15 namun menimbulkan cacat dan degradasi warna pada kayu Mangium. Perlakuan
pengukusan dapat meningkatkan tekanan pengeringan drying stress pada kayu red oak lebih tinggi dibandingkan dengan pengurangan kecepatan pengeringannya Wang
et. al., 1993. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pengeringan pada permukaan kayu yang kadar airnya sudah berada di bawah titik jenuh serat dengan bagian dalam
kayu yang kadar airnya masih tinggi, sehingga terjadi tegangan tarik antara bagian dalam dan bagian permukaan yang mengakibatkan kerusakan pada kayu. Kayu yang
sifat zat ekstratifnya peka terhadap panas akan terurai atau menguap sehingga terjadi degradasi warna pada permukaannya Boyd, 1974. Perubahan warna ini berkaitan
erat dengan proses penguapan yang berjalan sangat cepat di awal pengeringan sementara kadar air kayu masih tinggi Tarvainen et al., 2001.
Pada penelitian quarter sawn dan flat sawn dengan kelembaban awal masing- masing 112 dan 99 , Silitonga 1987 melaporkan bahwa untuk mencapai kadar
air 9 kedua contoh tersebut masing-masing memerlukan waktu 10 dan 16 hari dan jarang terjadi pecah ujung atau melengkung. Kelemahannya adalah kolaps pada kayu
teras yang biasa terjadi pada awal pengeringan. Gejala lebih jelas terlihat pada papan quarter sawn. Pengeringan sebaiknya dengan kombinasi antara shed drying pre-
drying treatment dan kiln drying sehingga mengurangi cacat pengeringan dan dapat meningkatkan kualitas kayu Mangium Basri et al., 2002.
B. Keteknikan Kayu Konstruksi untuk Struktur Bangunan
1. Desain Struktur, Tegangan Ijin dan Standar Kualitas Kayu Konstruksi
Kayu konstruksi adalah kayu bangunan yang digunakan sebagai elemen struktur bangunan yang penggunaannya memerlukan perhitungan beban Surjokusumo, 1993.
Struktur adalah gabungan komponen yang menahan gaya desak, tarik atau momen untuk meneruskan beban ke tanah dengan aman. Elemen struktur terdiri atas batang desak yang
berfungsi menahan gaya desak aksial, batang tarik sebagai penahan gaya tarik aksial, balok sebagai penahan gaya geser, lentur dan gaya aksial dalam struktur horisontal dan
kolom dalam struktur vertikal yang berfungsi sama dengan balok Siswadi, et al., 1999. Kayu adalah bahan konstruksi dari tumbuhan. Sifat alaminya yang beragam akan
mempengaruhi kualitas kayu yang dibentuknya dan untuk mampu menahan beban yang ditopang oleh kayu harus berada pada batas tegangan yang diijinkan. Tegangan dasar
pada kayu yang diperhitungkan dengan beberapa faktor koreksi seperti keamanan, penyesuaian, pengaruh ukuran, kadar air dan rasio kekuatan, akan menghasilkan suatu
16 nilai tegangan yang diijinkan allowable stress yang memberikan jaminan keselamatan
dalam penggunaannya. Tegangan ijin dibuat sedekat mungkin dengan penggunaannya agar dihasilkan nilai penggunaan dan keamanan yang cukup tinggi Surjokusumo, 1993.
Dalam mendesain struktur, kapasitas capacity struktur harus lebih besar atau sama dengan beban demand yang akan diterima oleh struktur demand
≤ capacity. Bila tidak terpenuhi, struktur akan runtuh atau tidak dapat memenuhi fungsi layannya. Beban
berupa gaya-gaya eksternal yang diterima sebuah struktur menimbulkan gaya-gaya internal pada elemen struktur. Gaya internal tersebut berupa tarik, tekan, lentur, geser,
torsi dan tumpu. Gaya-gaya internal di dalam batang menimbulkan efek berupa terjadinya tegangan σ dan regangan . Tegangan merupakan ukuran intensitas gaya persatuan
luas σ = PA, sedangkan regangan menunjukkan besarnya deformasi dibandingkan
dengan kondisi mula-mula = Δy.
Gaya-gaya internal yang terjadi dalam batang menyebabkan bermacam-macam bentuk kerusakan. Gaya tarik mempunyai kecenderungan menarik elemen hingga putus.
Tegangan tarik terdistribusi merata pada penampang elemen bersih, sehingga tegangan t
arik dinyatakan sebagai σ = PA. Gaya tekan menyebabkan hancur atau tekuk pada elemen. Elemen yang pendek cenderung hancur dan memiliki kekuatan mendekati
kekuatan tarik elemen tersebut. Sebaliknya semakin panjang material akan semakin rendah kekuatannya menahan tekan. Elemen tekan yang berukuran panjang dapat menjadi
tidak stabil dan secara tiba-tiba menekuk pada taraf beban kritis. Ketidakstabilan tiba-tiba ini menyebabkan material tidak mampu menerima tambahan beban karena akan
menyebabkan kelebihan tegangan pada material. Fenomena ini disebut tekuk buckling. Terjadinya tekuk menyebabkan elemen panjang balok tidak mampu memikul beban
yang sangat besar. Lentur merupakan keadaan gaya komplek yang berkaitan dengan melenturnya balok akibat adanya beban transversal. Aksi lentur menyebabkan serat-serat
pada satu muka balok memanjang akibat mengalami tarik, sedang pada muka lainnya memendek akibat mengalami tekan. Jadi pada lentur, baik gaya tekan maupun gaya tarik
terjadi pada satu penampang yang sama. Oleh karena itu tegangan akibat gaya kompleks ini tidak dapat dinyatakan deng
an rumus umum σ = PA. Tegangan tarik dan tekan pada balok lentur bekerja tegak lurus permukaan penampang.
Geser adalah gaya-gaya berlawanan arah yang menyebabkan satu bagian struktur tergelincir terhadap bagian didekatnya. Tegangan geser terjadi pada arah tangensial
permukaan gelincir. Gaya-gaya yang komplek terjadi pada batang yang mengalami
17 puntiran torsi. Balok yang mengalami torsi akan menyebabkan terjadinya tegangan tarik
dan tegangan tekan. Tegangan tumpu terjadi antara bidang muka dua elemen apabila gaya-gaya disalurkan dari satu elemen ke elemen lainnya, misalnya tegangan tumpu
terjadi pada ujung-ujung balok terletak di atas kolom. Untuk alasan arsitektural dan kenyamanan penggunaan, besarnya defleksi dibatasi. Struktur dapat disebut mengalami
kegagalan apabila defleksinya melebihi batas yang diijinkan, meskipun struktur tersebut masih mampu menahan beban yang diberikan terhadapnya Schodek, 1999.
Apabila batang dibebani secara aksial, maka akan timbul tegangan di dalam batang yang disebut dengan tegangan aktual. Jika material yang digunakan masih mampu
menahan beban tersebut, maka batang tidak akan runtuh. Apabila bebannya diperbesar sehingga tegangannya meningkat, maka pada saat tertentu akan mencapai titik dimana
tegangan yang timbul akan melebihi kapasitas bahan. Pada titik ini batang akan mulai mengalami kegagalan dalam menahan beban sehingga tegangan yang timbul disebut
tegangan patah. Tegangan patah hanya tergantung pada material, sehingga melalui eksperimen dapat ditetapkan tegangan patah untuk setiap material Schodek, 1999.
Tegangan patah material menunjukkan tegangan maksimum yang bisa diterima material, namun perencana akan mempertimbangkan keamanan struktur selama
penggunaan dan hal lain yang menyebabkan kegagalan struktur yang dibangunannya. Perencana selalu memberikan tambahan ukuran material secara rasional untuk
meningkatkan kapasitasnya. Tambahan ukuran material dalam perencanaan struktur dilakukan dengan memberikan faktor penyesuaian Adjustment Factor, AF yang terdiri
atas faktor keamanan dan faktor lama pembebanan normal. Tegangan patah yang telah direduksi dengan faktor penyesuaian disebut dengan tegangan ijin FPL, 1999.
