Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

effect yang sangat besar. Apabila kegiatan mengekspor CPO dipertahankan, ini menunjukkan industri nasional kurang berkembang dan kurang mengalami kemajuan. Kajian tentang industri turunan minyak sawit sangat strategis untuk dilakukan karena saat ini baru 23 jenis produk turunan sawit yang diproduksi di Indonesia, padahal nilai tambah produk turunan berlipat ganda dibandingkan minyak sawit, khususnya untuk produk oleokimia yaitu fatty acid Departemen Perindustrian, 2009.

1.2. Perumusan Masalah

Penyerapan minyak kelapa sawit oleh industri hilirnya di Indonesia masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kapasitas produksi industri hilir berbahan baku minyak sawit yang masih rendah. Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia AIMMI dalam Nuryanti 2008 menyatakan serapan minyak sawit oleh industri minyak goreng domestik merupakan industri yang dominan menggunakan minyak sawit di dalam negeri hanya berkapasitas 1.9 juta ton per tahun dibandingkan rata- rata produksi minyak sawit Indonesia selama 1984-2007 yaitu 6.2 juta ton. Begitu juga, industri hilir minyak sawit lain, yang menghasilkan produk turunan minyak sawit belum banyak berkembang sehingga belum banyak menyerap minyak sawit. Hal ini disebabkan masih rendahnya investasi pada sektor hilir karena kurangnya dukungan pemerintah. Pada tahun 2012, Indonesia tetap menjadi negara produsen terbesar minyak sawit mentah crude palm oilCPO dunia dengan hasil sebanyak 28 juta metrik ton. Produksi palm oil Indonesia itu hampir 50 persen dari total produksi dunia tahun ini yang diprediksi sebanyak 54.527 juta MT metrik ton. Setelah Indonesia, terbesar kedua adalah Malaysia sejumlah 19.7 juta MT, disusul Thailand 1.7 juta MT dan Kolumbia serta Nigeria masing-masing 960 MT dan 850 MT 1 . Ekspor minyak sawit indonesia yang tinggi, merupakan hal yang harus dibatasi dalam rangka pengembangan industri hilir minyak sawit. Padahal saat ini, negara-negara tujuan ekspor minyak sawit telah mengolah minyak sawit dalam berbagai bentuk produk turunan yang memiliki nilai tambah jauh melebihi nilai ekspor 2 . Berkaitan dengan nilai tambah, maka disusun naskah kebijakan kelapa sawit oleh Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS pada tahun 2010. Di dalam naskah tersebut dituliskan mengenai pengembangan produk hilir dan sampingan dan peningkatan nilai tambah. Pembentukkan klaster industri kelapa sawit sesuai dengan potensi produksi kelapa sawit berkelanjutan dan berkeadilan, yang didukung dengan : 1 pengembangan jaringan infrastruktur yang terintegrasi, 2 insentif fiskal untuk pengadaan peralatan dan pengolahan mesin-mesin produk hilir, 3 prioritas alokasi kredit dan subsidi bunga untuk investasi dan modal kerja dalam rangka pengembangan industri hilir kelapa sawit, 4 insentif bea keluar untuk ekspor produk hilir dan samping, serta disinsentif bea keluar untuk ekspor bahan mentah dengan tetap memperhatikan keberadaan industri hulu, dan 5 penguatan penelitian dan pengembangan Litbang kelapa sawit melalui 1 http:www.investor.co.idhomeindonesia-masih-jadi-produsen-cpo-terbesar-dunia56652 . Indonesia Masih Jadi Produsen CPO Terbesar Dunia. Diakses tanggal 16 Maret 2013. 2 http:bp2t.riau.go.idindex.php?option=com_contentview=articleid=113:mendesak-industri- hilir-kelapa-sawitcatid=25:the-project . Mendesak, Industri Hilir Kelapa Sawit. Diakses tanggal 20 Juli 2012. peningkatan anggaran dan investasi Litbang serta kerjasama Litbang antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi. Industri oleokimia merupakan salah satu industri hilir minyak sawit. Industri ini termasuk industri kimia agro agrobased chemical industry yaitu industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui renewable, merupakan industri yang berbahan baku utama dari sumberdaya alam resources – based industries dan mempunyai peranan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat luas, seperti kosmetika, produk farmasi dan produk konsumsi lainnya. Selain itu industri tersebut berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan ekonomi serta pemberdayaan ekonomi rakyat Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007. Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyaklemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi petrokimia permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007. Oleokimia dibagi menjadi dua, yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau produk hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty methylester, fatty alcohol , fatty amine, dan gliserol. Selanjutnya, produk-produk turunannya antara lain adalah sabun batangan, detergen, shampo, pelembut, kosmetik, bahan tambahan untuk industri plastik, karet, dan pelumas. Umumnya fatty acid diolah lebih lanjut untuk berbagai tujuan. Sebagian besar fatty acid campuran diolah menjadi fatty alcohol, dan jenis lainnya diolah lebih lanjut sesuai dengan sifat fisiko kimianya, antara lain untuk industri makanan, kosmetik, dan sabun. Fatty acid juga banyak diperlukan dalam produksi plastik, karet, dan pelumas 3 . Kecendrungan masyarakat dalam memilih produk yang lebih ramah lingkungan berdampak pada peningkatan permintaan fatty acid yang merupakan barang subtitusi dari ethylene glycol petrokimia Kementerian Perindustrian, 2009. Pada tahun 2000, total produksi oleokimia dasar Indonesia mencapai 349.882 ton, terdiri atas fatty acid 68.7 persen, fatty alcohol 19.6 persen, fatty methylester 1.1 persen, dan gliserol 10.6 persen Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2007. Berdasarkan data produksi oleokimia di atas dapat dilihat bahwa fatty acid merupakan oleokimia dasar yang paling banyak diproduksi di Indonesia. Terkait kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong pengembangan industri hilir minyak sawit, kebijakan tingkat suku bunga dan peningkatan penawaran bahan baku minyak sawit dapat mempengaruhi produksi produk turunan minyak sawit yaitu fatty acid. Diduga penurunan tingkat suku bunga, akan meningkatkan keinginan investor dalam berinvestasi pada industri hilir kelapa sawit, khususnya industri fatty acid, sehingga produksi akan meningkat. Sebaliknya peningkatan tingkat suku bunga akan menurunkan investasi pada industri hilir minyak sawit yang juga menurunkan produksinya. Adapun 3 http:pustaka.litbang.deptan.go.idpublikasiwr252035.pdf . Pembagian Oleokimia dan Manfaat Fatty acid . Diakses tanggal 20 Juli 2012. peningkatan penawaran bahan baku minyak sawit diduga dapat meningkatakan produksi dan dapat menurunkan harga fatty acid domestik. Sehubungan dengan masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia yaitu fatty acid? 2. Bagaimana dampak kebijakan penurunan tingkat suku bunga dan peningkatan penawaran minyak sawit terhadap produksi fatty acid di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian