Optimation of mangium wood utilization as component of the pre-fabricated seismic resistance house

(1)

OPTIMASI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia

mangium Willd) SEBAGAI KOMPONEN RUMAH

PREFABRIKASI TAHAN GEMPA

SULISTYONO

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :

” Optimasi Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) sebagai Komponen Rumah Prefabrikasi Tahan Gempa”

adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.

Bogor, Desember 2011

Sulistyono


(3)

ABSTRACT

SULISTYONO. Optimation of Mangium Wood Utilization as Component of the Pre-fabricated Seismic Resistance House. Under the supervision of SURJONO SURJOKUSUMO, OSLY RACHMAN and NARESWORO NUGROHO.

This research aimed to determine the value of the strength characteristics and strength distribution on ASD/LRFD as well as quality classes of 8 years mangium wood; to examine the characteristics of mangium logs and the processing process, with three most optimal sawing pattern and to find out the reliability and to investigate the behavior of shearwall mangium wood panels on the seismic resistance test.

Materials used were 60 pieces of 8 years mangium logs in 22-42 cm diameter and 210 cm length come from HTI PT Inhutani II, South Kalimantan Province. Samples than tested for the physical and mechanical properties, characteristics of wood and its determination of allowable stress based on format ASTM D 2555-06, ASTM D 2915-03 in ASD/LRFD following the RSNI (2002) and ASTM D 5457-04. Processing of wood involves the log gradings; optimization sawing sawmill with three patterns (conventional, live sawing and live sawing pattern on the MOP program) and the sawing process; drying process with a standard schedule International Finance Corporation (2008) and working processes for the manufacture of wood molding. Shearwalls are tested with racking test (ISO/DIS 22452-2009) using a monotonic lateral load and analysis by SNI 1726-2002. There are four shearwall design patterns size (6.8 x 120 x 240) cm consist of straight sheathing, diagonal sheathing, diagonal windowed sheathing and shearwall with diagonal doored sheathing.

Result showed that physical properties of Mangium wood such as moisture content reach 13.01% and specific gravity is 0.58. Mechanical properties of small clear specimen consist of average MOEs reach 126,960 kg/cm2, MOR 1,000 kg/cm2. Based on Full Scale-NDT data, MOE value reach 117,298 kg/cm2

The characteristics of mangium wood from PT Inhutani II are small diameter, many defects and most of their stem is not round to nearly round, tapered and straight which will affect the quality of the wood. The output result in sawn timber form are 70.9%, 73.5%, and 74.7% respectively; in rough lumber form in follows 44.9%, 42.4%, and 45.5%; in blanking form in follows 37.9%, 35.5%, and 38.2% and in lumber shearing form in follows 27.7%, 26.4%, and 28.3% each for conventional pattern, live sawing pattern and live sawing pattern on the MOP program. The highest output at the live sawing pattern on the MOP program, which is followed by conventional pattern and live sawing pattern. On the mangium wood drying process, a modified conventional method requires 30 days until 11% MC and 33 days until 9% MC. The cost of molding production process of tongue and groove lumber for the prefabricated house include the transportation costs reach Rp 3,845,495/m

, includes in II-III classes strength based on (NI-5 PKKI; 1961). Allowable stress in the term of Fiber Stress (FS) between FS 7 - FS 22 and the average at FS 12 (SKI C-bo-010:1987). Strength reference between E8 - E17 and the E12 on average (RSNI 2002). Mangium wood is so stiff and strong enough that can be recommended as a structural building materials in structures such as pre-fabricated wooden houses shearwall. Weibull distribution was chosen as the standard distribution for the mangium wood strength.

3

.

The testing result of shearwall indicated that lumber straight sheathing type is weaker than the diagonal sheathing type, but the process is easier and more flexible. The diagonal sheathing type is stronger and more rigid as it has a triangulation truss. Type A design is appropriate for a small seismic zone (2), type B, D, E1 and E2 are suitable for a medium seismic zone (3, 4) and type C for a big seismic zone (5).

Keywords: lumber shearing, mangium wood, monotonic load, pre-fabricated house, sawing patterns, shearwall.


(4)

RINGKASAN

SULISTYONO.Optimasi Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) sebagai Komponen Rumah Prefabrikasi Tahan Gempa. Dibawah bimbingan SURJONO SURJOKUSUMO, OSLY RACHMAN dan NARESWORO NUGROHO.

Kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia sangat tinggi akibat pertambahan jumlah penduduk dan bencana alam. Diperlukan pembangunan rumah layak huni, mudah dan cepat pembangunannya, bahan tersedia dan mudah dibuat berupa rumah prefabrikasi. Kayu banyak digunakan sebagai material bangunan karena sifat fleksibilitasnya sebagai bahan untuk konstruksi, kekuatannya cukup tinggi, ringan, mudah didapat, mudah dikerjakan, dapat diperbaharui dan berkelanjutan (ramah lingkungan) serta tahan gempa. Kayu Mangium dari HTI merupakan alternatif bahan konstruksi yang memenuhi syarat setelah pasokan dari hutan alam menurun. Perlu modifikasi berbagai elemen struktur dengan teknologi rekayasa bahan berupa pengolahan yang optimal dan rekayasa struktur untuk pembuatan komponen konstruksi rumah kayu prefabrikasi yang bersifat knockdown, kokoh dan tahan gempa.

Penelitian ini bertujuan menentukan nilai kekuatan karakteristik, tegangan ijin, reference resistance, distribusi kelenturan dan kekuatan dalam format Allowable Stress Design/Load Resistance Factor Design (ASD/LRFD) serta kelas mutu kayu Mangium umur 8 tahun, mengetahui karakteristik dolog Mangium dan proses pengolahannya, membandingkan 3 pola penggergajian yang paling optimal berupa nilai rendemen pada 4 tingkat proses pengolahan dan mengetahui keandalan serta perilaku shearwall kayu Mangium terhadap beban lateral monotonik pada rumah prefabrikasi tahan gempa.

Dilakukan pengujian sifat dasar (sifat fisis dan mekanis), karakteristik kayu dan penentuan tegangan ijin beserta kelas mutu kayu Mangium pada ukuran contoh kecil bebas cacat (CKBC) dan skala pemakaian (Full scale/FS) dari HTI PT INHUTANI II dalam Format ASD/LRFD. Penyusunan tegangan ijin dihitung dengan standar ASTM D 2555 untuk CKBC dan ASTM D 2915 untuk Full Scale. Penyusunan tegangan ijin dari format LRFD (CKBC/FS) menjadi format LRFD (FS) dihitung dengan standar ASTM D 5457, kemudian dilakukan pengkelasan mutu berdasarkan standar RSNI 2002.

Proses pengolahan kayu meliputi 4 kegiatan yaitu pemilahan log (grading log) berupa angka bentuk dolog; optimasi penggergajian berupa penerapan 3 pola penggergajian (pola konvensional, pola satu sisi, pola satu sisi dengan Model Optimasi Penggergajian (MOP)) secara proporsional dan proses penggergajiannya; proses pengeringan berupa metode konvensional yang dimodifikasi dengan skedul standar Instruksi Pengeringan Kayu Papan Mangium (International Finance Corporation) dan proses pengerjaan kayu untuk pembuatan molding yang meliputi kegiatan persiapan lumber, rough end process dan proses molding.

Pengujian kekuatan shearwall kayu Mangium sebagai komponen struktur rumah prefabrikasi meliputi kegiatan pembuatan benda uji shearwall berupa desain, pembuatan dan perakitan komponen, pemasangan alat ukur dan benda uji serta pengujian shearwall. Pada pengujian kekuatan shearwall, ada 4 pola desain berukuran (6,8 x 120 x 240) cm, yang meliputi : shearwall utuh dengan pola papan horisontal (straight sheathing), shearwall utuh dengan pola papan diagonal (diagonal sheathing) sudut 45o

Nilai sifat fisis kayu Mangium umur 8 tahun berupa kadar air (KA) rata-rata 13,01 % dan berat jenis (BJ) rata-rata 0,58. Nilai sifat mekanis data CKBC berupa Modulus of Elastisitas statis (MOEs) rata-rata 126.960 kg/cm

, shearwall berjendela dengan pola papan diagonal dan shearwall berpintu dengan pola papan diagonal. Pengujian shearwall dengan uji racking (ISO/DIS 22452) berupa beban lateral monotonik dan perhitungan gaya gempa dengan analisis gempa static ekuivalen (SNI 1726).

2


(5)

1.000 kg/cm2 dan berdasarkan data Full Scale - Non Destructive Test (FS-NDT) nilai MOE rata-rata sebesar 117.298 kg/cm2

Karakteristik dolog kayu Mangium dari PT INHUTANI II sebagai jenis tanaman cepat tumbuh berdiameter kecil, banyak cacat dan sebagian besar batangnya tidak bundar sampai hampir bundar, taper dan lurus akan mempengaruhi kualitas kayu pada proses penggergajian. Hasil rendemen untuk Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi program MOP dalam bentuk sawn timber berturut-turut 70,9 %, 73,5 %, dan 74,7 %; bentuk bilah/rough lumber berturut-turut 44,9 %, 42,4 %, dan 45,5 % ; bentuk blangking berturut-turut 37,9 %, 35,5 %, dan 38,2 % dan bentuk lumber shearing berturut-turut 27,7 %, 26,4 %, dan 28,3 %. Rendemen aktual pada semua bentuk hasil penggergajian yang diperoleh dari pola satu sisi dengan MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya. Proporsi lumber shearing yang dibuat berdasarkan bentuk bahan bakunya, yaitu molding kayu utuh (solid wood) rata-rata diatas 70 % dan molding sambung (laminating edge to edge) rata-rata kurang dari 30 % pada semua pola penggergajian yang diterapkan. Kualitas papan laminasi lebih baik dibanding papan solid, tetapi prosesnya lebih banyak walau biaya yang dibutuhkan tidak berbeda nyata. Nilai rendemen ini masih mengikutsertakan cacat-cacat yang dianggap bukan merupakan cacat, karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rendemen adalah ukuran dan kualitas kayu bulat, pola pengergajian dan angka bentuk terutama taper.

. Kayu Mangium ini termasuk kelas kuat II – III (PKKI). Nilai tegangan ijin berupa Tegangan Serat (TS) antara TS 7 - TS 22 dan rata-rata di TS 12 (SKI C-bo-010:1987) dan kuat acuan lentur antara E8 - E17 dan rata-rata di E12 (RSNI), sehingga Kayu Mangium ini termasuk cukup kaku dan kuat. Pendugaan distribusi dan parameternya berdasarkan ASTM D 5457, lebih akurat menggunakan sebagian ekor distribusi daripada seluruh distribusi, karena untuk aplikasi struktur bangunan hanya ekor bawah distribusi keteguhan dan ekor atas distribusi beban yang mungkin menyebabkan kerusakan. Pada pengamatan distribusi kelenturan dan kekuatan, sebagai bagian paling menentukan kekuatan desain kayu, lebih dekat ke distribusi Weibull (sebanyak 4 buah yaitu pada MOE CKBC – NDT sekunder, MOE dan MOR FS - DT sekunder dan MOE FS – NDT sekunder) daripada distribusi normal (sebanyak 2 buah yaitu pada MOE CKBC – DT primer dan MOR CKBC – DT sekunder) maupun distribusi 3-Parameter Weibull (sebanyak 2 buah yaitu pada MOR CKBC – DT primer dan MOE CKBC – DT sekunder). Distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di Indonesia (Bahtiar, 2000) dan AS yang menetapkan distribusi Weibull sebagai distribusi standar (ASTM D 5457). Nilai reference resistance data sekunder pada ukuran FS lebih rendah karena adanya cacat-cacat di dalamnya dibanding nilai reference resistance pada data primer maupun data sekunder dari data CKBC, sehingga dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat yang akan menunjukkan kemungkinan kerusakan yang semakin kecil. Berdasarkan kelas mutu standar RSNI 2002, nilai MOE dan MOR kayu Mangium dari data primer CKBC-DT cukup kaku dan kuat, berdasarkan data sekunder CKBC-DT kurang kaku tetapi cukup kuat, berdasarkan data sekunder FS-DT cukup kaku namun kurang kuat serta berdasarkan data sekunder CKBC-NDT, data primer FS-NDT dan data sekunder FS-NDT layak untuk konstruksi karena cukup kaku. Berdasarkan kelas mutu tersebut, kayu Mangium direkomendasikan sebagai bahan bangunan pada konstruksi struktural seperti shearwall pada struktur rumah kayu prefabrikasi.

