13
4.2 TINGKAT KERUSAKAN BUAH SALAK PONDOH SELAMA
PENYIMPANAN
Selama penyimpanan, buah salak pondoh yang diamati mengalami kerusakan yang beraneka ragam. Tingkat kerusakan buah salak pondoh terus meningkat sampai pada hari penyimpanan terakhir,
yaitu hari ke-26, baik salak pondoh yang diberi bahan penyerap ataupun tanpa bahan penyerap. Laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan dengan berbagai perlakuan
disajikan pada Gambar 3.
Keterangan : PP-N
: Jenis kemasan PP kondisi normal TP
: Tanpa penyerap PET-N : Jenis kemasan PET kondisi normal
KZ : Kapur - Zeolit
PP-V : Jenis kemasan PP kondisi vakum
KKA : Kapur – Karbon Aktif
PET-V : Jenis kemasan PET kondisi vakum Gambar 3. Laju Perubahan Tingkat Kerusakan Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan
Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa buah salak pondoh yang disimpan dengan berbagai perlakuan menunjukkan laju peningkatan kerusakan selama penyimpanan. Hal ini ditunjukkan oleh
slope yang positif. Buah salak pondoh yang dikemas dengan plastik PET kondisi normal memiliki laju
peningkatan kerusakan yang relatif kecil selama penyimpanan yaitu dengan slope rata-rata 1.102. Plastik PET menyebabkan laju kerusakan salak terkecil karena plastik PET memiliki sifat
permeabilitas gas oksigen O
2
yang lebih rendah dibanding plastik PP, hal ini mengakibatkan terhambatnya gas oksigen O
2
yang masuk ke dalam kemasan, sehingga laju respirasi buah salak terhambat. Laju respirasi yang terhambat, menyebabkan hasil respirasi berupa karbondioksida CO
2
dan air H
2
O berkurang. Berkurangnya air yang dihasilkan dapat memperpanjang umur simpan buah salak, karena jika air yang dihasilkan banyak, maka kerusakan buah salak akan semakin cepat.
Adanya air menyebabkan ketegaran buah salak berkurang dan dapat menyebabkan air masuk kembali ke dalam buah salak dan mempercepat kebusukan dan kerusakan salak.
Pada perlakuan lain yaitu Plastik PP kondisi vakum memiliki laju peningkatan kerusakan buah salak yang tertinggi selama penyimpanan yaitu dengan slope rata-rata 4.160. Hal ini dikarenakan
plastik PP memiliki permeabilitas oksigen O
2
yang lebih tinggi dibanding plastik PET. Banyaknya PP-N
PET-N PP-V
PET-V TP
2,070 2,022
4,066 3,133
KZ 4,057
0,529 4,114
4,026 KKA
3,561 0,756
4,299 3,912
0,00 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00 3,50
4,00 4,50
5,00
Laju P
eruba han Ti
ngkat Kerusa
kan g h
ari
14 oksigen O
2
yang masuk ke dalam kemasan menyebabkan peningkatan laju respirasi salak sehingga air H
2
O dan karbondioksida CO
2
yang dihasilkan meningkat. Banyaknya air dalam kemasan menyebabkan kerusakan salak dalam kemasan.
Kemasan plastik kondisi normal menghasilkan tingkat kerusakan salak yang rendah. Pada kondisi ini buah salak tidak mendapatkan tekanan pada saat proses vakum, sehingga tidak terjadi
memar pada daging salak. Kondisi vakum pada kemasan salak dapat menyebabkan memar pada daging salak pada saat awal vakum, namun pada dasarnya kemasan vakum bertujuan untuk menahan
laju respirasi buah salak pondoh, karena dengan vakum oksigen yang terdapat di dalam kemasan dikeluarkan sebelum dilakukan penyimpanan. Semakin banyak oksigen yang ada di dalam kemasan
akan meyebabkan laju proses respirasi akan meningkat dan akan mempercepat kebusukan salak. Lepas vakum menjadi salah satu penyebab kemasan vakum menghasilkan umur simpan yang pendek.
Kondisi lepas vakum dapat terjadi karena adanya proses respirasi anaerobik yang terjadi pada salak yang menghasilkan karbondioksida CO2. Selain itu, kerusakan yang banyak terjadi pada kemasan
vakum dapat terjadi karena salak mengalami proses respirasi anaerobik karena kekurangan oksigen, dan hasil respirasi anaerobik diduga menyebabkan adanya alkohol hasil dari fermentasi sehingga
dapat merusak fisiologis salak dan merusak cita rasa salak seperti rasa, aroma, tekstur dan warna buah salak tersebut.
Pada hasil analisis ragam dengan α = 5, perlakuan kemasan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tingkat kerusakan buah salak selama penyimpanan. Pada uji lanjut duncan, kemasan yang terpilih sebagai kemasan terbaik dalam pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan buah
salak pondoh selama penyimpanan adalah kemasan plastik PET dengan kondisi normal. Selain perlakuan kemasan, terdapat perlakuan bahan penyerap yang digunakan pada buah salak selama
penyimpanan. Dari hasil yang didapatkan, salak yang disimpan tanpa penyerap memiliki laju tingkat kerusakan yang terkecil yaitu dengan slope rata-rata 2.823. Sementara salak yang dikemas dengan
kombinasi bahan penyerap kapur menggunakann zeolit dan kapur dengan karbon aktif menyebabkan laju kerusakan buah salak yang lebih tinggi dibanding salak tanpa penyerap yaitu masing-masing
memiliki slope rata-rata 3.181 dan 3.132. Namun dapat dilihat bahwa slope yang dihasilkan pada setiap perlakuan penyerap tidak berbeda nyata. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis ragam
α = 5 yang menunjukkan bahwa perlakuan penyerap tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan
tingkat kerusakan buah salak selama penyimpanan. Hal ini diduga ada tidaknya penyerap tidak mempengaruhi tingkat kerusakan pada buah salak jika tanpa adanya pengaruh jenis kemasan, namun
setelah perlakuan penyerap berinteraksi dengan pelakuan kemasan dapat dilihat pengaruhnya yang lebih nyata terhadap tingkat kerusakan salak. Hal ini dibuktikan dengan analisis ragam
α = 5, interaksi antara kemasan dengan penyerap berbeda nyata pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan
buah salak. Pada uji lanjut duncan yang dilakukan terhadap interaksi antara kemasan dengan penyerap, terpilih interaksi antara kemasan PET normal dengan kombinasi bahan penyerap kapur
dengan zeolit menjadi interaksi yang terbaik.Tingkat kerusakan terkecil selama penyimpanan, terjadi pada buah salak pondoh yang dikemas dengan kemasan plastik PET normal dengan kombinasi bahan
penyerap kapur dengan zeolit. Pada hari ke-26, kombinasi tersebut memiliki tingkat kerusakan terkecil yaitu sebesar13.14 .
4.3 PERUBAHAN KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH SELAMA