Pemilahan Kayu dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi

19 Tabel 2. Kuat Acuan Kayu Konstruksi untuk Tiap Kelas Mutu Menurut RSNI 2002 Kode Mutu Modulus elastisitas Lentur Ew x1000 kgcm 2 Kuat Lentur Fb Kuat Tarik Sejajar Serat Ft Kuat Tekan sejajar serat Fc Kuat Geser Fv Kuat Tekan Tegak lurus serat Fc ⊥ E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 660 620 590 560 540 520 470 440 420 380 350 320 300 270 230 200 180 600 580 560 530 500 470 440 420 390 360 330 310 280 250 220 190 170 460 450 450 430 410 400 390 370 350 340 330 310 300 280 270 250 240 66 65 64 62 61 59 58 56 54 54 52 51 49 48 46 45 43 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 110 100 90 Sumber : RSNI 2002 Desain nilai tegangan ijin menurut PKKI maupun SKI menggunakan format ASD Allowable Stress Design, sedangkan dalam desain SNI di Indonesia menganut format LRFD Load and Resistance Factor Design sehingga nilai desain bagi sifat kekuatan kayu harus ditetapkan dalam format baru.

2. Pemilahan Kayu dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi

Sifat mekanis kayu merupakan salah satu sifat yang dapat dipakai untuk menduga kegunaan suatu jenis kayu. Beberapa sifat mekanis kayu untuk menilai kekuatan kayu adalah : a. Keteguhan kayu, ialah kemampuan kayu dalam menahan beban atau gaya yang diberikan padanya. Sifat keteguhan kayu meliputi : Keteguhan lentur, Keteguhan tekan tegak lurus arah serat, Keteguhan tekan sejajar arah serat, Keteguhan geser sejajar arah serat, Sifat keuletan dan Sifat kekerasan. b. Sifat Elastisitas Kayu, ialah ketahanan kayu terhadap perubahan bentuk saat beban atau gaya diberikan kemudian kayu kembali ke bentuk semula. Dalam mempelajari sifat mekanis kayu terdapat batasan dasar yaitu tegangan distribusi gaya per satuan luas dan regangan perubahan panjang per unit panjang bahan. Hubungan tegangan dan regangan ini berbentuk kurva berbanding lurus. 20 Sifat mekanis terutama nilai MOE dan MOR dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Sifat kekakuan, yang dinyatakan dalam bentuk Modulus of Elasticity MOE. Nilai MOE ini menyatakan kekakuan kayu, keadaan bentuk dan posisi penampang bahan serta posisi pembebanan pada kayu tersebut. Ditinjau dari segi posisi pembebanan pada kayu, nilai MOE dibagi menjadi 2 sesuai cara yang digunakan sebagai berikut : 1 Pembebanan cara terpusat di tengah center loading. Dimana pemberian beban dilakukan di satu titik tepat di tengah-tengah bentang kayu uji. Rumus MOE yang digunakan adalah : 1 dimana : MOE = Modulus of Elasticity kgcm 2 2 Pembebanan cara Two Load Point Loading ΔF = Beban yang diberikan kg L = Jarak sangga cm Δy = Lenturan yang timbul cm b = Lebar balok cm h = Tebal atau tinggi balok cm Rumus MOE yang digunakan untuk pembebanan cara Two Load Point Loading adalah : 2 b. Tegangan patah pada beban maksimum fiber stress at maximum load, yaitu tegangan yang terjadi pada saat benda tersebut patah. Nilai ini merupakan sifat kritis kayu yang disebut Modulus of Rupture MOR atau Modulus Patah. Rumus untuk menghitung Modulus Patah adalah sebagai berikut : 1 MOR untuk Center Loading : 3 2 MOR untuk Two Load Point Loading : 4 dimana : Fmax = Beban maksimal hingga contoh uji rusak kg 21 Variabilitas kayu sangat tinggi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan selama pertumbuhan. Variabilitas ini juga terjadi pada sifat mekanis kayu yang dicirikan dua sifat penting yaitu kekakuan lentur MOE dan keteguhan lentur patah MOR. Kekakuan lentur kayu konstruksi di pasaran kayu bangunan Indonesia berkisar pada selang yang sangat lebar yaitu antara 30.000 – 260.000 kgcm 2 , atau bedanya mencapai 6 – 9 kali kekakuan kayu terlentur. Kekakuan kayu terkuat MOR yang mampu mencapai sekitar 1.200 kgcm 2 a. Pemilahan Visual bisa mencapai 11 – 13 kali dibanding yang terlemah Surjokusumo dan Bachtiar, 2000 Penetapan nilai kekuatan karakteristik untuk setiap jeniskelompok jenis, secara ekonomis ataupun sumberdaya sangat merugikan karena justifikasi kekuatan jauh di bawah kemampuan kayu yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan penggunaan dimensi kayu untuk suatu beban tertentu menjadi lebih besar dibanding yang dibutuhkan, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya. Karena itu pemilahan guna penentuan kelas mutu grading dikembangkan dengan mencari variabel selain jenis sebagai dasar pengkelasan mutu. Variabel alternatif tersebut diharapkan dapat diukur dengan mudah tanpa merusak kayu dan mempunyai korelasi yang tinggi dengan sifat kekuatan kayu. Berat jenis dan MOE memenuhi kedua syarat tersebut dengan baik. Menurut Gloss 1994 dalam Surjokusumo dan Bachtiar 2000 berat jenis berkorelasi dengan MOR sebesar 0,5 dan MOE sebesar 0,7 – 0,8. Maka MOE diharapkan dapat digunakan sebagai variabel tunggal untuk menduga kekuatan kayu. Namun, koreksi terhadap jenis masih perlu dilakukan meski asumsi dasarnya MOE dapat menduga MOR secara regardless species. Untuk kemudahan, setiap potong kayu yang memiliki sifat mekanis serupa dipisah atau dikelompokkan ke dalam kelas yang disebut dengan kelas mutu stress grade. Kelas mutu tersebut dicirikan oleh satu atau lebih standar penyortiran, sekumpulan sifat mekanis yang diijinkan untuk desain struktur dan sebuah nama kelas mutu yang khas. Sifat mekanis yang diijinkan tergantung kepada standar penyortiran dan faktor tambahan yang tidak berkorelasi dengan standar penyortiran. Dalam pengkelasan mutu, sifat yang diperlukan sebagai standar penyortiran adalah modulus elastisitas, keteguhan tekan, tarik dan geser sejajar serat, keteguhan tekan tegak lurus serat dan keteguhan lentur patah. Saat ini dikenal dua sistem pemilahan kayu yaitu pemilahan visual dan masinal. Pemilahan visual menganggap bahwa sifat kayu gergajian berbeda dari sifat kayu bebas cacat karena terdapat karakteristik pertumbuhan yang berpengaruh terhadap 22 sifat tersebut. Karakteristik pertumbuhan digunakan untuk menyortir kayu gergajian ke dalam beberapa kelas mutu. Pemilahan visual didasarkan dua konsepsi yaitu: 1 Kekuatan kayu konstruksi berbanding lurus dengan kekuatan jenis kayunya dalam keadaan bebas cacat. Kekuatan ini hasil dari pengujian contoh kecil bebas cacat. 2 Reduksi kekuatan karena cacat kayu seperti miring serat dan lain-lain dinyatakan dalam rasio kekuatan yang menggambarkan besarnya pengaruh cacat tersebut. Dalam standar ASTM D 245 2005, karakteristik pertumbuhan yang digunakan sebagai standar penyortiran adalah miring serat, mata kayu, retak dan pecah, pingul dan seleksi berat jenisnya. Pada PKKI NI-5 1961 dan SII 0458 1981 karakteristik pertumbuhan yang digunakan sebagai standar penyortiran adalah mata kayu, pingul, miring serat, retak, pecah dan berat jenis. Dalam SKI C-b0-010 1987 memanfaatkan mata kayu, pingul, miring serat, retak, pecah, lubang gerek dan cacat gabungan dalam penyortiran kelas mutu kayu A dan B. b. Pemilahan Masinal Di Indonesia telah dikembangkan sistem masinal berupa mesin pemilah mekanis yang murah, sederhana dan mudah dioperasikan di lapangan yang disebut Mesin Pemilah Kayu Panter Plank and Sorter. Pada dasarnya Panter menduga kekuatan kayu dengan cara mengukur defleksi untuk beban tertentu dan kemudian dikonversi dalam bentuk persamaan hubungan menjadi suatu nilai modulus elastisitas dan keteguhan lentur patahnya. Persamaan tersebut adalah MOR = 109 + 0,00301 MOE- Panter Surjokusumo dan Bachtiar, 1999. Ada 2 cara untuk mengukur tegangan yang diperkenankan pada kayu, yaitu pengujian langsung dengan menghancurkan beberapa contoh uji dan pengujian tidak langsung dengan mengukur variabel sifat kayu yang berkorelasi dengan kekuatan kayu tanpa merusaknya non destructive test Surjokusumo dan Bachtiar, 2000. Beban yang diterima struktur dipengaruhi oleh tipe beban beban mati, beban hidup, beban angin dll, sudut dan perletakan beban. Besarnya beban juga dipengaruhi oleh interaksi antar elemen dalam sistem geometri struktur yang bersangkutan. Sedangkan kapasitas sebuah struktur ditentukan oleh kombinasi antara tipe material berkaitan dengan sifat-sifat mekanisnya, bagian-bagian dan bentuk geometri struktur section and geometry dan perilaku struktur dalam menerima beban performance. Sehingga proses desain struktur dipengaruhi oleh beban, bentuk geometri, kondisi lingkungan, material dan performance dari struktur. Pertimbangan ekonomi dan estetika menjadi kendala yang perlu diperhitungkan meskipun hal ini menjadi 23 prioritas berikutnya dalam pertimbangan keamanan dan kemampuan layan dari struktur Schodek, 1999. Suatu keadaan ketika struktur mulai mengalami ’kegagalan’ dalam memenuhi fungsinya disebut dengan limit state. Keadaan ini dicapai ketika demand sama dengan kapasitas. Ada 2 macam limit state yang dipergunakan untuk mendesain struktur, yaitu serviceability limit state dan safety limit state. Serviceability limit state berkaitan dengan kemampuan struktur dalam memberikan layanan fungsional struktur dalam menerima beban akibat penggunaan sehari-hari. Sedangkan safety limit state berkaitan dengan keamanan struktur akibat menerima beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan, ketidakstabilan dan kehilangan kesetimbangan. Schodek, 1999. Serviceability limit state memberikan batasan maksimum kondisi yang masih dapat ditoleransi berkaitan dengan kegagalan fungsi layan yang menyebabkan ketidaknyamanan penggunaan atau terganggunya keindahan arsitektural. Kondisi yang dibatasi serviceability limit state antara lain vibrasi dan defleksi. Desainer menggunakan serviceability limit state untuk menyatakan performance struktur sebenarnya dalam memenuhi fungsi layan sehari-hari. Dalam mendesain, kemampuan layan sebuah struktur dapat dibuat dengan presisi cukup baik tanpa berlebihan menggunakan bahan. Sedangkan safety limit state dapat dijelaskan secara statistik mengenai probabilitas kegagalan probability of failure atau sebaliknya probabilitas aman probability of survival. Dengan menggunakan statistik, dapat diduga keamanan struktur berdasarkan probabilitas yang terukur, guna mempertimbangkan margin keamanan yang rasional untuk mencegah terjadinya keruntuhan kerusakan. Ada dua format untuk menghitung kekuatan kayu, yaitu ASD Allowable Stress Design dan LRFD Load and Resistance Factor Design. 1. Format ASD Allowable Stress Design Format ASD merupakan format konvensional, diasumsikan tidak terdapat variabilitas beban sehingga setiap macam beban dianggap mempunyai pengaruh yang sama terhadap kayu. Tegangan ijin murni ditentukan oleh distribusi kekuatan kayu dan tidak ada distribusi beban. Konsep dasar format ASD adalah : Kd.Fx ≥ D + L, yang berarti beban hidup ditambah beban mati harus lebih kecil atau sama dengan tegangan ijin dikalikan dengan faktor lama pembebanan. Faktor lama pembebanan Kd dipilih 1,00 untuk lantai dan 1,25 untuk atap tanpa salju. Nilai tersebut diperoleh dengan asumsi lama pembebanan selama 10 tahun. Sedangkan tegangan ijin Fx merupakan kekuatan karakteristik kayu yang telah direduksi dengan faktor keamanan 24 sebagai faktor pengali, yakni sebesar 12,1 untuk softwood dan 12,3 untuk hardwood. Kekuatan karakteristik suatu jenis atau kelompok kayu merupakan 5 exclution limit terhadap distribusi populasinya. Pedoman SKI C-b0-010 1987 menerapkan metode ini dan menyajikan tabel tegangan ijin kayu konstruksi dalam 13 kelas mutu kayu yang disebut dengan TS Tegangan Serat 2. Format LRFD Load and Resistance Factor Design. Format LRFD merupakan format praktis, sederhana dan siap pakai bagi masyarakat perkayuan Amerika Serikat. Dasar penggunaan analisis keterandalan dalam menentukan faktor beban load dan daya tahan resistance untuk desain struktural mengacu kepada suatu diagram keamanan struktur. Standar ASTM D 5457 2004 mengijinkan dua cara perhitungan ketahanan referensi reference