14 oksigen O
2
yang masuk ke dalam kemasan menyebabkan peningkatan laju respirasi salak sehingga air H
2
O dan karbondioksida CO
2
yang dihasilkan meningkat. Banyaknya air dalam kemasan menyebabkan kerusakan salak dalam kemasan.
Kemasan plastik kondisi normal menghasilkan tingkat kerusakan salak yang rendah. Pada kondisi ini buah salak tidak mendapatkan tekanan pada saat proses vakum, sehingga tidak terjadi
memar pada daging salak. Kondisi vakum pada kemasan salak dapat menyebabkan memar pada daging salak pada saat awal vakum, namun pada dasarnya kemasan vakum bertujuan untuk menahan
laju respirasi buah salak pondoh, karena dengan vakum oksigen yang terdapat di dalam kemasan dikeluarkan sebelum dilakukan penyimpanan. Semakin banyak oksigen yang ada di dalam kemasan
akan meyebabkan laju proses respirasi akan meningkat dan akan mempercepat kebusukan salak. Lepas vakum menjadi salah satu penyebab kemasan vakum menghasilkan umur simpan yang pendek.
Kondisi lepas vakum dapat terjadi karena adanya proses respirasi anaerobik yang terjadi pada salak yang menghasilkan karbondioksida CO2. Selain itu, kerusakan yang banyak terjadi pada kemasan
vakum dapat terjadi karena salak mengalami proses respirasi anaerobik karena kekurangan oksigen, dan hasil respirasi anaerobik diduga menyebabkan adanya alkohol hasil dari fermentasi sehingga
dapat merusak fisiologis salak dan merusak cita rasa salak seperti rasa, aroma, tekstur dan warna buah salak tersebut.
Pada hasil analisis ragam dengan α = 5, perlakuan kemasan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tingkat kerusakan buah salak selama penyimpanan. Pada uji lanjut duncan, kemasan yang terpilih sebagai kemasan terbaik dalam pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan buah
salak pondoh selama penyimpanan adalah kemasan plastik PET dengan kondisi normal. Selain perlakuan kemasan, terdapat perlakuan bahan penyerap yang digunakan pada buah salak selama
penyimpanan. Dari hasil yang didapatkan, salak yang disimpan tanpa penyerap memiliki laju tingkat kerusakan yang terkecil yaitu dengan slope rata-rata 2.823. Sementara salak yang dikemas dengan
kombinasi bahan penyerap kapur menggunakann zeolit dan kapur dengan karbon aktif menyebabkan laju kerusakan buah salak yang lebih tinggi dibanding salak tanpa penyerap yaitu masing-masing
memiliki slope rata-rata 3.181 dan 3.132. Namun dapat dilihat bahwa slope yang dihasilkan pada setiap perlakuan penyerap tidak berbeda nyata. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis ragam
α = 5 yang menunjukkan bahwa perlakuan penyerap tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan
tingkat kerusakan buah salak selama penyimpanan. Hal ini diduga ada tidaknya penyerap tidak mempengaruhi tingkat kerusakan pada buah salak jika tanpa adanya pengaruh jenis kemasan, namun
setelah perlakuan penyerap berinteraksi dengan pelakuan kemasan dapat dilihat pengaruhnya yang lebih nyata terhadap tingkat kerusakan salak. Hal ini dibuktikan dengan analisis ragam
α = 5, interaksi antara kemasan dengan penyerap berbeda nyata pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan
buah salak. Pada uji lanjut duncan yang dilakukan terhadap interaksi antara kemasan dengan penyerap, terpilih interaksi antara kemasan PET normal dengan kombinasi bahan penyerap kapur
dengan zeolit menjadi interaksi yang terbaik.Tingkat kerusakan terkecil selama penyimpanan, terjadi pada buah salak pondoh yang dikemas dengan kemasan plastik PET normal dengan kombinasi bahan
penyerap kapur dengan zeolit. Pada hari ke-26, kombinasi tersebut memiliki tingkat kerusakan terkecil yaitu sebesar13.14 .
4.3 PERUBAHAN KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH SELAMA
PENYIMPANAN
Buah salak pondoh mengalami perubahan karakteristik selama masa penyimpanan. Terdapat beberapa karakteristik yang diamati, diantaranya adalah susut bobot, Vitamin C, total
15 padatan terlarut dan total asam. Terdapat keterkaitan antara satu karakteristik dengan karakteristik
lainnya, sehingga antar karakteristik saling mempengaruhi. Buah salak mengalami penurunan bobot susut bobot selama penyimpanan. Pada
penelitian, terjadi peningkatan susut bobot buah salak selama penyimpanan. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan, buah mengalami proses respirasi dan transpirasi, dimana senyawa-senyawa
kompleks yang ada di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti CO
2
dan H
2
O, dimana senyawa sederhana ini mudah menguap dan keluar dari buah sehingga buah mengalami pengurangan bobot Wills, 1981. Peningkatan susut bobot selama penyimpanan
dapat ditekan dengan cara menggunakan bahan pengemas kemasan plastik dan bahan penyerap yang sesuai.
Susut bobot terjadi karena buah salak pondoh kehilangan air karena transpirasi, hal ini dapat dicegah dengan penyimpanan suhu rendah agar umur simpan salak menjadi lebih panjang
Santoso, 2005. Selain itu menurut Soedibyo 1979, kondisi penyimpanan suhu rendah dapat menekan laju respirasi dan transpirasi agar kedua proses tersebut berjalan lebih lambat sehingga umur
simpan salak dapat lebih panjang. Buah salak yang dikemas dengan kemasan plastik PET dengan kondisi normal memiliki
laju peningkatan susut bobot buah salak terkecil selama penyimpanan, yaitu dengan slope rata-rata 0.024, diikuti dengan kemasan plastik PP kondisi vakum dengan slope rata-rata 0.042, kemasan
plastik PET kondisi vakum dengan slope rata-rata 0.070 dan kemasan plastik PP kondisi normal dengan slope rata-rata 0.077. Pada hasil analisis ragam pada
α = 5, menunjukkan bahwa perlakuan kemasan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan susut bobot buah salak selama
penyimpanan. Perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot buah salak selama penyimpanan karena pada dasarnya susut bobot buah salak terjadi karena proses respirasi,
yaitu pengeluaran air dari dalam jaringan buah. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi transpirasi, yaitu faktor internal morfologianatomi, kerusakan fisik dan umur panen dan faktor eksternal suhu,
RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfer. Dapat dilihat bahwa perlakuan kemasan tidak memberikan pengaruh terhadap kedua faktor, baik faktor internal dan faktor eksternal.
Pada perlakuan bahan penyerap, salak yang dikemas dengan perlakuan pemberian bahan penyerap dengan kombinasi kapur dengan zeolit, kapur dengan karbon aktif dan tanpa penyerap
menunjukkan laju peningkatan susut bobot buah salak selama penyimpanan yang tidak berbeda nyata, yaitu masing-masing memiliki slope rata-rata 0.050, 0.081 dan 0.062. Pada hasil analisis ragam
α = 5 menunjukkan bahwa perlakuan penyerap tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan
susut bobot buah salak selama penyimpanan. Interaksi antara perlakuan kemasan dengan perlakuan penyerap juga tidak berbeda nyata pada analisis ragam
α = 5. Hal ini diduga karena faktor eksternal yang lebih mempengaruhi terjadinya proses transpirasi pada buah salak, sedangkan pada penelitian ini
semua buah salak disimpan pada kondisi eksternal yang sama, baik suhu, RH, dan tekanan atmosfer. Susut bobot buah salak yang terkecil pada hari ke-26 terjadi pada buah salak yang dikemas dengan
kemasan PET kondisi normal dengan kombinasi bahan penyerap kapur dengan zeolit, yaitu dengan susut bobot 0.60.
Buah salak pondoh mengalami penurunan kadar Vitamin C selama penyimpanan. Penurunan kadar Vitamin C ini terjadi pada setiap perlakuan yang diberikan pada buah salak selama
penyimpanan. Laju perubahan kadar Vitamin C disajikan pada Gambar 4.
16 Keterangan :
PP-N : Jenis kemasan PP kondisi normal
PP-V : Jenis kemasan PP kondisi vakum
PET-N : Jenis kemasan PET kondisi normal PET-V : Jenis kemasan PET kondisi vakum
Gambar 4. Laju Perubahan Kadar Vitamin C Buah Salak Pondoh selama Penyimpanan Laju perubahan kadar Vitamin C pada buah salak selama penyimpanan menunjukkan slope
negatif, hal ini menunjukkan bahwa laju perubahan yang terjadi adalah laju penurunan kadar Vitamin C pada buah salak selama penyimpanan. Pada perlakuan penyerap, masing-masing perlakuan
penyerap menghasilkan slope rata-rata yang tidak berbeda nyata. Slope rata-rata dari perlakuan penyerap kombinasi kapur dengan zeolit, kapur dengan karbon aktif dan tanpa penyerap adalah
masing-masing -0.015, -0.025 dan -0.022. Pada hasil analisis ragam α = 5 menunjukkan bahwa
perlakuan penyerap tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan Vitamin C buah salak selama penyimpanan.
Pada perlakuan jenis dan kondisi kemasan, buah salak yang dikemas dengan kemasan plastik PET kondisi normal menunjukkan laju penurunan kadar Vitamin C yang terendah selama
penyimpanan yaitu dengan slope rata-rata -0.011 diikuti dengan kemasan plastik PET kondisi vakum, kemasan plastik PP kondisi vakum dan kemasan plastik PP kondisi normal dengan slope rata-
ratamasing-masing adalah -0.016, -0.026, dan -0.030. Laju penurunan kadar Vitamin C yang terendah merupakan salak yang dikemas dengan plastik PET dengan kondisi normal, hal ini dikarenakan
tingkat kerusakan pada jenis dan kondisi plastik tersebut adalah yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kerusakan salak sangat mempengaruhi perubahan dari kadar Vitamin C pada buah salak
pondoh selama penyimpanan. Pada hasil analsis ragam α = 5 menunjukkan bahwa perlakuan
kemasan berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan kadar Vitamin C buah salak selama penyimpanan. Perlakuan jenis dan kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan Vitamin C
buah salak selama penyimpanan karena perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap terjadinya kerusakan buah salak.
Kerusakan buah salak selama penyimpanan dapat disebabkan karena adanya air H
2
O yang dihasilkan dari respirasi, dengan adanya bahan penyerap kapur dan karbon aktif, sebagian air yang
dihasilkan dapat ikut terserap sehingga mengurangi kerusakan yang terjadi pada buah salak. Ketersediaan oksigen dan kerusakan salak mengakibatkan terjadinya oksidasi, Vitamin C terdegradasi
PP-N PET-N
PP-V PET-V
TP -0,018
-0,013 -0,029
-0,026 KZ
-0,030 -0,010
-0,011 -0,008
KKA -0,041
-0,009 -0,036
-0,014 -0,045
-0,040 -0,035
-0,030 -0,025
-0,020 -0,015
-0,010 -0,005
0,000
La ju
Perubahan Vi
ta m
in C
[m g
100g h
ar i]
17 menjadi asam dehidro-askorbat, sehingga kadar Vitamin C pada salak pondoh berkurang. Adanya
perlakuan kemasan vakum membantu untuk mengurangi laju pengurangan kadar Vitamin C pada buah salak karena dengan adanya kondisi vakum, oksigen O
2
yang terdapat di dalam kemasan salak dikeluarkan terlebih dahulu. Namun karena adanya sifat permeabilitas udara pada masing-masing
kemasan, terutama oksigen O
2
maka oksidasi buah salak tetap akan terjadi. Menurut Kartasapoetra 1994, kandungan vitamin C akan menurun selama penyimpanan dan apabila buah mengalami
perubahan warna menjadi coklat menunjukkan adanya kerusakan vitamin C. Kadar Vitamin C buah salak pondoh yang terbesar pada hari ke-26 terdapat pada salak yang dikemas dengan kemasan PET
kondisi normal dengan kombinasi bahan penyerap kapur dengan zeolit, yaitu sebanyak 1.49 mg100 g salak.
Total padatan terlarut yang diamati pada salak pondoh menggunakan skala °brix, karena komponen padatan terlarut yang paling banyak ada di salak adalah berupa gula. Pada dasarnya total
padatan terlarut terdiri dari komponen-komponen yang dapat larut dalam air seperti gula, glukosa, fruktosa dan sukrosa, dan protein yang larut dalam air
Buah salak mengalami penurunan total padatan terlarut selama proses penyimpanan di setiap perlakuan yang diberikan. Pada perlakuan kemasan, antara kemasan plastik PP normal, PET normal,
PP vakum dan PET vakum memiliki slope rata-rata yang tidak berbeda nyata. Namun dapat dilihat untuk slope rata-rata yang terkecil adalah pada perlakuan kemasan plastik PP vakum yaitu -0.075.
Sedangkan slope rata-rata terbesar terdapat pada perlakuan kemasan plastik PP normal yaitu sebesar - 0.128. Berdasarkan analisis ragam
α = 5, perlakuan kemasan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan total padatan terlarut buah salak selama penyimpanan. Penurunan kadar gula ini
terjadi karena total gula yang digunakan dalam respirasi lebih besar dibandingkan dengan penguraian karbohidrat menjadi gula, sehingga gula terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Menurut
Wuryani 1999, karbohidrat dalam buah akan diurai menjadi gula sederhana untuk dapat dipergunakan sebagai substrat respirasi.
Pada plastik PP vakum, slope rata-rata yang dihasilkan paling kecil dikarenakan proses awal vakum adalah mengeluarkan oksigen O
2
yang ada di dalam kemasan, dengan tidak adanya oksigen O
2
menyebabkan proses respirasi buah salak terjadi secara lambat sehingga gula yang diperlukan juga tidak terlalu banyak. Sedangkan slope rata-rata terbesar terjadi pada kemasan plastik PP normal
karena di dalam kemasan terdapat banyak oksigen O
2
, sehingga mempercepat laju respirasi yang membutuhkan banyak gula dalam proses respirasi tersebut. Selain itu, kadar gula mengalami
perubahan menjadi alkohol, aldehid dan asam amino selama penyimpanan. Karena adanya air hasil dari respirasi dan adanya alkohol, dimana keduanya adalah pelarut, maka total padatan terlarut
menjadi semakin berkurang. Pada perlakuan penyerap, slope rata-rata yang didapatkan menunjukkan nilai slope yang
tidak berbeda nyata. Nilai slope rata-rata dari masing-masing kombinasi penyerap kapur dengan zeolit, kapur dengan karbon aktif dan tanpa penyerap adalah -0.098, -0.119, dan -0.084. Hasil analisis
ragam α = 5 menunjukkan bahwa perlakuan penyerap tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap
perubahan total padatan terlarut buah salak selama penyimpanan. Hal ini diduga karena adanya bahan penyerap digunakan untuk menyerap gas karbondioksida CO
2
dan etilen C
2
H
4
. Sedangkan oksigen O
2
tidak ikut terserap, sehingga respirasi buah salak terus berlangsung selama penyimpanan dan total padatan terlarut yang berupa gula dalam salak akan tetap mengalami penurunan. Penurunan total
padatan terlarut juga dikarenakan semakin lama penyimpanan salak, hidrolisis pati semakin sedikit, namun proses respirasi yang terjadi semakin cepat. Gula yang diperlukan untuk proses respirasi lebih
banyak dibandingkan gula hasil dari hidrolisis pati. Total padatan terlarut buah salak pondoh yang
18 terbesar pada hari ke-26 terdapat pada salak yang dikemas dengan kemasan PET kondisi normal
dengan kombinasi bahan penyerap kapur dengan zeolit, yaitu sebesar 14.50°brix. Pada total asam, terjadi penurunan total asam buah salak pondoh selama penyimpanan. Jenis
kemasan plastik PET normal memiliki slope rata-rata sebesar -0.007, kemasan plastik PP vakum -0.009, kemasan plastik PP normal -0.010 dan kemasan plastik PET vakum -0.011. Pada analisis
ragam α = 5 menunjukkan bahwa perlakuan kemasan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap
perubahan total asam pada buah salak selama penyimpanan. Total asam pada buah salak berkurang karena adanya perubahan dari asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi
CH
2
O
3
dan energi atau asam yang ada digunakan sebagai substrat dalam proses respirasi Tranggono, 1990. Plastik PET dan plastik PP sama-sama memiliki sifat permeabilitas terhadap gas, terutama
oksigen O
2
, hal ini menyebabkan proses respirasi akan tetap berjalan sehingga membutuhkan asam sebagai substrat dalam proses respirasi tersebut.
Sama halnya dengan perlakuan kemasan, pada perlakuan penyerap, slope yang dihasilkan tidak berbeda nyata pengaruhnya pada setiap perlakuan. Slope rata-rata terkecil dihasilkan pada
perlakuan tanpa penyerap yaitu sebesar -0.007. Sedangkan pada kombinasi penyerap kapur dengan zeolit dan kombinasi kapur dengan karbon aktif memiliki nilai slope rata-rata yang sama, yaitu -0.011.
Pada analisis ragam α = 5 menunjukkan bahwa perlakuan penyerap tidak berbeda nyata
pengaruhnya terhadap perubahan total asam pada buah salak selama penyimpanan. Interaksi antara perlakuan kemasan dengan perlakuan penyerap juga tidak berbeda nyata pada analisis ragam
α = 5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan tidak
mempengaruhi laju perubahan total asam pada buah salak selama penyimpanan. Hal ini diduga dengan adanya perlakuan bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan tidak mencegah terjadinya
respirasi, namun hanya menghambat laju respirasi sehingga kebutuhan asam sebagai substrat dalam proses respirasi tetap dibutuhkan. Total asam buah salak pondoh yang terbesar pada hari ke-26
terdapat pada salak yang dikemas dengan kemasan PET kondisi normal dengan kombinasi bahan penyerap kapur dengan zeolit, yaitu sebesar 0.25
mg100 g bahan .
4.4 ORGANOLEPTIK