lemak pada Spirulina yaitu diantaranya palmitic acid 44,6 –54,1, oleic acid
1 –15,5, linoleic acid 10,8–γ0,7, dan -linolenic acid 8,0–31,7
FAO 2008. Berbeda dengan kadar lemak, kadar karbohidrat total pada S. platensis kultivasi lebih kecil daripada S. platensis komersial. Kadar
karbohidrat S. platensis kutivasi yaitu 5,84 bk, sedangkan kadar karbohidrat S. platensis komersial yaitu 29,81 bk. Perbedaan kandungan karbohidrat tersebut
diduga karena jumlah kandungan abu, protein, dan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi dibanding jumlah kandungan protein, abu, dan lemak pada
Spirulina komersial, sehingga karbohidrat pada Spirulina komersial lebih tinggi. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau
mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Pengukuran aktivitas
antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH 2,2-DiPhenyl-1-Picryl- Hydrazyl. Sampel akan mendonorkan ion H
+
sehingga akan terjadi perubahan warna ungu menjadi kuning pucat. Semakin tinggi aktivitas antioksidannya,
perubahan warna akan semakin jelas. Aktivitas antioksidan S. platensis kultivasi yang terukur yaitu pada IC
50
adalah 1625 ppm, sedangkan pada S. platensis komersial 931 ppm. Nilai IC
50
merupakan banyaknya ekstrak bahan S. platensis yang dibutuhkan untuk mereduksi 50 aktivitas radikal bebas oleh DPPH yang
ditambahkan. Semakin rendah nilai IC
50
maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya, sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui
bahwa aktivitas antioksidan pada S. platensis komersial lebih tinggi. Hal tersebut diduga karena perbedaan bahan dalam analisis. Spirulina komersial yang
digunakan untuk analisis adalah biomassa kering, sedangkan Spirulina kultivasi yang digunakan untuk analisis adalah biomassa basah. Biomasaa kering
mengandung Spirulina yang lebih banyak dibandingkan biomassa basah, sehingga aktivitas antioksidan pada Spirulina komersial yang terukur lebih besar.
4.3 Karakteristik Biskuit
Karakteristik yang diamati adalah biskuit dengan penambahan 9 gram Spirulina hasil kultivasi dan biskuit tanpa penambahan Spirulina kontrol.
Parameter yang diamati yaitu komposisi kimia, aktivitas antioksidan, kerusakan mikrobiologis, dan Angka Kecukupan Gizi AKG biskuit.
4.3.1 Komposisi kimia biskuit Komposisi kimia pada biskuit ditentukan berdasarkan analisis proksimat
yang meliputi pengukuran kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak. Komposisi kimia biskuit kontrol tanpa penambahan Spirulina dan biskuit
dengan penambahan 9 gram Spirulina kultivasi dapat dilihat pada Gambar 12.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan P0,05.
Gambar 12 Histogram komposisi kimia biskuit : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina.
1 Kadar abu
Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik. Sekitar 96 bagian pada bahan makanan terdiri bahan organik dan air, sedangkan sisanya
yaitu unsur-unsur mineral Winarno 2008. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kadar abu pada biskuit kontrol yaitu 2,61 bk, sedangkan pada biskuit
Spirulina yaitu 3,81 bk. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar abu biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan kadar abu biskuit kontrol. Penambahan
Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu P0,05. Abu biasanya banyak dihubungkan dengan banyaknya mineral yang
terdapat pada bahan. Besarnya mineral yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi dari bahan-bahan pembuat biskuit tersebut.
Kadar abu pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan garam,
2.61
a
9.36
a
7.24
a
3.81
b
13.28
b
7.49
a
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
Kadar abu Kadar protein
Kadar lemak
K a
da r
ba sis
k er
ing
Pengujian
sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung beras, garam, dan Spirulina. Kadar abu pada tepung terigu yaitu 1,83 Suarni 2001,
sedangkan kadar abu pada tepung beras yaitu 0,59 Rustanti et al. 2012. Garam yang digunakan dalam pembuatan biskuit merupakan garam komersial yang
memiliki kandungan mineral antara lain natrium, klorida, iodium, besi, kalsium, magnesium, besi, dan kalium.
Spirulina memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar abu pada biskuit Spirulina. Spirulina kultivasi memiliki kadar abu 13,87 bk. Tingginya
kadar abu pada Spirulina tersebut diduga mempengaruhi kadar abu biskuit Spirulina. Biskuit Spirulina memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan
biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang memiliki kadar abu cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kaya et al. 2008 yang menunjukkan adanya peningkatan kadar abu biskuit setelah ditambahkan tepung tulang ikan patin yang kaya akan mineral dan
penelitian Yanuar et al. 2009 melakukan penambahan tepung cangkang rajungan pada pembuatan crackers sehingga meningkatkan kadar abu crackers.