resistance yaitu prosedur reliability normalization dan format conversion. Reliability normalization merupakan prosedur LRFD yang dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat, sedangkan format conversion hanya mengalikan tegangan ijin allowable stress dalam format ASD dengan faktor konversi sebesar 2,16 ɸ. Karena itu format conversion tidak dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat. LRFD adalah metode desain struktural yang menggunakan konsep teori keterandalan dan memasukkannya ke dalam prosedur yang dapat dipakai oleh masyarakat desain. LRFD diadopsi dari metodologi Reliability Based Design RBD, tetapi prosedur kedua desain ini berbeda cukup nyata. RBD sering menghitung kuantitas berhubungan dengan keterandalan pada kondisi dan jangka waktu tertentu. Satu masalah dalam penerapan RBD untuk aplikasi struktural adalah perhitungan yang harus mengidealisasikan beban dan respon sistem struktural dalam mereduks i beban menjadi persamaan matematika. Proses idealisasi ini sangat menarik tetapi terlalu rumit dalam praktek. LRFD dikembangkan dengan memilih sebagian konsep dasar RBD dan mengembangkan sebuah format yang mirip dengan desain ASD. LRFD memberikan perbaikan dalam proses desain dibanding ASD, yaitu : 1 Pertimbangan variabilitas macam-macam beban saat menaksir faktor-faktor keamanan. 2 Pertimbangan konsekwensi atas aneka ragam modus potensi kerusakan pada struktur. 3 Nilai keteguhan material yang terkait dengan data hasil pengujian kapasitas elemen struktur 25 4 Pertimbangan variabilitas keteguhan. Standar yang terbit sebelum ASTM D 5457 2004 tentang tegangan ijin berbagai jenis produk berbahan kayu mengarahkan penggunaan ragam cara menghitung dugaan fifth percentile limits dari populasi. Angka tunggal ini menjadi dasar penetapan tegangan ijin. Sebaliknya RBD memerlukan definisi yang akurat tentang sebagian ekor bawah dari distribusi bahan dan sebagian besar ekor atas dari distribusi beban. LRFD memerlukan informasi lebih banyak seperti reference values dan variabilitas dibanding prosedur sebelumnya, namun secara substansial lebih sedikit dibanding RBD. Pengguna LRFD hanya memerlukan tipe distribusi dan parameter-parameter yang mencirikan distribusi tersebut. Pendugaan distribusi dan parameternya lebih akurat menggunakan sebagian ekor distribusi daripada seluruh distribusi, karena untuk aplikasi gedung hanya ekor bawah distribusi keteguhan dan ekor atas distribusi beban yang mungkin menyebabkan kerusakan. Simulasi menunjukkan bahwa tipe distribusi yang diasumsikan sangat berpengaruh dalam penghitungan faktor keteguhan LRFD. Perbedaan ini dikarenakan ketidakmampuan bentuk distribusi standar untuk mengepasmenyelaraskan ekor data dengan tepat. Dengan menstandarisasi tipe distribusi, prosedur ini memberikan nilai tengah yang konsisten untuk mendapatkan faktor-faktor yang diharapkan. Apalagi dengan mengijinkan pengepasanpenyelarasan ekor data, ini memberikan cara pengepasanpenyelarasan data dalam wilayah yang lebih superior daripada tipe distribusi lengkap. Tim pengembangan LRFD Amarika Serikat menyimpulkan bahwa Gromala, et al., 1994 : 1 Analisis keterandalan merupakan perangkat yang sangat berguna. Namun karena variabel yang berpengaruh terhadap keterandalan elemen struktur tidak dapat dikuantifikasi, maka tidak mungkin menghitung indeks keterandalan kecuali dalam pengertian relatif. 2 Karena metode analisis atau prosedur untuk menghasilkan parameter-parameter input belum distandarisasi, maka tidak tepat untuk menganjurkan penggunaan analisis keterandalan untuk menghitung nilai desain 3 Jika sebuah standar menawarkan target indeks keterandalan yang konsisten dengan pengalaman praktis dapat dikembangkan, dan jika standar tersebut memberikan referensi yang teliti untuk perhitungan keterandalan, maka mudah untuk menggunakan analisis keterandalan dalam memperoleh faktor normalisasi yang mengarah kepada nilai desain yang digunakan. 