Jumlah cacat berdasarkan pola penggergajian konvensional, pola satu sisi dan pola satu sisi dengan MOP berturut-turut sebanyak 15,10 %, 19,79 % dan 24,88 % dengan rata-rata 20,07 % contoh uji pada semua pola penggergajian. Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi dan pola MOP presentase cacatnya lebih tinggi dibanding pola


(6)

konvensional karena menghasilkan kayu gergajian datar yang memiliki stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang relatif rendah terutama berupa cacat bentuk (mencawan) dan cacat serat terpisah (pecah terbuka, retak dan pecah tertutup).

Pada proses pengeringan kayu Mangium, metode konvensional yang dimodifikasi membutuhkan waktu 30 hari sampai KA 11 % dan 33 hari sampai KA 9 %. Metode konvensional yang dimodifikasi ini efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitas dan tidak merubah warna papan kayu Mangium. Waktu pengeringan metode konvensional yang dimodifikasi ini relatif cepat jika dibandingkan dengan metode konvensional, namun lebih lama jika dibandingkan dengan metode kiln drying, metode shed + kiln drying dan metode shed drying. Biaya proses produksi molding berupa lumber shearing tounge and groove rumah prefabrikasi berikut biaya transportasi ke pulau Jawa sebesar Rp 3.845.495,-/m3

Berdasarkan pengujian kekuatan shearwall pada kayu Mangium, lumber sheathing tipe straight sheathing lebih lemah dibanding diagonal sheathing namun pembuatannya lebih mudah. Tipe diagonal sheathing lebih kuat dan kaku karena mempunyai sifat triangulasi seperti sifat rangka batang (truss) dan lebih dapat menahan beban lateral. Komponen shearwall utuh dengan pola papan diagonal (B) dan komponen shearwall dengan pola papan diagonal utuh dan berjendela (C) mengalami kegagalan struktur karena adanya penurunan menahan beban secara drastis sebelum deformasinya mencapai 100 mm. Komponen shearwall lainnya yaitu tipe (A), (D), (E1) dan (E2) mengalami kegagalan servis kemampuan layan (serviceability failure) yang terjadi karena shearwall mempunyai sifat sangat daktail, dimana komponen belum runtuh walau deformasinya sudah mencapai 100 mm. Semua tipe shearwall berperilaku daktail parsial karena faktor daktilitasnya bernilai antara 1,01 sampai dengan 2,41. Perilaku daktil parsial sudah memenuhi 1,0 < < m, sehingga dalam perencanaan struktur rumah oleh perencana dapat memilih nilai sendiri sesuai yang dikehendaki.

.

Kerusakan pada shearwall tipe papan horisontal berupa pergeseran antar papan dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Kerusakan pada shearwall tipe papan diagonal berupa terbentuknya celah (gap) diantara susunan panel papan-papan diagonal bagian bawah dan rusaknya struktur akibat patah dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Pada shearwall tipe diagonal sheathing terjadi peningkatan nilai MOE dan MOR yang lebih besar dibanding shearwall tipe straight sheathing karena fungsi bracing diagonal berupa stress skin component tipe diagonal sheathing membuat struktur menjadi lebih kaku.

Desain shearwall tipe straight sheathing dari kayu Mangium sesuai untuk diaplikasikan pada zona gempa kecil, sedangkan desain shearwall tipe diagonal sheathing sesuai pada zona gempa kecil, sedang dan besar. Panel shearwall papan lumber shearing dari kayu Mangium dapat dimanfaatkan sebagai elemen struktural tahan gempa pada bangunan rumah tinggal, karena dapat bekerja dengan baik berdasarkan faktor kekuatan dan daktilitas yang diperlukan untuk rumah tahan gempa.

Berdasarkan sifat dasar dan pengkelasan mutu, optimasi penggergajian dan pengolahan kayu dan pengujian model komponen struktur shearwall beserta analisis perilakunya akibat pengaruh beban gempa, kayu Mangium umur 8 tahun dapat direkomendasikan sebagai komponen struktur bangunan kayu prefabrikasi Rumah Sederhana Sehat yang ramah lingkungan dan tahan gempa.


(7)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

OPTIMASI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia

mangium Willd) SEBAGAI KOMPONEN RUMAH

PREFABRIKASI TAHAN GEMPA

SULISTYONO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

Judul Disertasi : Optimasi Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) sebagai Komponen Rumah Prefabrikasi Tahan Gempa.

Nama : Sulistyono NIM : E.061020061

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Emiritus. Ir. H.M. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD

Prof. Riset. Dr. Ir. Osly Rachman, MS

Anggota Anggota

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS

Disahkan Oleh :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof.Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.


(10)

Penguji Luar Komisi :

Ujian Tertutup : tanggal pelaksanaan 10 November 2011 1. Dr. Ir. Tjipta Purwita, MBA

Direktur Hutan Tanaman PT Musi Hutan Persada Wakil Ketua Umum PERSAKI Pusat

2. Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS

Sekretaris Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ujian Terbuka : tanggal pelaksanaan 15 Desember 2011

1. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc.

Staf Pengajar Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Anita Firmanti, MT.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan Umum, Bandung


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun sebagai tugas akhir program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan judul penelitian “Optimasi Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) sebagai Komponen Rumah Prefabrikasi Tahan Gempa”

Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Prof. (Emeritus). Ir. H.M. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD, selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. (Riset). Dr. Ir. Osly Rachman, MS. dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS., selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, kritik, saran dan dorongan semangat selama proses studi doktoral yang dilakukan.

Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Budi Santoso selaku Direktur Utama PT INHUTANI II beserta jajaranya dalam pelaksanaan penelitian terutama berupa bantuan bahan log kayu Mangium, proses penggergajian, transportasi dan akomodasi selama penelitian, Managemen PT Pradipta Ratanindo sebagai lokasi pengolahan kayu dan kepada BPPS DIKTI yang telah memberikan dukungan dan kesempatan berupa beasiswa selama proses studi ini.

Ucapan terimakasih juga disampaikan pada pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi IPK dan kepada staf pada Laboratorium Keteknikan Kayu Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departeman Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Cileunyi Bandung. Tak lupa disampaikan ucapan terimakasih kepada Ir. Dwi Joko Priyono, MP., Efendi Tri Bachtiar, S.Hut, MSi, Admo Wibowo, SSi., Amin Suroso, ST. dan M. Irfan.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Tjipta Purwita, MBA dan Bapak Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc. dan Ibu Dr. Ir. Anita Firmanti, MT. sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka atas berkenannya memberikan masukan yang sangat berharga dan substansial serta saran-saran konstruktif yang diberikan bagi perbaikan disertasi ini.


(12)

Kepada keluarga besar (Alm.) Abdullah Siradj serta keluarga besar Ino Misno terimakasih atas dukungan dan do’a dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terimakasih kepada istri tercinta Dewi Nopianti, SH., serta ananda Aqshal Faiq Syawalilah dan Kaylanaya Syawalia Putri atas segala dukungan materiil dan spiritual serta pengertiannya hingga terselesaikan studi ini.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas semua kebaikan yang telah diberikan. Semoga penelitian ini dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga diperoleh informasi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi konstruksi bangunan kayu, khususnya pemanfaatan kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat sebagai bahan komponen struktur bangunan tahan gempa yang bisa dibuat dengan sistem prefabrikasi berdasarkan modul bangunan rumah, diimplementasikan secara knock down dan diproduksi secara masal.

Bogor, Desember 2011


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan pada tanggal 19 Mei 1971 sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan (Alm.) Abdullah Siradj dan Sulastri. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS DIKTI dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor diperoleh pada tahun 2002 di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa yang sama dari BPPS DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti sejak tahun 1996 hingga 2002, kemudian bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan sejak tahun 2002 hingga kini. Selama mengikuti program S3 penulis berkesempatan mengikuti beberapa kegiatan yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu Development of Hybrid Drying Using AF Heating and Hot Air “Room Temperature Setting Melamine Formaldehyde (MF) and Melamine Urea Formaldehyde (MUF) For Structural Use” di Sumedang, tahun 2002, Rapat Konsensus : Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (REVISI PKKI NI-5) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Bandung, tahun 2002, Seminar Masyarakat Peneliti Kayu (MAPEKI V) dan (MAPEKI XII) di Bogor tahun 2002 dan Bandung tahun 2009, The Fourth International Wood Science Symposium di Serpong, tahun

Selama mengikuti program S3 penulis telah membuat publikasi ilmiah terkait penelitian yaitu Optimasi Pemanfaatan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) sebagai Komponen Rumah Prefabrikasi Tahan Gempa yang dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Wanaraksa, Volume : 9, No. 1 Januari 2011. ISSN : 0216.0730 dan Uji Racking pada Panel Komponen Shearwall dari Kayu Mangium sebagai Struktur Rumah Prefabrikasi yang dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Wanaraksa, Volume : 10, No. 2 Juni 2011. ISSN : 0216.0730.

2002, Workshop Utilization of Small Diameter Logs from Sustainable Sources for Bio-composite Products di Bogor, tahun 2010 dan Diklat Auditor VLK Angkatan I di Bogor, bulan Maret 2011.


(14)

Penulis menikah dengan Dewi Nopianti, SH pada bulan Februari 2003 dan dikaruniai putra Aqshal Faiq Syawalilah pada bulan Desember 2003 dan putri Kaylanaya Syawalia Putri pada bulan November 2005.


(15)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………... i

DAFTAR TABEL……….………….….. v

DAFTAR GAMBAR……….……... vii

DAFTAR LAMPIRAN……….…………..…... ix

DAFTAR SINGKATAN DAN KONVERSI……….. x

BAB I. PENDAHULUAN……….…….…… 1

A. Latar Belakang ………..……….. 1

B. Tujuan ………... 3

C. Hipotesa………... 3

D. Manfaat ………... 4

E. Novelty ………... 4

F. Perumusan Masalah ………….………... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………..… 7

A. Deskripsi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)……… 7

1. Risalah Kayu Mangium……...……… 7

2. Sifat Dasar Kayu...……… 8

3. Keawetan dan Keterawetan..……….….. 10

4. Pengolahan Kayu Mangium……….…… 11

B. Keteknikan Kayu Konstruksi untuk Struktur Bangunan……….…. 15

1. Desain Struktur, Tegangan Ijin dan Standar Kualitas Kayu Konstruksi... 15

2. Pemilahan Kayu dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi.… 19 3. Produk Kayu Rekayasa (Engineered Wood Products)….……... 27

C. Rumah Kayu..………... 28

1. Persyaratan dan Keunggulan Rumah Kayu Sebagai Tempat Tinggal... 28

2. Komponen Rumah Kayu ……….…… 29

3. Komponen Dinding Geser (shearwall) ……….…..… 30

D. Rumah Prefabrikasi ...….………..… 31

1. Definisi dan Ruang Lingkup...………... 31

2. Sistem Pembangunan Rumah Prefab... 33

3. Keunggulan Rumah Kayu Prefab... 34

E. Bangunan Tahan Gempa…...………... 34

1. Prinsip Dasar Bangunan Tahan Gempa ....………... 34

2. Kaidah-kaidah Bangunan Tahan Gempa... 35

F. Desain Rumah..………... 36

1. Definisi dan Konsep Desain Rumah Modular....………….…… 36


(16)

ii BAB III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU

KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL

RUMAH PREFABRIKASI………. 37

A. Tujuan Penelitian………...…...… 37

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….…………..…… 37

C. Jenis Kegiatan Penelitian………... 37

1. Pengujian Sifat Dasar Kayu Mangium...………. 37

a. Bahan dan Alat Penelitian……….……… 37

b. Metode Penelitian……….……… 37

c. Analisis Data………....…….… 40

2. Penelitian Tegangan Ijin dan Pengkelasan Mutu Kayu Mangium sebagai Kayu Konstruksi dalam Format ASD/LRFD 41 a. Bahan dan Alat……….……… 41

b. Metode Pengolahan Data………...………... 41

c. Analisis Data……… 46

D. Hasil dan Pembahasan……….. 46

1. Pengujian Sifat Dasar untuk Menentukan Karakteristik Kayu Mangium………... 46

a. Sifat Fisis………...… 47

b. Sifat Mekanis………..………….………….…….… 48

c. Nilai Karakteristik dan Tegangan Ijin Kayu Mangium….… 52 d. Nilai Reference Resistance dengan Format ASD dan LRFD 54 e. Kelas Kuat Kayu Mangium……….….……. 55

2. Penelitian Tegangan Ijin dan Pengkelasan Mutu Kayu Mangium sebagai Kayu Konstruksi dalam Format ASD/LRFD 56 a. Distribusi Kelenturan dan Kekuatan Kayu Mangium…….. 56

b. Penyusunan dan Perbandingan Kekakuan dan Kekuatan Kayu Mangium Data Primer dan Data Sekunder dalam Format ASD dan LRFD……… 63

c. Kelas Mutu Kayu…….……….……… 69

E. Simpulan………...………...…… 71

BAB IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING...………..……… 73

A. Tujuan Penelitian...……… 73

B. Waktu dan Tempat Penelitian...……… 73

C. Jenis Kegiatan Penelitian...………...…… 73

1. Pengukuran dan Pemilihan Log (Grading Log) ...……..…… 73

a. Bahan dan Alat Penelitian...……….….… 73

b. Metode Penelitian...……….….… 73

2. Optimasi Penggergajian Log Kayu Mangium...…………..… 76


(17)

iii

b. Metode Penelitian...………...… 76

3. Proses Pengeringan ………...………... 81

a. Bahan dan Alat...………... 81

b. Metode Penelitian...………..… 81

4. Proses Pengerjaan Kayu untuk Pembuatan Molding...……… 84

a. Bahan dan Alat...………..… 84

b. Metode Penelitian...………..… 85

C. Analisis Data...………... 89

D. Hasil dan Pembahasan...………...…… 89

1. Pengukuran Dimensi dan Pemilihan Log (grading log)………. 89

a. Pengukuran Dimensi dan Pembagian Log untuk 3 Variasi Pola Penggergajian...….… 89

b. Pemilihan Log (grading log) berupa Angka Bentuk Dolog 90 2. Optimasi Penggergajian Log Kayu Mangium...………. 93

a. Proses Penggergajian...……...……...…… 93

b. Pola Penggergajian………...………..… 95

3. Proses Pengeringan ………...……….... 98

a. Modifikasi Metode Konvensional (air and kiln drying)…... 98

b. Skedul dan Hasil Pengeringan...……… 100

c. Macam-macam Cacat Teknis akibat Proses Pengeringan…. 104 4. Proses Pengerjaan Kayu Mangium untuk Pembuatan Molding 112 a. Proses Pengerjaan Kayu Mangium menjadi Lumber Shearing...………. 112

b. Rendemen...………...…… 116

5. Biaya Produksi Shearwall untuk Komponen Struktur Rumah Prefabrikasi...……….. 121

E. Simpulan...………... 122

BAB V. PENGUJIAN KEKUATAN SHEARWALL KAYU MANGIUM SEBAGAI KOMPONEN STRUKTUR RUMAH PREFABRIKASI...………..……… 125

A. Tujuan Penelitian...………... 125

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….…. 125

C. Bahan dan Alat Penelitian...……….…… 125

D. Metode Penelitian...………...… 125

1. Pembuatan Benda Uji...……….. 125

a. Desain Kayu Mangium sebagai Komponen Dinding Geser (Shearwall) ...………..… 125

b. Pembuatan Komponen Dinding Shearwall...….……….. 126

c. Perakitan Komponen Shearwall...……….…… 128

2. Pemasangan Alat Ukur...………... 129

3. Pengujian Shearwall dari Kayu Mangium sebagai Komponen Struktur Rumah Prefabrikasi...……… 130


(18)

iv

E. Analisis Data...………... 133

F. Hasil dan Pembahasan...……….. 135

1. Desain dan Perakitan Kayu Mangium sebagai Komponen Shearwall. ...………... 135

2. Pengujian Ketahanan Gempa pada Komponen Shearwall…….. 137

3. Hasil Pengujian Ketahanan Gempa pada Komponen Shearwall 139 a. Perilaku Kekakuan dan Kekuatan Shearwall...………… 139

b. Kegagalan Konstruksi...……….... 142

c. Daktilitas……….. 142

d. Deformasi/kerusakan...……….…... 143

e. Nilai Kekakuan (MOE) dan Kekuatan (MOR) Komponen Shearwall sebagai Balok Kantilever……… 145

f. Analisis Perilaku Komponen Shearwall Kayu Mangium Akibat Pengaruh Beban Gempa...………. 147

G. Simpulan...………....………... 151

BAB VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 153 A. Pembahasan Umum...……… 153

B. Rekomendasi...………... 167

BAB VII. SIMPULAN UMUM...………...………...… 169

DAFTAR PUSTAKA ...………... 171


(19)

v DAFTAR TABEL

No. Teks Hal

1 Tegangan Ijin setiap Kelas Mutu Menurut SKI C-bo-010:1987…... 18 2 Kuat Acuan Kayu Konstruksi untuk Tiap Kelas Mutu Menurut RSNI

(2002) ………... 19 3 Perbandingan Nilai Rata-Rata Sifat Fisis Kayu Mangiumdari Data

Primer dan Sekunder...……... 46 4 Nilai Rata-Rata Sifat Mekanis Kayu Mangium... 49 5 Perbandingan nilai karakteristik dan tegangan ijin kayu dari data primer

dan sekunder dalam bentuk CKBC / FS pada format ASD dan LRFD…… 53 6 Uji T antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC DT sekunder 63 7 Uji T antara MOR CKBC DT Primer dengan MOR CKBC DT sekunder 63 8 Uji T antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC NDT sekunder 64 9 Perbandingan Nilai MOR dan MOE ukuran CKBC dan FS pada data

primer dan data sekunder...………. 64 10 Model Matematik Hubungan antara Nilai MOE dan MOR untuk Kayu

Mangium………... 65 11 Skedul pengeringan untuk kayu Mangium ketebalan 25 mm...……….. 82 12 Rata-Rata Dimensi Log Kayu Mangium untuk 3 Pola Penggergajian ….. 90 13 Nilai Kebundaran Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian ... 91 14 Nilai Taper Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian …………... 91 15 Nilai Kelurusan Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian ... 92 16 Perbandingan rendemen kayu Mangium dari pola penggergajian

konvensional, pola satu sisi dan pola MOP...……….…. 97 17 Waktu pengeringan (drying time) metode konvensional (air and kiln

drying) yang dimodifikasi pada Proses Pengeringan Kayu Mangium... 100

18 Waktu pengeringan pada papan kayu Mangium dengan 5 metode

pengeringan di PT INHUTANI II...………... 101 19 Kategori dan Persentase Cacat pada Metode Penggergajian Saw Dry Rip

(SDR) pada Masing-masing Pola Penggergajian...……….……… 104 20 Volume dan Rendemen kayu Mangium pada masing-masing pola

pengergajian dan pada setiap tahapan produksi...……….. 117 21 Nama produk sebagai hasil dari setiap tahapan proses produksi

pembuatan molding dan mesin pembuatnya...……….... 119 22 Rekapitulasi Biaya Proses Produksi Lumber Shearing Rumah

Prefabrikasi...………... 121 23 Ukuran bukaan setiap bentuk shearwall………...……….. 129


(20)

vi 24 Perhitungan kekakuan dan kekuatan pada beberapa tipe komponenpanel

shearwall...………... 139

25 Perhitungan kekakuan (MOE) dan kekuatan (MOR) beberapa tipe komponenpanel shearwall...……….. 146

26 Perhitungan Beban Mati Efektif Bangunan Kayu Prefabrikasi...……... 147

27 Koefisien Gempa dari Spektrum Respon...……….... 147

28 Nilai Gaya Geser Horizontal Gempa...………... 148

29 Unjuk kerja (performance) panel komponen shearwall berdasarkan zona gempa...…... 149


(21)

vii DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal

1 Bagan Alur Pikir Penelitian ……….………… 5

2 Contoh uji kadar air, kerapatan, dan berat jenis ………...…... 38

3 Pengujian MOE dan MOR dengan one point loading...……….……… 40

4 Histogram hasil analisis cacat...………...……… 51

5 Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium umur 8 tahun berdasarkan data CKBC – DT primer...………. 57

6 Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium umur 8 tahun berdasarkan data CKBC – DT primer...…...………. 57

7 Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – DT sekunder...………...……….. 58

8 Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – DT sekunder...………...……….. 59

9 Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – NDT sekunder...……….... 60

10 Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium berdasarkan data FS – DT sekunder...………...……… 61

11 Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data FS – DT sekunder...………..….. 61

12 Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data FS – NDT sekunder...……….….. 62

13 Kegiatan pemotongan dolog dengan portabel chain saw...………….... 74

14 Bentuk-bentuk dolog (a) Kebundaran, (b) Taper dan (c) Kelurusan……...… 76

15 Pola Penggergajian Satu Sisi………... 78

16 Skema Proses Penggergajian ...……… 80

17 Skema Proses Pengeringan Kayu Mangium...……….……… 84

18 Skema Proses Pembuatan Molding...……….……. 88

19 Retak (checks) pada papan kayu gergajian Mangium...…. 106

20 Pecah tertutup (splits) pada papan kayu gergajian Mangium... 106

21 Pecah dalam (honeycomb defect) pada papan kayu gergajian Mangium... 106

22 Pecah terbuka (open split) pada papan kayu gergajian Mangium...…... 107

23 Belah (shake) pada papan kayu gergajian Mangium... 107

24 Mata kayu sehat (intergrown knots) pada papan kayu Mangium…...…… 108

25 Mata kayu busuk/lepas (encased knots) pada papan kayu Mangium...… 108


(22)

viii 27 Cacat bentuk mencawan (cupping) pada papan kayu gergajian Mangium.. 110 28 Kurvanilai rendemen pada setiap tahapan proses produksi pembuatan

molding pada masing-masing pola pengergajian...………. 119 29 Sistem Tounge and Groove untuk Dinding Shearwall………...…… 126 30 Bentuk-bentuk Desain Sambungan Papan Badan Miring Shearwall A, B,

C dan D...………...… 126 31 Penyusunan dan perakitan komponen shearwall …...……… 127

32 Shearwall utuh dengan pola papan mendatar (a), dan shearwall pola

papan diagonal yang utuh, berjendela dan berpintu (b), (c), (d) ...…….. 128 33 Setting Pengujian Panel Shearwall ...……...… 130 34 Prosedur pelaksanaan penerapan beban lateral (racking load) …...….. 131 35 Pengujian Kekuatan Mekanis Shearwall berupa Uji Racking...…... 132 36 Pelaksanaan Pengujian...………. 132 37 Komponen shearwall utuh dengan pola papan mendatar sebagai kontrol

(A) dan dengan pola papan diagonal (B) ...………. 136 38 Komponen shearwall dengan pola papan diagonal utuh dan berjendela

(C) dan papan diagonal utuh dan berpintu (D) ...………...…… 136 39 Komponen shearwall berjendela dan berpintu dengan pola papan

diagonal (E)...………... 136 40 Grafik perbandingan respon beban – deformasi komponen shearwall... 140 41 Pergeseran antar papan tangue and groove pada shearwalls tipe

horizontal (straight sheathing) akibat gaya

lateral... 144 42 Terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint) ...…… 144 43 Kerusakan struktur akibat patah dan terlepasnya rangka shearwall pada

titik-titik sambungan (joint) ...………... 144 44 Terbentuknya celah(gap) diantara susunan panel papan-papan diagonal


(23)

ix DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Hal

1 Dimensi Log, Angka Bentuk dan Pembagian Log secara Proporsional

pada Setiap Pola Penggergajian...……… 179 2 Volume dan Rendemen setiap Jenis Produksi pada Masing-masing Pola

Penggergajian...………... 182 3 Kategori dan Persentase Cacat Papan pada Metode Penggergajian Saw

Dry rip (SDR) pada Masing-masing Pola Penggergajian...……… 183 4 Jenis dan Jumlah Cacat pada Balok sebagai Rangka Shearwall………… 184 5 Data hasil pengukuran nilai strength ratio (SR) pada Balok sebagai

Rangka Shearwall………... 184 6 Jadwal pengeringan kayu Mangium berdasarkan IFC Advisory Services

Indonesia 2008...………... 185 7 Hasil Pengukuran Kadar Air dengan 2 Alat Moisture Meter dalam Proses

Pengeringan Kayu Mangium...……… 186 8 Hasil Penurunan Kadar Air dalam Proses Pengeringan Kayu Mangium

selama 24 Hari...………... 186 9 Rekapitulasi Biaya Proses Produksi Lumber Shearing Rumah

Prefabrikasi...………... 187

10 Sifat Fisis Kayu *)

11 Data Primer MOE dan MOR *)

12 Kelompok Data *)

13 Grafik Distribusi Kayu *)

14 Optimasi Pengolahan Kayu *)

15 Data Racking Shearwall *)

16 Foto-foto Hasil Penelitian *)


(24)

x DAFTAR SINGKATAN DAN KONVERSI

CKBC = Contoh Kecil Bebas Cacat

FS = Full Scale = Contoh Uji Skala Pemakaian KA = Kadar Air (%)

BKU = Berat Kering Udara (g) BKT = Berat Kering Tanur (g) VKU = Volume Kering Udara (cm3 BJ = Berat Jenis

)

ρ = Kerapatan kayu (g/cm3 ρ air = Kerapatan air sebesar 1 g/cm

)

3

pada kondisi suhu 4 0

MOE = Modulus of Elasticity = Modulus elastisitas = nilai kekakuan(kg/cm

C sebagai benda standar

2

MOEs = Modulus of Elastisitystatic = modulus elastisitas statis (kg/cm )

2

MOR = Modulus of Rupture = Modulus Patah = kekuatan lentur (kg/cm )

2

F = Beban hingga batas proporsi (kg)

)

F max = Beban maksimal hingga contoh uji rusak (kg) L = Panjang bentang (cm)

y = Defleksi (cm)

b = Lebar contoh uji (cm) h = Tinggi contoh uji (cm) I = Momen inersia

NDT = Non Destructive Test DT = Destructive Test

ASD = Allowable Stress Design = Desain Tegangan Ijin

LRFD = Load and Resistance Factor Design = Desain Faktor Beban dan Tahanan. R0,05 = Kekuatan karakteristik kayu, berupa nilai 5 % EL (Exclusion Limit)

= Tegangan ijin ASD dalam spesimen CKBC (kg/cm2) = Tegangan ijin ASD dalam spesimen Full Scale (kg/cm2

AF = Adjustment Factors = faktor penyesuaian, yang terdiri atas faktor keamanan dan faktor lama pembebanan normal.

)

SR = Strength Ratio = rasio kekuatan antara kayu lengkap dengan cacatnya terhadap kekuatan kayu tersebut apabila tanpa cacat (%).

TS = Tegangan Serat = Nilai Tegangan Ijin bagi setiap Kelas Mutu menurut SKI C-bo-010:1987


(25)

xi E = Kode Mutu Kuat Acuan Kayu Konstruksi untuk Tiap Kelas Mutu menurut RSNI

(2002)

SF = Special Factors, yang tergantung dari Size Effect (SE), Duration of load, jika pembebanan > 10 tahun, Treated wood/pengawetan, jika diawetkan dan Luas penampang tumpuan/sambungan.

Rn

= parameter skala weibull

= Reference stress = Tegangan referensi = kuat acuan.

p = persentil (5 % EL) α = parameter bentuk weibull Ω = data confidence factor CVw = Coeffıcient of Variation KR

d = Diameter rata-rata (cm)

= Reliability normalization factor

K = Kebundaran

T = Taper atau keruncingan dolog Lr = Kelurusan

v = Deviasi

SDR = Teknik Saw Dry Rip

R1 = Rendemen dalam bentuk papan sawn timber (%)

R2 = Rendemen dalam bentuk papan bilah/rough lumber (%) R3 = Rendemen dalam bentuk papan blank (%)

R4 = Rendemen dalam bentuk papan lumber shearingtounge and groove (%) R = Rendemen berupa papan hasil pembelahan (%)

Vkg = Jumlah volume tiap papan kayu hasil pembelahan (m3 Vd = Volume dolog (m

)

3

R

)

k

µ = Faktor daktilitas struktur gedung

= Kekakuan racking (racking stiffness) panel (kg/mm)

m = Simpangan maksimum struktur pada saat mencapai kondisi diambangkeruntuhan (mm) y = Simpangan struktur pada saat terjadinya keruntuhan pertama di dalam struktur (mm) V = Gaya geser horisontal gempa (kg)

C1

I

= Koefisien gempa

g

R

= Faktor keamanan struktur

d

W

= Faktor reduksi gempa


(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia sangat tinggi sekitar 900.000 sampai 1,2 juta unit/tahun akibat pertambahan jumlah penduduk dan bencana alam seperti tsunami, banjir, longsor, gunung meletus dan berbagai bencana alam lainnya (Puslitbangkim, 2006). Dalam keadaan normal diperlukan rumah dalam jumlah besar dan sekian rumah yang sudah tua harus direhabilitasi/diganti dengan yang baru serta berbagai kondisi bencana alam yang terjadi. Kebutuhan rumah sudah sangat mendesak, sehingga diperlukan usaha percepatan pembangunan rumah yang layak, mudah dikerjakan, bahannya tersedia dan harganya terjangkau oleh masyarakat.

Kondisi Indonesia sering terjadi bencana, sehingga diperlukan usaha untuk rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur termasuk perumahan bagi penduduk yang terkena bencana. Pertimbangan kondisi yang tidak normal akibat bencana ini diperlukan pembangunan rumah yang layak huni, tetapi mudah dan cepat pembangunannya, terjangkau, bahan tersedia di lokasi dan mudah dibuat serta memenuhi syarat rumah tinggal. Rumah sebagai tempat tinggal yang ideal harus memenuhi syarat : tahan cuaca, tahan organisme perusak, tahan gempa, aman dan nyaman dihuni, estetis dan arsitektural, sehat dan ramah lingkungan. Berdasarkan kondisi di atas, rumah prefabrikasi dari kayu bisa menjadi pilihan karena kecepatan pembangunannya, harga terjangkau dan bagian-bagian bangunan yang rusak bisa diganti secara parsial.

Indonesia merupakan kawasan rawan gempa sehingga menelan banyak korban akibat kegagalan konstruksi. Salah satu penyelesaian untuk bangunan tahan gempa yang praktis adalah menggunakan rumah prefabrikasi. Rumah prefabrikasi (disingkat prefab) adalah rumah yang konstruksi pembangunannya cepat karena menggunakan modul hasil fabrikasi industri (pabrik). Komponen-komponennya dibuat dan sebagian dipasang oleh pabrik (off site). Setelah semuanya siap, kemudian diangkut ke lokasi, disusun kembali dengan cepat, sehingga tinggal melengkapi utilitas (utility) serta pengerjaan akhir

(finishing). Beberapa manfaat lain adalah waktu konstruksi yang cepat, lingkungan

pembangunan yang bersih dan biaya yang lebih terjangkau. Rumah prefab dirancang berdasar atas modul, maka keleluasaan pemilihan desain menjadi terbatas pada apa yang telah tersedia, namun ini tidak mengurangi minat masyarakat untuk menggunakannya (Roychansyah, 2006).


(27)

2 Struktur bangunan berkayu memiliki stabilitas dan integritas struktur yang sangat tinggi. Hal ini karena kayu memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding berat

(strength to weight ratio) daripada baja dan beton yang memiliki berat lebih tinggi

daripada kayu, sehingga bangunan kayu umumnya lebih ringan. Sambungan-sambungan komponen bangunan kayu bersifat daktil dan tidak mudah lepas. Pada saat terjadi kerusakan pada salah satu komponen bangunan kayu dapat diatasi, karena kayu dapat mengambil ke posisi keseimbangan baru. Sifat-sifat demikian menyebabkan bangunan kayu lebih tahan terhadap gempa (Karlinasari dan Nugroho 2006).

Kayu banyak digunakan sebagai pilihan utama material bangunan karena sifat fleksibilitasnya. Kayu adalah salah satu bahan bangunan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk konstruksi rumah prefabrikasi, karena kekuatannya yang cukup tinggi, ringan, mudah didapat, muda h dikerjakan dan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat diproduksi secara berkelanjutan (ramah lingkungan).

Dengan adanya degradasi hutan alam, keberadaan kayu yang memenuhi syarat

baik kuantitas, kualitas dan ukurannya sebagai bahan bangunan semakin langka, sehingga perlu bahan pengganti alternatif berupa kayu-kayu yang dihasilkan oleh hutan tanaman

dari hutan rakyat dan hutan tanaman industri seperti kayu Mangium (Acacia mangium

Willd). Kayu Mangium merupakan sumberdaya alam terbarukan (renewable) karena

cepatnya pertumbuhan dan potensinya melimpah. Kayu Mangium mempunyai keunggulan diantaranya adalah batangnya bulat lurus, berkulit tebal agak kasar dan kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Kayu Mangium juga kuat, ulet, rata, ringan, keras, mudah dibentuk dan dikerjakan serta mempunyai penampilan kayu mewah (berserat halus dan berkesan raba seperti kayu jati). Pemanfaatan kayu Mangium sebagai

bahan bangunan dan furniture semakin beragam sehingga diperlukan teknologi untuk

meningkatkan kegunaannya, terutama untuk mengatasi kelemahan kayu Mangium seperti banyak mata kayu, diameter yang terbatas dan cacat split. Hal ini dapat dikendalikan dengan pola pengerjaan bahan kayu yang optimal dan penerapan teknologi pengolahan kayu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kayu agar sesuai dengan kebutuhan bahan baku kayu untuk perumahan.

Kayu Mangium memiliki prospek yang potensial berdasarkan sifat – sifat dasar kayunya dimana kekuatan kayu dapat diperhitungkan sebagai kayu konstruksi struktural melalui penerapan sistem masinal. Pada masa yang akan datang dengan perbaikan sifat yang dilakukan, termasuk perbaikan teknik silvikultur, diharapkan terjadi peningkatan sifat mekanis kayunya sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan dan tahan gempa.


(28)

3 Hingga saat ini kayu Mangium sebagian besar masih digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, dan hanya sedikit yang mengalokasikan untuk kayu pertukangan, sehingga terkendala pasokan bahan baku untuk pembangunan rumah prefab secara masal. Sebagai bahan bangunan, kayu Mangium memiliki kelemahan banyak mata kayu, diameter relatif kecil, kesilindrisannya relatif rendah dan adanya serat berpuntir meskipun bentuk dolog tergolong cukup bundar. Untuk mengatasi kelemahan ini diperlukan teknologi rekayasa bahan baku dengan penerapan pemilahan log, pola penggergajian, pengeringan dan pengolahan yang tepat guna meningkatkan rendemen dan efisiensi bahan. Kendala kayu Mangium sebagai bahan bangunan ini harus dilakukan teknologi baru untuk memodifikasi berbagai elemen struktur dengan teknologi rekayasa bahan dan rekayasa struktur untuk keperluan pembuatan komponen konstruksi rumah prefabrikasi kayu yang bersifat knockdown, kokoh dan tahan gempa. Agar lebih aplikatif, diperlukan desain dan pengujian model komponen struktur terpilih berdasarkan modul optimasi bahan dan perhitungan kekuatan berdasarkan analisa struktur sehingga dapat diproduksi secara masal dan berskala industri dengan sistem prefabrikasi.

B. Tujuan

1. Menentukan nilai karakteristik, tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu

Mangium umur 8 tahun sebagai bahan kayu struktural rumah prefabrikasi.

2. Melakukan penggergajian dengan Model Optimasi Penggergajian (MOP),

pengeringan dan pengolahan kayu Mangium, guna meningkatkan rendemen dan kualitas kayu untuk bahan komponen struktur rumah prefab.

3. Melakukan pengujian eksperimental keandalan shearwall kayu Mangium

terhadap beban lateral monotonik dan analisis perilakunya akibat pengaruh beban gempa pada rumah prefabrikasi.

C. Hipotesa

1. Karakteristik kayu Mangium umur 8 tahun berupa sifat dasar, tegangan ijin dan kelas mutu kayu memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi bangunan.

2. Kendala keterbatasan kayu Mangium sebagai bahan konstruksi bangunan dapat

diatasi dengan penerapan rekayasa pengolahan bahan dan rekayasa struktur sehingga dapat meningkatkan rendemen dan optimalisasi bahan baku.

3. Berdasarkan uji kekuatan shearwall sebagai komponen struktur terpilih terhadap ketahanan gempa, kayu Mangium memenuhi syarat sebagai bahan dinding pada konstruksi rumah prefabrikasi.


(29)

4 D. Manfaat

1. Memberikan informasi tentang karakteristik bahan dan komponen struktur

bangunan dari kayu Mangium

2. Teknologi rekayasa bahan dan rekayasa struktur terhadap kayu Mangium

membantu meningkatkan rendemen dan efisiensi bahan baku pada konstruksi rumah kayu.

3. Memberikan informasi cara pembuatan produk rumah kayu masal dengan cara

prefab, terjangkau, mudah, tahan gempa dan bahan tersedia melimpah. E. Novelty

1. Merancang komponen rumah prefab dari kayu Mangium dengan konstruksi

modular mulai dari penentuan tegangan ijin dan pengkelasan mutu untuk bahan konstruksi, optimalisasi pengolahan bahan, serta uji komponen untuk kekokohan konstruksi dan ketahanan gempa sehingga bisa diproduksi secara masal.

2. Mengatasi keterbatasan kayu Mangium umur 8 tahun dengan penerapan rekayasa

pengolahan bahan dan rekayasa struktur guna meningkatkan sifat dan kualitas kayu Mangium sesuai persyaratan teknis bangunan, meningkatkan rendemen (efisiensi) dan ramah lingkungan.

3. Optimasi pemanfaatan kayu Mangium dari HTI merupakan inovasi yang bernilai

tinggi karena akan menghemat pemanfaatan kayu hutan alam dan lebih pro-lingkungan sebagai sumber bahan bangunan struktural yang sangat baik berupa : pemilahan kayu berdasarkan kelas mutu kayu sehingga hemat bahan, pemilihan pola penggergajian yang bernilai rendemen tinggi, dibuat ukuran serba papan dalam bentuk solid dan laminasi yang sesuai dengan karakteristik log diameter kecil dan desain struktur diagonal sheathing dengan pemanfaatan semua ukuran panjang papan.

F. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain : (1) Kebutuhan rumah yang sangat mendesak; (2) Kondisi geografis Indonesia yang rawan gempa; (3) Keunggulan kayu dibandingkan dengan bahan bangunan lain; (4) Keunggulan kayu Mangium sebagai produk hutan tanaman; dan (5) Keterbatasan/kendala kayu Mangium yang perlu diatasi dengan rekayasa teknologi. Kendala ini yang mengakibatkan perlunya teknologi rekayasa bahan baku dengan penerapan pemilahan log, pola penggergajian dan pengolahan yang tepat guna meningkatkan rendemen dan efisiensi bahan. Berangkat dari kendala kayu


(30)

5 Mangium yang akan dipergunakan sebagai bahan bangunan, muncul gagasan untuk menerapkan teknologi baru (teknologi rekayasa bahan dan rekayasa struktur) agar kayu Mangium dapat diproduksi secara masal dan berskala industri dengan sistem prefabrikasi.

Alur pikir penelitian disajikan sebagaimana pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Bagan Alur Pikir Penelitian

I. Pengujian sifat dasar untuk menentukan karakteristik kayu dan penentuan tegangan ijin serta pengkelasan mutu kayu Mangium umur 8 tahun dalam format ASD/LRFD

II. Optimasi penggergajian dan pengolahan kayu Mangium untuk peningkatan rendemen dan efisiensi bahan berupa :

1. Pengukuran dan pemilahan log, angka bentuk

2. Optimasi penggergajian log dengan MOP

3. Proses pengeringan yang optimum

4. Proses pengerjaan kayu untuk pembuatan molding

5. Optimasi dan efisiensi pengolahan kayu berupa rendemen dan cacat akibat pengolahan

III. Pengujian model komponen struktur terpilih mulai dari desain, perakitan dan pengujian komponen struktur shearwall berupa : pengujian eksperimental keandalan shearwall terhadap beban lateral monotonik

PERMASALAHAN

Bagaimana membuat komponen struktur rumah prefabrikasi dari optimasi pemanfaatan kayu Mangium umur 8 tahun untuk memenuhi

kebutuhan rumah yang ramah lingkungan dan tahan gempa ?

Rekomendasi penggunaan kayu Mangium umur 8 tahun sebagai komponen struktur bangunan kayu prefabrikasi Rumah Sederhana

Sehat dan tahan gempa.

Analisis perilaku panel komponen shearwall kayu Mangium akibat pengaruh beban gempa pada rumah prefabrikasi


(31)

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) 1. Risalah Kayu Mangium

Pohon Mangium adalah tanaman asli (indigeneous species) yang tumbuh di

Australia bagian utara, Papua Nugini dan Indonesia. Penyebaran alami di Indonesia meliputi daerah Papua, Kepulauan Maluku, Pulau Seram, Pulau Aru dan Kalimantan Timur. Wilayah penyebarannya meliputi 1 – 18,57 oLS dan 125,22 – 146,17 o

Pohon Mangium telah terbukti tumbuh baik di luar habitat aslinya. Pohon yang termasuk jenis intoleran ini unggul untuk reboisasi lahan kritis dan padang ilalang, dan sangat potensial sebagai penghasil kayu. Pohon Mangium termasuk jenis cepat tumbuh (fast growing species) di daerah tropik dan memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi dalam setiap upaya reboisasi (Pinyopusarerk et. al., 1993).

BT dengan ketinggian 0 – 100 m dpl dengan batas tertinggi pada ketinggian 780 m dpl (Pinyopusarerk et. al., 1993).

Pohon Mangium merupakan jenis daun lebar (broadleaves) dan termasuk ke dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, ordo Rosales, famili Leguminoceae dan genus Acacia. Genus yang termasuk kelas Dicotyledons ini memiliki lebih dari 1.000 spesies pohon dan perdu yang tumbuh di Afrika, Amerika, Asia dan Australia. Nama lain Mangium adalah pilang atau jati mangium (Jawa), mangge hutan, tongke hutan (Seram), nak (Maluku), laj (Aru) atau jerri (Papua) (Pinyopusarerk et. al., 1993).

Pohon Mangium dikembangkan pada tahun 1942 di Sanga-Sanga, Kalimantan Timur oleh Jepang untuk mendapatkan bahan baku popor senjata dan pada tahun 1978 di Sumberjeriji dengan benih berasal dari Sabah. Sejak dicanangkan HTI pada tahun 1984, Mangium dipilih sebagai salah satu jenis tanaman favorit HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat (bahan baku pulp dan kertas) pada rotasi 6 - 7 tahun dan umur rotasi 25 – 30 tahun sebagai kayu pertukangan serta untuk kayu bakar.

Pohon Mangium tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi, bahkan mampu tumbuh dengan baik pada lahan yang miskin hara dan tidak subur. Habitus pohon Mangium dapat mencapai tinggi 30 m dengan diameter mencapai 90 cm serta batang bebas cabang 10 – 15 m. Ciri tanaman ini adalah batangnya bulat lurus,


(33)

8 banyak cabang, berkulit tebal agak kasar dan kadang beralur kecil dengan warna coklat muda (Andriawan, 1999).

