PENGGUNAAN NH BIOFILTER TINJAUAN PUSTAKA

11 Amoniak dapat langsung direaksikan dengan oksigen menjadi nitrit. Reaksi antara amoniak dengan asam nitrit dapat menghasilkan amonium nitrat yang memungkinkan diaplikasikan sebagai pupuk. Kotoran hewan yang membusuk juga dapat menghasilkan nitrat. Nitrifikasi merupakan konversi amonium menjadi nitrat secara biologis yang terjadi dari dua tahap yang melibatkan dua kelompok mikroorganisme yaitu Nitrosomonas sp dan Nitrobacter sp. Pada tahap pertama, amonium dikonversi menjadi nitrit dan pada tahap kedua nitrit dikonversi menjadi nitrat Sutedjo et al. 1991. Tahapan yang terjadi yaitu: Tahap pertama: NH 4 + + 1 1 2 O 2  Nitrosomonas sp NO 2 - + 2H + + H 2 O Tahap kedua: NO 2 - + 1 2 O 2  Nitrobacter sp  NO 3 - Kedua reaksi tersebut menghasilkan energi yang dibutuhkan Nitrosomonas sp dan Nitrobacter sp untuk pertumbuhan dan perawatan sel. Reaksi energi secara keseluruhan dijabarkan sebagai berikut: NH 4 + + 2O 2 NO 3 - + 2H + + H 2 O Bersamaan dengan energi yang dihasilkan, sebagian dari ion amonium diasimilasi menjadi jaringan sel. Reaksi sintesis biomassa dijabarkan dengan persamaan sebagai berikut: 4CO 2 + HCO 3 - + NH 4 + C 5 H 7 O 2 N + 5O 2 Proses nitrifikasi secara keseluruhan dapat dijabarkan dengan persamaan sebagai berikut: NH 4 + + 1.86O 2 + 1.98HCO - 0.02C 5 H 7 NO 2 + 0.98NO 3 - + 1.88H 2 CO 3 + 1.04H 2 O Sutedjo et al. 1991.

D. PENGGUNAAN NH

3 DI INDUSTRI Beberapa industri menggunakan amoniak dalam jumlah besar, sehingga emisi amoniak yang dihasilkan juga dalam jumlah besar. Pabrik lateks pekat salah satu pabrik yang menghasilkan emisi amoniak. Menurut Saputra 2008, emisi pabrik lateks pekat untuk amoniak adalah 1-600 ppm. Industri lateks pekat menggunakan amoniak sebagai bahan anti koagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi lateks serta desinfektan untuk pengawetan lateks. Selain industri karet, amoniak juga banyak dihasilkan oleh industri peternakan, industri petrokimia, manufaktur logam, industri makanan, pulp dan kertas, industri tekstil, pabrik pengolahan limbah, dan industri pupuk urea. Amoniak banyak digunakan dalam memproduksi asan nitrat, sebagai indikator universal untuk menguji gas yang berbeda-beda sehingga diketahui keberadaan gas tersebut, pupuk dengan mencampurkan amoniak dengan air tanpa proses kimiawi tambahan, amoniak banyak digunakan sebagai refrigerant sebelum ditemukannya dichlorodifluoromethane Freon, amoniak juga digunakan sebagai desinfektan, dan amoniak cair digunakan sebagai bahan bakar pada roket Busca 2003. 12

E. METODE PENGHILANGAN EMISI GAS

Menurut Devinny et al. 1999, ada dua bentuk pengendalian emisi udara yang dapat diaplikasikan. Pengendalian sumber melibatkan pengurangan emisi melalui penggantian bahan baku, pengurangan maupun pendaurulangan. Bagaimanapun, mekanisme pengurangan ini mungkin dapat mengurangi kualitas produk atau meningkatkan biaya. Pengendalian yang kedua merupakan cara dengan melakukan pengolahan gas yang dihasilkan. Pemilihan teknologi sering ditentukan oleh desakan ekonomi ataupun ekologi. Beberapa batasan datang dari keadaan senyawa yang akan diolah, konsentrasi dan bentuk emisi dari aliran limbah gas.

1. Pengendalian Emisi Gas Seacara Fisik dan Kimia

Metoda pemurnian gas buang secara fisik-kimia adalah berdasarkan pada perubahan fase gas diserap oleh fase gas lain, fase cair atau fase padat, sebagai berikut: a. Metode fase gas Metode ini sebenarnya bukan metode penghilangan gas atau bau, akan tetapi menyamarkan bau busuk yang tidak disukai dengan memberikan bau yang enak atau lebih disukai. b. Metode fase cair Gas buang dialirkan dan dipertemukan dengan senyawa penyerap gas adsorban dalam fase cair, pada umumnya menggunakan air. Metode ini sangat baik untuk gas-gas yang memiliki kelarutan yang tinggi terhadap zat cair air. Adsorban yang sudah jenuh perlu dimurnikan kembali bila memungkinkan, dimanfaatkan untuk penggunaan lain atau dibuang. c. Metode fase padat Pada proses ini, gas dialirkan dan dipertemukan dengan senyawa penyerap gas dalam bentuk padat. Molekul-molekul gas akan terserap, terkondensasi dipermukaan adsorban, secara fisik maupun kimia. Arang aktif sudah banyak dikenal sebagai bahan penyerap bau yang relatif murah dan efektif. Arang aktif dalam bentuk butiran granular activatedcarbon, GAC sudah banyak dipergunakan sebagai bahan penyerap bau dan warna. Arang aktif dalam bentuk serat activated carbon fiber, ACF memiliki daya serap yang lebih besar dibandingkan dengan GAC. Daya serap ACF type FN-300GF-15 terhadap gas amoniak adalah 0.72g-NH 3 kg- dry AC sedangkan daya serap ACF-1300 terhadap senyawa organik yang mudah menguap volatile organic carbon, VOC seperti alkohol, aseton dan tetra-hidrofuran adalah 0.44g- VOCkg-dry ACF Lens dan Pol 2000. Daya serap secara fisik-kimia ini hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat sebelum mencapai titik jenuh. ACF atau GAC yang telah jenuh ini perlu dipanaskan pada suhu diatas 100 o C untuk melepaskan gas- gas tersebut regenerasi dan kemudian dapat digunakan kembali. Dengan demikian polutan gas ini tidak dihilangkan, tetapi diubah menjadi bentuk lain, dan mungkin akan tetap menimbulkan polusi. d. Pembakaran Senyawa-senyawa gas organik dapat juga langsung dibakar dan menghasilkan karbon dioksida dan air pada tingkat suhu yang cukup. Metoda ini memerlukan biaya energi yang cukup besar, sehingga banyak dihindari. 13 Devinny et al. 1999 dan Lens dan Pol 2000 menambahkan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah gas secara fisik-kimia antara lain: 1. Kondensasi: limbah gas yang pekat dilakukan pendinginan dan dikompres. 2. Insinerasi: terdiri dari insinerasi termal 700-1400 o C dan insinerasi katalis 300-700 o C dengan katalis platinum, palladium dan rubidium. Produksi NOx dan beberapa dioksin juga bisa terjadi. Teknologi ini sesuai untuk aliran limbah gas pekat dan laju alir sedang. 3. Adsorpsi: adsorpsi terjadi dalam bahan pada fixed atau fluidized bed seperti karbon aktif atau zeolite dan sangat efektif untuk uap dengan konsentrasi rendah. Regenerasi karbon dimungkinkan dengan cara recovery polutan dengan desorpsi menggunakan uap air atau udara panas. 4. Absorpsi: penghilangan limbah gas pencemar dengan larutan penyerap, seperti air maupun pelarut organik minyak silikon. Kesuksesan ditentukan oleh afinitas polutan terhadap cairan. Menurut Nathanson 1997, metode ini disebut Flue Gas Desulfurization FGD, dengan larutan penyerap dapat berupa kapur CaO atau batu kapur CaCO 3 . 5. Sistem membran: menggunakan perbedaan tekanan pada dua sisi membran. Tekanan aliran gas sekitar 310-1400 kPa. Membran yang digunakan biasanya merupakan membran hidrofobik mikroporous yang terbuat dari polietilen dan polipropilen.

2. Pengendalian Emisi Gas Secara Biologis

Penghilangan gas secara biologis ini dilakukan dengan memanfaatkan aktivitas mikroba. Pertama, gas-gas buangan diserap oleh bahan pengisi tertentu, kemudian dioksidasi dan diuraikan atau digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba. Mikroba memerlukan kondisi tertentu untuk hidup. Kebutuhan ini harus dipenuhi dengan menumbuhkannya dalam fase cair atau medium tertentu. Senyawa gas yang akan diolah dan sejumlah oksigen harus dialirkan dari fase gas ke dalam fase cair. Populasi mikroba dapat terdispersi secara bebas dalam fase cair, terimobilisasi pada suatu bahan pengepak atau bahan pengisi padat. Dengan demikian dapat dibedakan tiga metoda biologi sebagi berikut Ottengraf 1986: 1 Bioscrubber, 2 Biotrickling filter, dan 3 Biofilter. 1. Bioscrubber: Kontaminan gas diabsorb dalam bentuk fase cair bebas. Fase gas yang dialirkan akan dicuci dengan scrubber. Absorbsi dan biodegradasi terjadi secara terpisah. Setelah kontaminan diabsorbsi secara fisik, degradasi terjadi dengan bantuan konsorsium mokroorganisme tersuspensi pada tempat terpisah. Absorpsi terjadi pada kolom filter, spray tower atau buble column. Air ditransfer ke vessel terpisah dimana kondisi lingkungan lebih optimal untuk biodegradasi. Pada sistem dilakukan aerasi untuk memastikan degradasi maksimal. 2. Biotrickling Filter: Kontaminan gas diabsorp sebagai fase cair bebas yang digunakan untuk biodegradasi baik dengan menggunakan bakteri yang tersuspensi maupun dengan bakteri terimobilisasi. Pada biotrickling filter, mikroba terjerap pada bahan organik yang bersifat inertlembam sedangkan mikroba tersuspensi dalam fase cair yang mendegradasi polutan yang dilewatkan pada filter terkontaminasi. Udara yang dialirkan mengalami daur ulang sedangkan nutrient, keasaman dan kebasaan ditambahkan oleh operator, disesuikan dengan kondisi lingkungan agar polutan dapat dihilangkan secara optimal. Fenomena absorpsi dan biodegradasi terjadi dalam satu reaktor yang sama. Reaksi berkelanjutan pada media dalam fase gas. 14 3. Biofilter: Biofilter merupakan reaktor yang memiliki mikroorganisme terjerap pada media untuk mengolah polutan gas. Mikroorganisme yang tumbuh membentuk biofilm pada permukaan medium yang tersuspensi dalam fase air yang tersebar pada partikel media. Media yang digunakan mengandung bahan yang inert kompos, gambut, serasah daun, dsb yang memiliki luas permukaan untuk absorpsi dan penambahan nutrient. Gas dialirkan pada bahan pengisi, kontaminan pada fase gas dijerap ke dalam biofilm dan ke permukaan media tempat degradasi polutan. Biofilter merupakan kombinasi terhadap proses absorbsi, adsorbsi, degradasi dan desorpsi polutan gas. Biofilter membutuhkan penambahan air untuk mengontrol kadar air dan penambahan nutrient. Efektifitas secara keseluruhan dipengaruhi oleh karakteristik dan sifat fisiko-kimia media yang digunakan, dimana termasuk porositas, tingkat kepadatan media, kemampuan penyerapan air dan kemampuan penjerapan populasi mikroorganisme. Titik kristis kinerja biofilter dan parameter performansi terdiri dari pH media, suhu, kadar air media dan kandungan nutrient. Tabel 9. Klasifikasi bioreaktor untuk pemurnian limbah gas Tipe Reaktor Mikroorganisme Fase Air Biofilter Terjerap Tidak bergerak Biotrickling Filter Terjerap Bergerak Bioscrubber Tersuspensi Bergerak Sumber: Devinny et al. 1999 Gambar 1. Biofilter a, biotrickling filter b, dan bioscrubber c Yuwono 2003.

F. BIOFILTER

Menurut Janni et al. 2000, ada beberapa metode penanganan yang digunakan untuk mengontrol emisi gas penyebab bau yang meliputi metode fisika, kimia maupun biologi antara lain adalah: 15 1. metode pengontrolan langsung dari sumbernya 2. penambahan bahan kimia tertentu pada limbah penyebab bau 3. menyimpan limbah pada storage drum-drum penampungan 4. penambahan ozon ozonisasi 5. teknologi plasma non thermal 6. penerapan metode biofiltrasi Berdasarkan metode penanganan yang telah disebutkan, metode pada no. 1 hingga 5 termasuk dalam metode fisika-kimia. Dahulu metode ini banyak digunakan untuk menangani masalah gas penyebab kebauan, namun karena biaya operasional metode ini cukup tinggi, sulit dalam perawatan dan juga menimbulkan limbah sekunder, akhirnya metode ini telah banyak ditinggalkan Sun et al. 2000. Metode no. 6 adalah metode penanganan emisi gas penyebab bau dengan biofiltrasi, metode ini merupakan pengembangan dari metode biologi. Menurut Sun et al. 2000, biofiltrasi adalah teknologi yang digunakan untuk mengolah gas dan bau yang biodegradable dapat terurai oleh mikroorganisme. Metode biofiltrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu biofilter, bioscrubber dan biotrickling filter Ottengraf 1986. Biofilter didefinisikan sebagai packed tower deodorization apparatus atau alat penghilang bau yang berupa tower dengan bahan pengisi didalamnya Devinny et al. 1999. Teknik biofilter ini terus dikembangkan sebagai alternatif teknologi untuk menggantikan metode fisika-kimia. Jika dibandingkan dengan metode fisika dan kimia, beberapa keunggulan metode biologi antara lain adalah biaya investasi dan pemeliharaan yang rendah, mudah perawatan, operasional alat yang stabil pada jangka waktu lama serta tidak menimbulkan polusi baru Cho et al. 2000. Ditambahkan oleh Hirai et al. 2001 bahwa biofilter merupakan salah satu teknik yang efektif sebab tidak membutuhkan wilayah konstruksi yang besar. Menurut Ottengraf 1986, kinerja biofilter dalam penanganan gas penyebab bau dapat dinilai berdasarkan beberapa hal berikut ini yaitu: 1. kapasitas penyerapan maksimum gkg-media keringhari 2. efisiensi penyerapan gas oleh media biofilter sekitar 95 dalam waktu yang relatif lama 3. kemampuan bahan pengisi dalam mempertahankan kondisi pH, suhu dan kadar air Mekanisme kerja dari biofilter ini adalah melewatkan gas penyebab bau ke dalam kolom biofilter. Pada awalnya gas-gas tersebut akan diserap oleh material padat dari bahan pengisi. Penyerapan yang terjadi ini sering disebut dengan penyerapan secara fisik. Setelah material padat jenuh dengan gas maka penyerapan gas akan dilanjutkan oleh mikroorganisme yang telah membentuk lapisan tipis biofilm atau biolayer di dalam biofilter. Target komponen gas akan larut atau terserap ke dalam lapisan biolayer ini, selanjutnya dioksidasi dan diuraikan oleh mikroorganisme yang hidup dalam bahan pengisi Yani 1999. Mikroorganisme menggunakan gas penyebab bau sebagai sumber energi dan nutrient bagi kelangsungan hidupnya. Produk utama yang dihasilkan dari reaksi ini adalah H 2 O, CO 2 , garam mineral, beberapa senyawa organik dan sel-sel mikroorganisme Degorce-Dumas et al. 1997.

G. BAHAN PENGISI