Pada material yang relatif seragam, persamaan tegangan ijin F
x
= F
patah
AF cukup memadai. Tetapi sebagai produk alam yang dipengaruhi oleh genetik dan faktor-
faktor lingkungan selama pertumbuhannya, kayu memiliki sifat dengan variasi sangat tinggi. Oleh karena itu sangat riskan untuk menetapkan tegangan patah sebatang kayu
sebagai tegangan patah bagi seluruh kayu dalam populasi. Pada kayu yang berasal dari satu batang pohon dapat diperoleh tegangan patah terkecil sebesar satu persepuluh dari
tegangan patah terbesar. Selang ini semakin besar kalau kayu berasal dari individu pohon, tempat tumbuh dan jenis yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan statistik
untuk memilih tegangan patah yang dapat mewakili seluruh populasi. Pada umumnya dipilih tegangan patah 5 terlemah sebagai nilai bagi tegangan patah seluruh batang
kayu dalam populasi, yang disebut dengan 5 Exclusion Limit 5 EL. Pada ASTM D
18 2915 2003, 5 EL disebut dengan kekuatan karakteristik yang bisa dihitung secara
parametrik dan non parametrik, dengan demikian tegangan ijin pada kayu dinyatakan dengan F
x
Kelas Mutu
= 5 EL.AF. Tegangan ijin setelah direduksi dengan faktor-faktor penyesuaian lain merupakan sisi kapasitas dalam perencanaan struktur menggunakan
format ASD Bachtiar, 2008. Pengkelasan mutu kayu telah dilakukan sesuai dengan SKI C-bo-010:1987
Dephut, 1988 yang mendasarkan pengujian MOE menggunakan beban ganda di tengah bentang pada posisi edgewise sesuai standar ASTM D 198 2005 dan menghasilkan kelas
mutu kayu berdasarkan tegangan lenturnya. Nilai tegangan ijin bagi tiap kelas mutu disebut Tegangan Serat TS seperti Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Tegangan Ijin setiap Kelas Mutu Menurut SKI C-bo-010:1987
Tegangan Kerja dasar kgcm
2
MOEx1000 kgcm
2
Lentur Tarik
serat Tekan
serat Geser
serat Tekan
⊥ serat TS35
350 210
271 26
52 210
TS32 325
195 252
24 48
200 TS30
300 180
232 22
45 190
TS27 275
165 213
20 41
180 TS25
250 150
193 18
37 170
TS22 225
135 174
16 33
160 TS20
200 120
155 15
30 150
TS17 175
105 135
13 26
140 TS15
150 90
116 11
22 125
TS12 125
75 97
9 18
110 TS10
100 60
77 7
15 95
TS7 75
45 58
5 11
80 TS5
50 30
39 3
7 65
Sumber : SKI C-bo-010 : 1987 Spesifikasi Kayu Bangunan untuk Perumahan. DepHut 1988
Depkimpraswil 2002 dalam Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia RSNI mencantumkan nilai desain yang disebut Kuat Acuan Lentur yang dihitung
melalui pengujian menggunakan beban tunggal di tengah bentang pada posisi flatwise. Tabel 2. menyajikan kode mutu dan nilai kuat acuan bagi desain tersebut.
19
Tabel 2. Kuat Acuan Kayu Konstruksi untuk Tiap Kelas Mutu Menurut RSNI 2002
Kode Mutu
Modulus elastisitas
Lentur Ew
x1000 kgcm
2
Kuat Lentur
Fb Kuat Tarik
Sejajar Serat
Ft Kuat Tekan
sejajar serat Fc
Kuat Geser
Fv Kuat Tekan
Tegak lurus serat
Fc ⊥
E26 E25
E24 E23
E22 E21
E20 E19
E18 E17
E16 E15
E14 E13
E12 E11
E10 250
240 230
220 210
200 190
180 170
160 150
140 130
120 110
100
90 660
620 590
560 540
520 470
440 420
380 350
320 300
270 230
200 180
600 580
560 530
500 470
440 420
390 360
330 310
280 250
220 190
170 460
450 450
430 410
400 390
370 350
340 330
310 300
280 270
250 240
66 65
64 62
61 59
58 56
54 54
52 51
49 48
46 45
43 240
230 220
210 200
190 180
170 160
150 140
130 120
110 110
100
90 Sumber : RSNI 2002
Desain nilai tegangan ijin menurut PKKI maupun SKI menggunakan format ASD Allowable Stress Design, sedangkan dalam desain SNI di Indonesia menganut format
LRFD Load and Resistance Factor Design sehingga nilai desain bagi sifat kekuatan kayu harus ditetapkan dalam format baru.
2. Pemilahan Kayu dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi