46
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan
Tenaga Kerja Lokal di Desa Langensari 6.1.1 Karekteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak
Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam menentukan model, dan arah pengembangan tata ruang. Keterlibatan
masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial
ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Langensari diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan
terhadap 22 petani tambak polikultur. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini.
6.1.1.1 Usia
Berdasarkan hasil kuesioner dari 22 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29-33 tahun 4,55, 34-38 tahun
18,18, 39-43 tahun 18,18, 44-48 tahun 27,27, 49-53 tahun 13,64, 54-58 tahun 4,55, 59-63 tahun 9,09 dan 64-68 tahun 4,55. Sebaran usia
sebagian besar berada pada kelompok umur 44-48 tahun, hal ini dikarenakan mayoritas petani tambak menjadikan budidaya polikultur ini sebagai mata
pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus
melakukan kegiatan ini meski sudah cukup umur. Perbandingan presentase dapat dilihat pada Gambar 8.
47 Sumber : Data Primer, Diolah 2012
Gambar 8. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitin ini, peneliti membagi
tingkat pendidikan formal menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok SD, SMP, dan SMA. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan pada Gambar 9.
Sumber : Data Primer, Diolah 2012
Gambar 9. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Gambar diatas diketahui bahwa 45,45 petani telah menjalani pendidikan formal sampai SMP, selanjutnya 27,27 petani menjalani
4,55 18,18
18,18 27,27
13,64 4,55
9,09 4,55
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00
29 ‐33 tahun
34 ‐38 tahun
39 ‐43 tahun
44 ‐48 tahun
49 ‐53 tahun
54 ‐58 tahun
59 ‐63 tahun
64 ‐68 tahun
27,27 45,45
27,27
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00 45.00
50.00
SD SMP
SMA Persen
Persen 30,00
25,00 20,00
15,00 10,00
5,00 0,00
50,00 45,00
40,00 35,00
30,00 25,00
20,00 15,00
10,00 5,00
0,00
48 pendidikan formal sampai tingkat SD dan SMA. Berdasarkan komposisi di atas,
menunjukkan bahwa petani tambak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan
keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka merasakan sekolah sampai tingkat SD, SMP, dan SMA baik itu sampai selesai atau harus putus
sekolah ditengan ajaran.
6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak
Status usaha responden adalah petani tambak menjadi kegiatan budidaya polikultur ini sebagai mata pencaharian mereka, artinya kegiatan usaha budidaya
polikultur ini menjadi pencaharian utama mereka. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya
polikultur ikan bandeng dan udang windu. Jika petani tambak menjadikan budidaya polikultur sebagai pekerjaan utama, maka seluruh waktu dicurahkan
untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan, maka waktu yang diberikan pun akan terbagi.
Fokus atau tidak dalam menjalankan usaha budidaya polikultur berpengaruh pada proses budidaya, sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng dan
udang windu serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Langensari menyatakan bahwa, sebagian besar dari
warganya menjalani usaha budidaya polikultur dan bertani. Budidaya polikultur dan bertani merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun temurun,
sehingga sebagian besar dari petani selalu melanjutkan tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu.
49
6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak
Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya polikultur ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu
petani tambak melakukan budidaya polikultur ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner yang diperoleh 36,36 petani tambak telah menjalani usaha
budidaya polikultur dengan lama usaha berkisar antara 20-24 tahun. Sebanyak 18,18 petani tambak telah menjalani budidaya polikultur selama 5-9 tahun,
9,09 petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 10-14 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan 40-44 tahun. Sebanyak 4,55 petani tambak telah
menjalani budidaya polikultur selama 15-19 tahun dan 35-39 tahun. Usaha budidaya polikultur ini sebagian besar petani telah memliki pengalaman dalam hal
melakukan usaha tambak polikultur ini. Sebaran
karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah
dijalankan disajikan pada Gambar 10.
Sumber : Data Primer, Diolah 2012
Gambar 10. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Lama Usaha Budidaya Tambak Polikultur
18,18 9,09
4,55 36,36
9,09 9,09
4,55 9,09
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00
5 ‐9 tahun10‐14 tahun
15 ‐19 tahun
20 ‐24 tahun
25 ‐29 tahun
30 ‐34 tahun
35 ‐39 tahun
40 ‐44 tahun
Persen 40,00
35,00 30,00
25,00 20,00
15,00 10,00
5,00 0,00
50
6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a.
Jumlah Kepemilikan Tambak
Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah tambak yang status kepemilikannya adalah tanah milik yang dimiliki Desa Langensari saat ini adalah
sekitar 71 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian besar berasal dari warisan
keluarga maupun dibeli, namun jumlah kepemilikan relative tetap. Berdasarkan data yang brhasil didapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar
antara 2-10 petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber : Data Primer, Diolah 2012
Gambar 11. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Langensari b.
Status Kepemilikan Tambak
Dari sebaran responden penelitian didapatkan data status kepemilikan tambak, 22 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem
budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses
90,91
9,09 ‐
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00 100.00
2 ‐6 petak tambak
7 ‐11 petak tambak
Persen 100,00
90,00 80,00
70,00 60,00
50,00 40,00
30,00 20,00
10,00 0,00
51 perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang
dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan
memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.
c. Teknologi Budidaya