Gambaran Usaha Budidaya GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

43 tambak mereka. Petani tambak di Desa Langensari terkadang mengalami kerugian karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya gelombang laut yang terjadi.

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian

Desa Langensari memiliki luas wilayah 772,71 hektar terdiri dari lahan pemukiman 100 hektar, lahan persawahan 451,51 hektar, lahan kuburan 1,2 hektar, dan luas area tambak 220 hektar. Desa Langensari memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.358 jiwa yang terdiri dari 1.644 orang laki-laki dan 1.714 orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok masyarakat Desa Langensari secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Langensari No. Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan 1 Petani 113 15 2 Buruh Tani 686 77 3 Buruh migran 8 92 4 Pegawai Negeri Sipil 3 2 5 Pengrajin industri rumah tangga 1 - 6 Pedagang keliling 27 15 7 Peternak 15 7 8 Nelayan 3 - 9 Montir 4 - 10 Dukun Kampung Terlatih - 2 11 Jasa Pengobatan Alternatif 3 - Sumber: Potensi Desa Langensari, 2011

5.3 Gambaran Usaha Budidaya

Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak polikultur di Desa Langensari termasuk kedalam kategori tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Wilayah tambak Desa Langensari sebagian besar menggunakan sistem tambak tumpangsari, sistem ini telah dimulai sejak tahun 1986 melalui sistem 44 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM. Sistem tambak tumpangsari sebagian besar dilakukan dengan pola empang parit, seharusnya sistem tambak tumpangsari terdiri atas 80 hutan mangrove dan 20 empang atau tambak, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Pada wilayah Desa Langensari, sistem tambak tumpangsari masing- masing berlangsung secara baik pada zona tengah dan belakang hutan, yang berbatasan dengan wilayah daratan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa, tingkat kesadaran masyarakat pengelola tambak terhadap pentingnya fungsi ekosistem mangrove bagi produktivitas tambak, merupakan salah satu penyebab terjaganya sistem tambak tumpangsari, sehingga menjamin keutuhan komunitas mangrove. Sistem budidaya silvofishery di lokasi penelitian lebih dominan dibandingkan dengan non-silvofishery.Silvofishery adalah kombinasi antara tambak dengan vegetasi mangrove sebagai suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Banyaknya manfaat yang dirasakan petani dengan adanya pohon mangrove di areal tambak sehingga para petani tambak melakukan penanaman mangrove di sekitar areal tambak mereka. Jenis mangrove yang ditanam sebagian besar adalah jenis api-api Avicennia marina. Mangrove jenis ini memiliki manfaat yang bernilai bagi tambak, sebab daun mangrove api-api yang berguguran bermanfaat sebagai pupuk hijau untuk menyuburkan tambak. Gambaran kondisi tambak silvofishery di Desa Langensari dapat dilihat pada Gambar 7. 45 Gambar 7. Kondisi Tambak Silvofishery di Desa Langensari Kegiatan budidaya yang paling dominan dilakukan adalah usaha budidaya tambaksilvofishery pola empang parit. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini terdapat dua jenis komoditas yang menjadi output budidaya tambak yaitu ikan bandeng Chanos chanos dan udang windu Panaeus monodon atau dapat juga dikatakan budidaya tambak polikultur sebab terdapat dua komoditas dalam satu areal tambak. Lama produksi dari budidaya tambak polikultur ini berkisar antara 3-4 bulan agar mendapatkan hasil yang siap untuk dijual dipasaran. Selain dua komoditas tersebut petani tambak pada umumnya membudidayakan mujaer pada areal tambak tersebut, namun tidak semua petani membudidayakan mujaer, sehingga hanya ikan bandeng dan udang windu saja yang dijadikan komoditas produksi dalam penelitian ini. Petambak menggantungkan pemenuhan pakan ikan dan udang pada alam. Hal ini dikarenakan sistem yang dipakai adalah sistem budidaya tradisional atau ekstensif, oleh karena itu keberadaan mangrove menjadi penting. 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN