industri makanan sebagai minyak goreng. RBDPO juga digunakan untuk memproduksi margarin, shortening, es krim, condensed milk, vanaspati, sabun,
dan lainnya. RBD palm stearin digunakan sebagai bahan baku margarin dan shortening
juga bahan untuk pembuatan lemak untuk pelapis pada industri permen dan coklat. RBD palm stearin digunakan juga dalam menghasilkan sabun dan
industri oleokimia Siahaan, 2006. PKO yang dimurnikan dengan proses yang sama dengan pemurnian CPO
menghasilkan RBD PKO refined, bleached and deodorized palm kernel oil. Hasil fraksinasi RBD PKO kemudian menghasilkan RBD palm kernel olein. RBD
palm kernel oil digunakan secara komersial untuk menggoreng kacang, popcorn,
dan pembuatan permen setelah diubah menjadi cocoa butter substitute atau cocoa butter equivalent
Siahaan, 2006.
2.5. Perkembangan Produksi dan Permintaan
Fatty Acid di Indonesia
Produk hilir minyak sawit terbagi menjadi produk pangan 90 persen dan produk non pangan sebesar 10 persen berupa produk sabun dan oleokimia.
Penggunaan terbesar minyak sawit adalah untuk minyak goreng yaitu sekitar 71 persen sedangkan bila digabung dengan margarin menjadi 75 persen. Sisanya
sekitar 25 persen digunakan dalam bentuk sabun, oleokimia, dan bentuk lainnya Affudin, 2007.
Industri oleokimia berkembang di beberapa daerah, yang umumnya di kota-kota besar yang lengkap dengan fasilitas pelabuhan. Berikut ini adalah
beberapa prusahaan sebagai produsen Oleokimia di Indonesia pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Produsen Oleokimia di Indonesia tahun 2004
No Nama Perusahaan Lokasi
Jenis Produk Kapasitas Produksi
TonTh
1. PT. Sinar Oleochemical Int’l
Medan Fatty acid
Glycerin 120,000
12,250 2. PT. Prima Inti Perkasa
Medan Fatty alcohol
Fatty acid 30,000
8,000 3. PT. Flora Sawita
Tanjung Morawa
Fatty acid Glycerin
47,000 5,400
4. PT. Batamas
Megah Batam
Fatty alcohol 90,000
5. PT. Cisadane Raya Chemical
Tangerang Fatty acid
Fatty alcohol Glycerin
182,000 20,000
5,500 6. PT. Asianagro Agungjaya Jakarta
Utara Fatty acid
14,800 7. PT. Sumi Asih
Bekasi Fatty acid
Glycerin 100,000
3,500 8. PT. Sayap Mas Utama
Bekasi Glycerin
4,000 9. PT. Bukit Perak
Semarang Glycerin
1,440 10. PT. Unilever Indonesia
Surabaya Glycerin
8,950 11. PT. Wings Surya
Surabaya Glycerin
3,000 12. PT.
Musim Mas
Deli Fatty acid
90,000 Sumber : Kementerian Perindustrian 2005
Minyak sawit digunakan dalam berbagai industri pengolahan. Pangsa konsumsi minyak sawit Indonesia tahun 1991 – 1996 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pangsa Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 1991 – 1996
Tahun Pangsa Bentuk Konsumsi
Minyak Goreng
Margarin Sabun
Oleokimia Lainnya
1991 72.5 4.3
6.5 16.0
0.7 1992
71.0 3.5
5.4 13.7
6.4 1993 72.2
4.0 5.8
15.5 2.5
1994 70.5
3.8 5.3
16.5 3.9
1995 70.2 3.6
5.0 16.6
4.6 1996
70.0 3.5
4.7 16.6
5.2
Rata–Rata 70.9 3.8
5.4 15.8 4.1
Sumber : Saragih 1998 dalam Affudin 2007
Menurut data BPS 2012, permintaan fatty acid cenderung meningkat, dari tahun 2003 sebesar 170.58 ribu ton dan pada tahun 2010 meningkat sebesar
432.19 ribu ton, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2008. Perkembangan permintaan fatty acid domestik hingga tahun 2010 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Permintaan Fatty Acid di Indonesia Tahun
2003-2010
Tahun Permintaan Fatty Acid 000 Ton
2003 170.58
2004 176.81 2005
241.10 2006 236.14
2007 209.31
2008 152.89 2009
229.02 2010 432.19
Sumber : BPS diolah 2012
Peningkatan permintaan fatty acid ini sejalan dengan peningkatan produksi dan harga produk yang berbahan baku fatty acid, seperti sabun batangan.
Produksi sabun mandi batang di Indonesia sangat berkembang.
Tabel 9. Produksi dan Harga Sabun Mandi Batang di Indonesia Tahun 2003 – 2010
Tahun Produksi Sabun Batang
000 Batang Harga Sabun Batang
Rpbatang
2003 614.3
1281 2004 2469.9
1206 2005
3174.1 972
2006 2756.9 880
2007 2931.3
992 2008 6148.4
1055 2009
4963.9 1052
2010 3779.4 1039
Sumber : BPS diolah 2012
Gaya hidup masyarakat yang berkembangan dari waktu ke waktu mendorong kebutuhan akan sabun mandi juga semakin meningkat, karena
masyarakat saat ini sudah mulai peduli terhadap kebersihan. Selain itu dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan yang
dipelopori oleh negara-negara maju, telah berkembang Green Consumerism yaitu kelompok masyarakat yang cendrung memilih produk-produk yang lebih ramah
lingkungan. Seiring dengan hal itu, maka terjadi pergeseran antara lain pergeseran penggunaan produk surfaktan berbasis petrokimia kepada surfaktan berbasis
minyak sawit widodo, 2005. Perkembangan produksi dan harga sabun batang di Indonesia tahun 2003-2010 dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 perkembangan produksi sabun batang di Indonesia berfluktuatif dari tahun 2003 hingga tahun 2010. Produksi terbesar yang dapat
dilihat pada Tabel 8 yaitu tahun 2008 sebesar 6148.4 buah. Hal ini menunjukkan bahwa sabun mandi batang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di
Indonesia. Peningkatan dalam produksi sabun akan mendorong peningkatan jumlah bahan baku yang digunakan, sehingga permintaan fatty acid yang
merupakan bahan baku pada industri sabun akan meningkat. Keadaan ini mendorong peningkatan dalam produksi fatty acid domestik, berikut ini disajikan
perkembangan produksi fatty acid domestik pada tabel 10.
Tabel 10. Perkembangan Produksi Fatty acid di Indonesia Tahun
2003 – 2010
Tahun Produksi Fatty Acid 000 Ton
Harga 000 RpTon
2003 379.40
58.16 2004
420.25 40.76
2005 490.30
38.78 2006
507.00 39.20
2007 680.00
47.57 2008
760.00 49.11
2009 780.12
43.74 2010
986.00 42.04
Sumber : BPS diolah 2012
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa produksi fatty acid domestik mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Keadaan ini akan terus
berlanjut dengan syarat tersedianya pasokan bahan baku yang cukup bagi industri fatty acid
yaitu minyak sawit. Selain itu perlu adanya peningkatan modal industri untuk menambah kapasitas produksi dengan cara inovasi teknologi yang
digunakan dalam proses produksi. Penambahan jumlah industri fatty acid juga akan mendorong peningkatan produksi fatty acid domestik.
2.6. Kebijakan Pada Industri Minyak Sawit