkan semua kesalahannya
Mendramatisir tuntutannya Dan menuntutnya hukuman mati bait ke-11
Hakim… Tak mau tahu latar belakang hidupnya
Tak mau tahu sindikat yang menjeratnya Atas nama Tuhan hakim mencabut nyawanya bait ke-12
Atas nama hukum, perempuan tersebut dijatuhi hukuman berat. Diharapkan penjatuhan hukuman tersebut dapat memberikan efek jera kepada masyarakat bait ke-
13. Perempuan lugu itu pun tidak punya pilihan. Baginya, mati sekarang ataupun nanti tidak ada bedanya karena ia merasa sebenarnya ia telah lama mati bait ke-14.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa perempuan mengalami kekerasan berlapis. Kekerasan berlapis yang dimaksud di sini adalah bahwa perempuan kurir narkoba tidak
hanya mengalami satu bentuk kekerasan yang hanya dilakukan oleh seorang pelaku saja, melainkan mereka menerima berbagai bentuk kekerasan lainnya, seperti kekerasan fisik,
seksual, dan psikis. Adanya pembedaan gender telah mengopresi kedudukan perempuan di dalam keluarga serta relasi personal dan masyarakat secara luas yang kemudian
membawa, menjerat, atau menjebak perempuan dalam aktivitas kriminal perdagangan gelap narkoba. Bahkan di dalam kelompok kriminal ini pun, perempuan kembali
diperlakukan secara keras, dieksploitasi dan direndahkan. Di satu sisi, kita dapat melihat bahwa sebenarnya perempuan kurir narkoba telah
terjebak dalam suatu tindakan kriminal, sehingga selazimnya ia diposisikan sebagai korban. Namun kenyataannya, perempuan tersebut justru ditempatkan sebagai pelaku
utama. Sementara otak di balik perbuatan kriminal tersebut terbebas dari segala hukuman. Seperti terlihat pada bait ke-22 dan 23 puisi ini.
Lihatlah… Para bandar besar
Tak bersedih atas vonis hukum matinya Mereka berpesta makan telor kaviar
Ke mana-mana dengan kapal pesiar Selingkuh dengan film star
171
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Beribu perempuan lugu mati Menjadi korban keganasan jaman
Dan selalu akan menjadi korban Tapi para bandar tak tersentuhkan
Dalam bisnis jual beli barang haram ini, perempuan yang bertugas sebagai kurir narkoba sebenarnya bukanlah pihak yang mendapat keuntungan besar. Seperti
diungkapkan oleh Anastasia, yang mengutip Jacobs dan Miller, perempuan-perempuan ini telah dimanfaatkan oleh para pelaku sebenarnya atas keterbatasan dan kelemahan yang
dimiliki oleh mereka sebagai perempuan.
34
Selanjutnya Anastasia juga mengutip pernyataan Collin yang menyatakan kekerasan berlapis yang dialami oleh perempuan
didapatkan dimulai dari saat terjerumusnya mereka hingga tertangkap dan dihukumnya mereka.
35
Proses hukum tidak pernah berpihak kepada perempuan. Dalam proses peradilan ia mengalami opresi karena jenis kelaminnya yang perempuan dan karena ia miskin.
Agenda memberantas narkoba yang didengung-dengungkan oleh aparat yang berwenang membuat mereka mengabaikan latar kisah di balik kejadian kejahatan tersebut. Mereka
hanya memikirkan bagaimana caranya agar masyarakat menjadi jera, sehingga menjatuhkan hukuman seberat-beratnya menjadi pilihan mereka.
Sosok perempuan lugu dalam puisi ini pun menyadari bahwa tidak akan ada keadilan untuk dirinya. I a pesimis dengan proses hukum yang dijalaninya. Hal ini terlihat
pada bait ke-17 puisi ini.
Berita acara pemeriksaan perkara Kamu tanda tangani tanpa dibaca
Karena kamu tak tahu apa gunanya Semua hal kamu kemukakan apa adanya
Grasimu ditolak kamu biasa saja
Pandangan stereotipe mengenai perempuan yang hanya bersikap pasrah dan nrimo terlihat pada baris ke-15 sampai dengan 17 puisi ini, seperti terlihat dalam
penggalan berikut.
… Kemiskinan, kebodohan dan nasib buruk
Kamu arungi dengan tabah Semua kamu terima dengan ikhlas
Menerima takdir dengan semeleh Kamu tak pernah mengeluh
Kamu tak menyalahkan siapa saja Kamu tak kecewa keluarga tak menengok
Kamu tak kecewa semua orang menyalahkan Kamu tak kecewa pengadilan yang tak adil
Bahkan tak pernah menyalahkan suamimu Sumber semua bencana
… Aku pasrah dan lego lilo menerimanya”
34
Ibid.
35
Ibid.
172
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
5. Penutup