Formulasi marshmallow spirulina dan kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan

(1)

DESI KINANDARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

DESI KINANDARI. C34080057. Formulasi Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan IRIANI SETYANINGSIH.

Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga autotrof berwarna biru hijau dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix) yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan karena memiliki kandungan nutrisi protein, asam lemak, vitamin, pigmen, dan antioksidan yang tinggi. Konsumsi Spirulina masih rendah, karena produk yang beredar masih dalam bentuk suplemen kapsul dengan harga tinggi. Pengembangan produk marshmallow diharapkan dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan konsumsi Spirulina serta dapat bermanfaat untuk menciptakan suatu produk yang sehat dan tanpa pewarna buatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik marshmallow yang diperkaya dengan Spirulina dan mengkarakterisasi kimia produk dan aktivitas antioksidan, serta mengetahui kerusakan mikrobiologis marshmallow Spirulina selama penyimpanan.

Tahapan penelitian yang dilakukan antara lain kultivasi Spirulina dalam media Zarrouk teknis modifikasi, penentuan formula terpilih marshmallow dengan penambahan Spirulina komersial (1, 2, dan 3%), perbaikan formula terpilih dan pembuatan marshmallow Spirulina kultur, analisis komponen kimia, dan analisis kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan. Formula terpilih dinilai berdasarkan uji hedonik. Marshmallow terpilih kemudian dianalisis proksimat, aktivitas antioksidan, dan dilakukan perhitungan informasi gizi serta dibandingkan dengan marshmallow tanpa penambahan Spirulina (kontrol). Marshmallow disimpan pada suhu ruang selama enam hari. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan adalah total mikroba dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dan aktivitas air (aw).

Formula marshmallow terpilih yaitu marshmallow Spirulina 2% yang memiliki nilai penerimaan tertinggi dari panelis. Secara umum kandungan gizi marshmallow Spirulina lebih tinggi dibandingkan dengan marshmallow kontrol. Komposisi kimia marshmallow Spirulina yaitu kadar air 6,97% (bb), kadar abu 0,37% (bb), kadar protein 11,37% (bb), dan kadar lemak 1,86% (bb.) Komposisi kimia marshmallow kontrol yaitu kadar air 7,23% (bb), kadar abu 0,66% (bb), kadar protein 10,95% (bb), dan kadar lemak 1,53% (bb). Nilai IC50 aktivitas antioksidan marshmallow kontrol yaitu 10365,24 ppm dan marshmallow Spirulina yaitu 8261,38 ppm. Selama penyimpanan marshmallow Spirulina mengalami kerusakan yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas air (aw) dan meningkatnya jumlah mikroba. Pada akhir masa simpan (6 hari) kadar aw pada masing-masing marshmallow kontrol dan marshmallowSpirulina yaitu 0,667 dan 0,685, sedangkan total mikroba yaitu 1,0x105 cfu/g dan 1,8x106 cfu/g.


(3)

DESI KINANDARI C34080057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Nama : Desi Kinandari

NIM : C34080057

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS NIP. 1961 0128 198601 2 001 NIP. 1960 0925 198601 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi. MS, M.Phil. NIP : 1958 0511 198503 1 002


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Formulasi

Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan”

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013

Desi Kinandari C34080057


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Formulasi Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan” dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis

2 Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji, atas saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini

3 Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.phil. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

4 Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol. selaku Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan

5 Keluarga terutama Bapak, Ibu, kakak-kakak tercinta serta keponakan yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat dan dorongan moril maupun material kepada penulis

6 Teman seperjuangan selama di IPB: Tim Spirulina (Diah, Dibar, Trinita, Orin, Dimas), Wisma Kompeten, WE, KMK atas bantuan, kebersamaan dan persahabatan yang indah

7 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata Usaha (TU), teman-teman THP 45, 46, dan 47 yang telah memberikan semangat kepada penulis serta pihak lain yang telah banyak membantu dalam penyusunan usulan kegiatan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, April 2013 Desi Kinandari


(7)

Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 27 Desember 1990, sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Kirmadi dan Ibu Sri Widadi. Penulis mengawali jenjang pendidikan dari TK Aisiyah Busthanul Atfal pada tahun 1995-1996 dan SDN 2 Buntalan pada tahun 1996-2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Klaten pada tahun 2002-2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 Klaten pada tahun 2005-2008. Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjalani pendidikan akademik penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) divisi kewirausahaan periode 2010-2011, Organisasi Mahasiswa Daerah Klaten di Bogor (KMK) tahun 2008-sekarang, kepanitian Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI X) tahun 2010. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan periode 2011-2012, asisten mata kuliah Teknologi Pemanfatan Hasil Samping dan Limbah Hasil Perairan periode 2011-2012.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Formulasi Marshmallow Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr.Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr.Ir. Iriani Setyaningsih, MS.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Spirulina platensis ... 3

2.2 Marshmallow ... 5

2.3 Penurunan Mutu ... 10

2.4 Antioksidan ... 11

2.5 Angka Kecukupan Gizi (AKG) ... 12

3 METODOLOGI ... 14

3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Metode Penelitian ... 14

3.3.1 Kultivasi Spirulina platensis... 16

3.3.2 Formulasi marshmallow ... 17

3.4 Parameter yang Diamati ... 18

3.4.1 Uji hedonik (BSN 2011) ... 18

3.4.2 Analisis kadar air (AOAC 2005) ... 19

3.4.3 Analisis kadar abu (AOAC 2005) ... 19

3.4.4 Analisis protein (AOAC 2005) ... 19

3.4.5 Analisis total lemak (AOAC 2005) ... 20

3.4.6 Analisis antioksidan (Molynuex 2004) ... 21

3.4.7 Analisis aktivitas air (

a

w) ... 22

3.4.8 Total plate count (TPC) (BSN 2006) ... 22

3.4.9 Penentuan informasi gizi (BPOM 2007) ... 23

3.5 Rancangan Percobaan ... 24

3.6 Analisis Data ... 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Karakteristik Spirulina platensis ... 26


(9)

4.1.2 Aktivitas antioksidan ... 27

4.2 Penentuan Formulasi Terpilih Marshmallow Spirulina komersial ... 28

4.3 Karakteristik MarshmallowSpirulina Kultur ... 34

4.3.1 Perbaikan formula terpilih ... 34

4.3.2 Komposisi kimia marshmallow ... 35

4.3.3 Aktivitas antioksidan marshmallow ... 37

4.3.4 Kerusakan mikrobiologis... 39

4.3.5 Informasi gizi marshmallow ... 42

4.4 Saran Penyajian ... 43

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Simpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 52


(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan gizi Spirulina ... 4

2 Densitas marshmallow ... 6

3 Syarat mutu kembang gula lunak (SNI 3547.2-2008) ... 7

4 Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan ... 14

5 Formulasi marshmallow Spirulina komersial ... 17

6 Komposisi kimia S. platensis kultivasi dan komersial ... 26

7 Formula marshmallow terbaik ... 35

8 Informasi gizi marshmallow kontrol dan marshmallow Spirulina ... 43


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Morfologi Spirulina platensis ... 3

2 Diagram alir penentuan formula marshmallow terpilih ... 15

3 Diagram alir metode penelitian marshmallow-Spirulina ... 16

4 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis ... 17

5 Diagram alir pembuatan marshmallow-Spirulina ... 18

6 Hasil uji hedonik kenampakan marshmallow ... 29

7 Hasil uji hedonik warna marshmallow ... 30

8 Hasil uji hedonik aroma marshmallow ... 31

9 Hasil uji hedonik tekstur marshmallow... 32

10 Hasil uji hedonik rasa marshmallow ... 33

11 Perbedaan marshmallow Spirulina dan marshmallow merek “X” ... 34

12 Histogram nilai komposisi kimia marshmallow ... 35

13 Aktivitas antioksidan marshmallow ... 38

14 Aktivitas air (aw) marshmallow selama penyimpanan suhu ruang ... 39


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Score sheet uji hedonik marshmallow (BSN 2011) ... 53 2 Hasil perangkingan dan uji Kruskal Wallis hedonik marshmallow Spirulina

komersial ... 54 3 Analisis ragam marshmallow kontrol dan marshmallow Spirulina kultur . 55 4 Perhitungan informasi gizi marshmallow ... 58 5 Media kultivasi Spirulina ... 61


(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permen merupakan salah satu produk confectionery yang digemari oleh semua lapisan masyarakat. Produk ini dapat mempertahankan bentuknya dalam waktu yang cukup lama dan tidak rusak baik karena pengaruh kimiawi maupun mikrobiologi. GAPMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia) memperkirakan nilai pasar permen mencapai 5% dari total nilai industri makanan dan minuman tahun 2010 yang mencapai Rp 260 triliun (Nurwati 2011). Soft candy (permen lunak) merupakan salah satu jenis permen yang bertekstur lebih lunak dan dapat dikunyah saat dikonsumsi. Permen jenis ini memiliki kadar air yang relatif tinggi (6-8%), dan bahan dasar utamanya yaitu sukrosa dan sirup glukosa. Namun untuk membentuk tekstur yang chewy, biasanya ditentukan oleh campuran lemak, gelatin, pengemulsi, dan bahan tambahan lainnya (Alikonis 1979).

Permen lunak banyak beredar dan digemari oleh masyarakat luas, karena murah, praktis, dan memiliki berbagai rasa. Marshmallow merupakan salah satu jenis permen lunak (soft candy) yang memiliki tekstur seperti busa yang lembut, ringan, kenyal dalam berbagai bentuk aroma, rasa dan warna sehingga tergolong dalam produk confectionery. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler 1999). Saat ini produk permen yang beredar banyak menggunakan pewarna sintetis, karena mudah didapat dan memiliki stabilitas yang tinggi. Namun penggunaan pewarna sintetis yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan, karena pewarna sintetis seperti tartrazine, allura red dan rodhamin B bersifat karsinogenik serta dapat menyebabkan alergi hingga penyakit kanker (Chahaya 2003). Oleh karena itu diperlukan pigmen atau pewarna alami sebagai alternatif pengganti pewarna sintetis yang dapat diperoleh dari tumbuhan darat maupun air, salah satunya dari mikroalga Spirulina.

Spirulina adalah organisme mikroskopis yang termasuk kelompok alga hijau biru (Cyanobacteria). Kelompok alga ini memiliki bentuk tubuh spiral dan


(14)

mempunyai ukuran 1 sampai 12 µ m. Alga ini dalam koloni yang besar berwarna hijau tua. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi (Tietze 2004). Henrikson (2009) melaporkan bahwa Spirulina platensis memiliki kandungan klorofil 1 mg/g, karotenoid 0,37 mg/g, dan fikosianin 140 mg/g. Fikosianin telah diproduksi secara komersial terutama untuk pewarna makanan, minuman, obat, dan kosmetik dengan kadar mencapai 20% dari fraksi protein Spirulina (Silveira et al. 2007). Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri pangan, pakan, dan industri lainnya karena memiliki kandungan nutrisi protein, asam lemak, vitamin, pigmen, dan antioksidan yang tinggi. Babadzanov et al. (2004) menyatakan bahwa S. platensis dalam keadaan kering mengandung protein 55-75%. Kandungan vitamin B12 Spirulina lebih dari 300 µg per 100 g Spirulina (Tietze 2004). Nagaraj et al. (2011) melaporkan bahwa perlakuan dengan C-fikosianin dari S. platensis (75 mg/kg berat badan) menunjukkan aktivitas antioksidan dan mengurangi stres oksidatif pada tikus selama diinduksi dengan CCl4 (karbon tetraklorida).

Spirulina yang ditambahkan pada marshmallow dapat berfungsi sebagai pewarna alami dan potensial memperkaya zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Pengembangan produk marshmallow diharapkan dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan konsumsi Spirulina serta dapat bermanfaat untuk menciptakan suatu produk yang sehat dan tanpa pewarna buatan, sehingga dapat mengatasi masalah kekurangan gizi bagi anak-anak di Indonesia yang merupakan solusi nyata dan sangat mungkin untuk dilaksanakan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik marshmallow yang diperkaya dengan Spirulina, mengkarakterisasi kimia produk dan aktivitas antioksidan, dan mengetahui kerusakan mikrobiologis marshmallow Spirulina selama penyimpanan.


(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spirulina platensis

Spirulina merupakan makhluk hidup autotrof berwarna hijau biru dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga alga hijau biru berfilamen (cyanobacterium). Bentuk tubuh Spirulina yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. Filamen spirulina hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Hariyati 2008). Spirulina merupakan salah satu alga hijau biru yang telah banyak dikultivasi. Spirulina dapat dimakan, secara alamiah dapat dikultivasi di air tawar sampai alkalin (payau) di danau-danau atau kolam. Secara taksonomi Spirulina (Garrity et al. 2001), dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria Filum : Cyanobacteria Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Famili : Oscillatoriaceae Genus : Spirulina

Gambar 1 Morfologi Spirulina platensis (perbesaran 10 kali)

Spirulina dapat tumbuh subur di iklim tropis dan subtropis dengan pH 9,4 hingga pH 11 (Cifferi 1983). Penyebaran Spirulina sangat luas, sebagian besar dapat ditemukan di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan (Sixabela et al. 2011). Pertumbuhan Spirulina yang baik selain dipengaruhi oleh kandungan nutrisi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam media pemeliharaan. Faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan S. platensis adalah suhu air, suhu


(16)

ruangan, salinitas dan pH (Vonshak et al. 2004). Nitrogen merupakan nutrien yang dibutuhkan paling banyak untuk pertumbuhan fitoplankton (Wijaya 2006). Kepadatan optimum untuk kultur Spirulina sp. adalah 10.000 unit/mL (Suryati 2002).

Spirulina kaya akan nutrien diantaranya protein, vitamin, asam amino, asam

-linolenat (GLA), fikosianin, tokoferol, klorofil, dan -karoten (Khan et al. 2005). Kandungan gizi Spirulina dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi Spirulina

Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah

Komposisi Umum (%) Asam Amino Esensial mg/10 g

Protein 62 Isoleusin 350

Karbohidrat 19 Leusin 540

Lemak 5 Lysin 290

Mineral 9 Metionin 140

Vitamin per 10 g Fenilalanin 280

Vitamin A ( -karoten) 23000 IU Threonin 320

Vitamin C 0 mg Triptopan 90

Vitamin E (α-tokoferol) 1 IU Valin 400

Thiamin, B1 0,35 mg Asam Amino Non-Esensial mg/10 g

Riboflavin, B2 0,40 mg Alanin 470

Niacin, B3 1,40 mg Arginin 430

Pyridoxine, B6 80 mcg Asam Aspartat 610

Folat 1 mcg Systin 60

Cyanocobalamin, B12 20 mcg Asam glutamate 910

Biotin 0,5 mcg Glysin 320

Asam pantotenik 10 mcg Histidin 100

Inositol 64 mg Prolin 270

Pigmen mg/10 g Serin 320

Fikosianin (biru) 1400 Tirosin 300

Klorofil (hijau) 100 Mineral mg/10 g

Karotenoid (orange) 37 Kalsium 70

-Karoten 20 Besi 10

- -karoten 17 Magnesium 40

-Karoten lainnya 3 Sodium 90

Xanthophyll 17 Potasium 140

-Myxoxanthophyll 7 Fosfor 90

-Zeaxanthin 6 Seng 0,3

-Echinenone 1 Mangan 0,5

-Xanthophyll lainnya 1

Sumber : Henrikson (2009).

Bashandy et al. (2011) menyatakan Spirulina platensis kaya akan protein, lipid, karbohidrat, dan elemen penting lainnya seperti seng, magnesium, mangan,


(17)

selenium, beta karoten, riboflavin, tokoferol dan -linolenic acid. Shuda dan Kavimani (2011) menyatakan bahwa disamping -linolenic acid, juga

masih banyak fitokimia lain yang baik untuk kesehatan. Spirulina juga mengandung fikosianin (7% dari basis keringnya), polisakarida dan juga antioksidan.

Menurut Susanna et al. (2007), Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan dan pengobatan. Chlorella, Spirulina adalah makanan yang mengandung semua nutrien makanan dalam konsentrasi yang tinggi, dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai banyak fungsi. Keistimewaan yang dimiliki spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100% bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Spirulina merupakan makanan paling alkali dibandingkan sayuran dan buah lain sehingga dapat mencegah dan mengatasi gangguan pencernaan terutama masalah lambung (Riyono 2008).

Sixsabela et al. (2011) melaporkan kandungan gizi pada Spirulina dapat digunakan untuk mengatasi penyakit seperti diabetes melitus dan artritis. Jenis Spirulina mampu memperlihatkan berbagai aktivitas biologis seperti antihipertensi dan antihiperlipemik (Torres-Duran et al. 2007), kemopreventif dari kanker (Ismail et al. 2009), dan terhadap toksisitas hepatoprotektif kadmium (Karadeniz et al. 2009). Fikosianin memiliki karakteristik antioksidan dan dapat berfungsi sebagai anti inflamatori, menghambat tumornekrosis, dan melindungi sel-sel syaraf (Romay et al. 2003). Fikosianin telah diproduksi secara komersial terutama untuk pewarna makanan, minuman, obat, dan kosmetik. Kadarnya dapat mencapai 20% dari fraksi protein Spirulina (Silveira et al. 2007). Spirulina juga menunjukkan memiliki pengaruh imunostimulator dan memiliki aktivitas antiviral (Khan et al. 2005). Studi pada manusia, Spirulina bermanfaat untuk anak kurang gizi maupun anak yang positif HIV (Simpore et al. 2005). Spirulina adalah kandidat suplemen yang sangat baik untuk infeksi HIV (Azabji et al. 2011). Spirulina dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa hingga anak-anak.

2.2 Marshmallow

Marshmallow merupakan suatu jenis permen (termasuk soft candy) yang berbahan dasar gelatin dan gula terutama sukrosa dan beberapa tipe glukosa yang


(18)

berbeda. Asal penamaan dari produk ini adalah berasal dari tanaman yang bernama marshmallow (Althea officinalis). Resep asli dari marshmallow adalah menggunakan ekstrak akar dari tanaman marshmallow. Ekstrak akar marshmallow mempunyai sifat liat dan lengket serta membentuk gel bila dicampur dengan air. Saat ini penggunaan dari ekstrak ini telah digantikan oleh gelatin yang mempunyai sifat hampir sama. Soft candy mempunyai tekstur yang lunak, dapat digigit dan tidak lengket digigi sewaktu dikunyah (Alikonis 1979). Marshmallow merupakan makanan ringan bertekstur seperti busa yang lembut dalam berbagai bentuk, aroma dan warna. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin, gum arab dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler 1999).

Marshmallow dapat dikelompokkan sebagai deposited (endapan), extruded, grained dan nongrained. Perbedaan utama antara produk deposited dan extruded adalah densitas dan kekerasan pada produk akhir yang dihasilkan. Kedua produk ini (deposited dan extruded) biasanya mengandung gelatin 200 sampai 250 Bloom. Tekstur marshmallow akan berubah tergantung pada formulasi, densitas yang diinginkan, dan metode pembuatan, serta peralatan yang digunakan. Marshmallow dapat disusun dari tipe extruded atau deposited, busa meringues yang lembut atau nougats. Marshmallow grained dan nongrained berbeda dalam hal perbandingan gula atau sirup jagung. Tekstur dari marshmallow grained benar-benar pendek, kering dan keras. Kelompok produk ini dapat dipisahkan berdasarkan fungsi dari densitasnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Densitas marshmallow

Tipe Densitas

Nougats 0,90 – 1,00

Fruit chews/fat chew (lumatan buah/lumatan lemak) 0,90 – 1,00

Deposited marshmallows 0,50 – 0,70

Extruded marshmallows 0,30 – 0,35

Extruded aerated candies (permen isi extruded) 0,20 – 0,30

Sumber: Nakai dan Modler (1999)

Semua tipe dari konfeksioneri ini, gelatin digunakan untuk memberikan fase cair dengan stabilitas yang cukup pada produk. Hal ini memungkinkan untuk mengubahnya menjadi busa dengan memasukkan gelembung udara. Setelah


(19)

pengocokan atau aerasi, keuntungan produk antara lain sifatnya dalam meningkatkan volume (menurunkan densitas), meningkatkan sifat viskositas (kekentalan), perubahan karakteristik sensori, tekstur yang halus, rasa manis dalam mulut dan sedikit lengket. Gelatin pada marshmallow berfungsi sebagai whipping dan gelling agent sehingga marshmallow memiliki tekstur lembut dan elastis atau kenyal. Rata-rata kandungan kelembaban pada produk grained sebesar 5-10% dan produk nongrained sebesar 15-18% (Nakai dan Modler 1999). Persyaratan mutu marshmallow diatur dalam Standar Nasional Indonesia kembang gula lunak (Tabel 3).

Tabel 3 Syarat mutu kembang gula lunak (SNI 3547.2-2008)

Kriteria uji Satuan Persyaratan Mutu

Keadaan

Bau - Normal

Rasa - Normal (sesuai label)

Kadar air % fraksi massa Maks 20,0

Kadar abu % fraksi massa Maks 3,0

Gula reduksi (dihitung sebagai gula invert)

% fraksi massa Maks 25,0

Sakarosa % fraksi massa Min 27,0

Cemaran logam

Kadar timbal (Pb) mg/kg Maks 2,0

Kadar tembaga (Cu) mg/kg Maks 2,0

Kadar timah (Sn) mg/kg Maks 40,0

Kadar raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03

Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0

Cemaran mikroba

Angka lempeng total koloni/g Maks 5x104

Bakteri coliform APM/g Maks 20

E. coli APM/g < 3

Staphylococcus aureus

koloni/g Maks 1x102

Salmonella Negatif/ 25 g

Kapang/khamir koloni/g Maks 1x102

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid. Sistem koloid terdiri dua fase, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar). Berdasarkan fase zat terdispersi, sistem koloid terbagi atas tiga bagian, yaitu koloid sol, emulsi dan buih. Sol adalah koloid dengan zat terdispersinya fase padat. Emulsi adalah koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Buih adalah koloid dengan zat terdispersinya fase gas (Mc Williams 1989). Marshmallow termasuk emulsi gas,


(20)

dimana zat terdispersi berupa fase cair dan medium pendispersi berupa fase gas. Pada prinsipnya, pembuatan marshmallow adalah menghasilkan gelembung udara secara cepat dan memerangkapnya sehingga terbentuk busa yang stabil. Ada beberapa macam gelling agent yang berbeda yang dapat digunakan untuk pembuatan marshmallow, tergantung dari tekstur akhir yang diinginkan. Kekuatan gel yang dihasilkan tergantung dari jumlah gelling agent yang ditambahkan dan bahan lain yang digunakan (Jackson 1995). Pembuatan marshmallow dilakukan dengan pencampuran bahan-bahan tertentu. Bahan yang digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu sirup glukosa, sukrosa, gelatin, air, dan flavor. a) Sirup glukosa

Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik (BSN 1992). Perbandingan jumlah sirup glukosa dan sukrosa yag digunakan dalam pembuatan permen sangat menentukan tekstur yang terbentuk. Fungsi utama sirup glukosa dalam pembuatan soft candy adalah untuk mengontrol kristalisasi gula. Glukosa juga dapat menambah kepadatan dan mengatur tingkat kemanisan soft candy (Alikonis 1979).

Sirup glukosa mempunyai sifat higroskopis yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai pelindung pada soft candy (Minife 1989). Sirup glukosa yang digunakan dapat meningkatkan viskositas permen, sehingga permen tetap tidak lengket dan mengurangi migrasi dari karbohidrat. Permen yang jernih dapat dihasilkan dengan kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa yang akan mempertahankan viskositas tetap tinggi (Jackson 1995).

b) Sukrosa

Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa. Sukrosa (gula tebu) merupakan salah satu jenis disakarida yang terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa. Penggunaan sukrosa dalam pengolahan pangan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet yaitu dalam konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan


(21)

mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan (Winarno 2008).

Sukrosa merupakan polimer dari molekul glukosa dan fruktosa melalui ikatan glikosidik yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan. Biasanya gula ini digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar (Winarno 2008). Agar dihasilkan permen dengan kejernihan yang baik atau penampakan mirip air dibutuhkan gula dengan kemurnian tinggi dan rendah kandungan abunya. Kandungan abu yang tinggi menyebabkan peningkatan inversi, pewarnaan dan pembusaan selama pemasakan sehingga memperbanyak

gelembung udara yang terperangkap dalam massa gula (Bernard 1989).

c) Gelatin

Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral 2001). Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan dua pertiga dari seluruh asam amino yang menyusunnya, sepertiga asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Charley 1982). Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk gelatin. Bobot molekul gelatin rata-rata berkisar antara 20.000 – 70.000 (Ward dan Courts 1977).

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A diproses dengan menggunakan metode asam, sedangkan gelatin tipe B diproses menggunakan metode alkali (Utama 1997). Bahan baku yang biasa digunakan pada tipe A adalah tulang dan kulit babi, sedangkan pada proses basa adalah tulang dan kulit sapi (GMIA 2012). Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang

terhidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa (Ward dan Court 1977).


(22)

Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen-glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam pelarut organik yang kurang polar seperti aseton, karbon-tetraklorida, benzena, petroleum eter dan dimetilformamida (GMIA 2012). Gelatin mempunyai sifat dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid (Parker 1982).

2.3 Penurunan Mutu

Penurunan mutu produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Kerusakan produk pangan karena adanya serangan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh nilai aktivitas air (aw) dalam produk tersebut.

Pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw),

equilibrium humidity (Eh), kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan antimikroba. Faktor ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembaban relatif, serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan (Arpah 2001). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang

dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Christian 1980 dalam Herawati 2008).

Aktivitas air (aw) minimum agar mikroorganisme dapat tumbuh dengan

baik, yaitu untuk bakteri 0,90, kamir 0,80−0,90, dan kapang 0,60−0,70 (Winarno 2008). Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi


(23)

terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan pertumbuhan mikroba pada pangan. Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan. Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga menentukan keamanan produk tersebut (Herawati 2008).

Setiap bahan pangan, cepat atau lambat akan mengalami penurunan mutu, kerusakan dan akhirnya membusuk dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Dengan kata lain setiap jenis makanan memiliki daya simpan yang terbatas tergantung jenis dan kondisi penyimpanannya. Daya simpan inilah yang akan menentukan waktu kadaluarsa makanan. Waktu kadaluarsa adalah batasan akhir dari suatu daya simpan makanan atau batas dimana mutu makanan masih baik, karena lebih dari waktu tersebut, akan mengalami penurunan mutu sedemikian rupa sehingga makanan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia (Syarief dan Halid 1993).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu inhibitor dari proses oksidasi bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil, dan memiliki peran fisiologis yang beragam dalam tubuh (Kumar 2011). Antioksidan adalah substansi yang dapat menunda, mencegah, menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul target, seperti lemak, protein, dan DNA (Halliwell dan Gutteridge 2000). Antioksidan yang digunakan dalam sistem biologis berfungsi untuk mengatur kadar radikal bebas agar kerusakan pada molekul penting dari tubuh tidak terjadi dan tercipta sistem perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari sel (Milbury dan Richer 2011). Antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan tubuh karena dalam hal ini antioksidan bertindak sebagai pemulung/scavenger (Sen et al. 2010).

Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol, koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, kathekin, dan asam askorbat. Antioksidan sintetik antara lain butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil gallat dan etoksiquin. Berdasarkan PERMENKES No.722 tahun 1988, antioksidan yang diizinkan penggunaannya adalah asam


(24)

askorbat, asam eritorbat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), butil hidrokinon tersier, dilauril tiodipropionat, propil gallat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, dan tokoferol campuran pekat (Cahyadi 2006).

Prakash et al. (2000) menyatakan bahwa metode yang cepat, mudah, dan murah untuk mengukur kapasitas antioksidan pada makanan menggunakan radikal bebas yaitu 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH dikenal digunakan untuk menguji kemampuan suatu senyawa atau bahan yang bertindak sebagai radikal bebas atau donor hidrogen, dan untuk menilai aktivitas antioksidan pada suatu makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berbentuk padat atau cairan dan tidak spesifik untuk komponen antioksidan khusus, tetapi digunakan untuk semua jenis antioksidan dari sampel.

2.5 Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Kegunaan AKG diutamakan untuk acuan dalam menilai kecukupan gizi, menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi, perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, pendidikan gizi, dan label pangan yang mencantumkan informasi gizi (KEPMEN 2002).

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi. Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Lubis 2006).

Standar gizi di Indonesia berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 menetapkan tiga standar gizi, yaitu angka kecukupan


(25)

gizi (AKG), batas atas asupan (UL), dan acuan label gizi (ALG). Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti kehamilan dan menyusui. Kecukupan gizi untuk pelabelan produk makanan yang dikemas disebut dengan acuan label gizi (ALG) (LIPI 2004). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan Umur Energi

(kkal)

Protein (g)

Umur Energi

(kkal)

Protein (g)

Wanita 65+ tahun 2050 60

10-12 tahun 2050 50 Anak

13-15 tahun 2350 57 0-6 bulan 550 10

16-18 tahun 2200 55 7-11 bulan 650 16

19-29 tahun 1900 50 1-3 tahun 1000 25

30-49 tahun 1800 50 4-6 tahun 1550 39

50-64 tahun 1750 50 7-9 tahun 1800 45

65+ tahun 1600 45 Hamil

Pria Trimester 1 + 180 + 17

10-12 tahun 2050 50 Trimester 2 + 300 + 17

13-15 tahun 2400 60 Trimester 3 + 300 + 17

16-18 tahun 2600 65 Menyusui

19-29 tahun 2550 60 6 bulan pertama + 500 + 17

30-49 tahun 2350 60 6 bulan kedua + 550 + 17

50-64 tahun 2250 60


(26)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2012 bertempat di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, dan Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Analisis Terpadu Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu biomassa S. platensis, media Walne, media Zarrouk teknis modifikasi, trace element, akuades, aluminium foil, gelatin, sukrosa, sirup glukosa, air, flavor leci, tepung gula, tablet Kjeltab, H2SO4, akuades, NaOH, asam borat, HCl, n-heksana, MgCl2, Mg(NO3)2, NaCl, LiCl, Ba(Cl)2, plate count agar (PCA), alkohol, garam fisiologis, metanol dan DPPH (2,2- Diphenyl-1- Picrylhydrazyl).

Alat-alat yang digunakan adalah stoples, akuarium, tandon, selang, aerator, lampu tube lamp (TL), water quality meter (WQM), lux meter, timbangan (Sartorius TE212-L), panci, sendok, kompor, mixer¸ cetakan, cawan porselin,

desikator, oven (Yamato Drying Oven DV 41), kompor, tanur (Yamato Muffle Furnace FM 38), labu Kjeldahl, tabung soxhlet, labu lemak,

buret, cawan petri, inkubator, autoklaf, spectro vis (RS spectrofotometer uv-2500), dan aw meter (Novasina ms1).

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu 1) Kultivasi mikroalga Spirulina platensis. Spirulina platensis komersial dan Spirulina platensis hasil kultivasi dianalisis kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak mengacu AOAC 2005), dan analisis antioksidan (Molynuex 2004); 2) Penentuan formula terpilih marshmallow dengan penambahan Spirulina komersial. Pembuatan marshmallow Spirulina menggunakan tiga formula yaitu


(27)

penambahan Spirulina 1%, 2%, dan 3%. Penentuan formula marshmallow dilakukan dengan cara uji hedonik (BSN 2011); 3) Pembuatan marshmallow kontrol dan marshmallow formula terbaik dengan penambahan Spirulina kultivasi, serta pengujian yang terdiri atas analisis proksimat (AOAC 2005), antioksidan (Molynuex 2004), kerusakan mikrobiologis dan informasi gizi marshmallow. Produk disimpan pada suhu ruang selama 6 hari menggunakan aluminimum foil. Pengamatan dilakukan tiga kali, yaitu awal, pertengahan, dan akhir masa simpan masing-masing tiga kali ulangan. Analisis kerusakan mikrobiologis dilakukan menggunakan uji aktivitas air (aw) dengan alat aw meter (Novasina ms1) dan metodeTotal Plate Count (TPC) mengacu pada SNI 01-2332.3-2006 (BSN 2006). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Mattjik et al. 2006). Analisis data organoleptik dengan menggunakan metode Kruskal Wallis dan uji lanjut Dunn. Diagram alir metode penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 Diagram alir penentuan formula marshmallow terpilih Bahan marshmallow:

gelatin, air, sukrosa, sirup glukosa, flavor

S. platensis komersial

Marshmallow dengan penambahan Spirulina komersial1%,2%, 3%

Uji sensori


(28)

Gambar 3 Diagram alir metode penelitian marshmallow-Spirulina. 3.3.1 Kultivasi Spirulina platensis

Kultivasi Spirulina dilakukan secara bertahap menggunakan toples, akuarium, dan bak besar. Media yang digunakan untuk kultivasi merupakan media Zarrouk yang telah dimodifikasi yang terdiri dari MgSO4, K2SO4, CaCl2, Na2EDTA, FeCl3, urea, ZA, Na2HPO4, NaHCO3, dan vitamin B12 berdasarkan hasil komunikasi pribadi dengan Hastuti (2013). Bibit yang digunakan berasal dari jepara dengan media Walne yang kemudian di scale up di laboratorium Bioteknologi 2 Departemen Teknologi Hasil perairan menggunakan media Zarrouk modifikasi. Langkah-langkah kultivasi meliputi: sterilisasi tempat kultur dengan menggunakan desinfektan. Apabila dalam skala kecil, maka wadah yang akan digunakan di UV terlebih dahulu selama 30 menit. Pengecekan salinitas dan pH air laut, klorinasi dan penambahan tiosulfat serta penyaringan air laut. Kultivasi dimulai dengan pemasukan air laut ke dalam wadah kultivasi, kemudian ditambahkan media. Setelah media siap kemudian ditambahkan bibit sebanyak 15% dan dipasang aerator untuk membantu sirkulasi O2. Panjang gelombang cahaya yang digunakan adalah 3000 lux. Kultivasi dilakukan selama 22 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring biomassa menggunakan plankton net. Biomassa yang telah ditampung kemudian disaring dan dibilas menggunakan air sebanyak 2-3 kali untuk menghilangkan komponen media kultur. Diagram alir kultivasi Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 4.

Analisis proksimat Aktivitas air (aw)

Analisis TPC Antioksidan Perhitungan AKG

Marshmallow tanpa Spirulina MarshmallowSpirulina kultur

Spirulina kultur

-Analisis proksimat -Antioksidan Formulasi terpilih


(29)

Gambar 4 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis 3.3.2 Formulasi marshmallow

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi marshmallow dengan metode ” trial and error”. Setelah didapatkan formulasi marshmallow terbaik, dilakukan penentuan formulasi marshmallow dengan konsentrasi Spirulina 1%, 2%, dan 3%. Proses pembuatan marshmallow yaitu gelatin yang telah dicampur dengan air dipanaskan (tim) hingga suhu mencapai 60 oC, kemudian sukrosa dan sirup glukosa dipanaskan hingga suhu 80 oC. Kedua larutan tersebut diaduk menggunakan mixer hingga merata dan menggembang selama ± 15 menit. Pada saat pencampuran ditambahkan juga Spirulina dan flavor, dilanjutkan penuangan kedalam cetakan dan didiamkan semalam (12 jam). Diagram alir proses pembuatan marshmallow dapat dilihat pada Gambar 5. Pada tahap ini dibuat formulasi marshmallow Spirulina komersial sebanyak 3 perlakuan konsentrasi sebagaimana disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Formulasi marshmallowSpirulina komersial

Bahan (g) Komposisi

1% 2% 3%

Gelatin 10 10 10

Air 63 63 63

Sukrosa 23 23 23

Sirup glukosa 40 40 40

Flavor 0,5 0,5 0,5

Spirulina platensis 1,4 2,8 4,2 Air laut 15 ppt dalam

akuarium

Penambahan media Zarrouk modifikasi dan bibit Spirulina platensis 15% (*)

Kultivasi mikroalga Spirulina pltensis


(30)

Gambar 5 Diagram alir pembuatan marshmallow-Spirulina. (* Modifikasi Winata 2008)

3.4 Parameter yang Diamati

Penelitian marshmallow-Spirulina menggunakan beberapa parameter pengamatan antara lain analisis hedonik, analisis proksimat, antioksidan, TPC, aw, dan penentuan informasi gizi.

3.4.1 Uji hedonik ( BSN 2011)

Uji organoleptik yang dilakukan didasarkan pada SNI 2346:2011. Pengujian sifat sensori dilakukan melalui uji kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur menggunakan skala hedonik sebagai berikut: (1) amat sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) tidak suka. (4) agak tidak suka, (5) netral, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, (9) amat sangat suka. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) dan analisis data menggunakan Dunn Test sebagai uji lanjut untuk menentukan sampel produk yang berbeda nyata.

Gelatin dan air

Pemanasan hingga suhu 60 oC (± 7 menit) (*)

Sukrosa dan glukosa

Pemanasan hingga suhu 80 oC (± 7 menit) (*)

Pengadukan dengan mixer selama ± 15 menit hingga rata dan mengembang

Penambahan Spirulina dan flavor

Pendiaman selama 12 jam Penuangan kedalam wadah


(31)

3.4.2 Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan penguapan menggunakan oven. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 30 menit hingga dingin kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu dihomogenkan. Sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan porselen beserta sampel didalammnya dimasukkan kedalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Setelah 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya. Perhitungan kadar air:

Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (gram)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven 3.4.3 Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Sebanyak 2-3 gram contoh ditimbang di dalam sebuah cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan diarangkan diatas nyala pembakar hingga tidak berasap lagi, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600 oC selama 6 jam sampai pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Setelah itu cawan porselen didinginkan dalam desikator, lalu beratnya ditimbang sampai konstan. Perhitungan kadar abu:

Keterangan: a = Berat contoh sebelum diabukan (gram)

b = Berat contoh ditambah cawan sesudah diabukan (gram) c = Berat cawan kosong (gram)

3.4.4 Analisis protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

% kadar abu : x 100% % kadar air = x 100%


(32)

(1) Tahap destruksi

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 mL. Kemudian ditambahkan setengah butir tablet kjeldahl (selenium) dan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau jernih lalu didinginkan.

(2) Tahap destilasi

Larutan sampel yang sudah di destruksi ditambahkan akuades hingga 100 mL kemudian diambil sebanyak 10 mL dan dituangkan kedalam labu destilasi. Lalu ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran methyl red dan bromcresol green) sebanyak 25 mL. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.

(3) Tahap titrasi

Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna H3BO3 semula).

Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

3.4.5 Analisis total lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang reaktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak selanjutnya labu


(33)

lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak yaitu :

Keterangan: W1 = berat sampel (g)

W2 = berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = berat labu lemak dengan lemak (g) 3.4.6 Analisis antioksidan (Molynuex 2004)

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan sampel bahan baku dan juga produk akhir. Sampel marshmallow dilarutkan dalam metanol p.a. dengan konsentrasi 200, 400, 600 800 dan 1000 ppm. Antioksidan alami alfa tokoferol digunakan sebagai pembanding dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari.

Larutan bahan baku, produk dan larutan antioksidan pembanding tokoferol yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan 500 µ l larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL pelarut metanol dengan 500 µ l larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan perhitungan sebagai berikut:

Nilai konsentrasi contoh (bahan baku ataupun produk) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi


(34)

y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-masing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. 3.4.7 Analisis aktivitas air (aw)

Aktivitas air (aw) diukur dengan alat aw-meter Novasina ms1. Sebelum dioperasikan, aw-meter dikalibrasi dengan menggunakan garam LiCl, MgCl2 -6H2O, Mg(NO3)2 6H2O, NaCl, Ba(Cl)2-2H2O. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, lalu diletakan dalam cawan pengukur aw. Setelah cawan ditutup dan dikunci, aw-meter dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai dan nilai aw akan terbaca.

3.4.8 Total Plate Count (TPC) (BSN 2006)

Penghitungan total mikroba dilakukan dengan analisis Total Plate Count (TPC) dengan metode agar tuang. Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni mikroba yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni mikroba yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni mikroba antara 30-300 koloni.

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan lalu dilarutkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi 90 mL larutan NaCl 0,85% (garam fisiologis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 mL dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 mL larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai memperoleh pengenceran 10-6. Setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil 1 mL menggunakan pipet steril selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo. Media Plate count agar (PCA) ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan digoyangkan sampai merata. Cawan petri dengan media agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 30C selama 48 jam. Perhitungan koloni mikroba pada cawan yang telah diinkubasi dihitung berdasarkan jumlah yang


(35)

layak dihitung (30-300 koloni). Perhitungan jumlah mikroba total per gram dapat dihitung dengan memperhitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri dengan menggunakan colony counter atau hand counter. Nilai TPC dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Data yang dilaporkan sebagai Standar Plate Count (SPC) harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut :

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30 koloni, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut.