Tegakan Mangium mampu menghasilkan riap tahunan sebesar 46 m3/ha/tahun

pada plot pemuliaan dan 32 m3

2. Sifat Dasar Kayu

/ha/tahun pada tingkat praktek di lapangan. Diameter Mangium di HTI yang berumur 10 tahun berkisar antara 20 – 22 cm dengan tebal kayu terasnya mencapai 14 – 16 cm (Malik et. al., 2000). Diameter pohon Mangium

tersebut sebesar 38,6 cm pada umur 13 tahun dengan Mean Annual Increment (MAI)

diameter sebesar 5,98 cm/tahun. Diameter setinggi dada akan membesar dengan cepat sampai lebih dari 20 cm hanya dalam kurun waktu 4 tahun, kemudian menurun setelah tahun ke lima dan pada umur 8 tahun pertumbuhannya seolah berhenti pada diameter 30 cm (Tsai, 1993).

Kayu merupakan produk alami yang mempunyai sifat yang sangat komplek yang terdiri dari jutaan sel dan berbagai unsur kimia. Ditinjau secara makroskopis, kayu tersusun atas sel-sel kayu dalam struktur selular dengan komposisi dinding sel, rongga sel dan membran yang mengandung selulose, hemiselulose, lignin dan karbohidrat. Di dalam kayu terdapat zat penyusun seperti kayunya sendiri, zat ekstratif dan air. Faktor-faktor ini mengakibatkan kayu bisa berubah bentuk seperti melengkung, retak atau pecah, mudah atau sukar digergaji dan kayu menampilkan karakter-karakter tertentu seperti adanya kayu gubal, kayu teras, lingkaran tahun dan sebagainya yang dapat dilihat mata. Perilaku dan karakter ini dapat menentukan mutu dolog dan kayu penggergajian (Rachman dan Malik, 2008).

Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kayu menyebabkan perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh kayu tersebut. Sehingga dalam pengolahan dan penggunaan setiap jenis kayu disesuaikan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh kayu tersebut. 1. Sifat Anatomis

1). Lingkaran Tumbuh

Lingkaran tumbuh atau lingkaran tahun nampak jelas pada kayu Mangium yang tumbuh di daerah dengan perbedaan musim hujan dan musim kemaraunya nyata. Pada musim hujan dibentuk sel-sel dengan dinding yang tipis (kayu awal) karena sebagian hasil fotosintesa digunakan untuk pertumbuhan (tunas-tunas baru) dan sedikit untuk penebalan dinding. Sebaliknya pada musim kemarau dibentuk sel-sel dengan dinding


(34)

9 yang tebal (kayu akhir) karena hasil fotosintesa tidak diperlukan untuk pertumbuhan. Pita kayu yang berselang-seling ini menandai batas lingkaran tahun.

Lingkaran tumbuh kayu Mangium pada kayu normal berkolerasi dengan kerapatan, yaitu kayu dengan pori tata lingkar, kerapatannya cenderung meningkat dengan meningkatnya lingkaran tumbuh. Kayu Mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1 – 2 cm (Ginoga, 1997). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhannya yang cepat serta adanya kayu muda (juvenile wood).

2). Tebal Kayu Gubal dan Kayu Teras

Kayu gubal (sapwood) dan kayu teras (heartwood) pada kayu Mangium

tampak jelas pada potongan atau penampang lintang dolog. Gubal terletak di sekeliling bagian luar dolog, tepat setelah kulit kayu. Setelah gubal terdapat silinder kayu teras yang merupakan sumber bahan kayu yang penting dan di bagian pusat terletak empulur (pith). Gubal berwarna lebih terang dari pada teras, keawetan dan kekuatannya lebih rendah tetapi permeabilitasnya lebih tinggi. Gubal merupakan jaringan kayu yang masih hidup sedangkan teras adalah jaringan yang sudah mati.

Tebal kayu gubal dan kayu teras berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Hasil pengamatan terhadap dolog kayu Mangium menunjukkan kecenderungan bahwa makin tinggi umur kayu maka bagian kayu terasnya makin tebal (Ginoga, 1997). 3). Warna dan Serat Kayu

Warna kayu teras dan gubal dapat dilihat dengan jelas : bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecoklatan, hampir mendekati warna kayu jati, kadang-kadang mendekati warna jati gembol. Arah serat lurus sampai berpadu (Ginoga, et. al., 1999). Tekstur kayu agak kasar, kesan raba agak halus dan kayu agak lunak, arah serat lurus dan agak berpadu (Rulliaty dan Mandang, 1988).

2. Sifat Fisis dan Mekanis 1). Berat Jenis dan Kadar Air

Berat kayu meliputi berat zat kayu sendiri, berat zat ekstraktif dan berat air yang dikandungnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah kandungan air berubah-ubah. Untuk mendapat keseragaman, maka dalam penentuan berat jenis kayu, berat ditentukan dalam keadaan kering tanur.


(35)

10 Sifat fisis dan mekanis yang umum dijadikan dasar dalam penggunaan kayu adalah berat jenis (BJ), kadar air (KA) dan keteguhan (MOE dan MOR). Hasil pengujian BJ dan KA menyatakan bahwa kayu Mangium pada umur 10 tahun mempunyai berat jenis 0,57 dan kadar air basah dan kering udara berturut-turut adalah 125 % dan 18 %. Secara statistik berat jenis kayu pada umur yang berbeda tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Ginoga, 1997).

2). Kekuatan dan Kelas Kuat

Hasil pengujian terhadap sifat mekanis menyatakan bahwa kayu Mangium di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada umur 8 tahun dari Bogor mempunyai nilai MOE rata-rata sebesar 97.308 kg/cm2 (Sulistyawati, 2009) dan dari Indramayu sebesar 88.000 kg/cm2 dengan nilai MOR rata-rata sebesar 436 kg/cm2

(Firmanti et al., 2003). Hasil pengujian kayu Mangium pada umur 10 tahun

mempunyai nilai MOR, MOE dan tekan sejajar serat berturut-turut adalah 942 kg/cm2, 113.644 kg/cm2 dan 435 kg/cm2 (Ginoga, 1997). Berdasarkan sifat mekanis yang dimilikinya, kayu Mangium dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, mebel

dan barang kerajinan. Kayu lamina Mangium memiliki MOE 105.900 kg/cm2

3. Keawetan dan Keterawetan

dan memenuhi syarat yang ditetapkan oleh JAS (Ginoga, 1997).

Berdasarkan berat jenis, keteguhan lentur statis dan tekan sejajar serat, pada umur 10 tahun maka kayu Mangium termasuk kelas kuat II – III (Ginoga, 1997).

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu, terutama faktor biologis, seperti jamur, serangga (rayap dan bubuk) dan binatang laut. Sifat keawetan ditentukan berdasarkan persentase penurunan berat kayu akibat serangan faktor biologis. Sedangkan sifat keterawetan kayu adalah kemampuan kayu menyerap bahan pengawet tertentu yang diawetkan dengan metode tertentu. Sifat keterawetan ditentukan berdasarkan retensi dan daya penetrasi bahan pengawet

terhadap kayu. Retensi dinyatakan dalam kg/m3

Berdasarkan sifat-sifat tersebut, kayu Mangium memiliki kelas ketahanan IV (rendah) terhadap serangan rayap tanah dan kelas ketahanan III (sedang) terhadap penggerek di laut (Muslich dan Sumarni, 1993). Kayu Mangium memiliki sifat keterawetan yang berbeda menurut asal kayunya. Dengan menggunakan bahan kayu dihitung berdasarkan penimbangan kayu sebelum dan sesudah pengawetan. Penetrasi dinyatakan dalam persen luas penampang contoh uji (Ismanto, 1995).


(36)

11 pengawet CCA, kayu Mangium dari hutan tanaman (asal Jawa Barat) memiliki sifat keterawetan lebih buruk (kelas awet II-III) dibanding kayu Mangium dari hutan alam (asal Maluku) yang memiliki kelas awet I-II (Martawijaya dan Barly, 1990).

4. Pengolahan Kayu Mangium a. Pengergajian

Produk kayu umumnya diolah sebelum dimanfaatkan. Penggergajian adalah suatu unit usaha yang menggunakan bahan baku kayu, dengan alat utama gergaji, mesin sebagai tenaga penggerak serta dilengkapi dengan berbagai alat atau mesin pembantu (Widarmana, 1981). Sedangkan kayu gergajian merupakan kayu-kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji dan menggergaji kembali.

Penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan industri pengolahan kayu berupa kegiatan merubah bentuk atau konversi kayu bulat menjadi kayu persegian untuk memenuhi tujuan tertentu (Rachman dan Malik, 2008). Sedangkan tujuan menggergaji adalah untuk mendapatkan kayu gergajian dengan ukuran dan kualita tertentu sesuai dengan tujuan pemakaiannya, mendapatkan produksi yang tinggi, memperoleh rendemen yang tinggi, memanfaatkan kayu gergajian dengan ongkos produksi yang rendah, dan memperoleh kayu gergajian dengan ukuran yang tepat, bebas cacat atau berkualitas tinggi (Padlinurdjaji dan Ruhendi, 1981).

Bila melihat mata rantai industri pengolahan kayu, maka dalam pabrik pengergajian terjadi proses perubahan pertama kali kayu dalam bentuk dolog menjadi kayu gergajian (sawn timber) atau disebut kayu konversi berupa balok, papan, tiang serta sortimen lainnya. Sehingga industri kayu gergajian disebut industri kayu primer yang akan mendorong pertumbuhan industri kayu sekunder.

Penggergajian adalah kegiatan merubah bentuk atau konversi kayu bulat menjadi kayu persegian untuk memenuhi tujuan tertentu dengan menggunakan pola penggergajian tertentu. Pola penggergajian (sawing pattern atau cutting programme) adalah rencana dan cara pembelahan dolog menjadi potongan atau lembaran kayu gergajian beserta urutan dan penugasannya pada mesin-mesin penggergajian, dengan cara merencanakan dan mengatur cara menggergaji agar dolog dapat dimanfaatkan seefisien mungkin (Rachman dan Malik, 2008).

Berbagai macam pola penggergajian dapat diciptakan untuk setiap potong dolog yang dijadikan pedoman untuk menggergaji yaitu pola penggergajian satu sisi


(37)

12

(sawing trough-and trough atau live sawing), berguling (round sawing), taper (taper

sawing), perempatan (quarter sawing) dan penggergajian simulasi.

1). Penggergajian Satu Sisi

Pola penggergajian satu sisi adalah pola sederhana dimana dolog dikunci pada suatu sisi lalu digergaji secara terus-menerus ke arah sisi yang berhadapan sampai selesai. Pola ini ditandai oleh irisan gergaji yang seolah-olah membuat garis singgung dengan lingkaran tahun yang sejajar satu sama lain bila dilihat pada penampang lintang dolog.

Pola penggergajian satu sisi biasa digunakan untuk dolog berdiameter kecil, kayu-kayu dari hutan tanaman dan dolog yang banyak mengandung cacat. Dengan pola ini waktu produksi relatif cepat akan tetapi kualitas kayu gergajian yang dihasilkan umumnya rendah. Namun, bila dolognya bermutu tinggi maka pola satu sisi akan menghasilkan rendemen paling tinggi (Rachman dan Malik, 2008).

2). Pola Penggergajian Berguling

Pola penggergajian berguling merupakan teknik penggergajian dengan cara mengelilingi dolog. Pola penggergajian ini didasarkan kepada teori bahwa sifat-sifat dolog, terutama jenis-jenis kayu tropis, yaitu bagian terluar dolog terdapat lebih sedikit cacat kayu semakin ke arah dalam (empulur) semakin banyak mengandung cacat seperti mata kayu, busuk, retak dan hati rapuh. Jumlah dan jenis cacat itu menyebar tidak merata pada keempat sisi dolog. Sehingga pola ini merupakan cara untuk dapat memanfaatkan terlebih dahulu bagian dolog yang bermutu lebih tinggi.

Praktek penggergajian dengan pola berguling dilakukan dengan cara mula-mula dolog dinilai pada keempat sisinya. Sisi yang terbaik digergaji lebih dahulu. Selanjutnya dolog dikunci pada suatu posisi lalu sisi dolog yang pertama digergaji seperti pada pola satu sisi. Penggergajian dihentikan ketika ditemui cacat. Pada saat itu dolog diputar 90°. Penggergajian dilanjutkan pada sisi ke- 2 dan dihentikan lagi setelah ditemui cacat. Demikian seterusnya pada sisi ke- 3 dan ke- 4 penggergajian dilakukan sampai akhirnya sekeliling dolog yang dikatakan sebagai pola berguling 1-2-3-4. Modifikasi pola dilakukan dengan pola berguling 1-3-4-2 yang diterapkan bagi dolog-dolog yang mengandung tegangan tumbuh (Rachman dan Malik, 2008). 3). Pola Pengergajian Taper

Pola penggergajian taper adalah pola yang digunakan untuk dolog- dolog taper bentuknya seperti kerucut terpotong. Jenis-jenis pola penggergajian taper menurut


(38)

13 Rachman dan Malik (2008) adalah pola satu sisi sejajar kulit (one bark live sawing), pola taper dua sisi (taper sawing two sides) dan pola empat sisi (taper sawing four sides).

Dolog yang digergaji dengan semua pola di atas akan menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber).

4). Pola Penggergajian Perempatan

Pola penggergajian perempatan diciptakan untuk mendapatkan kayu gergajian yang lebih baik, dolog digergaji dengan membentuk irisan-irisan gergaji tegak lurus atau hampir tegak lurus terhadap lingkaran tahun atau membentuk sekitar 45° dengan lingkaran tahun. Kayu gergajian yang dihasilkan oleh pola perempatan disebut kayu

gergajian perempatan (quarter sawn lumber). Kayu gergajian perempatan ditandai

oleh garis-garis hampir lurus yang tampil lebih indah pada permukaannya, terutama pada jenis-jenis kayu dengan lingkaran tahun yang nyata. Keunggulannya adalah stabilitas dimensi dan keausan permukaannya relatif tinggi karena irisan gergaji mengerat dolog secara radial sehingga permukaan kayunya menjadi lebih padat (jarak lingkaran tahun lebih rapat). Kekurangannya adalah rendemen dan produktifitas penggergajian relatif rendah karena tingginya sebetan yang terbuang dan waktu diperlukan selama produksi untuk mendapatkan irisan dengan posisi radial yang lebih tepat (Rachman dan Malik, 2008).

5). Penggergajian Simulasi

Simulasi adalah suatu metode pemecahan masalah dengan cara menggunakan suatu model. Dalam penggergajian, sebagai model adalah dolog dengan diameter dan panjang tertentu yang dianggap berbentuk silindris masif dengan kedua ujungnya terpotong tegak lurus. Komponen model lainnya adalah tebal irisan gergaji dan ukuran kayu gergajian yang dianggap berbentuk lempengan empat persegi. Permasalahannya adalah bagaimana mendapat lempengan (kayu gergajian) secara maksimum dari dolog model. Dengan simulasi yang dilakukan secara berulang-ulang, banyaknya lempengan yang diperoleh dapat dihitung secara matematik melalui ukuran dolog, tebal irisan gergaji dan ukuran lempeng dengan bantuan komputer.

Program komputer untuk penggergajian simulasi dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor dengan nama program MOP (Model Optimasi Penggergajian). Dengan cara ini rendemen tertinggi simulasi penggergajian mencapai sekitar 83 % (Rachman, 1994).


(39)

14 Hasil simulasi memberikan informasi bahwa pada tebal kayu gergajian yang akan diproduksi dan diameter dolog yang digergaji akan diperoleh posisi Pembelahan Pertama Terbaik (PPT), jumlah lembar kayu gergajian dan rendemen. Hasil simulasi disajikan dalam bentuk tabel yang digunakan untuk membantu operator di lapangan dalam mendapatkan PPT tanpa menggunakan komputer (Ginoga et al., 1999).

Hasil kayu gergajian dari penggergajian simulasi selalu bernilai lebih tinggi dari kenyataan yang sebenarnya, karena pola penggergajian simulasi menganut asumsi bahwa wujud dolog adalah simetris, lurus atau silindris, lintasan gergaji betul-betul lurus dan cacat dolog minimal.

Uji coba teknik penggergajian konvensional pada dolog kayu Mangium dengan rata-rata diameter 22,4 cm dan panjang 257,5 cm, diperoleh rendemen penggergajian sebesar 39,60 %. Sejak diterapkannya teknik penggergajian dengan sistem simulasi dengan program MOP dalam penentuan posisi PPT, teknik ini mampu meningkatkan rendemen penggergajian dolog diameter kecil rata-rata 12,4 % atau menjadi 51,24 % (Rachman dan Balfas, 1993).

b. Pengerjaan

Karakteristik pengerjaan kayu Mangium, seperti kemudahan dipotong, diserut, dibor dan diampelas secara umum memberikan hasil sangat baik. Pengujian yang dilakukan Ginoga (1997), sifat permesinan kayu Mangium termasuk kelas II - I (baik-sangat baik). Karena papan kayu Mangium umumnya berukuran sempit serta ukuran yang relatif pendek, maka teknologi papan sambung dan balok lamina menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Rachman dan Balfas, 1993).

c. Pengeringan

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki mutu pengeringan

kayu Mangium, antara lain dengan perlakuan pengeringan alami (air drying),

perebusan, pengukusan dan pemanasan dengan microwave sebelum dikeringkan lebih

lanjut. Dengan perlakuan pengeringan alami, mutu kayu menjadi baik namun secara ekonomis tidak menguntungkan karena memerlukan waktu sangat panjang

(Trihastoyo, 2001). Metode lain dengan memakai microwave dapat mempercepat

pengeringan dan mengurangi porsi cacat kayu (Krisdianto dan Malik, 2004), namun sulit untuk diaplikasikan di Indonesia karena alat tersebut memerlukan daya listrik yang tinggi. Perlakuan sebelum pengeringan dengan pengukusan (Basri dan Yuniarti, 2001) dan perebusan (Krisdianto dan Malik, 2004) mampu mempercepat pengeringan


(40)

15 namun menimbulkan cacat dan degradasi warna pada kayu Mangium. Perlakuan pengukusan dapat meningkatkan tekanan pengeringan (drying stress) pada kayu red oak lebih tinggi dibandingkan dengan pengurangan kecepatan pengeringannya (Wang

et. al., 1993). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pengeringan pada permukaan

kayu yang kadar airnya sudah berada di bawah titik jenuh serat dengan bagian dalam kayu yang kadar airnya masih tinggi, sehingga terjadi tegangan tarik antara bagian dalam dan bagian permukaan yang mengakibatkan kerusakan pada kayu. Kayu yang sifat zat ekstratifnya peka terhadap panas akan terurai atau menguap sehingga terjadi degradasi warna pada permukaannya (Boyd, 1974). Perubahan warna ini berkaitan erat dengan proses penguapan yang berjalan sangat cepat di awal pengeringan sementara kadar air kayu masih tinggi (Tarvainen et al., 2001).

Pada penelitian quarter sawn dan flat sawn dengan kelembaban awal masing-masing 112 % dan 99 %, Silitonga (1987) melaporkan bahwa untuk mencapai kadar air 9 % kedua contoh tersebut masing-masing memerlukan waktu 10 dan 16 hari dan jarang terjadi pecah ujung atau melengkung. Kelemahannya adalah kolaps pada kayu teras yang biasa terjadi pada awal pengeringan. Gejala lebih jelas terlihat pada papan

quarter sawn. Pengeringan sebaiknya dengan kombinasi antara shed drying (

pre-drying treatment) dan kiln drying sehingga mengurangi cacat pengeringan dan dapat

meningkatkan kualitas kayu Mangium (Basri et al., 2002). B. Keteknikan Kayu Konstruksi untuk Struktur Bangunan

1. Desain Struktur, Tegangan Ijin dan Standar Kualitas Kayu Konstruksi

Kayu konstruksi adalah kayu bangunan yang digunakan sebagai elemen struktur bangunan yang penggunaannya memerlukan perhitungan beban (Surjokusumo, 1993). Struktur adalah gabungan komponen yang menahan gaya desak, tarik atau momen untuk meneruskan beban ke tanah dengan aman. Elemen struktur terdiri atas batang desak yang berfungsi menahan gaya desak aksial, batang tarik sebagai penahan gaya tarik aksial, balok sebagai penahan gaya geser, lentur dan gaya aksial dalam struktur horisontal dan kolom dalam struktur vertikal yang berfungsi sama dengan balok (Siswadi, et al., 1999).

Kayu adalah bahan konstruksi dari tumbuhan. Sifat alaminya yang beragam akan mempengaruhi kualitas kayu yang dibentuknya dan untuk mampu menahan beban yang ditopang oleh kayu harus berada pada batas tegangan yang diijinkan. Tegangan dasar pada kayu yang diperhitungkan dengan beberapa faktor koreksi seperti keamanan, penyesuaian, pengaruh ukuran, kadar air dan rasio kekuatan, akan menghasilkan suatu


(41)

16 nilai tegangan yang diijinkan (allowable stress) yang memberikan jaminan keselamatan dalam penggunaannya. Tegangan ijin dibuat sedekat mungkin dengan penggunaannya agar dihasilkan nilai penggunaan dan keamanan yang cukup tinggi (Surjokusumo, 1993).

Dalam mendesain struktur, kapasitas (capacity) struktur harus lebih besar atau sama dengan beban (demand) yang akan diterima oleh struktur (demandcapacity). Bila tidak terpenuhi, struktur akan runtuh atau tidak dapat memenuhi fungsi layannya. Beban berupa gaya-gaya eksternal yang diterima sebuah struktur menimbulkan gaya-gaya internal pada elemen struktur. Gaya internal tersebut berupa tarik, tekan, lentur, geser, torsi dan tumpu. Gaya-gaya internal di dalam batang menimbulkan efek berupa terjadinya tegangan (σ) dan regangan ( ). Tegangan merupakan ukuran intensitas gaya persatuan luas (σ = P/A), sedangkan regangan menunjukkan besarnya deformasi dibandingkan dengan kondisi mula-mula ( = Δ/y).

Gaya-gaya internal yang terjadi dalam batang menyebabkan bermacam-macam bentuk kerusakan. Gaya tarik mempunyai kecenderungan menarik elemen hingga putus. Tegangan tarik terdistribusi merata pada penampang elemen bersih, sehingga tegangan tarik dinyatakan sebagai σ = P/A. Gaya tekan menyebabkan hancur atau tekuk pada elemen. Elemen yang pendek cenderung hancur dan memiliki kekuatan mendekati kekuatan tarik elemen tersebut. Sebaliknya semakin panjang material akan semakin rendah kekuatannya menahan tekan. Elemen tekan yang berukuran panjang dapat menjadi tidak stabil dan secara tiba-tiba menekuk pada taraf beban kritis. Ketidakstabilan tiba-tiba ini menyebabkan material tidak mampu menerima tambahan beban karena akan menyebabkan kelebihan tegangan pada material. Fenomena ini disebut tekuk (buckling). Terjadinya tekuk menyebabkan elemen panjang (balok) tidak mampu memikul beban yang sangat besar. Lentur merupakan keadaan gaya komplek yang berkaitan dengan melenturnya balok akibat adanya beban transversal. Aksi lentur menyebabkan serat-serat pada satu muka balok memanjang akibat mengalami tarik, sedang pada muka lainnya memendek akibat mengalami tekan. Jadi pada lentur, baik gaya tekan maupun gaya tarik terjadi pada satu penampang yang sama. Oleh karena itu tegangan akibat gaya kompleks ini tidak dapat dinyatakan dengan rumus umum σ = P/A. Tegangan tarik dan tekan pada balok lentur bekerja tegak lurus permukaan penampang.

Geser adalah gaya-gaya berlawanan arah yang menyebabkan satu bagian struktur tergelincir terhadap bagian didekatnya. Tegangan geser terjadi pada arah tangensial permukaan gelincir. Gaya-gaya yang komplek terjadi pada batang yang mengalami


(42)

17 puntiran (torsi). Balok yang mengalami torsi akan menyebabkan terjadinya tegangan tarik dan tegangan tekan. Tegangan tumpu terjadi antara bidang muka dua elemen apabila gaya-gaya disalurkan dari satu elemen ke elemen lainnya, misalnya tegangan tumpu terjadi pada ujung-ujung balok terletak di atas kolom. Untuk alasan arsitektural dan kenyamanan penggunaan, besarnya defleksi dibatasi. Struktur dapat disebut mengalami kegagalan apabila defleksinya melebihi batas yang diijinkan, meskipun struktur tersebut masih mampu menahan beban yang diberikan terhadapnya (Schodek, 1999).

Apabila batang dibebani secara aksial, maka akan timbul tegangan di dalam batang yang disebut dengan tegangan aktual. Jika material yang digunakan masih mampu menahan beban tersebut, maka batang tidak akan runtuh. Apabila bebannya diperbesar sehingga tegangannya meningkat, maka pada saat tertentu akan mencapai titik dimana tegangan yang timbul akan melebihi kapasitas bahan. Pada titik ini batang akan mulai mengalami kegagalan dalam menahan beban sehingga tegangan yang timbul disebut tegangan patah. Tegangan patah hanya tergantung pada material, sehingga melalui eksperimen dapat ditetapkan tegangan patah untuk setiap material (Schodek, 1999).

Tegangan patah material menunjukkan tegangan maksimum yang bisa diterima material, namun perencana akan mempertimbangkan keamanan struktur selama penggunaan dan hal lain yang menyebabkan kegagalan struktur yang dibangunannya. Perencana selalu memberikan tambahan ukuran material secara rasional untuk meningkatkan kapasitasnya. Tambahan ukuran material dalam perencanaan struktur dilakukan dengan memberikan faktor penyesuaian (Adjustment Factor, AF) yang terdiri atas faktor keamanan dan faktor lama pembebanan normal. Tegangan patah yang telah direduksi dengan faktor penyesuaian disebut dengan tegangan ijin (FPL, 1999).

Pada material yang relatif seragam, persamaan tegangan ijin (Fx = Fpatah *AF)

cukup memadai. Tetapi sebagai produk alam yang dipengaruhi oleh genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya, kayu memiliki sifat dengan variasi sangat tinggi. Oleh karena itu sangat riskan untuk menetapkan tegangan patah sebatang kayu sebagai tegangan patah bagi seluruh kayu dalam populasi. Pada kayu yang berasal dari satu batang pohon dapat diperoleh tegangan patah terkecil sebesar satu persepuluh dari tegangan patah terbesar. Selang ini semakin besar kalau kayu berasal dari individu pohon, tempat tumbuh dan jenis yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan statistik untuk memilih tegangan patah yang dapat mewakili seluruh populasi. Pada umumnya dipilih tegangan patah 5 % terlemah sebagai nilai bagi tegangan patah seluruh batang kayu dalam populasi, yang disebut dengan 5 % Exclusion Limit (5 % EL). Pada ASTM D


(1)

182

Lampiran 2. Volume dan Rendemen setiap Jenis Produksi pada Masing-masing Pola

Penggergajian

No Jenis produk

Volume (m3) Rendemen (%)

1 2 3 total 1 2 3 Total

1 Log 2,871367 2,898660 2,961293 8,731300

2 Sawntimber (R1) 2,036763 2,130225 2,212200 6.379188 70,9 73,5 74,7 73,06 3 Bilah/rough lumber (R2) 1,290456 1,227940 1,347683 3.866079 44,9 42,4 45,5 44,28 4 Blangking (R3) 1,087507 1,029752 1,130336 3,247595 37,9 35,5 38,2 37,19 5 Lumber shearing (R4) 0,79424 0,763749 0,838839 2,396822 27,66 26,35 28,33 27,45

Keterangan :

1 = Pola penggergajian konvensional 2 = Pola penggergajian satu sisi 3 = Pola penggergajian MOP


(2)

183

Lampiran 3. Kategori dan Persentase Cacat Papan pada Metode Penggergajian Saw Dry Rip

(SDR) pada Masing-masing Pola Penggergajian

I. Pola Konvensional

Kategori cacat

Jenis cacat

Jumlah papan

% cacat

Cacat bentuk Membusur

Lengkung

Mencawan 18 9.4

Cacat serat terpisah Retak 33 17.2

Pecah tertutup

Pecah terbuka 19 9.9

jumlah total papan cacat 70 36.5

jumlah total papan 192

II. Pola Satu Sisi

Kategori cacat

Jenis cacat

Jumlah papan

% cacat

Cacat bentuk Membusur

Lengkung

Mencawan 17 8.9

Cacat serat terpisah Retak 29 15.1

Pecah tertutup

Pecah terbuka 14 7.3

jumlah total papan cacat 60 31.3

jumlah total papan 192

III. Pola MOP

Kategori cacat

Jenis cacat

Jumlah papan

% cacat

Cacat bentuk Membusur

Lengkung

Mencawan 34 16.3

Cacat serat terpisah Retak 39 18.7

Pecah tertutup

Pecah terbuka 12 5.7

jumlah total papan cacat 85 40.7


(3)

184

Lampiran 4. Jenis dan Jumlah Cacat pada Balok sebagai Rangka

Shearwall

No Jenis cacat Jumlah cacat

1 Mata kayu sehat 124

2 Mata kayu lepas 79

3 Pecah 147

4 Retak 61

5 Lubang gerek 28

6 Miring serat 5

7 Pingul 8

Lampiran 5. Data hasil pengukuran nilai

strength ratio

(SR) pada Balok sebagai Rangka

Shearwall

CU Nilai SR (%) Jenis cacat

1 79 Mata kayu sehat

2 77 Mata kayu sehat

3 83 Mata kayu sehat

4 79 Mata kayu sehat

5 89 Mata kayu sehat

6 68 Mata kayu sehat

7 69 Mata kayu sehat

8 80 Mata kayu sehat

9 85 Mata kayu lepas

10 83 Mata kayu sehat

11 85 Mata kayu sehat

12 83 Mata kayu sehat

13 95 Mata kayu sehat

14 88 Mata kayu sehat

15 91 Mata kayu lepas

16 75 Mata kayu sehat

17 91 Mata kayu sehat

18 90 Mata kayu lepas

19 92 Mata kayu sehat

20 85 Mata kayu sehat

21 83 Mata kayu sehat

22 77 Mata kayu sehat

23 85 Mata kayu sehat

24 62 Mata kayu sehat

25 90 Mata kayu lepas

26 88 Mata kayu sehat

27 65 Mata kayu sehat

rata-rata 82,11

Maksimum 95,00

Minimum 62,00


(4)

185

Lampiran 6. Jadwal pengeringan kayu Mangium berdasarkan IFC Advisory Services Indonesia 2008

No. Sceduling KD 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan

1 Tanggal Start 22/03/2010

2 Ukuran (mm3) 25x110x2050

3 Spraying 22/03/2010

4 Kelembaban 0C 42 41 43 40 41 42 41 42

5 Moisture Content (MC %) 100 65 40 37 34 25 12 10

6 Temperatur (0C) 40 45 50 55 55 60 60 65

7 Damper 1'/6' 6 6 6 6 6 6 6 6 23/03/2010

8 Tanggal Kontrol *) 22/03/2010 25/03/2010 28/03/2010 31/03/2010 03/04/2010 06/04/2010 09/04/2010 12/04/2010 9 Keterangan 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 24 hari

*) = Dihitung harinya berdasarkan penurunan MC setiap 10 %

Damper dilakukan setiap 6 menit sekali selama 1 menit, untuk stabilisasi kelembaban Spraying dilakukan pada saat suhu melebihi nilai kelembaban yang ditentukan (± 40 0C )


(5)

186

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar Air dengan 2 Alat Moisture Meter dalam Proses

Pengeringan Kayu Mangium

Jenis Moisture meter Ballunn MC kuning

tgl kontrol 1 2 3 1 2 3

23/03/2010 54 54 65 45 50 60

28/03/2010 32 38 40 30 30 32

31/03/2010 32 32 37 25 25 32

03/04/2010 26 27 34 17 20 25

06/04/2010 15 20 23 10 15 25

09/04/2010 10 12 13 8 9 11

12/04/2010 9 10 12 7 8 10

Lampiran 8. Hasil Penurunan Kadar Air dalam Proses Pengeringan Kayu Mangium selama 24

Hari

No MC (derajat) Temperatur jumlah hari Ket

1 100 menjadi 65 40 3 hari

2 65 menjadi 40 45 3 hari

3 40 menjadi 37 50 3 hari

4 37 menjadi 34 55 3 hari

5 34 menjadi 25 55 3 hari

6 25 menjadi 12 60 3 hari

7 12 menjadi 10 65 3 hari


(6)

187

Lampiran 9. Rekapitulasi Biaya Proses Produksi

Lumber Shearing

Rumah

Prefabrikasi

No Uraian kegiatan satuan jumlah Biaya

(Rp/satuan)

Total biaya (Rp)

1 Pembelian Log m3 66.1 400,000 26,444,000

2 Penggergajian m3 48.4 300,000 14,517,000

3 Upah borongan susun stik sawn timber m3 48.4 10,000 483,900

4 Proses pengeringan m3 48.4 225,000 10,887,750

6 Ripsaw m3 47.7 27,500 1,312,245

7 Cross cut pcs 11300.0 115 1,299,500

8 Laminating m2 32.8 1,500 49,230

9 Molding ML 25440.0 45 1,144,800

10 Dempul m3 22.5 30,000 673,920

11 Sanding m2 124.8 850 106,080

12 Tata usaha kayu (FAKO) m3 17.0 11,765 200,000

13 Pemuatan (loading) m3 17.0 15,000 255,000

14 Pengangkutan P Laut - P Jawa m3 17.0 470,588 8,000,000

65,373,425

Keterangan : ml = meter lari Pcs = pieces