Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi untuk Perekat Kayu

(1)

KARAKTERISTIK DAN APLIKASI GETAH PERCA

TERMODIFIKASI UNTUK PEREKAT KAYU

TATI KARLIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi untuk Perekat Kayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014 Tati Karliati NIM E262100041


(3)

TATI KARLIATI. Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi untuk Perekat Kayu. Dibimbing oleh FAUZI FEBRIANTO, WASRIN SYAFII, dan IMAM WAHYUDI.

Getah perca merupakan elastomer yang berasal dari bahan yang dapat diperbaharui dan terurai di alam. Pada umumnya getah perca diperoleh dari hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon nyatoh (Palaquium spp). Getah perca bersifat hidrofobik (non-polar) sedangkan kayu bersifat hidrofilik (polar), sehingga afinitas antara kayu dengan getah perca rendah. Oleh karena itu dalam pemanfaatan getah perca sebagai perekat kayu diperlukan adanya pemodifikasi atau coupling agent (antara lain anhidrida maleat) dengan penginisiasi peroksida untuk meningkatkan kompatibilitas antara kayu dan getah perca.

Sebagai perekat hot melt, getah perca sebetulnya pernah digunakan untuk membuat kayu lapis yang hasilnya memenuhi standar SNI-01-5008.2-1999. Karena berbentuk butiran padat, perekat yang demikian sulit dalam penerapan. Oleh karena itu perlu ditemukan suatu teknologi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut, misalnya dengan teknik pelarutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan perekat kayu berbahan dasar getah perca alami berbentuk cair,yang mudah diaplikasikan sebagai perekat kayu dengan kualitas perekatan yang baik.

Penelitian ini terdiri atas enam tahap. Pertama, bertujuan untuk mengkaji karakteristik getah perca sebagai bahan baku perekat seperti kadar air, kerapatan, kadar abu, suhu pelelehan, suhu transisi glas, spektra infra merah dan komponen senyawa kimianya. Tahap kedua, mengevaluasi kualitas perekatan kayu laminasi yang dibuat dengan memodifikasi getah perca pada rasio getah perca dengan toluena yang bervariasi. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat kayu laminasi tersebut adalah sengon (Falcataria moluccana Miq. Barneby & Grimes), sedangkan pengujian kualitas perekatannya mengacu pada standar JAS 234-2003. Tahap ketiga, meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi terbaik hasil penelitian tahap kedua dengan cara mengaplikasikan berat labur perekat yang berbeda sehingga diperoleh berat labur optimal. Tahap keempat, menganalisis penggunaan variasi kadar bahan aditif sebagai upaya untuk memperbaiki nilai keteguhan geser kayu laminasi yang terbaik yang dihasilkan dari penelitian tahap ketiga sehingga diperoleh kadar bahan aditif yang optimal. Bahan aditif yang digunakan adalah anhidrida maleat (MAH) sebagai pemodifikasi (modifier), dan benzoil peroksida (BPO) sebagai penginisiasi. Tahap kelima merupakan upaya perbaikan sifat mekanis terutama keteguhan geser kayu laminasi, dengan menerapkan variasi kekasaran permukaan lamina. Tingkat kekasaran diperoleh dengan mengampelas lamina menggunakan kertas ampelas dengan grit yang berbeda. Indikator keberhasilan sifat fisis-mekanis yang diteliti mengacu pada standar JAS 234 2003. Tahap keenam, aplikasi perekat getah perca dengan dan tanpa modifikasi MAH pada kayu lapis sengon, dengan indikator keberhasilan sifat fisis dan mekanisnya berdasarkan SNI-01.5008.2.2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa getah perca sebagai bahan perekat kayu memiliki nilai rataan kadar air, kerapatan dan kadar abu berturut-turut 6.09%, 1.01 g cm-3 dan 0.074 %. Suhu pelelehan, suhu transisi glas dan derajat


(4)

Komponen senyawa kimia yang terkandung dalam getah perca didominasi oleh ekstraktif grup terpena, khususnya 1,3 butadiena, 2 metil (CAS)-isoprena, sebagai komponen dengan konsentrasi tertinggi. Modifikasi getah perca dengan MAH dan penginisiasi BPO, serta peningkatan rasio getah perca dengan toluena mampu meningkatkan performa kayu laminasi. Keteguhan geser kayu laminasi tertinggi diperoleh pada penggunaan perekat getah perca dengan 5% MAH+0.75% BPO dari berat getah perca, pada rasio getah perca dengan toluena 22.5 : 77.5 (dalam berat).

Peningkatan berat labur sampai taraf tertentu meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi. Berat labur 300 g m-2 perekat getah perca termodifikasi 5% MAH+0.75% BPO (GPMB) menghasilkan nilai keteguhan geser yang lebih baik dibandingkan dengan berat labur lainnya. Peningkatan penggunaan MAH sampai 5% dan peningkatan penggunaan BPO sampai 1% meningkatkan nilai keteguhan geser kayu laminasi. Kadar air dan rasio delaminasi telah memenuhi JAS 234- 2003, sedangkan nilai keteguhan geser belum memenuhi standar.

Semakin kecil grit kertas ampelas yang digunakan, semakin kasar permukaan lamina yang akan direkat. Lamina kayu yang lebih kasar akan meningkatkan nilai keteguhan geser kayu laminasi. Penggunaan lamina kayu yang diampelas dengan kertas ampelas grit 80 menghasilkan keteguhan geser yang terbaik. Kadar air kayu laminasi dan rasio delaminasi memenuhi standar JAS 234-2003, sedangkan nilai keteguhan geser hampir mendekati standar.

Pada aplikasi kayu lapis, modifikasi getah perca dengan MAH dan BPO meningkatkan keteguhan rekat kayu lapis. Penggunaan perekat getah perca termodifikasi 5% MAH dan 0.75-1% BPO dengan rasio getah perca dengan toluena 25:75 (dalam berat) menggunakan berat labur 300 g m-2 menghasilkan kayu lapis yang memenuhi SNI 01.5008.02-2000 untuk penggunaan interior II. Kondisi perlakuan tersebut direkomendasikan untuk mengembangkan perekat berbahan dasar getah perca sebagai perekat kayu dengan pengempaan dingin untuk penggunaan interior II.

Kata kunci: getah perca, perekat, pemodifikasi, modifikasi, penginisiasi, kayu laminasi, kayu lapis


(5)

TATI KARLIATI. Characteristics and Application of Modified Gutta Percha for Wood Adhesive. Supervised by FAUZI FEBRIANTO, WASRIN SYAFII, and IMAM WAHYUDI.

Gutta percha resin is a biodegradable and renewable elastomeric which is obtained from nyatoh (Palaquium spp.) through leaf extraction or tapping of the tree stem. Since gutta percha is a hydrophobic while wood is hydrophilic, therefore, in order to improve the compatibility and affinity between these two materials, the coupling agent such as maleic anhydride as a modifier with peroxide as an initiator was needed.

Actually, gutta-percha has been using as hot melt adhesive for plywood that fulfilled the SNI-01-5008.2.1999. However, such adhesive was in granular solid state so that difficult to be applied. Therefore, for improving its application, developing the gutta-percha-based adhesive using dissolution technique have to be carried out. The purpose of this research was to produce natural gutta percha-based adhesive in a liquid state, so that it easy to be applied as wood adhesive properly.

This study consists of six stages of research. The first stage was to explore the characteristics of gutta-percha as raw material namely its moisture content, density, ash content, melting temperature, glass transition temperature, infra red spectra and chemical components. The second stage was to modify gutta-percha using maleic anhydride (MAH) for laminated wood adhesive of sengon (Falcataria moluccana Miq. Barneby & Grimes) at various ratio of gutta percha to toluene, according to the JAS 234-2003. The third stage was to improve mechanical properties of laminated wood by using several of glue spreads, in order to obtain the optimum of glue spread. The fourth stage was to improve mechanical properties of laminated wood namely its shear strength using several levels of additives, to obtain the optimum of additive level (MAH and benzoyl peroxide (BPO) initiator). The fifth stage was to improve mechanical properties of laminated wood using several levels of the surface roughness of the laminae, according to the JAS 234 2003. The sixth stage was to apply of unmodified and modified gutta-percha with MAH as the adhesive to sengon plywood, according to SNI-01.5008.2-2000.

The result showed that characteristics of gutta-percha as raw material of wood adhesive are follow: average values of moisture content, density and ash content were 6,09%, 1.01gcm-3 and 0.074%, respectively, while its melting temperature, glass transition temperature and crystallinity were 51.67⁰C, -56.75⁰C and 32.52%, respectively. Gutta-percha was dominated by terpenes group, with the highest component was 1,3-butadiene, 2 methyl (CAS)-isoprene. Modification of gutta-percha and increasing of gutta-percha to toluene ratio were able to improve the performance of laminated wood. Modified gutta-percha with 5% MAH+0.75% BPO with 22.5:77.5 (w/w) ratio of gutta-percha to toluene resulted in the highest value of shear strength of laminated wood produced.

Increasing of glue spread to some extent resulted in the greater of shear strength value of laminated wood. The 300 gm-2 of glue spread of modified


(6)

gutta-Increasing the MAH level up to 5% and BPO level up to 1% tended to increase the shear strength value of laminated wood. Moisture content and delamination ratio of laminated wood have fulfilled the JAS, while the shear strength have not fulfilled the JAS 234-2003 standard.

The smaller the grit size of sanding paper, the rougher the surface of laminae to be bonded. The rougher the surface of laminae tended to produce the greater the shear strength of laminated wood. Utilization of laminae sanded by 80 grit size of sanding paper resulted in the best of shear strength. Moisture content and delamination ratio of laminated wood have fulfilled the JAS 234-2003, while the mean value of shear strength was closed to that standard.

In case of plywood manufacturing, tensile strength of plywood was improved by using the modification of gutta-percha. Sengon plywood glued with modified gutta-percha of 5% MAH and 0.75% to 1% of BPO with ratio of gutta- percha to toluene of 25:75 (w/w) using 300 gm-2 of glue spread have fulfilled the SNI-01.5008.02-2000 for interior II purposes. Such kind of treatment was recommended to produce the gutta-percha-based adhesive for wood products manufacturing through cold pressing for interior II purposes.

Key words: gutta-percha, adhesive, modifier, modification, initiator, laminated wood, plywood


(7)

Hak cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

KARAKTERISTIK DAN APLIKASI GETAH PERCA

TERMODIFIKASI UNTUK PEREKAT KAYU

TATI KARLIATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Serat dan Komposit

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Jajang Suryana, MSc Dr Eka Mulya Alamsyah, MAgr

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Yusuf Sudo Hadi, MAgr Prof (R) Dr Drs Adi Santoso, MSi


(10)

Judul Disertasi : Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi

untuk Perekat Kayu

Nama : Tati Karliati

NIM : E262100041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua

Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Serat dan Komposit

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Januari 2014 adalah Biokomposit dengan judul “Karakteristik dan Aplikasi Getah Perca Termodifikasi untuk Perekat Kayu”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing yaitu Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr, dan Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik; 2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf yang telah memberikan

pelayanan administrasi akademik dengan baik;

3. Ketua Program Studi Teknologi Serat dan Komposit beserta staf yang telah memberikan pelayananan dengan baik kepada mahasiswa;

4. Prof Dr Surdiding Ruhendi, MSc selaku penguji pada ujian kualifikasi, Dr Eka Mulya Alamsyah, MAgr selaku penguji pada ujian kualifikasi dan ujian tertutup, Dr Ir Jajang Suryana, MSc dan Dr Ir I Nyoman J Wistara selaku penguji pada ujian tertutup, Prof Dr Yusuf Sudo Hadi, MAgr, dan Prof (R) Dr Adi Santoso, MSi selaku penguji pada ujian terbuka;

5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang telah memberikan bantuan studi melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) tahun 2010 dan bantuan penelitian 2012, serta perpanjangan BPPS tahun 2014;

6. Rektor Institut Teknologi Bandung yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti tugas belajar pada program Doktor;

7. Dekan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB yang telah memberikan dukungan penuh selama penulis menjalani studi;

8. Laboratorium yang ada di lingkungan Departemen Hasil Hutan IPB, lab. Analisis Bahan Departemen Fisika IPB, lab. Kimia Terpadu Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, Sentra Teknologi Polimer BPPT Serpong, dan lab. SEM FMIPA ITB atas bantuan pengujiannya.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua yaitu ibu Anci dan Ibu Hj Titi Setia Marwati, suami penulis Deni Nugraha, SE MSi, ketiga ananda Nita Nur Rezkia, Fikri Nur Apriansyah dan Sylviani Nur Ridha Zahra atas segala pengorbanan, do’a, dukungan dan pengertiannya. Juga kepada rekan-rekan seperjuangan selama menjadi mahasiswa SPs IPB atas segala dukungannya, dan semua pihak yang telah membantu kelancaran studi.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan dan semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Biokomposit, Aamiin.

Bogor, Oktober 2014 Tati Karliati


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Hipotesis penelitian 3

1.6 Novelty Penelitian 4

1.7 Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2 KARAKTERISASI GETAH PERCA SEBAGAI BAHAN PEREKAT KAYU

2.1 Pendahuluan 6

2.2 Bahan dan Metode 6

2.3 Hasil dan Pembahasan 8

2.4 Simpulan 11

3 MODIFIKASI GETAH PERCA SEBAGAI PEREKAT KAYU LAMINASI

3.1 Pendahuluan 12

3.2 Bahan dan Metode 12

3.3 Hasil dan Pembahasan 15

3.4 Simpulan 22

4 SIFAT KAYU LAMINASI PADA VARIASI BERAT LABUR PEREKAT BERBAHAN DASAR GETAH PERCA

4.1 Pendahuluan 23

4.2 Bahan dan Metode 23

4.3 Hasil dan Pembahasan 24

4.3 Simpulan 29

5. PENGARUH VARIASI KADAR ADITIF PADA MODIFIKASI GETAH PERCA TERHADAP SIFAT KAYU LAMINASI

5.2 Pendahuluan 30

5.2 Bahan dan Metode 30

5.3 Hasil dan Pembahasan 32


(13)

SIFAT KAYU LAMINASI

6.1 Pendahuluan 40

6.2 Bahan dan Metode 40

6.3 Hasil dan Pembahasan 42

6.4 Simpulan 47

7 PERFORMA KAYU LAPIS DENGAN PEREKAT BERBAHAN DASAR GETAH PERCA

7.1 Pendahuluan 48

7.2 Bahan dan Metode 48

7.3 Hasil dan Pembahasan 50

7.4 Simpulan 55

8 PEMBAHASAN UMUM 56

9 SIMPULAN UMUM 61

10 DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 67


(14)

2.1 Sifat fisis resin getah perca 8

2.2 Komponen senyawa kimia resin getah perca 10

2.3 Spektra infra merah resin getah perca 11

3.1 Sifat fisis (berat jenis, kadar padat, pH, kekentalan) perekat berbahan dasar getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena

15 3.2 Sudut kontak (⁰) perekat getah perca pada berbagai variasi rasio

getah perca dengan toluena.

16 3.3 Kerapatan dan kadar air (KA) kayu laminasi dengan perekat

berbahan dasar getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena

17

4.1 Kerapatan dan kadar air (KA) kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada variasi berat labur perekat

25 4.2 Ketebalan garis rekat perekat GPM dan GPMB pada berbagai

variasi berat labur

27 5.1 Berat jenis, kekentalan,pH, dan kadar padat perekat berbahan

dasar getah perca pada berbagai variasi kadar bahan aditif

32 5.2 Sudut kontak (⁰) perekat getah perca pada berbagai variasi kadar

aditif

33 5.3 Kerapatan dan kadar air kayu laminasi dengan perekat berbahan

dasar getah perca pada berbagai variasi kadar bahan aditif

35 6.1 Sudut kontak (⁰) perekat getah perca pada berbagai variasi

kekasaran lamina

42 6.2 Kerapatan dan kadar air kayu laminasi pada berbagai variasi

kekasaran permukaan lamina

43 6.3 Tebal garis rekat kayu laminasi pada berbagai variasi kekasaran

permukaan lamina

46 7.1 Berat jenis, pH, kadar padat , dan kekentalan perekat berbahan

dasar getah perca untuk perekat kayu lapis

50 7.2 Sudut kontak (⁰) perekat getah perca pada permukaan finir 51 7.3 Kerapatan dan kadar air kayu lapis dengan perekat cair berbahan

dasar getah perca

52

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 5

2.1 Padatan getah perca (a), dan getah perca serbuk (b) 7

2.2 Struktur trans -1,4-isoprena 9

2.3 Pita serapan spektrum infra merah resin getah perca 11

3.1 Skema pengukuran sudut kontak perekat 14

3.2 Contoh uji pengujian keteguhan geser (satuan mm) 14 3.3 Penampilan perekat getah perca pada variasi rasio getah perca

dengan toluena. (a) GPT; (b) GPM; (c) GPMB

15 3.4 Hubungan waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat 17


(15)

22.5:77.5

3.5 Keteguhan geser kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena. (a) kondisi uji kering, (b) rendam air dingin selama 6 jam, (c) rendam air panas suhu 60⁰C selama 3 jam.

18

3.6 Rasio delaminasi kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena

20 3.7 Spektra infra merah perekat berbahan dasar getah perca (GP,

GPT/UGP, GPM, dan GPMB)

20 3.8 Dugaan mekanisme reaksi antara MAH dengan TIR (a) dan antara

kayu dengan MTIR (b)

21 3.9 Scanning Electron Microscopy sampel keteguhan geser kayu

laminasi setelah uji geser (perbesaran 100x). (a) GPT; (b) GPM; (c) GPMB

22

4.1 Penampilan perekat pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5. (a) GPM dan (b) GPMB

24 4.2 Keteguhan geser kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar

getah perca pada berbagai variasi berat labur perekat. (a) kondisi uji kering, (b) rendam air dingin selama 6 jam, (c) rendam air panas suhu 60⁰C selama 3 jam.

26

4.3 Rasio delaminasi kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada variasi berat labur perekat.

27 4.4 USB digital mikroskop tebal garis rekat kayu laminasi pada variasi

berat labur perekat GPM (perbesaran 800x). (a) 250 g m-2 , (b) 275 g m-2 , (c) 300 g m-2 , (d) 325 g m-2, (e) 350 g m-2

28

4.5 USB digital mikroskop tebal garis rekat kayu laminasi pada variasi berat labur perekat GPMB (perbesaran 800x). (a) 250 gm-2 , (b) 275 g m-2 , (c) 300 g m-2 , (d) 325 g m-2, (e) 350 g m-2

28

5.1 Penampilan perekat getah perca pada variasi MAH pada kadar BPO 1%

32 5.2 Hubungan waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat

berbahan getah perca pada berbagai variasi kadar aditif

34 5.3 Spektra infra merah perekat berbahan dasar getah perca pada

berbagai variasi kadar bahan aditif.

35 5.4 Keteguhan geser kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar

getah perca pada berbagai variasi kadar aditif. (a) kondisi uji kering, (b) rendam air dingin selama 6 jam, (c) rendam air panas suhu 60⁰C selama 3 jam.

36

5.5 Rasio delaminasi kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada berbagai variasi kadar aditif

37 6.1 Propil kekasaran permukaan lamina setelah pengampelasan

(perbesaran 200μm). (a) KAG 80, (b) KAG 100, (c) KAG 150, (d) KAG 220, (e) KAG 300, (f) KAG 400

42

6.2 Hubungan waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat pada berbagai variasi kekasaran permukaan kayu

43 6.3 Keteguhan geser kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar

getah perca pada variasi kekasaran permukaan kayu. (a) kondisi uji 44


(16)

suhu 60⁰C selama 3 jam

6.4 Rasio delaminasi kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada variasi kekasaran permukaan kayu

45 6.5 USB digital mikroskop ketebalan garis rekat kayu laminasi pada

variasi kekasaran permukaan kayu (perbesaran 800X). (a) KAG 80, (b) KAG 100, (c) KAG 150, (d) KAG 220, (e) KAG 300, (f) KAG 400

46

7.1 Pembuatan finir sengon dengan mesin rotary finir (a) dan finir sengon (b)

49 7.2 Penampilan perekat berbahan dasar getah perca untuk perekat kayu

lapis

50 7.3 Hubungan waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat

berbahan getah perca pada permukaan finir

52 7.4 Keteguhan rekat kayu lapis dengan perekat berbahan dasar getah

perca. (a) uji interior II, dan (b) uji interior I

53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan proses pengolahan getah perca di pabrik pengolahan Cipetir PTPN VIII.