3.4.9 Penentuan informasi gizi (BPOM 2007)

Angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut


(36)

golongan umur, jenis, kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Khomsan 2002). Nilai energi makanan melalui perhitungan diperoleh dengan menggunakan faktor Atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faal makanan tersebut. Faktor Atwater merupakan angka konversi karbohidrat, lemak, dan protein tiap gramnya dalam menghasilkan energi. Faktor Atwater untuk karbohidrat sebesar 4 kkal/g, lemak sebesar 9 kkal/g dan protein sebesar 4 kkal/g.

Keterangan: Ing = Ingredient Bb = Bobot bahan

tbm = Total bahan mentah

Nilai energi = faktor Atwater x kadar gizi bahan pangan

Nilai energi = (4 kkal x kadar karbohidrat) + (9 kkal x kadar lemak) + (4 kkal x kadar protein)

3.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu penambahan Spirulina platensis dengan tiga kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Dimana :

Ŷij = nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j i = perbedaan konsenterasi Spirulina (1%, 2%, 3%) j = ulangan dari setiap perlakuan (tiga kali)

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j 3.6 Analisis Data

Analisis data hedonik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Dunn. Uji Kruskal-Wallis adalah teknik statistika nonparametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis awal bahwa beberapa contoh berasal dari populasi yang sama atau identik. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :


(37)

H0 : Perlakuan konsentrasi penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang sama terhadap parameter marshmallow.

H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter marshmallow.

Statistik uji Kruskal-Wallis ditentukan melalui prosedur berikut :

1)Pengabungan seluruh data contoh, sehingga akan ada sebanyak n1 + n2 + ··· + nk = N pengamatan.

2)Setiap pengamatan diperingkatkan dari yang terkecil hingga terbesar. Jika terdapat yang sama, beri peringkat tengah.

3)Jumlah peringkat dihitung untuk setiap contoh, masing-masing dinyatakan sebagai Ri.

4)Statistik uji Kruskal-Wallis dapat diperoleh melalui rumus :

Keterangan = Ri : jumlah peringkat untuk contoh ke-i ni : jumlah pengamatan pada contoh ke-i N : total pengamatan

t : banyaknya nilai yang sama 5)Kaidah keputusan yaitu tolah H0 jika H atau Hc > Hα

Apabila uji Kruskal-Wallis memberikan penolakan terhadap H0, maka diperlukan uji lanjut dengan prosedur uji Dunn. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama.

H1 : Terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda. Tolak H0 apabila :

Keterangan = dan adalah rata-rata peringkat untuk perlakuan ke-i dan ke-j kadalah jumlah perlakuan


(38)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Spirulina platensis

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu biomassa kering S. platensis yang berasal dari Jepara dan S. platensis yang di kultivasi di laboratorium. Spirulina platensis sebelum digunakan dianalisis kandungan proksimat dan aktivitas antioksidan.

4.1.1 Kandungan proksimat

Komposisi kimia S. platensis yang digunakan pada pembuatan marshmallow yaitu S. platensis kultivasi dan komersial disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia S. platensis kultivasi dan komersial

Parameter S. platensis kultivasi S. platensis komersial Basis kering Basis kering

Kadar abu (%) 13,87 6,26

Kadar protein (%) 56,20 63,79

Kadar lemak (%) 24,09 0,15

Karbohidrat by difference (%) 5,84 29,81

Pengujian komposisi kimia ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar komposisi gizi yang dapat ditambahkan kedalam suatu bahan pangan. Kadar abu dan kadar lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi, yaitu 13,87% (bk) dan 24,09% (bk), namun memiliki kadar protein dan karbohidrat lebih rendah, yaitu 56,20% (bk) dan 5,84% (bk). Spirulina komersial memiliki kadar abu dan lemak lebih rendah yaitu 6,26% (bk) dan 0,15% (bk) dengan kadar protein dan karbohidrat lebih tinggi, yaitu 63,79% (bk) dan 29,81% (bk). Kandungan gizi bahan baku berbeda-beda bergantung pada lingkungan, fase pertumbuhan, serta umur panen bahan baku tersebut. Colla et al. (2007) menyebutkan bahwa suhu dan media kultivasi berpengaruh terhadap biomassa, protein, lemak, dan komponen fenol S. platensis. Suhu kultivasi sebesar 35 oC memberikan pengaruh negatif pada produksi biomassa dan memberikan pengaruh positif pada protein, lemak, dan komponen fenol S. platensis. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Tingginya kadar abu pada Spirulina dipengaruhi oleh keberadaan unsur mineral dalam media kultur (Widiyaningsih et al. 2008).


(39)

Kadar protein dan karbohidrat pada Spirulina kultur lebih rendah, diduga karena perbedaan media dan umur panen. Media yang digunakan pada Spirulina kultur adalah Zarrouk modifikasi teknis dengan sumber nitrogen yang digunakan yaitu urea (CH4N2O) sebanyak 0,13 g/L, sedangkan media yang digunakan pada

Spirulina komersial adalah media Walne dengan sumber nitrogen yang digunakan yaitu NaNO3 sebanyak 100 gr/L. Hal ini sesuai dengan laporan hasil penelitian Suminto (2009), bahwa pada media yang kandungan nitrogennya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Spirulina komersial memiliki kandungan protein lebih tinggi hal ini diduga karena konsentrasi nitrogen yang terkandung dalam media cukup tinggi apabila dibandingkan Spirulina kultur dengan media Zarrouk. Menurut Colla et al. (2007), nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun protein di dalam sel. Kemudian dikatakan bahwa semakin rendah konsentrasi N maka akan semakin rendah pula kandungan proteinnya. Chrismadha et al. (2006) menyatakan bahwa konsentrasi nitrogen dan fosfor yang rendah dapat menghambat sintesis protein dan karbohidrat pada Spirulina. Pada konsentrasi nitrogen rendah kandungan protein turun hingga 30% dari biomassa, bahkan pada kultur yang konsentrasi fosfornya rendah kandungan protein turun hingga 24% dari biomassanya. Demikian juga kandungan karbohidrat Spirulina pada konsentrasi nitrogen dan fosfor rendah kandungan karbohidrat turun menjadi 8-19% dari biomassanya.

Kandungan lemak pada Spirulina kultur lebih tinggi bila dibandingkan dengan Spirulina komersial. Widianingsih et al. (2008) menjelaskan jika pembatasan unsur N pada media pemeliharaan dalam kondisi terkontrol dapat meningkatkan kandungan lemak dan sebaliknya besarnya kandungan unsur N pada media pemeliharaan mengakibatkan rendahnya kandungan lemak.

4.1.2 Aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan yang terukur pada nilai IC50 adalah 1625 ppm untuk

S. platensis hasil kultivasi dan 931 ppm untuk S. platensis komersial. Nilai IC50 merupakan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat akitivitas radikal bebas sebanyak 50%. Semakin rendah nilai IC50 yang terukur maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan dikatakan sangat kuat bila nilai


(40)

IC50 kurang dari 50 ppm dan dikatakan lemah bila nilai IC50 lebih dari 200 ppm (Molyneux 2004). S. platensis kultur maupun S. platensis komersial dapat dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah. Tingginya nilai IC50 pada S. platensis kultur dan S. platensis komersial dikarenakan sampel yang digunakan tidak dilakukan ekstraksi telebih dahulu. Ekstraksi disini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa aktif antioksidan dari keseluruhan sel suatu bahan menggunakan pelarut tertentu. Herrero et al. (2005) menyatakan aktivitas antioksidan Spirulina yang diekstrak dengan berbagai pelarut cukup tinggi. Nilai IC50 pada ekstrak Spirulina yang diekstraksi menggunakan empat pelarut yaitu heksan, petroleum eter, etanol, dan air pada suhu 115 oC selama 9 menit berturut-turut 72 ppm, 67,9 ppm, 83,2 ppm, dan 348,1 ppm.

Senyawa aktif pada Spirulina yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan diantaranya adalah fikosianin, betakaroten, tokoferol, γ-linoleic acid dan komponen fenol. Selenium yang terkandung dalam fikosianian memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat radikal superoksidase dan hidrogen peroksida (Merdekawati dan Susanto 2009).

4.2 Penentuan Formulasi Terpilih MarshmallowSpirulina Komersial

Marshmallow yang dibuat dengan penambahan Spirulina komersial (1%, 2%, dan 3%) dianalisis sifat sensori (uji hedonik) untuk mendapatkan formulasi terpilih. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi Spirulina komersial terhadap karakteristik sensori marshmallow dan menentukan konsentrasi Spirulina komersial yang menghasilkan karakteristik marshmallow terbaik. Parameter yang diamati meliputi kenampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur marshmallow dengan rentang skor dari satu (amat sangat tidak suka) hingga sembilan (amat sangat suka).

