85
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Tabel Analisis Novel Janda dari Jirah
1. Rangda vs Rakyat Kabikuan: komplementer, intensitas tidak menguat krn Rangda mencintai rakyatnya 2.
Rangda vs Penyelundup: komplementer, intensitas menguat, klimaks terjadi ada pelanggaran
3. Rangda vs Airlangga: simetris, intensitas tidak terjadi interaksi tak langsung 4. Rangda vs Ratna Manggali: komplementer, intensitas tidak terjadi Rangda mencintai anaknya
5. Rangda vs Mpu Baradah: simetris, intensitas menguat, klimaks tidak terjadi pengarang memutus interaksi
6.
Airlangga vs Kerabat I stana: komplementer, intensitas menguat, klimaks terjadi pada interaksi pertama mengikuti alur sejarah ;
pada interaksi kedua pengarang memutus interaksi. 7. Airlangga vs Mpu Baradah: simetris, intensitas menguat pengarang memutus interaksi
8. Airlangga vs Narotama: komplementer, intensitas tidak terjadi Narotama patuh 9. Narotama vs Tetua Desa: komplementer, intensitas menguat Tetua Desa mengalah
10. Narotama vs Perw ira: komplementer, intensitas menguat, klimaks terjadi ada pelanggaran
I I I . KESI MPULAN
Di dalam teks Calon Arang, interaksi antara Mpu Baradah dan Calon Arang semakin menguat disebabkan kedua belah pihak menjalani tuntutan atas peran masing-
masing. Mpu Baradah berperan sebagai tokoh baik dan Calon Arang sebagai tokoh jahat. Keduanya berperang mempertahankan pendirian untuk mencapai tujuan masing-masing.
Dalam kasus ini, kehancuran salah satu tokoh atau individu tidak dapat dihindari. Fenomena inilah yang disebut Bateson sebagai bentuk perilaku “schismogenesis”.
Di dalam novel Janda dari Jirah, klimaks terjadi antara tokoh Rangda dan penyelundup. Pengarang menganggap tindakan tidak ksatria merupakan hal yang
prinsipal sehingga hukuman kematian harus diterima mereka. Klimaks kedua terjadi ketika Airlangga dan kerabat istana saling bersitegang. Akibatnya klimaks berupa penyerangan
Airlangga ke ibukota terjadi. Klimaks ini mengikuti tuntutan alur dalam sejarah, yakni merebut kembali tahta kerajaan Kediri. Klimaks ketiga terjadi antara Narotama dan
perwira yang menyebabkan pertumpahan darah. Klimaks ini terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap aturan.
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kedua teks mengandung fenomena schismogenesis. Penulis teks Calon Arang dan novel Janda dari Jirah
membiarkan terjadinya klimaks. Klimaks terjadi akibat pelanggaran aturan yang bersifat prinsip, yakni masalah takdir, perbuatan tidak ksatria, mengikuti alur sejarah, dan
pelanggaran aturan hukum. Beberapa pasangan yang mengalami konflik dapat menghindari klimaks berkat sikap mengalah dan patuh yang dilakukan salah satu tokoh.
Umumnya sikap patuh dan mengalah terjadi karena adanya relasi hirarkis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa salah satu solusi untuk sebuah konflik adalah bersikap
mengalah atau patuh.
DAFTAR PUSTAKA
86
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Bateson, Gregory. 1958. Naven: A Survey of the Problems Suggested by a Composite Picture of the Culture of a New Guinea Tribe Drawn from Three Points of View.
California: Stanford University Press. Covarubias, Miguel. 1972. The I sland of Bali. Kuala Lumpur. Oxford University Press.
Foster, Mary Le Cron. 1979. “Synthesis dan Antithesis in Balinese Ritual.” dalam The Imagination of Reality:Essays in Southeast Asian Coherence Systems.
A.L.Becker and Aram A.Yengoyan, eds.. New Jersey: Ablex Publising Corporation.
Gonda, J. 1933. “Bijdragen tot de Oud-Javaansche Lexicographie: Woorden, Voorkomende in de Calon Arang.” BKI . 90. 157-165.
Hooykaas, C. 1933. Proza en Poezie van Oud Java. N.V.P. Noordhoff-Martinus Nijhoff. Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Poerbatjaraka, R. M. Ng. 1926. “De Calon Arang”. BKI . 82. hlm. 110-180. Santoso, Soewito terj.. 1975. Calon Arang: Si Janda dari Girah. Jakarta: Balai Pustaka.
Santiko, Hariani. 1987. Kedudukan Bhatari Durga di Jawa pada Abad X-XV. Disertasi:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia Sawitri, Cok. 2007. Novel Janda dari Jirah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Suastika, I Made. 1997. Calon Arang dalam Tradisi Bali. Disertasi diterbitkan.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Sumber I nternet: http: bukuygkubaca.blogspot.com, http: www.perca.blogdrive.com,
www.webpages.uidaho.edu -rfrey PDF
Catatan:
1
Schismogenesis is a process of differentiation in the norms of individual behaviour resulting from cumulative interaction between individuals Bateson, 1958: 175.
2
Ditampilkan dalam wujud raksasa perempuan yang mengerikan. I a digambarkan memiliki rambut gimbal panjang, mata membelalak, lidah yang menjulur panjang sampai ke perut, taring yang besar dan tajam, dan
payudara yang menggelayut. Dalam tradisi Bali, kehadiran Rangda sering dipertentangkan dengan Barong.
3
Kapan pastinya teks itu ditulis tidak diketahui. Orang hanya bisa memperkirakan waktu peristiwa yang terjadi dalam kisah ini adalah pada masa pemerintahan Raja Airlangga, yaitu abad 11 Masehi. Di samping itu, ada
sebuah prasasti berbahasa Sansekerta Prasasti Calcutta, tahun 1032 M yang menyebut raja Airlangga berperang dengan seorang raksasa perempuan pada tahun Saka 954. Poerbatjaraka menafsirkan “perempuan
sangat sakti seperti raksasi” itu adalah Calon Arang lihat Hariani Santiko, 1987:230
4
Cok Sawitri menjelaskan bagaimana ia harus menjalani proses ritual tertentu untuk dapat mempelajari teks- teks Calon Arang.
5
Poerbatjaraka, “De Calon Arang”,1926.
6
Diantaranya adalah C. Hooykaas 1933 dan J. Gonda 1933
7
Lihat I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Agama Hindu, hlm. 239-325
9
Bagi orang awam, mitos adalah sesuatu yang benar terjadi, suatu kebenaran. Northrop Frye via Umar Junus 1981 menyatakan bahwa mitos memiliki dua fungsi. Pertama bertugas mengukuhkan sesuatu yang
disebutnya mitos pengukuhan myth of concern. Mitos jenis ini biasanya terdapat di dalam karya sastra klasik. Kedua bertugas untuk merombak sesuatu, yakni suatu mitos pembebasan myth of freedom. Mitos
pendobrakan ini umumnya kita jumpai dalam karya sastra modern.
10
Gregory Bateson melakukan penyelidikan tentang kebudayaan I atmul dan berhasil membangun suatu model sintagmatik tentang dualitas simbolik. Hasil penelitian Bateson ini terdapat dalam buku Naven 1958. Teori
Schismogenesis didasarkan pada teori sistem sibernetik:…”consider a positive feedback loop in which A is acting on B acting on A acting on B and so on, each loop amplifying the action on the other, resulting in
progressive disorder and increasing entropy. The entire system, A dan B, will inevitable collapse, unless the loops are broken.” www.webpages.uidaho.edu -rfrey PDF Diunduh 20 Januari 2012.
87
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
11
Schismogenesis
secara harafiah bermakna creation of division. I stilah ini berasal dari bahasa Yunani skhisma membelah dipinjam dari bahasa Inggris schism division into opposing factions,
dan genesis generation, creation diturunkan dari istilah gignesthai be born or produced, creation, a coming into being. en.wikipedia.org wiki schismogenesis, diunduh 20 Januari 2012
88
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
PEMBELAJARAN SASTRA POPULER DALAM PENGENALAN KESETARAAN DAN KEADI LAN
GENDER PADA TI NGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS
Siti Hikmah.S.Pd, M.Pd dan Dra. Nurhaeda Gailea M.Hum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
Abstrak
Akhir-akhir ini tingkat kekerasan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sebagaimana tayangan berita yang diberitakan baik dikoran maupun siaran Televisi menggambarkan tingkat
kekerasan semakin meningkat. Tingkat kekerasan dikalangan remaja yaitu perkelahian antara sekolah maupun sesama sekolah, atau terjadi pelecehan terhadap kaum perempuan. Oleh karena
itu, tugas guru tidak terlepas dari tanggung jawab sebagai seorang pendidik untuk dapat memikirkan cara mengatasi permasalahan yang terjadi dikalangan pelajar. Untuk itu nilai-nilai moral lebih
dikedepankan dalam poses belajar mengajar lewat pembelajaran sastra populer dengan mengangkat pengenalan kesetraan dan keadilan gender. Hal ini telah tercamtum dalam peraturan pemerintah
melalui Departemen Pendidkan Nasional merespon masalah demokrasi, hak asasi manusia, gender. Masalah tersebut ditayangkan dalam kurikulum 2004 yang dikenal dengan KBK Kurikulum Berbasis
Kompentensi. Pengenalan kesetaraan dan keadilan gender tidak ada mata pelajaran khusus ditingkat sekolah Menengah Atas, oleh karena itu lewat novel-novel populer melalui kegitan apresiasi dapat
dikenalkan pada anak didik. Pembelajaran sastra adalah dapat membangkitkan potensi siswa. Memperkenalkannya pada karya yang dapat memperlias dunianya, memberinya pilihan dan
alternative serta tanggung jawab. Sehingga siswa mempunyai pengalaman yang bervariasi dan berkarakter. Penyajian materi sastra secara tidak langsung dapat mengasah, khususnya sikap dan
karakter siswa lebih bermoral sebab akhir-akhir ini banyak terjadi tingakat kekerasan dikalangan remaja. Oleh karena itu penyajian kegiatan apresiasi sastra seorang guru dituntut lebih kreatif
menyajikan materi yang tidak membosan bagi siswa, contohnya menyajikan puisi dengan membawa sekuntu bunga mawar untuk membahas subjek ‘Cinta” atau apresiasi karya novel dapat disajikan
karya-karya yang lagi booming. Penyajian materi seorang guru melakukan observasi untuk memperoleh menu yang lezat dan nikmat sehingga ini lebih menarik dan bermanfaat. Karya-karya
novel dapat digunakan tidak saja karya-karya lama tetapi juga novel populer atau saat kini. Untuk memperoleh nilai-nilai kesetaraan gender perlu seorang guru memilih novel-novel yang mengangkat
pembelajaran kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan sehingga dapat diharapkan siswa akan mengenal nilai budaya yang tidak memberi hak dan kesempatan yang sama antara perempuan dan
laki-laki dalam keluarga maupun didalam masyarakat. Pandangan tersebut sudah perlu digeserkan dalam pemahaman generasi muda.
Kata kunci
: kekerasan, kesetaraan, keadilan, gender, novel populer, apresiasi. RUU, KKG.
A. PENDAHULUAN