26 Berdasarkan hal tersebut, standar spesifikasi ASTM D 5457 2004 ini menghasilkan nilai desain dua pendekatan yaitu pendekatan format conversion dan pendekatan reliability normalization. Kedua pendekatan ini dalam praktek memberikan kepuasan dalam mencapai tujuan yang konsisten. Pendekatan reliability normalization memberikan kondisi yang teliti dan terstandarisasi sehingga indeks keterandalan dapat dicapai. 1 Format Conversion Format Conversion dilakukan untuk menghitung faktor aritmatik yang akan memberikan keadaan yang identik antara metode desain ASD dan LRFD. Untuk lenturan sederhana : ASD : C D .F.S A = D + L 5 LRFD μ . ɸ.Rn.S L = 1,2 D + 1,6 L 6 Dimana : C D = load duration factor ASD = time effect factor LRFD ɸ = resistance factor F = allowable stress Rn = reference stress S A,L = section modulus req ‘d ASD, LRFD D,L = dead load, live load Dengan menyelesaikan kalibrasi ditentukan S A = S L faktor konversi, K f Untuk mengkalibrasi satu kasus pembebanan, maka dapat dipilih perbandingan beban load ratio =LD dimana kalibrasi diinginkan, masukkan nilai-nilai numerik untuk parameter lain dan diselesaikan untuk mendapatkan K adalah : 7 f. Kepuasan kalibrasi dibuat dengan memplot K f memotong garis load ratio untuk dua beban yaitu beban lantai occupancy dan beban curah hujan rain, meneliti pembebanan yang paling umum untuk tiap kasus dan memilih suatu titik yang menyeimbangkan kelebihan dalam desain lantai dengan kekurangan desain atap. Pemilihan ini dapat diterima secara spasial karena memberikan keseimbangan yang beralasan dari kasus-kasus pembebanan dan spasial karena berakibat intuisi ahli teknik berkembang bahwa floor spans cukup konservatif. Akhirnya nilai numerik yang dipilih untuk faktor konversi 27 adalah 2,16 ɸ. Rasio ini diperoleh melalui penyelesaian aljabar dari Kf untuk LD = 3, = 0,80 dan K D 2 Reliability Normalization =1,15 Bahtiar, 2008. Konversi berdasarkan keterandalan dapat dilakukan melalui prosedur standar, yaitu : a Pemilihan nilai indeks keterandalan β yang ditargetkan b Pemilihan variabel untuk analisis yang diteliti c Pemilihan kasus-kasus pembebanan yang diamati termasuk bentuk distribusi, parameter, dan perbandingan beban. d Pelaksanaan analisis Ketika standar ini berkembang, pendekatan ini membutuhkan data keteguhan dalam suatu sel yang spesifik. Setiap sel membutuhkan pertimbangan keterwakilan dari sampel, teknik pengepasan distribusi yang baik dan pendugaan parameter. Permasalahan lain muncul untuk menguji validitas pengambilan data dan kebutuhan afirmasi ulang pada stabilitas populasi. Pendekatan di atas menghasilkan nilai desain untuk produk spesifik pada tata cara yang spesifik pula, namun penggunaannya dalam kontek yang berbeda sangat sulit. Metode alternatif, distandarisasikan dalam ASTM D-5457 2004, memanfaatkan prinsip-prinsip analisis keterandalan untuk menciptakan prosedur seragam yang lebih mudah diadaptasi untuk berbagai macam produk. Metode alternatif ini menganjurkan agar β target ditetapkan untuk kondisi harapan tertentu dan analisis dilakukan hanya pada variabel primer yaitu distribusi reference resistance, beban mati dan beban hidup. Kondisi harapan ditetapkan berdasarkan statistik pembebanan spesifik. Dalam metode ini nilai reference resistance dihitung dengan mengalikan dugaan fifth percentile dari populasi dengan reliability normalization factor, K R . Rn = K R .R 05 8 K R merupakan perbandingan sederhana antara faktor keterandalan hasil perhitungan dengan faktor konstanta yang telah ditetapkan dalam buku pegangan desain ɸ c , ɸ s , dan nilai K R Kayu bermutu struktural adalah kayu gergajian yang dapat digunakan untuk struktur bangunan. Jadi produk kayu rekayasa bermutu struktural adalah semua material yang berbahan dasar kayu atau serat kayu yang diolah sedemikian rupa sehingga mampu telah ditabelkan dalam ASTM D-5457 2004.

3. Produk Kayu Rekayasa Engineered Wood Products