Hasil uji menggunakan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kenampakan marshmallow, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur marshmallow. Penambahan Spirulina 2% lebih disukai oleh panelis karena memiliki kenampakan yang lebih baik dan warna hijau yang tidak terlalu gelap.


(41)

1) Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter utama yang dilihat oleh konsumen sebelum membeli suatu produk makanan. Produk dengan bentuk rapi, bagus, utuh, pasti lebih disukai oleh konsumen (Soekarto 1985). Kenampakan dinilai dengan penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen, dan datar bergelombang) (Kaya 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap kenampakan marshmallow Spirulina komersial berkisar antara 5,63 (netral) sampai 6,53 (agak suka). Pengaruh penambahan Spirulina komersial terhadap kenampakan marshmallow dapat dilihat pada Gambar 6. Penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kenampakan marshmallow (P<0,05) yang dihasilkan.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 6 Hasil uji hedonik kenampakan marshmallow.

Uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa penambahan Spirulina 1% tidak berbeda nyata dengan kenampakan marshmallow yang ditambahkan Spirulina 3%, tetapi penambahan Spirulina 2% memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan kenampakan marshmallow yang ditambahkan Spirulina 1% dan 3%. Semakin banyak biomassa yang ditambahkan semakin gelap kenampakan marshmallow dibandingkan marshmallow tanpa penambahan Spirulina.

2) Warna

Warna memegang peranan penting dalam makanan bersama dengan aroma, rasa, dan tekstur. Warna memberi petunjuk mengenai perubahan kimiaseperti pencoklatan dan karamelisasi dalam makanan. Produk pangan dengan warna yang


(42)

menyimpang dapat mengurangi tingkat penerimaan terhadap produk tersebut (Winarno 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap warna marshmallow Spirulina komersial berkisar antara 5,53 (netral) sampai 6,27 (agak suka). Pengaruh penambahan Spirulina terhadap warna marshmallow dapat dilihat pada Gambar 7. Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap karakteristik warna pada marshmallow.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 7 Hasil uji hedonik warna marshmallow.

Warna hijau dari marshmallow Spirulina berasal dari pigmen alami Spirulina. Spirulina dalam koloni yang besar berwarna hijau tua. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi (Tietze 2004). Spirulina juga memiliki pigmen fikosianin dan karotenoid. Pigmen ini telah diproduksi secara

komersial untuk pewarna makanan, minuman, obat, dan kosmetik (Silveira et al. 2007). Marshmallow Spirulina 1% memiliki warna hijau muda,

marshmallow Spirulina 2% memiliki warna hijau agak tua, dan marshmallow Spirulina 3% memiliki warna hijau tua, akan tetapi penilaian panelis terhadap warna marshmallow cenderung sama dan tidak berbeda nyata antar marshmallow meskipun dengan penambahan berbagai konsentrasi Spirulina.

3) Aroma

Aroma dari suatu makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan itu sendiri, aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman. Bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran


(43)

empat macam bau yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap aroma marshmallow Spirulina komersial berkisar antara 5,60 (netral) sampai 5,80 (netral). Pengaruh penambahan Spirulina terhadap aroma marshmallow disajikan pada Gambar 8.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 8 Hasil uji hedonik aroma marshmallow.

Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap karakteristik aroma pada marshmallow. Standar Nasional Indonesia (2008) menyebutkan bahwa syarat mutu aroma kembang gula lunak jelly yaitu normal. Marshmallow Spirulina yang dihasilkan memiliki aroma yang sama. Aroma ini berasal dari flavor leci yang ditambahkan. Flavor leci yang ditambahkan untuk semua perlakuan memiliki konsentrasi yang sama, sehingga tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aroma marshmallowSpirulina yang dihasilkan.

Aroma pada Spirulina sendiri berasal dari protein, protein memiliki dua jenis yaitu true protein atau protein yang benar-benar bisa dimanfaatkan dan non nitrogen protein (NPN). Salah satu komponen non nitrogen protein yaitu amonia, amonia inilah yang diduga menyebabkan aroma Spirulina yang tidak disukai. Selain itu, aroma Spirulina diduga berasal dari senyawa geosmin dan methyl Iso-borreol yaitu senyawa penyebab cita rasa lumpur yang dihasilkan oleh ganggang hijau biru (Arsyad 2004).


(44)

4) Tekstur

Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan. Tekstur merupakan segi penting dari mutu suatu makanan, kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan warna. Tekstur penting pada makanan lunak dan makanan renyah. Ciri yang paling penting ialah kekerasan, kekohesifan, dan kandungan air (Winarno 2008). Pada umumnya, tekstur marshmallow dicirikan dengan permukaan yang halus, merata dan tidak terdapat gumpalan-gumpalan. Pengaruh penambahan Spirulina terhadap tekstur marshmallow disajikan pada Gambar 9.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 9 Hasil uji hedonik tekstur marshmallow.

Nilai penerimaan panelis terhadap tekstur marshmallow Spirulina komersial berkisar antara 5,87 (netral) sampai 6,07 (agak suka). Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap karakteristik tekstur pada marshmallow. Bahan yang digunakan dalam pembuatan marshmallow Spirulina memiliki konsentrasi yang sama dan proses pembuatan dilakukan dengan metode yang sama sehingga menghasilkan tekstur yang seragam.

Kekerasan dan tekstur permen jelly tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan. Tekstur marshmallow salah satunya dipengaruhi oleh penambahan gelatin. Gelatin digunakan untuk meningkatkan aerasi dan tekstur marshmallow. Gelatin bersifat menyerap air sehingga membentuk larutan yang kental. Gelatin yang ditambahkan dalam adonan akan menurunkan tegangan


(45)

permukaan antara pertemuan udara-cairan sehingga memudahkan pembentukan busa dan produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut (Fardiaz 1989). 5) Rasa

Rasa merupakan faktor penentu terhadap daya terima konsumen pada pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor rasa memberikan peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizi baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku (Winarno 2008). Nilai penerimaan panelis terhadap rasa marshmallow Spirulina komersial berkisar antara 5,67 (netral) sampai 6,10 (agak suka). Pengaruh penambahan Spirulina terhadap rasa marshmallow dapat dilihat pada Gambar 10.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 10 Hasil uji hedonik rasa marshmallow.

Perbedaan konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap karakteristik rasa pada marshmallow. Rasa marshmallow pada umumnya adalah manis, karena dalam pembuatan marshmallow menggunakan sukrosa dan sirup glukosa. Bahan-bahan tersebut digunakan dalam jumlah sama yang menyebabkan rasa marshmallow yang dihasilkan cenderung sama, sehingga penambahan Spirulina tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis.

Marshmallow Spirulina dengan marshmallow merek “X” (dijual dipasaran) memiliki perbedaan dari segi kenampakan, warna, rasa, aroma, dan tekstur


(46)

sebagaimana disajikan pada Gambar 11. Marshmallow Spirulina memiliki warna hijau, terdapat bintik-bintik hijau dari Spirulina, berongga, rasa yang manis, beraroma leci, bertekstur seperti busa, tidak terlalu kenyal dan sedikit basah. Marshmallow merek “X” memiliki warna merah, putih dan kuning cerah, tidak berongga, rasa manis, bertekstur seperti busa, kenyal dan kering karena proses pembuatannya dilakukan dengan mesin ekstruder dan pengeringan menggunakan oven vaccum.

Keterangan = : marshmallow Spirulina; : marshmallowmerek “X”

Gambar 11 Perbedaan marshmallow Spirulina dan marshmallow merek “X” 4.3 Karakteristik MarshmallowSpirulina Kultur

MarshmallowSpirulina komersial2% merupakan formula terpilih sehingga digunakan dalam pembuatan marshmallow dengan penambahan Spirulina hasil kultivasi. Analisis yang dilakukan pada marshmallow Spirulina dan marshmallow kontrol meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), aktivitas antioksidan, kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan, serta informasi gizi marshmallow.

4.3.1 Perbaikan formula terpilih

Formula marshmallow terpilih (penambahan Spirulina komersial 2%) memiliki aktivitas air (aw) yang masih tinggi yaitu lebih dari 0,70 sehingga dilakukan perbaikan formula untuk menurunkan nilai aw. Formula marshmallow

Spirulina terbaik disajikan pada Tabel 7. Total bahan marshmallow terpilih sebelum pemasakan 128 gram, setelah dilakukan pemasakan memiliki rendemen 108 gram, hal ini diduga karena terjadi penguapan air saat pemasakan.

A B


(47)

Tabel 7 Formula marshmallow terbaik

Bahan Komposisi (g)

Gelatin 20

Air 15

Sukrosa 50

Sirup glukosa 40

Flavor 0,5

Spirulina platensis 2,5 4.3.2 Komposisi kimia marshmallow

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia pada marshmallow meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Komposisi kimia marshmallow kontrol dan marshmallow dengan penambahan S. platensis kultur (bb) dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 12 Histogram nilai komposisi kimia marshmallow : kontrol; : kultur.

Hasil analisis dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan Spirulina (basis kering) memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar abu marshmallow, tetapi tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar air, kadar protein, dan kadar lemak marshmallow yang dihasilkan.

1) Kadar air

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada


(1)

Hasil uji statistik kadar lemak (bb)

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 0.16666667 0.16666667 0.57 0.4923

Error 4 1.16946667 0.29236667

Corerected Total

5 1.33613333

Keterangan = Perlakuan memberikan pengaruh yang sama (p<0,05) Hasil uji statistik antioksidan (bb)

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 53256561.0 53256561.0 0.64 0.4821

Error 3 249533982.4 83177994.1

Corerected Total

4 302790543.3

Keterangan = Perlakuan memberikan pengaruh yang sama (p<0,05) Hasil uji statistik aktivitas air (aw)

Source Type III

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model .004a 5 .001 7.083 .017

Intercept 5.489 1 5.489 5.435E4 .000

Perlakuan .000 1 .000 1.455 .273

Penyimpanan .003 2 .002 15.818 .004*

Perlakuan *

Penyimpanan .000 2 .000 1.161 .375

Error .001 6 .000

Total 5.493 12

Corrected Total .004 11

Keterangan = Nilai sig penyimpanan (*) memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05), maka dilakukan uji lanjut.


(2)

Uji lanjut aktivitas air (aw) Duncan

LamaPenyimpanan N

Subset

1 2

0 4 .65525x

3 4 .67875y

6 4 .69500y

Sig. 1.000 .062

Keterangan : x dan y memberikan pengaruh terhadap lamanya penyimpanan (p<0,05)

Hasil uji statistik total mikroba

Source Type III

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Corrected Model 29.134a 5 5.827 23.133 .001

Intercept 266.021 1 266.021 1.056E3 .000

Perlakuan 1.470 1 1.470 5.836 .052

Penyimpanan 26.419 2 13.210 52.444 .000*

Perlakuan *

Penyimpanan 1.245 2 .622 2.471 .165

Error 1.511 6 .252

Total 296.666 12

Corrected Total 30.645 11

Keterangan = Nilai sig penyimpanan (*) memberikan pengaruh yang berbeda (p<0,05), maka dilakukan uji lanjut.

Uji lanjut total mikroba Duncan

Lama Penyimpanan N

Subset

1 2

1 4 2.63500x

2 4 5.46500y

3 4 6.02500y

Sig. 1.000 .166


(3)

Lampiran 4 Perhitungan informasi gizi marshmallow Komposisi gizi marshmallow Spirulina kultur

Bahan Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%)

Spirulina 2,5 g 1,99 0,28 0,05

Gelatin 20 g 3,50 13,47 0,04

Sukrosa 50 g 37,32 0,00 0,00

Glukosa 40 g 26,61 0,00 0,00

Jumlah 69,42 13,76 0,09

% per 100 gram

- Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari (BPOM 2007) a.Karbohidrat : 60 %

Kebutuhan kalori karbohidrat = 60/100x2000 kkal= 1200 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari =1200 kkal/4 = 300 gram/hari b. Protein : 12 %

Kebutuhan kalori protein = 12/100x2000 kkal = 240 kkal Kebutuhan protein perhari = 240 kkal/4 =60 gram/hari c.Lemak : 28 %

Kebutuhan kalori lemak = 28/100x2000kkal = 560 kkal Kebutuhan lemak perhari = 560 kkal/9 = 62,2 gram/hari Presentasi AKG marshmallow S.platensis kultur

- Kadar karbohidrat = 69,42 %

Serving size = 40 gram

Kadar karbohidrat = 69,42/100 x 40 gram = 27,77 gram % AKG karbohidrat = 27,77/300 x 100% = 9,26 % - Kadar protein = 13,76%

Serving size = 40 gram

Kadar protein = 13,76/100 x 40 gram = 5,50 gram % AKG protein = 5,50/60 x 100% = 9,17 %

- Kadar lemak = 0,09%

Serving size = 40 gram

Kadar lemak = 0,09/100 x 40 gram = 0,03gram % AKG lemak = 0,03/62,2 x100% = 0,05 %

Energi Total = (Kadar karbohidrat x 4) + (kadar protein x 4) + (kadar lemak x 9) = (27,77 x 4) + ( 5,50 x 4) + (0,03 x 9)


(4)

Komposisi gizi marshmallow kontrol

Bahan Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%)

Gelatin 20 g 3,50 13,47 0,04

Sukrosa 50 g 37,32 0,00 0,00

Glukosa 40 g 26,61 0,00 0,00

Jumlah 67,44 13,47 0,04

Presentasi AKG marshmallow kontrol

- Kadar karbohidrat = 67,44 %

Serving size = 40 gram

Kadar karbohidrat = 67,44/100 x 40 gram = 26,97 gram % AKG karbohidrat = 26,97/300 x 100% = 8,99 % - Kadar protein = 13,47%

Serving size = 40 gram

Kadar protein = 13,27/100 x 40 gram = 5,39 gram % AKG protein = 5,39/60 x 100% = 8,98%

- Kadar lemak = 0,04%

Serving size = 40 gram

Kadar lemak = 0,04/100 x 40 gram = 0,01 gram % AKG lemak = 0,01/62,2 x100% = 0,02 %

Energi Total = (Kadar karbohidrat x 4) + (kadar protein x 4) + (kadar lemak x 9) = (26,97 x 4) + ( 5,39 x 4) + (0,01 x 9)


(5)

Marshmallow Spirulina dengan takaran sajian 32 gram (2 gram Spirulina) Bahan Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%)

Spirulina 2 g 1,59 0,23 0,04

Gelatin 20 g 3,50 13,47 0,04

Sukrosa 50 g 37,32 0,00 0,00

Glukosa 40 g 26,61 0,00 0,00

Jumlah 69,02 13,70 0,08

Presentasi AKG marshmallow 2 gram Spirulina - Kadar karbohidrat = 69,02 %

Serving size = 32 gram

Kadar karbohidrat = 69,02/100 x 40 gram = 22,09 gram % AKG karbohidrat = 22,09/300 x 100% = 7,36 % - Kadar protein = 13,47%

Serving size = 32 gram

Kadar protein = 13,70/100 x 40 gram = 4,38 gram % AKG protein = 4,38/60 x 100% = 7,31%

- Kadar lemak = 0,08%

Serving size = 32 gram

Kadar lemak = 0,08/100 x 40 gram = 0,02 gram % AKG lemak = 0,02/62,2 x100% = 0,04 %

Energi Total = (Kadar karbohidrat x 4) + (kadar protein x 4) + (kadar lemak x 9) = (22,09 x 4) + ( 4,38 x 4) + (0,04 x 9)


(6)

Lampiran 5 Media kultivasi Spirulina

Media Zarrouk teknis modifikasi Media Walne

Media Komposisi Media Komposisi

(NH4)2CO 0,13 g/L B12 0,5 g/L

K2SO4 0,04 g/L B1 10 g/L

ZA 0,06 g/L (NH4)Mo7O24.4H2O 0,9 g/L

Mg SO4 0,02 g/L CoCl2.6H2O 2 g/L

CaCl2 0,004 g/L ZnCl2 2,1 g/L

Na2HPO4 0,04 g/L CuSO4.5H2O 2 g/L

FeCl3 0,001 g/L Tracemetal solution 1 ml dari 100 larutan

Na2EDTA 0,008 g/L H3BO3 33,6 g/L

NaHCO3 2 g/L MnCl2.4H2O 0,36 g/L

Vit B12 1µ/L FeCl3.6H2O 1,3 g/L

NaH2PO4.2H2O 20 g/L

NaNO3 100 g/L