Uji Multikolinieritas Normalitas Uji Heteroskedastisitas Batasan Penelitian

35 7. Nilai koefisien untuk dummy tambak terdapat mangrove adalah positif. Artinya, diantara petani tambak yang terdapat mangrove dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove, petani tambak yang terdapat mangrove memiliki pendapatan yang lebih besar. 8. Nilai koefisien untuk dummy penggunaan pupuk adalah positif. Artinya, diantara petani yang menggunakan pupuk dan petani yang tidak menggunakan pupuk, petani yang menggunakan obat memiliki pendapatan yang lebih besar.

4.4.3 Uji Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

a. Uji Multikolinieritas

Multicolinearity Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan: VIF I I R 4.3 R² adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity multikolinearitas sempurna. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas 36 yang sempurna maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan.

b. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov KS.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dan residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor pengguna. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson Uji D-W merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu 37 e berpengaruh kepada faktor pengganggu e . Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut Firdaus, 2004 : Tabel 2. Uji Autokorelasi D-W Kesimpulan Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi 1,10 dan 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 dan 2,90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi Sumber : Firdaus 2004

4.4.4 Estimasi Nilai Ekonomi Budidaya TambakPolikultur

Penelitian ini menggunakan pendekatanrent untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan budidaya polikultur. Rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya Adrianto et al , 2004. Berikut persamaan fungsi rent: R L 4.4 Dimana: B = manfaat dari produksi budidaya polikultur pada suatu kawasan Rp C = biaya produksi budidaya polikultur Rp L = luasan kawasan sumberdaya ha Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai rent. 38

4.4.5 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur

Terhadap Masyarakat Lokal Dampak ekonomi ini akan dapat diukur dengan menggunakan efek pengganda multiplier dari arus uang yang terjadi. Dalam mengukur dampak ekonomi kegiatan budidaya polikultur terhadap masyarakat lokal terdapat dua tipe pengganda, yaitu META 2001 dalam Amanda, 2009: 1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran petani tambak yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal. 2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung indirect dan dampak lanjutan induced. Secara matematis dapat dirumuskan: Keynesian Income Multiplier = N U 4.5 Ratio Income Multiplier, Tipe I = N 4.6 Ratio Income Multiplier, Tipe II = N U 4.7 Dimana: E = Tambahan pengeluaran pembudidaya Rupiah D = Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E Rupiah N = Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E Rupiah U = Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E Rupiah Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya 39 polikultur di Desa Langensari. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007.

4.4.6 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Polikultur yang

Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove Analisis perbandingan tambak polikultur yang terdapat mangrove dengan tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove melalui pendekatan perbedaan pendapatan melalui data hasil panen ikan bandeng dan udang windu. Surplus produsen adalah pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi barang x. Surplus produsen diukur dari sisi manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi Parluhutan, 2007. Pada penelitian ini dihitung pendapatan petani dari hasil produksi ikan bandeng dan udang windu setiap kali panen setelah dikurangi biaya produksi setiap kali panen dengan cara yang sama dihitung pada wilayah budidaya polikultur yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove. Selisih pendapatan petani tambak yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove disebut surplus produsen. Maka, penghitungan surplus produsen dengan cara menghitung: SP A xB A xB A xB A xB 4.8 Keterangan: SP = Surplus Produsen Rphatahun A = Rata-rata produksi ikan bandeng terdapat mangrove kghatahun A = Rata-rata produksi ikan bandeng tidak terdapat mangrove kghatahun A = Rata-rata produksi udang windu terdapat mangrove kghatahun A = Rata-rata produksi udang windu tidak terdapat mangrove kghatahun 40 B = Rata-rata harga jual ikan bandeng terdapat mangrove Rpkg B = Rata-rata harga jual ikan bandeng tidak terdapat mangrove Rpkg B = Rata-rata harga jual udang windu terdapat mangrove Rpkg B = Rata-rata harga jual udang windu tidak terdapat mangrove Rpkg C = Rata-rata biaya produksi tambak terdapat mangrove Rphatahun C = Biaya produksi tambak tidak terdapat mangrove per panen Rphatahun

4.5 Batasan Penelitian

1. Lokasi penelitian terdapat di Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. 2. Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya tambak polikultur ini adalah 3-4 bulan. 3. Faktor pendapatan petani tambak adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi pendapatan petani tambak. Faktor pendapatan petani tambak yang diduga dapat mempengaruhi adalah luas tambak hektar, hasil panen ikan bandeng kghamusim, hasil panen udnag windu kghamusim, tenaga kerja orang, lama usaha tahun, penggunaan obat, ketersediaan mangrove, penggunaan pupuk. 4. Faktor lingkungan yang dijadikan perbandingan budidaya tambak polikultur di Desa Langensari hanya ketersediaan mangrove. 5. Hasil panen produksi adalah berat total output yang dihasilkan dalam 1 musim Kg. 41 6. Petani tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya tambak polikultur di Desa Langensari dan status kepemilikan tanah tambak adalah tanah milik. 7. Tambak Polikultur adalah tambak yang memiliki dua komoditas dalam satu tambak dalam penelitian ini ikan bandeng dan udang windu. 8. Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya tambak polikultur yang berlaku saat penelitian berlangsung. 9. Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah. 10. Nilai rent yang diestimasi dalam penelitian ini adalah nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya tambak polikultur di Desa Langensari selama satu tahun. 11. Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Langensari yang bergerak di sektor budidaya tambak polikultur. 12. Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Langensari. 13. Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar lokasi budidaya tambak polikultur di Desa Langensari. 42

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif Desa Langensari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang dan merupakan salah satu desa pesisir di Pantai Utara Jawa Barat. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu: Ibukota Kecamatan : 3 Km Ibukota Kabupaten : 62 Km Ibukota Provinsi Jawa Barat : 150 Km Secara administratif Desa Langensari berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Langensari: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Barat : Desa Ciasem hilir, Kecamatan Ciasem Sebelah Selatan : Desa Muara, Kecamatan Blanakan Sebelah Timur : Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan Desa Langensari memiliki ketinggian 300 mdl dengan suhu rata-rata sekitar 29 C – 32 C. Iklim di pesisir Desa Langensari tidak dapat dilepaskan dari system iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari sedangkan angin musim timur mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus. Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan