Gambar 11 Hasil uji aktivitas antioksidan biskuit Spirulina pada berbagai penambahan.
Nilai IC
50
yang terukur yaitu 9883 ppm pada sampel P1, 9748 ppm pada P2, dan 6180 ppm pada sampel P3. Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan tertinggi terdapat pada biskuit P3. Hal ini berarti untuk mereduksi 50 DPPH dibutuhkan sebanyak 6180 ppm. Semakin kecil nilai IC
50
, maka aktivitas antioksidan semakin tinggi. Tingginya aktivitas antioksidan pada biskuit
P3 sesuai dengan penambahan Spirulina dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu sebanyak 9 gram.
4.2.3 Penentuan formula terpilih Hasil uji menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan
Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh sama terhadap semua parameter hedonik yang dinilai P0,05, namun pada pengujian aktivitas
antioksidan menunjukkan bahwa biskuit P3 memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi. Berdasarkan kedua data tersebut, disimpulkan bahwa formula biskuit
terpilih adalah biskuit P3 yaitu perlakuan penambahan Spirulina sebanyak 9 gram.
4.2 Karakteristik Spirulina platensis
Karakterisasi dilakukan terhadap biomassa kering S. platensis komersial dan biomassa basah S. platensis hasil kultivasi. Hasil pengujian proksimat dan
antioksidan dari S. platensis disajikan pada Tabel 4.
9883 9748
6108
0.00 2000.00
4000.00 6000.00
8000.00 10000.00
4 gram 6 gram
9 gram
IC5 pp
m
Konsentrasi Spirulina
Tabel 4 Hasil karakterisasi Spirulina platensis Karakteristik
Hasil pengujian Spirulina kultivasi
Spirulina komersil Basis
basah bb Basis
kering bk Basis
basah bb Basis
kering bk Kadar air
93,15 -
4,28 -
Kadar abu 0,95
13,87 5,99
6,26 Kadar protein
3,85 56,20
61,06 63,79
Kadar lemak 1,65
24,09 0,14
0,15 Karbohidrat
0,4 5,84
28,53 29,81
Antioksdian IC
50
1625 ppm 931 ppm
Kadar air pada S. platensis kultivasi cukup tinggi yaitu 93,15, sedangkan kadar air S. platensis komersial yaitu 4,28. Perbedaan ini dikarenakan Spirulina
hasil kultivasi dianalisis dalam keadaan biomassa basah yang mengandung air cukup banyak, sedangkan Spirulina komersial yang dianalisis merupakan
biomassa kering. Kadar abu S. platensis kultivasi yaitu 13,87 bk, sedangkan kadar abu S. platensis komersial yaitu 6,26 bk. Data tersebut menunjukkan
bahwa kadar abu S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Abu yang terukur dalam analisis merupakan mineral yang terkandung dalam bahan.
Thomas 2010 menyebutkan bahwa mineral yang terdapat pada S. platensis diantaranya kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium, potassium, seng, tembaga,
mangan, chromium, dan selenium. Li et al. 2007 melaporkan bahwa mineral yang terkandung dalam Spirulina antara lain kalsium, magnesium, besi, seng,
tembaga, mangan, nikel, dan stronsium. Spirulina platensis merupakan mikroalga yang telah diketahui memiliki
kadar protein yang tinggi. Analisis protein yang dilakukan yaitu untuk mengetahui protein kasar crude protein atau untuk mengetahui total keseluruhan kandungan
unsur N pada bahan. Kadar protein S. platensis kultivasi yaitu 56,20 bk, sedangkan kadar protein S. platensis komersial yaitu 63,79 bk. Perbedaan
kandungan protein ini diduga karena perbedaan media kultur yang digunakan. Spirulina komersial ditumbuhkan dengan media Walne, sedangkan Spirulina
kultivasi ditumbuhkan dalam media Zarrouk teknis modifikasi. Kedua media kultur tersebut memiliki komposisi yang berbeda. Media Walne memiliki
komponen nutrien yang lebih lengkap dibanding media Zarrouk teknis modifikasi.
Goksan et al. 2007 menyatakan bahwa pada media yang kandungan N nya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan
sintesis karbohidrat. Colla et al. 2005 melaporkan bahwa kultivasi S. platensis dengan sumber N sodium nitrat NaNO
3
dengan jumlah 0,625 gL dan 1,875 gL pada suhu kultivasi 35°C memiliki kandungan protein berturut-turut 58,92±0,96
dan 70,15±0,82, sedangkan kandungan lemaknya yaitu berturut-turut 7,49±1,10 dan 10,37±0,63.
Komposisi kimia protein dalam S. platensis salah satunya dipengaruhi oleh sumber N pada media tumbuhnya. Potasium juga berpengaruh terhadap sintesis
protein, karena merupakan kofaktor enzim sintesis protein. Nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun protein dalam sel
Colla et al. 2005. Sumber N pada media Walne adalah sodium nitrat NaNO
3
, sedangkan sumber N pada media Zarrouk teknis modifikasi adalah urea
N
2
H
4
CO. Kadar urea pada media Zarrouk teknis modifikasi yaitu 0,13 gL,
sedangkan kadar NaNO
3
pada media Walne yaitu 100 gL. Hal ini sesuai dengan kadar protein dari Spirulina komersial yang lebih tinggi dari Spirulina hasil
kultivasi. Costa et al. 2001 menyatakan bahwa urea dimetabolisme oleh cyanobacter melalui aktivitas enzim seperti enzim urease, oleh karena itu urea
merupakan sumber nitrogen yang baik. Selain urea, S. platensis juga bisa memanfaatkan nitrat sebagai sumber nitrogen, karena struktur tersebut yang
paling umum di alam. Lemak merupakan salah satu gizi yang diperlukan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan kalori sehari-hari. Kadar lemak pada S. platensis kultivasi yaitu 24,09 bk, sedangkan kadar lemak S. platensis komersial yaitu 0,15
bk. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak S. platensis kultivasi lebih besar dari S. platensis komersial. Vonshak et al. 2004 menyatakan bahwa perbedaan
oleh komposisi protein dan lemak pada mikroalga disebabkan perbedaan komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang paling penting berupa
C dan N. Spirulina mengandung asam lemak tak jenuh berkisar 1,3
–1,5, yang didominasi oleh -linolenat 30–35 dari total lemak. Kandungan asam
lemak pada Spirulina yaitu diantaranya palmitic acid 44,6 –54,1, oleic acid
1 –15,5, linoleic acid 10,8–γ0,7, dan -linolenic acid 8,0–31,7
FAO 2008. Berbeda dengan kadar lemak, kadar karbohidrat total pada S. platensis kultivasi lebih kecil daripada S. platensis komersial. Kadar
karbohidrat S. platensis kutivasi yaitu 5,84 bk, sedangkan kadar karbohidrat S. platensis komersial yaitu 29,81 bk. Perbedaan kandungan karbohidrat tersebut
diduga karena jumlah kandungan abu, protein, dan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi dibanding jumlah kandungan protein, abu, dan lemak pada
Spirulina komersial, sehingga karbohidrat pada Spirulina komersial lebih tinggi. Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menunda atau
mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Pengukuran aktivitas
antioksidan dilakukan dengan penambahan DPPH 2,2-DiPhenyl-1-Picryl- Hydrazyl. Sampel akan mendonorkan ion H
+
sehingga akan terjadi perubahan warna ungu menjadi kuning pucat. Semakin tinggi aktivitas antioksidannya,
perubahan warna akan semakin jelas. Aktivitas antioksidan S. platensis kultivasi yang terukur yaitu pada IC
50
adalah 1625 ppm, sedangkan pada S. platensis komersial 931 ppm. Nilai IC
50
merupakan banyaknya ekstrak bahan S. platensis yang dibutuhkan untuk mereduksi 50 aktivitas radikal bebas oleh DPPH yang
ditambahkan. Semakin rendah nilai IC
50
maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya, sehingga berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui
bahwa aktivitas antioksidan pada S. platensis komersial lebih tinggi. Hal tersebut diduga karena perbedaan bahan dalam analisis. Spirulina komersial yang
digunakan untuk analisis adalah biomassa kering, sedangkan Spirulina kultivasi yang digunakan untuk analisis adalah biomassa basah. Biomasaa kering
mengandung Spirulina yang lebih banyak dibandingkan biomassa basah, sehingga aktivitas antioksidan pada Spirulina komersial yang terukur lebih besar.
4.3 Karakteristik Biskuit