51
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
REFLEKSI PENCAPAI AN I DENTI TAS DI RI REMAJA DALAM KARYA TEENLI T
Muhammad Al- Hafizh,S.S.,M.A.
Fakultas Bahasa dan Seni, UNP Padang
Abstrak
Dalam ilmu sastra, karya sastra tidak hanya dimaknai sebagai hasil pengalaman estetis dan imajinasi pengarang, tetapi merupakan karya yang penuh dengan pengalaman kehidupan dan
ekspresi semangat zaman dimana karya sastra tersebut lahir. Melalui karya sastra, pembaca dapat menemukan pengalaman hidup, mengambil nilai-nilai dan pesan-pesan moral dan selanjutnya
digunakan untuk membangun karakter dan identitas diri. Di samping itu, karya sastra juga dianggap sebagai cermin kehidupan masyarakatnya. Karena cermin itu meniru apa yang dicerminkannya,
sastra dianggap sebagai mimesis atau tiruan untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada yang ditiru. Jadi, bisa dikatakan bahwa sastra merupakan tanggapan evaluatif terhadap kehidupan. Salah
satu genre karya sastra yang cukup diminati oleh remaja I ndonesia saat ini adalah sastra remaja teenlit. Sehubungan dengan hal tersebut, karya sastra remaja teenlit dan chiklit dapat dikatakan
sebagai cerminan masyarakat remaja I ndonesia saat ini. Tulisan ini mengupas tentang gambaran identitas yang dicapai oleh remaja I ndonesia yang terefleksi dalam karya sastra remaja. Dalam
tulisan ini akan dibahas empat kondisi pencapaian identitas diri remaja yang terefleksi dalam teenlit; kondisi kebingungan pencarian identitas I dentity Diffused, kondisi penyisipan identitas oleh orang
disekitar remaja tersebut berada I dentity Foreclosure, kondisi menunda untuk memilih identitas di antara banyak alternatif identitas yang ada Identity Moratorium, dan kondisi mengevaluasi
sejumlah alternatif dan pilihan memutuskan sendiri pilihan yang akan dilakukan I dentity Achievement. I dealnya, keempat kondisi pencapaian identitas ini harus mampu dipahami sebagai
seorang tenaga pendidik psikolog remaja orang tua, sehingga mampu membawa remaja kepada pencapaian identitas sampai ia dapat menemukan jati dirinya.
Kata kunci
: remaja, identitas, sastra remaja
A. PENDAHULUAN
Sebuah karya sastra sastra tidak lahir dalam suatu kekosongan budaya. Karya sastra tersebut diciptakan karena dibutuhkan oleh manusia. Minimal ada dua fungsi yang
karya sastra dalam kehidupan yaitu untuk menghibur entertainment dan memberikan manfaat nilai-nilai pembelajaran bagi manusia didactics. Sastra menghibur dengan cara
menyajikan keindahan dan imajinasi, selain itu sastra juga memiliki unsur didaktis sebagai sarana untuk menggambarkan semangat zaman serta nilai-nilai yang berkembang di
tengah masyarakat nya. Dalam mengkomunikasikan peran menghibur dan merefleksikan masyarakatnya,
minimal ada
tiga komponen
yang berperan
penting dalam
mengkomunikasikan fungsi tersebut; pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra itu sendiri sebagai isi pesan, dan pembaca sebagai penerima pesan yang tersirat dalam karya
sastra. Banyak perbedaan pendapat yang terjadi di antara ilmuwan tentang fungsi karya sastra sebagai sebatas fungsi seni dan fungsi karya sastra sebagai unsur didaktis. Dalam
sejarah kesusasteraan I ndonesia pernah terjadi polemik kebudayaan pada tahun 1930 antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane. Mereka berbeda pendapat tentang
kesenian dan karya seni.
52
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Ada terdapat dua pendapat yang berbeda waktu itu, satu pihak berpendapat seni adalah untuk seni dan pihak yang lain berpendirian bahwa sastra harus mampu
memberikan pelajaran tentang kehidupan. Pihak pertama lebih menekankan unsur seni atau keindahan yang terdapat dalam karya sastra, sedang pihak kedua berpandangan
bahwa suatu karya sastra harus mengandung pelajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. Masing-masing pendapat tentu ada pengikutnya. Di antara kedua pendapat
tersebut tentu tidak perlu dicari mana benar dan yang mana salah. Yang jelas dari peristiwa tersebut tersirat makna bahwa sastra dianggap sesuatu yang penting bagi
kehidupan manusia. Dalam perspektif teori sastra karya sastra merupakan dunia imajinatif yang selalu
terkait dengan kehidupan sosial. Goldmann 1978 menjelaskan bahwa sastra selalu berhubungan dengan kehidupan sosial, intelektual, politik, dan ekonomi pada saat karya
itu dilahirkan. Di samping itu, karya sastra juga dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial Luxemburg, dkk, 1989: 23. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma zaman tersebut. Damono 1979 menyebutkan bahwa karya sastra adalah produk pengarang yang hidup di lingkungan sosial, ia
menjelaskan bahwa karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra berada di tengah-tengah masyarakat karena sastra
itu sendiri diciptakan oleh pengarang yang sekaligus juga sebagai anggota masyarakat. Pengarang melahirkan karya-karyanya karena ingin menunjukkan berbagai fenomena
sosial yang terjadi di masyarakat, kepincangan sosial serta berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Abram 1971 menganalogikan bahwa karya sastra merupakan cermin mirror. Maksudnya adalah merefleksikan kondisi dari masyarakat dengan ditambah oleh imajinasi
pengarangnya. Karya sastra adalah produk pengarang yang hidup di lingkungan sosial, ia menjelaskan bahwa karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra berada di tengah-tengah masyarakat karena sastra itu sendiri diciptakan oleh pengarang yang sekaligus juga sebagai anggota masyarakat.
Pengarang melahirkan karya-karyanya karena ingin menunjukkan berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, kepincangan sosial serta berbagai bentuk
penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seiring dengan dinamika perkembangan zaman, jenis-jenis genre karya sastra
juga semakin berkembang. Di antara karya sastra yang digemari oleh masyarakat pembaca I ndonesia khususnya remaja saat ini adalah teenlit. I stilah teenlit berasal dari
kata teenager dan literature. Teenager berarti anak yang berumur 13 hingga 19 tahun. Literature berarti kesusasteraan, buku-buku, atau bacaan. Berdasarkan penjabaran ini,
secara sederhana tennlit dapat didefinisikan sebagai bacaan untuk mereka yang berusia
antara 13 hingga 19 tahun. Dalam masyarakat Indonesia, mereka yang berusia antara 13 hingga 19 tahun biasa disebut remaja. Umumnya, remaja masih duduk di bangku sekolah
menengah SMP dan SMA atau tahun-tahun pertama bangku kuliah. Remaja ini pulalah yang menjadi pangsa pasar teenlit karena buku-buku teenlit berisi tentang remaja,
mengenai kisah percintaan, romantisme, dan lingkup kehidupan remaja itu sendiri dari anak SMP sampai dengan anak kuliahan. Teenlit memiliki karakateristik yang unik .
Menurut Nilsen and Donnelson 2000 ada beberapa karakter sastra remaja yang membuat ia berbeda dengan karya sastra lainnya. Ciri-cirinya antara lain; tokoh
53
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
protagonis selalu remaja, tokoh orang dewasa terkadang dimarjinalkan, menggunakan gaya bahasa remaja atau slang, menceritakan gaya hidup dan sifat-sifat remaja.
Masyarakat remaja Indonesia usia yang mencapai 36 juta jiwa merupakan potensi yang cukup besar untuk menjadi pembaca karya sastra, sekaligus mereka menjadi pasar
potensial bagi segala macam produk, termasuk di dalamnya produk sastra. Sebagai cermin budaya remaja, teenlit juga turut merefleksikan dinamika remaja dalam mencari
identitasnya. Masa-masa remaja tidak sekadar masa-masa ceria belaka, tetapi juga masa- masa kritis pencarian jati diri. Tulisan ini membahas tentang bagiamana pencapian
identitas remaja dalam teenlit I ndonesia dengan mengambil studi kasus pada kumpulan cerita Skenario Dunia Hijau karya Sitta Karina.
B. PEMBAHASAN