2 Kadar protein
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, serta sebagai bahan bakar yang digunakan
untuk keperluan energi tubuh Winarno 2008. Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein pada biskuit Spirulina yaitu 13,28,
sedangkan kadar protein pada biskuit kontrol yaitu 9,36. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein biskuit P0,05.
Protein pada biskuit kontrol diduga berasal dari tepung terigu, tepung beras, gula, sedangkan pada biskuit Spirulina berasal dari tepung terigu, tepung
beras, gula, dan Spirulina. Kadar protein pada tepung terigu yaitu 14,45 bk Suarni 2001, tepung beras 9,59 bk, dan gula 0,43 bk Rustanti et al.
2012. Spirulina hasil kultivasi memiliki kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 56,2 bk. Tingginya kadar protein pada Spirulina diduga mempengaruhi kadar
protein pada biskuit Spirulina. Kadar protein biskuit Spirulina lebih besar dibandingkan biskuit kontrol, sesuai dengan adanya penambahan Spirulina yang
memiliki kandungan protein 56,2 bk.
3 Kadar lemak
Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti. Lemak memecah struktur kemudian melapisi pati dan
gluten sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma
Manley 2000. Kadar lemak pada biskuit kontrol yaitu 7,24 bk, sedangkan kadar lemak pada biskuit Spirulina yaitu 7,49 bk. Penambahan Spirulina
memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar lemak biskuit P0,05. Kadar lemak pada biskuit relatif rendah, hal ini diduga karena penambahan lemak
minyak pada pembuatan biskuit relatif kecil, yaitu 5 ml per adonan. Penelitian Asni 2004 menunjukkan bahwa penambahan lemak margarin 17,5 gram dan
kuning telur 5 gram menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 24,24. 4.3.2 Aktivitas antioksidan biskuit
Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam IC
50
, yaitu banyaknya konsentrasi yang digunakan untuk mereduksi senyawa oksidan sebanyak 50. Aktivitas
antioksidan pada biskuit disajikan pada Gambar 13.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar perlakuan P0,05.
Gambar 13 Aktivitas antioksidan
biskuit kontrol biskuit Spirulina
: biskuit kontrol, : biskuit Spirulina. Nilai IC
50
pada biskuit kontrol yaitu 9283 ppm, sedangkan pada biskuit Spirulina yaitu 8017 ppm. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang
sama terhadap aktivitas antioksidan biskuit P0,05. Spirulina platensis mengandung beberapa vitamin serta pigmen yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan. Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan
9283
a
8017
a
2000 4000
6000 8000
10000
biskuit kontrol biskuit Spirulina
IC5 pp
m
Jenis biskuit
oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan antara lain oleh Reactive Oxygen Species ROS seperti radikal superoksida, radikal nitrat hidroksida, radikal lipid
peroksil, dan radikal hidroksil. Wang et al. 2007 melaporkan bahwa terdapat beberapa senyawa dari S. platensis yang berkontribusi terhadap aktivitas
antioksidan. Komponen tersebut diantaranya flavonoid 85,1 ±7,γ gkg, -karoten
77,8±6,8 gkg, vitamin A 113,2±2,7 gkg, dan α-tokoferol 3,4±0,3 gkg dari
S. platensis bobot kering. Aktivitas antioksidan pada produk pangan tidak hanya bergantung pada
aktivitas kimia dari antioksidan tersebut, tetapi juga pada beberapa faktor seperti interaksi dengan komponen bahan dan kondisi lingkungan. Salah satu faktor yang
menyebabkan antioksidan mampu menangkap radikal bebas pada pangan adalah kebiasaan berpisah pada lemak dan air. Kecenderungan antioksidan yang bersifat
lipofilik adalah bekerja pada kandungan air yang tinggi, sebaliknya antioksidan yang bersifat polar efektif pada minyak dalam jumlah besar yang biasa disebut
dengan antioxidant paradox Miron et al. 2010. Mau et al. 2002 menyatakan bahwa secara alamiah semua organisme memiliki mekanisme untuk mengatasi
radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase dan katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation.
4.3.3 Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mikrobiologis dapat diketahui diantaranya dengan menghitung
total mikroba dan aktivitas air. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode Total Plate Count TPC. Aktivitas air a
w
diukur dengan menggunakan alat a
w
meter Novasina ms1. 1 Total mikroba
Daya simpan suatu produk pangan erat kaitannya dengan keadaan sanitasi pada waktu produk tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan
kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pengamatan yang dilakukan terhadap total mikroba pada penyimpanan hari pertama yaitu pada biskuit kontrol
berjumlah 1,5x10
3
cfug 3,18 log dan pada biskuit Spirulina yaitu 1,1x10
3
cfug 3,04 log, sedangkan total mikroba pada akhir masa simpan pada biskuit kontrol yaitu 4,8x10
3
cfug 3,68 log dan pada biskuit Spirulina yaitu 6,8x10
3
cfug 3,83 log. Grafik hubungan antara total mikroba dengan lama penyimpanan biskuit disajikan pada Gambar 14.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit P0,05 Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan
Gambar 14 Perubahan nilai total mikroba selama penyimpanan : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina.
Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang sama terhadap total mikroba biskuit P0,05. Terdapat mikroba dari awal
penyimpanan, namun masih memenuhi standar biskuit karena masih dibawah nilai batas maksimum total mikroba biskuit, yaitu 1,0x10
4
cfug 4 log BSN 2011
a
. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nagi et al. 2012 yang
menyebutkan bahwa biskuit yang dikemas dengan menggunakan kemasan plastik jenis HDPE dan disimpan selama tiga bulan pada suhu ruang memiliki total
mikroba yang masih berada dibawah standar maksimum. Terdapat adanya mikroba pada biskuit kontrol dan biskuit Spirulina.
Adanya mikroba tersebut diduga terjadi rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan biskuit. Menurut Damongilala 2009, nilai TPC
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan dan cara penanganan dan penyimpanan produk. Cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan yang
tidak higiene terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan kontaminasi bahan mentahproduk olahan dengan mikroba yang berasal dari
lingkungan pengolahan dan penyimpanan.
3,18
ax
3,23
ax
3,68
ax
3,04
ax
3,66
ax
3,83
ax
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00
1 16
31
L o
g T
P C
Hari ke-
2 Aktivitas air a
w
Aktivitas air water activity merupakan jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nilai aktivitas air selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.
Huruf a dan b menunjukkan pengaruh yang berbeda antar biskuit P0,05 Huruf x dan y menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu penyimpanan
Gambar 15 Perubahan aktivitas air biskuit selama penyimpanan : biskuit kontrol, : biskuit Spirulina.
Penambahan Spirulina dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas air biskuit pada hari ke-1 P0,05. Pengukuran
pada hari ke-1, nilai a
w
pada biskuit kontrol yaitu 0,433 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,125. Perbedaan nilai aktivitas air ini diduga karena bentuk biskuit yang
diukur kurang seragam. Pencetakan dilakukan manual menggunakan roller, sehingga memungkinkan terjadinya ketidakseragaman bentuk biskuit. Pengukuran
pada hari ke-16, nilai a
w
pada biskuit kontrol yaitu 0,535 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,557. Pengukuran pada hari ke-31, nilai a
w
pada biskuit kontrol yaitu 0,558 dan pada biskuit Spirulina yaitu 0,607. Penambahan Spirulina dan
waktu pengamatan memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas air biskuit pada pengamatan hari ke-16 dan hari ke-31 P0,05. Hal tersebut diduga karena
biskuit telah mengalami absorbsi air dari udara selama penyimpanan. Kerusakan produk biskuit sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur.
Kerenyahan merupakan tekstur penting pada biskuit. Kerenyahan produk kering
akan menurun dengan meningkatnya a
w
produk. Arimi et al. 2010 menyatakan bahwa kerenyahan produk akan berkurang jika a
w
berkisar 0,5±0,2. Selain itu, bahan dasar tepung terigu juga dapat menyebabkan peningkatan a
w
selama penyimpanan. Hal ini diduga karena adanya tepung pati. Pati yang telah
tergelatenisasi dan dikeringkan masih mampu menyerap air dalam jumlah besar Winarno 2008.
Aktivitas air dapat diturunkan dengan cara pengeringan atau penambahan senyawa yang larut dalam air seperti gula dan garam. Mikroba hanya dapat
tumbuh pada kisaran aktivitas air tertentu. Kisaran a
w
untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,9, khamir 0,8
–0,9, dan kapang 0,6-0,7 Winarno 2008. Bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70 sudah
dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan Saenab et al. 2010. Hubungan aktivitas air a
w
dengan laju reaksi relatif disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Hubungan a
w
dengan laju reaksi relatif Labuza 1971 dalam Winarno 2008.
Gambar 16 menunjukkan bahwa pada aktivitas air 0-0,2 Daerah I tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang a
w
0,25-0,8 Daerah II reaksi yang dapat terjadi yaitu browning nonenzimatis, oksidasi
lemak, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Biskuit Spirulina dan biskuit kontrol memiliki nilai a
w
0,125-0,607, sehingga nilai a
w
tersebut termasuk dalam Daerah II. Reaksi yang terjadi pada biskuit yang dipengaruhi oleh nilai a
w
diduga adalah reaksi oksidasi lemak. Kandungan lemak pada biskuit kontrol 7,24 dan
biskuit Spirulina 7,49. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arpah 2007 yang
menyebutkan bahwa oksidasi lemak dapat terjadi pada produk yang mengandung lemak. Reaksi oksidasi merupakan reaksi suatu senyawa lemak yang tidak atau
belum mengandung radikal peroksida dan hidroperoksida mengalami serangan senyawa oksigen reaktif yang mampu melepaskan satu atom hidrogen dari asam
lemak membentuk radikal. Aktivitas air pada selang 0,7-0,9 adalah nilai aktivitas yang
memungkinkan bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh. Biskuit kontrol dan biskuit Spirulina memiliki a
w
0,125-0,607, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Adanya mikroba pada hari ke-1 yaitu 1,5x10
3
cfug dan 1,1x10
3
cfug, diduga karena adanya rekontaminasi dan atau kontaminasi silang pada saat pembuatan
biskuit. 4.3.4 Angka Kecukupan Gizi AKG Biskuit Spirulina
Angka Kecukupan Gizi AKG yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances RDA adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang
dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Angka kecukupan gizi digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal.
Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik Almatsier 2006. Kebutuhan gizi
per hari mengacu pada kebutuhan perhari untuk konsumen umum dari BPOM 2005 yaitu karbohidrat 300 g 1200 kkal, protein 60 g 240 kkal, dan
lemak 62 g 560 kkal. Informasi gizi mengenai Angka Kecukupan Gizi biskuit Spirulina disajikan pada Tabel 5, sedangkan pada biskuit kontrol disajikan pada
Tabel 6. Penentuan takaran saji merujuk pada takaran saji biskuit komersial yang
terdapat di pasaran. Biskuit Spirulina per takaran saji dapat menyumbangkan energi 70,21 kkal, sedangkan pada biskuit kontrol dapat menyumbangkan energi
total yang lebih besar yaitu 73,34 kkal. Namun, biskuit Spirulina mampu memenuhi kebutuhan protein 3,68 per hari, lebih tinggi jika dibandingkan
dengan protein dari biskuit kontrol. Wanita dan pria pada usia 20 –59 tahun
memerlukan protein masing-masing 50 mg dan 60 mg Permenkes 2005. Biskuit Spirulina per serving size mengandung protein 2,21 gram. Hal ini berarti dengan
mengkonsumsi biskuit sebanyak 18 gram, maka kebutuhan terhadap protein akan
terpenuhi. Food and Agriculture Organization FAO 2008 menyatakan bahwa Spirulina merupakan pangan yang GRAS Generally recognized as safe atau
yang sudah dinyatakan aman. Spirulina yang digunakan sebagai pangan, konsumsi per sajinya diperbolehkan pada kisaran 2,0 sampai 8,0 gram, yang
berarti mengandung 60 protein berkisar 1,2 –4,8 gram.
Tabel 5 Informasi nilai gizi biskuit Spirulina
Takaran saji Per sajian kemasan
18 g Energi total
70,21 kkal Nutrisi
Jumlah per sajian g AKG
Karbohidrat by different 12,54
4,18 Protein
2,21 3,68
Lemak 1,24
2,00
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal
Tabel 6 Informasi nilai gizi biskuit kontrol
Takaran saji Per sajian kemasan
18 g Energi total
73,34 kkal Nutrisi
Jumlah per sajian g AKG
Karbohidrat by different 13,85
4,62 Protein
1,60 2,68
Lemak 1,27
2,05
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal
Angka kecukupan untuk protein dan zat-zat gizi lain dinyatakan sebagai taraf suapan terjamin safe level of intake, yaitu rata-rata kebutuhan ditambah
2,5 dari kebutuhan tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi atau melebihi hampir semua individu. Apabila seseorang mengkonsumsi protein atau
zat gizi lain pada nilai yang sama atau sedikit lebih besar dari konsumsi yang dianggap aman, jumlah yang sedikit lebih besar ini tidak akan menimbulkan
akibat merugikan Almatsier 2006.
4.4 Saran Penyajian