(17)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perekat merupakan salah satu bahan utama yang penting dalam industri pengolahan kayu khususnya panel atau komposit kayu. Jenis perekat yang umum digunakan adalah perekat sintetis berbasis formaldehida seperti urea formaldehida (UF), melamin formaldehida (MF) dan fenol formaldehida (PF). Bahan baku perekat ini bukan berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable), melainkan dari minyak bumi yang keberadaannya semakin terbatas dan dapat habis. Penggunaan perekat sintetis juga berdampak negatif bagi lingkungan karena tidak terurai di alam (non- biodegradable). Selain itu perekat berbasis formaldehida dapat menimbulkan emisi formaldehida pada saat produk digunakan.

Sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, perekat sintetis atau bahan dasar perekat tersebut masih harus diimpor. Pada tahun 2008 Indonesia mengimpor perekat jenis termosetting seperti urea formaldehida sebanyak 202 ton, fenol formaldehida 57 ton, dan melamin formadehida sebanyak 354 ton. Sementara jenis perekat termoplastik 2.215 ton, jenis perekat sintetis lainnya 1.337 ton, dan jenis perekat alami 193 ton (Santoso 2011). Pada tahun 2010 Indonesia mengimpor bahan dasar perekat amino resin, fenolik resin dan poliuretan sebesar 59.894 ton (Kemendag 2011)

Dalam upaya mengatasi permasalahan penggunaan perekat sintetis sekaligus mengurangi ketergantungan impornya, maka perlu dicari alternatif lain yaitu mengembangkan perekat alami dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan dapat terurai di alam. Bahan perekat alami yang berpeluang untuk terus dikembangkan antara lain lignin, tanin dan elastomer (bahan karet). Salah satu elastomer yang ramah lingkungan, renewable dan biodegradable adalah karet trans-1,4-isoprena (trans-1,4-isoprene rubber) atau dikenal dengan getah perca (gutta percha) (Febrianto et al. 1999).

Getah perca tergolong hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon nyatoh (Palaquium spp.) dari famili Sapotaceae terutama jenis Palaquium gutta Burck dan Palaquium oblongifolium Burck (Dephut 1997). Di Indonesia, pohon-pohon penghasil getah perca tersebar di Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian Jaya dan daerah lainnya. Palaquium burchii ditanam masyarakat di pulau Lingga Kepulauan Riau seluas + 1.031 ha (Purwanto 1997), sedangkan Palaquium oblongifolium telah dibudidayakan di PT. Perkebunan Nusantara VIII (dahulu PTP XI) Cipetir Jawa Barat seluas 788.31 ha dan kebun biji seluas 34.11 ha (PT Perkebunan XI 1986). Pada tahun 2011 areal penanaman Palaquium oblongifolium di PT Perkebunan VIII Afdeling III Cipetir ini kurang lebih seluas 283 ha (PTPN VIII 2011).

Getah perca merupakan bahan yang bersifat hidrofobik (non-polar). Dalam pemanfaatannya sebagai bahan perekat kayu tidaklah mudah untuk bisa berikatan secara kimia dengan gugus hidroksil kayu, karena kayu bersifat hidrofilik (polar). Dengan demikian antara kayu dengan getah perca memiliki afinitas rendah, padahal untuk menghasilkan kualitas perekatan yang baik antara


(18)

perekat dengan kayu harus berikatan secara kimia tidak cukup dengan ikatan mekanik. Oleh karena itu diperlukan bahan pemodifikasi atau coupling agent untuk meningkatkan perekatan antara kayu dengan getah perca. Coupling agent memperbaiki kompatibilitas serat kayu dengan matriks polimer. Beberapa contoh bahan coupling agent ini antara lain anhidrida, isosianat, akrilat, epoksi, amida, dan silane. Penginisiasi biasanya diperlukan bersama coupling agent selama perlakuan coupling. Adapun penginisiasi terbanyak yang digunakan adalah peroksida (Lu 2003)

Penelitian tentang karet trans 1,4-isoprena atau getah perca sebagai bahan perekat dalam komposit kayu masih sangat terbatas. Febrianto et al. (1999;2001) melaporkan bahwa pada komposit tepung kayu-karet trans 1,4-isoprena (TIR), TIR termodifikasi anhidrida maleat (MTIR) tanpa peroksida mampu melakukan pencangkokan (grafting) melalui esterifikasi dengan gugus hidroksil (OH) kayu. Scanning Electron Microscopy membuktikan bahwa MTIR menjembatani kontak langsung antara tepung kayu (filler) dengan TIR (matriks). Selanjutnya Febrianto et al. 2006 melaporkan TIR termodifikasi maleat anhidrida (MAH) 5% dengan kadar penginisiasi benzoil peroksida (BPO) 15% dari berat MAH dapat digunakan sebagai perekat hot melt untuk kayu lapis yang memenuhi standar SNI 01-5008.2-1999. Modifikasi TIR sintetis dan TIR alami (getah perca) dengan MAH dan BPO di atas dilakukan secara mekanis pada mesin pengadon Toyo Seiki Labo plastomill pada suhu 150ºC, putaran 30 rpm (3 menit) dilanjutkan 70 rpm (10 menit). Produk perekat yang dihasilkan masih berupa butiran padat sehingga sulit dalam aplikasi. Penelitian yang telah dilakukan ini lebih difokuskan pada trans-1,4-isoprena sintetis, dan penggalian tentang karakteristik getah perca juga masih sangat terbatas serta kondisi proses belum banyak digali, padahal informasi yang lebih luas tentang bahan dan proses yang digunakan sangat penting agar pemanfaatan getah perca sebagai bahan perekat sesuai dengan fungsinya.

Bertolak dari penelitian tersebut, maka telah dilakukan penelitian pengembangan perekat cair berbahan dasar getah perca melalui teknik pelarutan sebagai perekat kayu, dan diaplikasikan untuk pembuatan kayu laminasi dan kayu lapis sengon (Falcataria moluccana Miq.Barneby & Grimes).

1.2Perumusan Masalah

Hasil penelitian Febrianto et al. (2006) mengindikasikan bahwa getah perca dapat digunakan untuk perekat kayu lapis sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Namun demikian perekat yang dihasilkan sulit dalam aplikasi karena dalam bentuk padatan dan sejumlah permasalahan masih belum tuntas dijawab/diselesaikan, yaitu:

a. Bagaimana karakteristik getah perca yang digunakan sebagai bahan dasar perekat?

b. Bagaimana pengaruh modifikasi getah perca dengan bahan aditif melalui teknik pelarutan pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena terhadap sifat kayu laminasi?


(19)

d. Berapa kadar bahan aditif optimum untuk modifikasi getah perca sebagai perekat kayu yang menghasilkan kualitas hasil perekatan yang baik?

e. Bagaimana pengaruh kekasaran permukaan kayu terhadap kualitas perekatan kayu laminasi?

f. Bagaimana karakteristik kayu lapis yang direkat dengan perekat berbahan dasar getah perca cair?

Oleh karena itu diperlukan penelitian yang komprehensif untuk menemukan teknologi dan produk perekat yang mudah untuk diaplikasikan dan menghasilkan kualitas perekatan yang baik

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan perekat berbahan dasar getah perca (berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui) dalam bentuk cair sehingga mudah dalam aplikasi sebagai perekat kayu. Berdasarkan tujuan umum penelitian ini, maka secara detail tujuan-tujuan penelitian ini sebagai berikut :

a. Mengkaji karakteristik getah perca hasil ekstraksi daun nyatoh (Palaquium spp.) sebagai bahan dasar perekat kayu.

b. Menganalisis pengaruh modifikasi getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena terhadap sifat kayu laminasi sengon.

c. Menentukan berat labur perekat getah perca yang menghasilkan kualitas perekatan baik

d. Menentukan kadar bahan aditif optimum dalam memodifikasi getah perca sebagai perekat kayu yang menghasilkan kualitas perekatan yang baik.

e. Menganalisis pengaruh kekasaran permukaan kayu terhadap sifat kayu laminasi.

f. Mengevaluasi karakteristik kayu lapis yang direkat dengan perekat berbahan dasar getah perca.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi teknologi dan berkontribusi secara ilmiah dalam penyiapan getah perca sebagai perekat kayu dengan teknik modifikasi melalui pelarutan. Selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan perekat berbahan dasar getah perca berbentuk cair yang berasal dari bahan renewable dan biodegradable, serta tidak menimbulkan emisi formaldehida pada saat produk digunakan.

1.5 Hipotesis Penelitian

a. Modifikasi getah perca dengan bahan aditif melalui teknik pelarutan akan menghasikan perekat cair yang mudah diaplikasikan dan dapat meningkatkan sifat perekatan.


(20)

b. Rasio getah perca dengan toluena yang digunakan dalam modifikasi getah perca akan mempengaruhi kualitas perekatan.

c. Penggunaan kadar bahan aditif (anhidrida maleat dan benzoil peroksida) sampai taraf tertentu akan meningkatkan kualitas perekatan

d. Peningkatan berat labur perekat sampai taraf tertentu akan meningkatkan kualitas perekatan kayu laminasi

e. Peningkatan kadar bahan aditif sampai taraf tertentu akan meningkatkan kualitas perekatan kayu laminasi

f. Kekasaran permukaan kayu akan mempengaruhi kualitas perekatan kayu laminasi.

1.5 Novelty Penelitian

Novelty penelitian ini adalah telah ditemukan perekat getah perca termodifikasi berbentuk cair sebagai perekat kayu yang mudah diaplikasikan melalui pengempaan dingin untuk penggunaan interior.

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan kerangka pemikiran seperti disajikan pada Gambar 1.1.


(21)

Gambar 1.1 Bagan kerangka pemikiran penelitian

Pohon nyatoh

M odifikasi getah perca sebagai perekat

kayu laminasi

Pengaruh variasi kadar aditif pada m odifikasi pada getah perca tehadap sifat kayu laminasi

getah perca sebagai perekat kayu

Pengaruh kekasaran permukaan kayu terhadap sifat kayu laminasi

PEREKAT CAIR BERBAHAN DASAR GETAH PERCA SEBAGAI PEREKAT KAYU (APLIKASI M UDAH DAN KUALITAS PEREKATAN BAIK)

GETAH PERCA(Gutta percha)

Karakterisasi getah perca Riset 1

Riset 2

Riset 3

Riset 4

Alternatif :

Sumber perekat alami

Sifat kayu laminasi pada variasi berat labur perekat berbahan dasar getah perca

Riset 5

- Hidrofobik (afinitas rendah)

- padatan (aplikasi sulit) - Riset masih terbatas

PEREKAT Perekat sintetis berbasis form aldehida :

- Sum ber daya alam tidak dapat pulih (keberadaan terbatas) - tidak ramah lingkungan: tidak terurai di alam,

emisi formaldehida

Riset 6 PEREKAT KAYU LAM INASI

PEREKAT KAYU LAPIS

Performa kayu lapis dengan perekat berbahan dasar getah perca ADHEREND


(22)

2 KARAKTERISASI GETAH PERCA SEBAGAI BAHAN

PEREKAT KAYU

2.1 Pendahuluan

Karet trans -1,4 isoprena (T1R) alami atau dikenal dengan nama getah perca (gutta percha) merupakan salah satu bahan karet atau elastomer yang ramah lingkungan. Bahan karet ini merupakan suatu senyawa polimer tinggi yang makro molekulnya mengandung rantai lurus. Monomernya mempunyai gugus isoprena, mempunyai rumus (C5H8)n. Getah perca yang merupakan bahan

karet alami, diperoleh sebagai hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon nyatoh (Palaquium spp.) dan Payena, terutama dari Palaquium gutta Burck dan Palaquium oblongifolium Burck yang termasuk famili Sapotaceae. Dengan penyulingan kering "gutta" membentuk isoprena (Dephut 1997). Pada suhu udara biasa getah perca merupakan benda keras, sedikit sekali merentang, tetapi pada suhu di atas 65°C getah perca menjadi melunak, dapat dikepal-kepal oleh tangan dan dibuat sesuatu bentuk. Apabila didinginkan benda ini akan mengeras kembali. Sifat lentingnya cukup tinggi (PTP XI 1986).

Pabrik pengolahan getah perca berlokasi di PT Perkebunan Nusantara VIII Cipetir Sukabumi, yang merupakan satu-satumya pabrik pengolahan getah perca di dunia. Getah perca diperoleh dari hasil ekstraksi daun dengan melalui 2 (dua) tahap proses yaitu pengolahan mekanis untuk menghasilkan jonjot halus, dan pengolahan kimia untuk menghasilkan gutta putih. Kegunaan utama getah perca adalah sebagai insulasi kabel dasar laut, perekat, pelapis luar bola golf, keperluan medis sebagai pengganti bagian organ manusia, perawatan gigi dan pembuatan gigi tiruan, dan lembar cetakan (PTP XI 1986; Febrianto et al. 1999).

Informasi data dasar mengenai karakteristik getah perca sebagai bahan baku perekat kayu masih sangat terbatas, padahal karakteristik bahan sangat penting untuk pengembangan/pemanfaatan lebih lanjut. Oleh karena itu penelitian mengenai karakterisasi getah perca sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik getah perca hasil ekstraksi daun nyatoh (Palaquium oblongifolium Burck) sebagai bahan baku perekat kayu.

2.2 Bahan dan Metode 2.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah resin getah perca (Gambar 2.1) mengandung kadar air 4.15%, kadar kotoran 0.38%, kadar damar 0.32%, kadar gutta 95.15% (BPMB 2011) diperoleh dari pabrik pengolahan getah perca Cipetir PTPN VIII Jawa Barat.

2.2.2 Metode

Karakteristik getah perca yang diuji meliputi kadar air (KA), kerapatan, kadar abu, suhu pelelehan dan suhu transisi glas, derajat kristalinitas, analisis spektroskopi infra merah dan analisis kandungan komponen kimia.


(23)

Gambar 2.1 Padatan getah perca (a), dan getah perca serbuk (b) 2.2.2.1 Kadar Air

Pengujian kadar air mengacu pada British Standard 373 (BSI 1957). 2.2.2.2 Kerapatan

Pengujian kerapatan mengacu pada ASTM D2395-69 (ASTM 1980). 2.2.2.3 Kadar Abu

Prosedur penentuan kadar abu mengacu pada SNI 01-5009.10-2001 (BSN 2001).

2.2.2.4 Suhu Pelelehan dan Suhu Transisi Glas

Pengukuran suhu pelelehan dan suhu transisi glas dengan mettler Diferensial Scanning Calorimetry (DSC) dengan sistem analisis termal mettler TA 400. Sampel berbentuk serbuk sebanyak 9 mg dimasukkan ke dalam crucible40μl. Analisa dilakukan dengan program temperatur heating-cooling-heating yaitu 30 ⁰ C-70 ⁰C-(-100) ⁰C-75 ⁰C dengan kecepatan pamanasan dan pendinginan adalah (30 ⁰C menit-1)-(-30⁰C menit-1) - (10 ⁰C menit-1). Purge gas digunakan gas nitrogen dengan kecepatan alitan 20 ml menit-1.

2.2.2.5 Derajat Kristalinitas

Derajat kristalinitas getah perca diukur menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) Shimadzu 7000, voltase 40 kV sudut 2Ө 10-80⁰ dengan kecepatan 2 ⁰C menit-1. Derajat kristalinitas diukur dengan cara membandingkan daerah kristalin dengan jumlah daerah kristalin dan amorf. Penentuan derajat kristalinitas sebagai berikut :

Daerah kristalin

Derajat kristalinitas = --- X 100% Daerah kristalin + daerah amorf

2.2.2.6 Analisis Komponen Senyawa Kimia

Identifikasi senyawa kimia menggunakan Gas Chromatograph–Mass Spec-trometry pyrolysis (Shimadzu GCMS-QP 2010). Proses pengamatan dilakukan dengan cara menempatkan 2 mg sampel getah perca serbuk dimasukkan ke dalam kapsul seal kemudian dimasukkan ke dalam kuarsa dalam unit pirolisis. Sampel dipanaskan dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu 400 ⁰C dengan waktu retensi 60 menit.


(24)

2.2.2.7 Pengujian Spektroskopi Infra Merah

Fourier Transform Infra Red (FTIR) ABB MB3000 digunakan untuk mengamati intensitas pita serapan partikel. Pengujian dilakukan dengan cara mencampur 2 mg serbuk getah perca dengan 200 mg KBr dimasukkan ke dalam pelletizer. Pellet yang terbentuk ditempatkan dalam holder, dan sinar infra merah dihamburkan. Pita serapan yang diamati adalah pada bilangan gelombang 3000-400 cm-1 dengan resolusi 16 cm-1.

2.3Hasil dan Pembahasan 2.3.1 Sifat Fisis Resin Getah Perca

Hasil pengujian sifat fisis resin getah perca padat yang berwarna putih ke kreman meliputi kadar air, kerapatan, kadar abu, suhu pelelehan (melting temperature) dan suhu transisi glas (glass transition temperature) disajikan pada Tabel 2.1. Nilai rataan kadar air 6.09 %, kerapatan 1.01 g cm-3, kadar abu 0.074%. Suhu transisi glas dan suhu pelelehan resin getah perca masing-masing sebesar -56.75 ⁰C dan 51.67 ⁰C. Getah perca merupakan polimer alami dengan isomer trans-1,4-isoprena. Nielsen (1985) melaporkan bahwa suhu transisi glas dan suhu pelelehan trans-1,4-isoprena sintetis berturut-turut sebesar -60 ⁰C dan 74

⁰C. Getah perca komersial memiki kisaran suhu pelelehan 60.9 ⁰C-66.7 ⁰C dengan Defferential Thermal Analyser (Ferrante et al. 2011). Terjadinya perbedaan suhu pelelehan dan transisi glas antara getah perca (trans 1,4-isoprena alami) dengan trans-1,4-isoprena sintetis ini berkaitan dengan kemurnian bahan. Kandungan getah perca alami tidak murni masih mengandung damar, mono terpena, diterperna, sesquiterpena dan bahan lainnya.

Bahan atau sampel polimer dapat mengandung daerah berkristal dan amorf maka sifat polimer dapat berubah dalam rentangan suhu yang kecil. Perubahan sifat polimer dapat terjadi akibat pelelehan kristalit. Pelelehan pada dasarnya merupakan pemisahan rantai-rantai dalam daerah berkristal, sehingga memungkinkan polimer mampu mengalir. Sifat polimer dapat berubah sebagai akibat transisi glas, suatu gejala yang berkenaan dengan daerah amorf. Oleh karena peralihan ini polimer berubah dari zat yang keras dan mudah hancur menjadi lunak dan kenyal seperti karet dengan naiknya suhu, melewati suhu transisi glas (Cowd 1991).

Tabel 2.1 Sifat fisis resin getah perca

Parameter Nilai

Kadar air (%) 6.09+0.66 Kerapatan (gcm-3) 1.01+0.085 Kadar abu (%) 0.074+ 0.02 Suhu pelelehan (⁰C) 51.67 Transisi glas (⁰C) -56.75 Derajat Kristalinitas (%) 32.52

Selanjutnya hasil pengujian difraksi sinar X, derajat kristalinitas getah perca adalah sebesar 32.52%. Fischer dan Kent (1970) melaporkan bahwa derajat


(25)

kristalinitas trans 1,4-poli(isoprena) sintetis bervariasi berkisar 15-40% tergantung kadar kandungan unit trans 1,4. Derajat kritalinitas getah perca atau balata atau trans 1,4 poly(isoprena) + 30% (Cerveny et al. 2008). Elastomer atau karet ini memiliki derajat kritalinitas rendah. Polimer yang memiliki kekristalan rendah, jika tidak banyak mengandung sambung silang dapat dilunakkan pada suhu tinggi.

Daerah berkristal atau kristalit adalah daerah dimana rantai-rantai polimer tersusun secara teratur, sedangkan daerah dimana rantai-rantai polimer berada pada keadaan tidak teratur dikenal dengan daerah nirbentuk atau amorf. Daerah berkristal dapat terbentuk jika rantai-rantai saling mendekati sampai jarak dekat sehingga menyebabkan gaya tarik antar rantai bekerja. Derajat kekristalan sangat mempengaruhi sifat polimer. Perubahan sifat polimer dapat terjadi akibat pelelehan kristalit (bagian kristal). Pelelehan pada dasarnya merupakan pemisahan rantai-rantai dalam daerah berkristal, sehingga memungkinkan polimer mampu mengalir (Cowd 1991).

2.3.2 Analisis Komponen Senyawa Kimia

Hasil analisis komponen senyawa kimia dengan pirolisis GC-MS disajikan pada Tabel 2.2. Komponen senyawa kimia yang terkandung pada getah perca didominasi oleh ekstraktif grup terpena, terdiri dari 1,3 butadiena, 2 metil-(CAS)-isoprena, dan solanesol (politerpena), limonen dan elemen (monoterpena), serta farnesen dan nerolidol (sesquiterpena). Adapun konsentrasi tertingginya yaitu 1,3 butadiena, 2-metil-(CAS) isoprena. Getah perca memiliki struktur trans 1,4 -isoprena atau trans 1,4-poli(metilbuta 1,3-diena) (poliisoprena) (Rose & Steinbuchel 2005; Cowd 1991; Warneke et al. 2007). Struktur trans -1,4-isoprena (Cowd 1991) disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur trans-1,4-isoprena

Achmadi (1990) menyebutkan bahwa rumus umum terpena ialah (C10H16)n.

Kelompok ini dibagi lagi menjadi monoterpena (n=1), sesquiterpena (n=1.5), diterpena (n=2), triterpena (n=3), tetraterpena (n=4), dan politerpena (n>4). Struktur dasar terpena adalah isoprena ((C5H8)n).

Getah perca terkumpul di dalam pembuluh-pembuluh lateks pada bagian kulit muda dan terutama pada daun. Di bagian daun pembuluh lateks itu terletak di bawah permukaan sebelah atas. Secara kimiawi getah perca dan karet memiliki kandungan yang sama yaitu isoprena, yang merupakan struktur dasar terpena. Pada getah perca, lateks yang langsung dihasilkan dari pohon adalah suatu campuran gutta murni dengan damar. Gutta murni molekulnya terbangun dari sebuah rantai satuan-satuan isoprena. Damar yang tercampur dalam lateks


(26)

getah perca adalah campuran alban dan fluavil dengan perbandingan 2:1 (PTP XI 1986).

Tabel 2.2 Komponen senyawa kimia resin getah perca Waktu retensi

(detik)

Senyawa Konsentrasi

(%) 3.812 1,3 Butadiena, 2-metil-(CAS) isoprena 24.61 14.027 Sikloheksena, 1-metil-4-(1-metiletenil 2.89

15.705 d. limonen (monoterpena) 16.00

21.352 Cloven n 3.33

22.424 1.5 sikloundekadien, 8.8 dimetil-9-metilen-(CAS) 5.56

22.815 Beta- elemen (monoterpena) 11.15

23.328 Farnesen (sesquiterpena) 5.37

23.871 Silan, dimetil di-1 propinil 1.59

24.042 1-isopropenil-3 propenil-siklopentana 1.05 28.222 Propana, 1,2-dibromo-(CAS) 1,2

Dibromopropana

2.34

28.472 Heptadiena 1.39

28.732 Geranil linalool isomer (poliisoprena) 3.26

28.922 Sikloheksana 0.35

30.571 Gama elemen (monoterpena) 2.64

33.719 1,6,10,14,18,20-Tetrakosaheksaen-3-OL (isoprena)

3.57 34.137 Siklo heptana, 4-metilen-1-metil-2-(2-metil-1

propen-1-)

3.81

34.600 d.Nerolidol (sesquiterpena) 6.84

43.799 Tetrakosaheksaen (isoprena) 1.78

44.111 Solanesol (poliisoprena) 2.47

2.3.3 Analisis Spektroskopi Infra Merah

Hasil analisis spektroskopi infra merah getah perca disajikan pada Tabel 2.3 dan secara grafik disajikan pada Gambar 2.2. Dari hasil pengujian getah perca pada Gambar 2.3, pada bilangan gelombang 1643 cm-1 muncul pita serapan yang menunjukkan C=C stretching (Kongkaew dan Wootthikanokkhan 1999). Pita serapan pada bilangan gelombang 455cm-1 dan 494 cm-1 (C-C-C deformasi), bilangan 1095 cm-1 (CH2 twisting) (Nallasamy dan Mohan 2004). Pita serapan

pada bilangan gelombang 642 cm-1, 663 cm-1, 671 cm-1 (C-C in plane bending), bilangan gelombang 1381cm-1(CH3 deformasi asimetrik), bilangan gelombang 1443 cm-1 (CH2 deformasi), bilangan gelombang 2854 cm

-1

(CH2 simetrik

stretching), dan bilangan gelombang 2986 cm-1 (CH3 asimetrik stretching

(Arjunan et al. 2001). Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 2361 cm-1 adalah O-H stretching yang bisa diakibatkan oleh absorpsi molekul air pada permukaan sampel (Devi et al. 2014). Selanjutnya pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 841cm-1 (C-H out of plane bending, unit trans 1,4), bilangan gelombang 1041cm-1 (CH3 stretching/ wagging dari unit trans 1,4), bilangan


(27)

gelombang 1142 cm-1 (C-C stretching), dan bilangan gelombang 1643 cm-1 menunjukkan C=C stretching dari unit trans 1,4 (Chen et al. (2013).

Tabel 2.3 Spektra infra merah getah perca resin

Bilangan gelombang (cm-1) Gugus Fungsi Keterangan

2986 CH3 asymetric Stretching a

2854 CH2 symetric Stretching b

2361 O-H stretching c

1643 C=C stretching (trans 1,4) d

1443 CH2 deformation e

1381 CH3 asymetric deformation f

1142 C-C stretching (unit trans 1,4) g

1095 CH2 twisting h

1041 CH3 stretching/wagging ( trans 1,4) i

841 C-H out of plane bending ( trans 1,4) j

671 C-C in plane bending k

663 C-C in plane bending l

642 C-C in plane bending m

494 C-C-C deformation n

445 C-C-C deformation o

Gambar 2.3 Pita serapan spektrum infra merah resin getah perca

2.4 Simpulan

Getah perca dari pabrik pengolahan Cipetir PTPN VIII memiliki nilai rataan kadar air, kerapatan, dan kadar abu berturut-turut 6.09 %, 1.01 g cm-3, dan 0.074 %. Suhu pelelehan, suhu transisi glas dan derajat kristalinitas masing- masing sebesar 51.67 ⁰C, -56.75 ⁰C, dan 32.52 %. Komponen senyawa kimia getah perca didominasi oleh ekstraktif grup terpena, dengan konsentrasi tertingginya yaitu 1,3 butadiena, 2-metil-(CAS) isoprena.


(28)

3

MODIFIKASI GETAH PERCA SEBAGAI PEREKAT

KAYU LAMINASI

3.1 Pendahuluan

Getah perca merupakan bahan karet termoplastik larut dalam pelarut organik seperti kloroform, naptha, benzol, tetraklor karbon, karbon bisulfida, toluena, bensin yang dipanaskan, dan pelarut aromatik lainnya. Getah perca ini bersifat hidrofobik sedangkan kayu bersifat hidrofilik, sehingga antara bahan hidrofobik dengan hidrofilik tidak bisa menyatu secara ikatan kimia. Untuk meningkatkan ikatan antara termoplastik dan komponen kayu perlu penambahan bahan aditif atau pengkompatibel (coupling agent). Coupling agent dapat memperbaiki penguraian, ikatan dan kecocokan pada sistem dan polimer tercangkoknya dapat meningkatkan sifat komposit (Kord 2011, Keener et al. 2004; Kim et al. 2007; Matuana et al. 1998, 2001). Coupling agent yang bisa digunakan antara lain copper amin, silan dan anhidrida maleat (MAH). Penginisiasi biasanya diperlukan bersama coupling agent selama perlakuan coupling, terutama pada kopolimerisasi cangkok. Penginisiasi terbanyak yang digunakan adalah peroksida organik mencakup dicumil peroksida (DCP), benzoil peroksida (BPO), lauroil peroksida (LPO), tert butil peroksida benzoat (TBPB) dan di-tert-butil peroksida (DTBPO) (Lu 2003).

Penambahan MAH akan menyebabkan terjadinya adhesi atau pencang-kokan (grafting) rnelalui esterifikasi antara matriks polimer dengan gugus hidroksil dari kayu (Febrianto et al. 1999, 2001; Kim et al. 2007, Kishi et al. 1989, Han 1990). Karet trans-1,4-isoprena (TIR) termodifikasi anhidrida maleat 5% dengan kadar penginisiasi BPO 15% dari berat MAH dapat digunakan sebagai perekat hot melt untuk kayu lapis yang memenuhi standar SNI 01-5008.2-1999 (Febrianto et al. 2006). Modifikasi TIR sintetis dan TIR alami (getah perca) dengan MAH dan BPO tersebut dilakukan secara mekanis pada mesin pengadon Labo plastomill pada suhu 150ºC, putaran 30 rpm (3 menit) dilanjutkan 70 rpm (10 menit). Produk perekat yang dihasilkan masih berupa butiran padat sehingga sulit dalam aplikasi.

Bertolak dari penelitian tersebut, perekat berbahan dasar getah perca berpeluang untuk dikembangkan lebih lanjut. Namun demikian untuk mempermudah aplikasi perekat getah perca, maka perlu dilakukan penelitian modifikasi getah perca melalui teknik pelarutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modifikasi getah perca pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena terhadap kualitas perekatan kayu laminasi.

3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah getah perca, MAH, BPO, dan toluena (densitas 0,867 g/mL) diperoleh dari toko kimia Bratachem Bogor Jawa Barat. Kayu sengon (Falcataria moluccana Miq. Barneby & Grimes)


(29)

umur 8 tahun dengan kerapatan rataan 0.34 gcm-3 (0.33-0.36 gcm-3) diperoleh dari Kampus ITB Jatinangor Sumedang, Jawa Barat.

3.2.2 Metode

3.2.2.1Penyiapan Perekat Berbahan Dasar Getah Perca

Perekat getah perca cair dibuat melalui teknik pelarutan. Modifikasi getah perca padat dilakukan melalui pelarutan dalam pelarut toluena dengan perlakuan : getah perca tanpa MAH dan BPO (GPT), getah perca + MAH 5% dari berat getah perca (GPM), getah perca + MAH 5% + BPO 0,75% dari berat getah perca (GPMB). Rasio getah perca dengan pelarut toluena (dalam berat, w/w) yang digunakan yaitu 15:85, 17.5:82.5, 20:80, dan 22.5:77.5.

Prosedur modifikasi getah perca yaitu: getah perca padatan diparut sehingga berbentuk serbuk. Getah perca dengan dan tanpa penambahan MAH dilarutkan dalam pelarut toluena pada berbagai variasi rasio, kemudian dipanaskan pada water bath suhu 70°C selama 10 menit sambil diaduk dengan mixer sampai merata dan dibiarkan dingin selama 24 jam. Penambahan BPO dilakukan pada saat perekat akan diaplikasikan. Dengan teknik modifikasi melalui pelarutan ini, perekat berbahan dasar getah perca siap untuk diaplikasikan dalam bentuk cair.

3.2.2.2Karakterisasi Perekat

Pengujian Sifat Fisis Perekat

Pengujian sifat fisis perekat yang dihasilkan meliputi kenampakan (uji visual), pH, kadar padat (solid content), kekentalan (viskositas), dan berat jenis perekat mengacu pada SNI 06-0060-1998 (BSN 1998).

Pengujian Spektroskopi Infra Merah

Fourier Transform Infra Red (FTIR) ABB MB3000 digunakan untuk mengamati intensitas pita serapan partikel. Pengujian dilakukan dengan cara mencampur 2 mg serbuk perekat getah perca dengan 200 mg KBr kemudian dimasukan ke dalam pelletizer. Pellet yang terbentuk ditempatkan dalam holder, dan sinar infra merah dihamburkan. Pita serapan diamati pada bilangan gelombang 2750-500cm-1 dengan resolusi16 cm-1.

Pengukuran Sudut Kontak Perekat

Sampel kayu ditempatkan pada permukaan meja datar, dengan bantuan statif di bagian atas permukaan sampel dipasang pipet. Tinggi penetesan perekat 1 cm di atas permukaan sampel. Pemotretan terhadap cairan perekat dilakukan pada saat cairan perekat mengenai bidang sampel, selanjutnya setiap 10 detik selama 1 menit menggunakan kamera Canon EOS 600. Foto hasil pemotretan diolah dengan menggunakan software motic untuk menentukan besarnya sudut kontak antara cairan perekat dengan permukaan sampel. Skema pengukuran sudut kontak disajikan pada Gambar 3.1.

3.2.2.3 Pembuatan Kayu Laminasi.

Lamina kayu sengon berukuran 200 mm x 80 mm x 10 mm dengan kadar air 9-10 % dilaburi perekat berbahan dasar getah perca berat labur 250 g m-2.


(30)

Setelah pelaburan merata, lamina kayu direkatkan saling sejajar serat. Selanjutnya kayu laminasi dikempa dingin selama 24 jam. Pengkondisian dilakukan pada suhu ruangan selama + 7 hari.

Gambar 3.1. Skema pengukuran sudut kontak perekat 3.2.2.4 Pengujian Kayu Laminasi

Pengujian kayu laminasi meliputi kadar air, kerapatan, keteguhan geser, kerusakan kayu, dan rasio delaminasi mengacu pada standar JAS 234-2003 (JPIC 2003). Uji keteguhan geser (luas bidang geser sampel 6.25 cm-2) menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dilakukan melalui uji kering dan uji basah (perendaman air dingin selama 6 jam, dan perendaman air pada suhu 60⁰ selama 3 jam). Uji delaminasi dilakukan melalui perendaman air dingin dengan prosedur: contoh uji direndam dalam air pada suhu ruangan (10º-25ºC) selama 6 jam selanjutnya dikeringkan pada temperatur 40±3°C selama 18 jam. Contoh uji geser disajikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Contoh uji pengujian keteguhan geser (satuan mm) 3.2.2.5 Pengujian Morfologi Ikatan

Untuk melihat morfologi ikatan antara kayu dengan perekat berbahan dasar getah perca Scanning Electron Microscopy (SEM) JEOL JSM 650LV resolusi 30 kV. Sampel yang digunakan adalah sampel uji setelah diuji keteguhan geser.

3.2.2.6 Analisis Data

Data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis kayu laminasi dianalisis menggunakan analisis statistik rancangan acak lengkap Faktorial dengan 2 faktor yaitu modifikasi getah perca dengan teknik pelarutan (GPT, GPM, dan GPMB), dan faktor rasio getah perca dengan toluena (w/w) (15:85;

Garis r ekat


(31)

17.5:82.5, 20:80, 22.5:77.5) dengan 3 kali ulangan. Analisis data mengguna-kan program Statistical Analysis System (SAS) version 9.1. Jika ada perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata α 0.05 dilanjutkan dengan uji wilayah berganda duncan (Duncan Multiple Range Test).

3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Sifat Fisis Perekat Getah Perca

Penampilan perekat geta perca dengan dan tanpa modifikasi MAH dan BPO dapat dilihat pada Gambar 3.3. Perekat GPT berwarna putih kekreman, perekat GPM dan GPMB berwarna krem. Hasil uji penampilan perekat getah perca cair tanpa dan dengan modifikasi MAH dan MAH +BPO pada gelas optik tidak bergelembung dan tidak ada butiran padat.

Gambar 3.3 Penampilan perekat getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena. (a) GPT, (b) GPM, (c) GPMB

Table 3.1 Sifat fisis (berat jenis, kadar padat, pH, kekentalan) perekat berbahan dasar getah perca pada variasi rasio getah perca dan toluena

Perekat

Rasio getah perca : toluena (w/w)

Parameter

Berat jenis Kadar Padat (%) pH Kekentalan (poise)

GPT 15:85 0.86+0.012 13.58+0.04 6 18.0+1.41

17.5:82.5 0.87+0.007 17.92+0.09 6 28.5+0.71

20:80 0.88+0.003 21.30+0.09 6 42.0+1.41

22.5:82.5 0.88+0.004 23.32+0.10 6 72.0+1.06

GPM 15:85 0.87+0.001 14.41+0.07 3.5 22.0+1.41

17.5:82.5 0.87+0.009 18.10+0.42 3.5 35.0+0.00

20:80 0.88+0.011 21.19+0.45 3.5 45.0+0.35

22.5:82.5 0.89+0.006 23.27+0.28 3.5 75.0+0.71

GPMB 15:85 0.87+0.003 14.70+0.14 4 21.5+0.71

17.5:82.5 0.88+0.006 18.05+0.42 4 36.0+1.41

20:80 0.88+0.008 21.25+0.35 4 46.0+0.71

22.5:82.5 0.89+0.013 24.10+0.28 4 80.0+0.00

Ket : GPT= Getah perca tanpa MAH+BPO; GPM= Getah Percha+ 5%MAH; GPMB= Getah perca + 5%MAH+0.75% BPO

Sifat fisis perekat getah perca meliputi berat jenis, kadar padat dan kekentalan disajikan pada Tabel 3.1. Nilai berat jenis perekat getah perca dengan dan tanpa modifikasi MAH + BPO berkisar 0.86-0.89. Modifikasi getah perca dan peningkatan ratio getah perca dengan toluena, cenderung meningkatkan berat jenis, kekentalan dan kadar padatnya. Semakin banyak jumlah toluen yang ditambahkan maka perekat semakin encer. Kadar padat perekat getah perca


(32)

berkisar 13.58%-24.10%, nilai pH perekat berkisar 3.5-6. Nilai pH perekat menurun dengan penambahan MAH, dan sedikit meningkat dengan penambahan BPO pada GPM. Nilai kekentalan perekat berkisar dari 18 poise-80 poise. Nilai kekentalan perekat terendah pada perekat GPT, sedangkan nilai kekentalan perekat tertinggi pada perekat GPMB pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5.

3.3.2 Sudut Kontak Perekat Getah Perca

Sudut kontak perekat berbahan dasar getah perca disajikan pada Tabel 3.2, sedangkan hubungan antara waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat disajikan pada Gambar 3.4. Sudut kontak diukur untuk menentukan kompatibilitas antara serat dan polimer dan menduga keterbasahan kayu (Lu et al. 2002). Keterbasahan (wettability) adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan ditarik oleh permukaan, mempengaruhi absorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992). Biasanya polimer non-polar memiliki sudut kontak yang lebih besar dibandingkan serat alami non-polar (Hwang et al. 2007). Sudut kontak perekat semakin tinggi dengan semakin tingginya rasio getah perca dengan toluena pada waktu pengamatan yang sama. Hal ini berkaitan dengan kekentalan perekat, semakin encer perekat semakin kecil sudut kontaknya.

Tabel 3.2 Sudut kontak (⁰) perekat getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena.

Perlakuan Waktu pengamatan (detik) ∆(60-0)

(detik)

0 10 20 30 40 50 60

GPT (GP: toluena =85:15) 13.1 3.8 2.3 2.2 2 1.4 0 13.1

GPT (GP: toluena =82.5:17.5) 23.8 7.4 5.6 5.1 4.7 3.8 3.0 20.8

GPT (GP: toluena =80:20) 34.4 17.8 16.2 15.6 14.8 13.9 12.9 21.5

GPT (GP: toluena=77.5:22.5) 46.7 25.5 19.7 19.3 18.7 16.3 15.1 31.6

GPM (GP: toluena =85:15) 18.1 7.2 5.9 4.8 4.4 3.8 2.8 15.3

GPM (GP: toluena =82.5:17.5) 24.2 7.9 6.2 5.0 4.0 3.8 3.0 21.2

GPM (GP: toluena =80:20) 39.7 22.3 19.3 17.6 16.3 15.1 14.3 25.4

GPM (GP: toluena =77.5:22.5) 89.6 48.3 41.1 39.4 35.8 34.6 34.6 55.2

GPMB (GP: toluena =85:15) 26.7 10.3 8.5 6.9 6.0 5.6 4.7 22.0

GPMB (GP: toluena =82.5:17.5) 43.7 26.0 22.3 20.5 20.0 18.0 17.2 26.5

GPMB (GP: toluena =80:20) 56.0 32.5 25.6 23.6 22.3 21.0 20.6 35.4

GPMB (GP: toluena =77.5:22.5) 97.1 42.6 39.7 36 32.4 31.5 30.7 66.4

Perekat GPMB memiliki sudut kontak lebih besar dari pada GPM, dan GPM memiliki sudut kontak lebih besar dari GPT pada rasio getah perca dengan toluena sama. Hal ini sejalan dengan nilai kekentalan perekat dan kerapatan pada Tabel 3.1. Pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5, sudut kontak awal GPMB sebesar 97.1⁰, GPM (89.6⁰) dan GPT (46.7⁰). Setelah waktu berjalan 60 detik penurunan sudut kontak GPMB> GPM>GPT, penurunan sudut terbesar pada GPMB sebesar 66.4⁰, GPM 55.2⁰, dan GPT sebesar 31.6⁰. Hubungan antara waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat pada Gambar 3.4 menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu selama 60 detik pengamatan sudut kontak semakin menurun, dan kemiringan (slope) garis regresi pada GPMB dan GPM lebih tinggi dibanding GPT. Dengan demikian modifikasi getah perca


(33)

dengan MAH menurunkan sudut kontak perekat lebih besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hwang et al. (2007), dan Mo et al. (2012) yang melaporkan bahwa coupling agent menurunkan sudut kontak dan memperbaiki ikatan perekat. Sudut kontak menurun dengan meningkatnya retensi coupling agent dan waktu pembasahan (Lu 2003).

Gambar 3.4 Hubungan waktu pengamatan dengan sudut kontak perekat berbahan dasar getah perca pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5 3.3.3 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Laminasi

3.3.3.1. Kadar Air dan Kerapatan Kayu Laminasi

Nilai kadar air kayu laminasi dengan perekat GPT, GPM, dan GPMB pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena masing-masing berkisar 12.90%-13.37%, 12.97%-13.13%, dan 12.92%-13.33 % seperti disajikan pada Tabel 3.3 (memenuhi JAS 234-2003, yang mensyaratkan maksimum 15%). Nilai rataan kerapatan kayu laminasi berkisar 0.37-0.38 g cm-³. Nilai kerapatan produk kayu lamina lebih besar dibandingkan dengan kerapatan lamina (0.34 g cm-³). Ini terjadi akibat adanya proses pengempaan pada pembuatan kayu laminasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1995) yang menyebutkan bahwa lebih tingginya kerapatan panel daripada kayu asalnya dikarenakan adanya lapisan perekat dan terjadinya pemadatan bahan akibat pengempaan.

Tabel 3.3 Kerapatan dan kadar air (KA) kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena

Rasio getah perca dengan toluena (w/w)

Perekat

GPT GPM GPMB Kerapatan

(gcm-3) KA(%)

Kerapatan

(gcm-3) KA(%)

Kerapatan

(gcm-3) KA(%)

15:85 0.37+ 0.013 12.97+ 0.31 0.38+ 0.007 13.13+ 0.47 0.37+ 0.008 13.00+ 0.52 17.5:82.5 0.37+ 0.007 12.90+ 0.81 0.38+ 0.007 13.10+ 0.11 0.38+ 0.006 13.33+ 0.26 20:80 0.37+ 0.008 13.09+ 0.32 0.38+ 0.009 12.97+ 0.09 0.38+ 0.008 12.92+ 0.21 22.5:77.5 0.38+ 0.006 13.37+ 0.18 0.38+ 0.013 12.99+ 0.18 0.38+ 0.017 12.96+ 0.42

y = -0.408x + 35.34 R² = 0.635 y = -0.707x + 67.50

R² = 0.586 y = -0.815x + 68.85

R² = 0.540

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 10 20 30 40 50 60

Su

du

t

ko

nt

ak

(⁰

)

Wakt u (det ik)

GPT GPM GPM B Linear (GPT) Linear (GPM ) Linear (GPM B)


(34)

Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi getah perca dengan MAH dan BPO, dan rasio getah perca dengan toluena tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan kadar air kayu laminasi pada α 0.05. Ini mengindikasikan perlakuan memberikan pengaruh yang sama. Walaupun secara nilai ada sedikit peningkatan nilai kerapatan kayu laminasi dengan makin tingginya rasio getah perca dengan toluena.

3.3.3.2 Keteguhan Geser, Kerusakan Kayu, dan Rasio Delaminasi

Nilai keteguhan geser rataan kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca untuk uji kering, dan uji basah (perendaman 6 jam dalam air dingin, dan perendaman air pada suhu 60⁰C selama 3 jam) disajikan pada Gambar 3.5. Keteguhan geser kayu laminasi pada uji kering (Gambar 3.5 (a)), perendaman air dingin 6 jam (Gambar 3.5 (b), dan perendaman air panas suhu 60 ⁰C (Gambar 3.5 (c)) masing-masing berkisar 2.32-23.92 kg cm-2, 1.39-13.16 kg cm-2, dan 0.52-9.82 kg cm-2. Dari semua kondisi pengujian, keteguhan geser paling besar diperoleh dengan menggunakan perekat GPMB pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5 (dalam berat), sedangkan nilai terkecil pada kayu laminasi dengan perekat GPT dengan rasio getah perca dengan toluena 15: 85.

Gambar 3.5 Keteguhan geser kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada variasi rasio getah perca dengan toluena. (a) kondisi uji kering, (b) rendam air dingin selama 6 jam, (c) rendam dalam air panas suhu 60⁰ C selama 3 jam

2 .3 2 5 .0 2 6 .1 6 6 .9 9 1 0 .2 1 3 .0 6 1 9 .5 5 2 1 .9 1 1 0 .7 2 1 4 .6 4 2 0 .2 8 2 3 .9 2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

(15:85) (17.5:82.5) (20:80) (22.5:77.5)

K e te g u h a n g e s e r (k g c m -2)

Rasio getah perca : toluena (w/w)

Get ah perca Get ah perca+M AH Get ah perca+M AH+BPO

1 .3 9 1 3 .3 5 4 .3 1 6 5 .7 3 4 7 .1 9 1 8 .4 5 6 8 .9 5 9 1 0 .1 6 7 .8 1 8 8 .8 5 1 0 .7 8 5 1 3 .1 6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

15:85) (17.5:82.5) (20:80) (22.5:77.5)

K e te g u h a n g e s e r ( k g c m -2)

Rasio getah perca : toluena (w/w)

Get ah perca Get ah perca+M AH Get ah perca+M AH+BPO

0 .5 2 1 .3 1 3 .1 6 1 4 .2 7 8 3 .9 8 8 6 .4 6 3 6 .8 1 8 .5 1 4 6 .0 4 7 6 .9 7 1 7 .5 5

3 9.8

2 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

15:85) (17.5:82.5) (20:80) (22.5:77.5)

K e te g u h a n g e s e r (k g c m -2)

Rasio getah perca : toluena (w/w)

Get ah perca Get ah perca+M AH Get ah perca+M AH+BPO a

b


(35)

Pada rasio getah perca dengan toluena sama, perekat getah perca termodifikasi menghasilkan nilai keteguhan geser kayu laminasi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan perekat tanpa modifikasi. Peningkatan jumlah getah perca baik pada perekat getah perca termodifikasi maupun tidak meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi. Nilai keteguhan geser pada pengujian kering lebih tinggi daripada kodisi uji basah (rendam air dingin dan rendam air panas suhu 60 ⁰C), dan keteguhan geser pada kondisi uji setelah rendam air dingin 6 jam lebih tinggi daripada kondisi uji setelah rendam air panas suhu 60 ⁰C.

Hasil analisis ragam keteguhan geser menunjukkan bahwa modifikasi getah perca dan rasio getah perca dengan toluena berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan geser kayu laminasi pada α 0.05 untuk semua kondisi pengujian. Hasil uji wilayah berganda duncan menunjukkan bahwa keteguhan geser kayu laminasi yang direkat dengan GPM dan GPMB berbeda nyata dengan yang direkat GPT. Pada rasio getah perca dengan toluena yang sama untuk semua kondisi pengujian, keteguhan geser kayu laminasi yang direkat GPMB tidak berbeda dengan kayu laminasi yang direkat GPM. Keteguhan geser kayu laminasi pada kondisi uji rendam air dingin dan rendam air panas pada rasio getah perca dengan toluena 22.5: 77.5 (dalam berat) dan 20:80 dengan komposisi getah perca dengan toluena 15:85 dan 17.5:82.5 berbeda. Pada uji kering, keteguhan kayu laminasi pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5 dan 20:80, dengan rasio getah perca dengan toluena 17.5:82.5, dan dengan rasio getah perca dengan toluena 15: 85 berbeda satu sama lainnya.

Sementara untuk nilai kerusakan kayu sebesar 0% (tidak ada kerusakan kayu) setelah pengujian. Jadi kerusakan terjadi pada garis rekat perekatnya. Perlakuan modifikasi getah perca dengan MAH 5% dan BPO 0.75% pada variasi komposisi getah perca dengan toluena yang digunakan (15:85, 17.5:82.5, 20:80, dan 22.5:77.5) pada berat labur perekat 250 gm-2 masih belum memenuhi standar JAS 234-2003 yang mensyaratkan keteguhan geser minimum 54 kg cm-2.

Selanjutnya nilai rasio delaminasi air dingin kayu laminasi disajikan pada Gambar 3.6. Nilai rasio delaminasi kayu laminasi yang direkat dengan GPT, GPM, dan GPMB masing-masing berkisar 1.60%-10.19%, 0.98%-5.59 %, dan 0.55-2.25%. Rasio delaminasi paling kecil diperoleh dengan menggunakan GPMB pada rasio getah perca dengan toluena 22.5:77.5, sedangkan nilai terbesar pada kayu laminasi dengan perekat GPT pada rasio getah perca dengan toluena 15:85. Pada rasio getah perca dengan toluena sama, modifikasi getah perca dengan MAH, dan MAH+BPO menurunkan rasio delaminasi kayu laminasi. Nilai rasio delaminasi dari yang tertinggi ke nilai terendah adalah berturut-turut kayu laminasi dengan perekat GPT, GPM dan GPMB. Rasio delaminasi semakin kecil seiring dengan makin besarnya rasio getah perca dengan toluena. Semakin kecil rasio delaminasi maka performa kayu laminasi semakin baik. Nilai rasio delaminasi telah memenuhi standar JAS 234-2003.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa modifikasi getah perca, dan rasio getah perca dengan toluena berpengaruh nyata terhadap nilai rasio delaminasi kayu laminasi pada α 0.05. Hasil uji wilayah berganda duncan menunjukkan pelakuan modifikasi getah perca dengan MAH dan MAH+BPO berbeda dengan getah perca tanpa modifikasi. Selanjutnya komposisi getah perca dengan toluena


(36)

22.5: 77.5 (dalam berat) dan 20:80 dengan komposisi getah perca dengan toluena 15:85 dan 17.5:82.5 berbeda.

Gambar 3.6 Rasio delaminasi kayu laminasi dengan perekat berbahan dasar getah perca pada berbagai variasi rasio getah perca dengan toluena

Kayu laminasi dengan perekat GPM dan GPMB memiliki nilai keteguhan geser lebih tinggi dan rasio delaminasi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan perekat GPT pada rasio getah perca dengan pelarut yang sama. Penggunaan coupling agent pada perekat getah perca termodifikasi meningkatkan kualitas perekatan. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran sudut kontak yang disajikan pada Tabel 3.2 dimana modifikasi getah perca dengan coupling agent menurunkan sudut kontak perekat lebih besar. Peran coupling agent menurunkan sudut kontak dan memperbaiki ikatan perekat (Hwang et al. 2007). Perbaikan kualitas perekatan ini diduga berkaitan dengan meningkatnya formasi maleasi getah perca (trans-1,4 isoprene rubber) termodifikasi MAH (MTIR).

Gambar 3.7 Spektrainfra merah perekat berbahan dasar getah perca (GP, GPT/UGP, GPM, dan GPMB)

Gambar 3.7 menunjukkan spektra infra merah getah perca resin padat (GP), getah perca+toluena (GPT/UGP), getah perca+MAH (GPM), dan getah perca +MAH+BPO (GPMB). Pada getah perca resin muncul pita serapan dengan absorbansi tinggi pada bilangan gelombang 1643 cm-1 (C=C stretching), dan pada bilangan gelombang 2361 cm-1 (O-H streching) akibat absorpsi molekul air pada permukaan sampel (Devi et al. 2014). Setelah ditambahkan pelarut toluena muncul pita serapan pada bilangan gelombang 1666 cm-1 (C=C stretching) dan

1 0 .1 9 7 .3 1 5 .6 9 1 .6 5 .5 9 3 .9 1 3 .0 3 1 .3 1 2 .2 5 1 .7 4 1 .6 5 0 .5 5 0 5 10 15 20 25 30

(15:85) (17.5:82.5) (20:80) (22.5:77.5)

R a s io d e la m in a s i (% )

Rasio getah perca: toluena (w/w)

Get ah perca Get ah perca+M AH Get ah perca+M AH+BPO


(37)

pada bilangan gelombang 2361 cm-1 menjadi tidak muncul pita serapan. Pita serapan pada bilangan gelombang 1720 cm-1 muncul pada GPM dan GPMB, meskipun absorbansi puncak pita serapan pada GPMB lebih tinggi daripada GPM. Pita serapan ini mengindikasikan adanya gugus fungsi C=O dari MAH, berdasarkan data sebelumnya Creswell et al. (1982) melaporkan bahwa gugus fungsi C=O muncul pita serapan pada bilangan gelombang 1800-1650 cm-1. Pada TIR getah perca termodifikasi MAH (MTIR) C=O dari MAH muncul pada bilangan gelombang 1716 cm-1 (Febrianto et al. 2006).

Modifikasi perekat berbahan dasar getah perca meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi sekitar 3-5 kali pada uji kering, 2-6 kali pada uji setelah perendaman air dingin, dan 2 -12 kal pada pengujian uji setelah perendaman air panas, dibandingkan dengan menggunakan perekat GPT. Hal ini diduga berkaitan dengan adhesi yang terjadi antara kayu dengan perekat getah perca. Adhesi mekanik berperan pada keteguhan rekat kayu lapis dengan perekat getah perca tanpa modifikasi (Febrianto et al. 2006). Pada adhesi mekanik yaitu perekat masuk ke dalam pori-pori kayu dan kemudian mengeras (aksi penjangkaran) (Tsoumis 1991; Vick 1999). Sedangkan pada kayu laminasi dengan perekat GPM dan GPMB ikatan yang terjadi diduga tidak hanya adhesi mekanik tetapi terjadi adhesi spesifik yaitu terjadinya ikatan kimia antara gugus hidroksil kayu dengan getah perca termodifikasi MAH. Febrianto (1999) melaporkan pada komposit karet trans-1,4-isoprena, ikatan kimia yang terjadi antara MTIR dengan gugus OH kayu berupa esterifikasi. Terjadinya grafting melalui esterifikasi antara MTIR dengan gugus OH kayu dapat memperbaiki sifat komposit.

Dugaan mekanisme reaksi esterifikasi yang terjadi antara getah perca termodifikasi MAH (MTIR) dengan gugus hidroksil kayu pada Gambar 3.8 mengacu pada reaksi esterifikasi yang terjadi antara polipropilen (PP) termodifikasi MAH (MPP) dengan gugus hidroksil refiner ground pulp (RGP) pada komposit kayu-polipropilen (Kishi et al. 1989).

Gambar 3.8 Dugaan mekanisme reaksi antara MAH dengan TIR (a) dan antara kayu dengan MTIR (b).

O O

O

O O

O O O O O O O

O O

O

H

O O

O

O O

O Wood O H

O O

O Wood O

H

Wood O

O O

O

C C O OH O

O Wood

M AH Isoprena (TIR)

M TIR)

M TIR

(a) (b)

Kayu )


(1)

Karliati T, Febrianto F, Syafii W, Wahyudi I. 2012. Karakterisasi getah perca dan pemanfaatannya sebagai perekat kayu lapis. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 10(1): 12-22.

Keener TJ, Stuart RK, Brown TK. 2004. Maleated coupling agent for natural fiber composites. Composites Part A. 25(2004): 357-362.

[Kemendag] Kementerian Perdagangan RI. 2011. Buletin statistik perdagangan. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Kim HS, Lee BH, Choi SW, Kim S, Kim HJ. 2007. The effect of types of maleic anhydride-grafted polypropylene (MAPP) on the interfacial adhesion properties of bio-flour-filled polypropylene composite. Composites Part A-Applied Science and Manufacturing. 38(6): 1473-1482.

Kilic M, Hiziroglu S, Burdurlu E. 2006. Effect of machining on surface roughness of wood. Building and Environment. 41 (8): 1074-1078.

Kishi H, Yoshioka M, Yamanoi A, Shiraishi N. 1989. Composites of wood and polypropylenes I. Mokuzai Gakkaishi. 34(2): 133-139

Kongkaew A, Wootthikanokkkhan J. 1999. Polymerization of isoprene by using benzyl diethyldithiocarbamate as an iniferter. Science Asia. 25(1999):35-41 Kord B.2011. Influence of maleic anhydride on the flexural, tensile and impact

characteristics of sawdust flour reinforced polypropylene composite. World Applied Sciences Journal. 12(7): 1014-1016.

Kurt R. 2006. Effect of glue line thickness on shear strength of wood to wood joints. Wood Research. 51(1): 59-66

Lu, JZ, Wu Q, Negulescu II. 2002. The Influence of Maleation on Polymer Adsorption and Fixation, Wood Surface Wettability, and Interfacial Bonding Strength in Wood-PVC Composite. Journal of Wood and Fiber Science. 34(3): 434-459

Lu JZ. 2003. Chemical coupling in wood-polymer composites (Dissertation). Departemen of Forestry, Wildlife, & Fisheries Louisiana State University. USA

Nallasamy P, Mohan S. 2004. Vibrational spectra of cis-1,4-polyisoprene. The Arabian Journal for Science and Engineering. 29(IA):17-25

Nielsen LE. 1985. Mechanical properties of polymers and composites, Onogi, S. translater. Kyoto (JP): Kagaku Dojin Inc.

Noorbaini S. 2009. Effect cold setting adhesive and glue spread on properties of oil palm trunk laminated veneers (Thesis). University Sains Malaysia. Marra AA. 1992. Technology of wood bonding, priciples in practice. New

York(US): Van Nostrand Reinhold

Maldas D, Kokta BV. 1991a. Influence of organic peroxide on the performace of maleic anhydride coated cellulose fiber-filled thermoplastic composites. Polymer Journal. 2 (10): 1163-1171.

Maldas D, Kokta BV. 1991b. Influence of maleic anhydride as a coupling agent on the performance of wood fiber-polystyrene. Polymer Engineering and Science. 31(18): 1351-1357

Matuana LM, Balatinecz JJ, Park CB. 1998. Effect of surface properties on the adhesion between PVC and wood veneer laminates. Polymer Engineering and Science. 38(5): 765-773.


(2)

Matuana LM, Balatinecz JJ, Sodhi RNS, Park CB. 2001. Surface characterization of esterified cellulosic fibres by XPS and FTIR spectroscopy. Wood Sci Technol. 35(2001): 191-201

Meiron TS, Marmur A, Saguy IS. 2004. Contact angle measurement on rough surfaces. Journal of Colloid and Interface Science. 274(2):637-644

Mo JH, Lee JS, Choi IC, Lee WK, Park SB, Min SK, Park CY. 2012. Modification and properties of polyolefin with maleic anhydride as a fungcional monomer. Elastomer and Composites. 42(2): 162-167.

Prayitno TA. 2000. Hubungan struktur anatomi dan wetabilitas dengan kekuatan rekat kayu. Buletin Kehutanan. 42(2000): 24-32.

Petrie EM. 2007. Handbook of adhesive and sealants. Second edition. New York (US): Mc Graw-Hill.

[PTP XI] PT Perkebunan XI. 1986. Gutta percha sebagai bahan asli pembuat bola golf. Sukabumi(ID): PT Perkebunan XI.

[PTPN VIII] PT Perkebunan Nusantara VIII. 2011. Gutta percha PTPN VIII jadi identitas flora perusahaan [Internet]. [diacu Okober 2011]. Tersedia dari: http://misteergalih.wordpress.com/2011/02/01/gutta-percha-ptpn-viii-jadi-identitas -flora-perusahaan.

Purwanto. 1997. Evaluasi perkembangan budidaya getah perca di hutan rakyat pulau Lingga kepulauan Riau. Prosiding Ekspose Hasil Hasil Penelitian Balai Teknologi Reboisasi Palembang: pp. 224-223.

Rose K, Steinbuchel A. 2005. Biodegradation of natural rubber and related compounds: recent insights into a hardly understood catabolic capability of microorganisms. Applied and Environmental Microbiology: 71(6):l 2803-2812.

Rzayev ZMO. 2011. Graft copolymer of maleic anhydride and its isostructural. Int. Rev. Chem. Eng. 3(2): 153-215.

Santoso A. 1995. Pengaruh tebal venir dan berat labur perekat terhadap keteguhan rekat kayu lapis Damar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan: 13(7): 266-274.

Santoso A. 2011. Tanin dan lignin dari Acacia mangium Wild. sebagai bahan perekat kayu majemuk masa depan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset bidang Pengolahan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta(ID): Kementerian Kehutanan RI.

Satov DV. 2008. Adhesive for wood polimer composite. Edited by Niska KO and Sain M. England: Wood Head Publishing Limited Cambridge

Say Z, Vovk EI, Bukhtiyarov VI. 2013. Influence of ceria on the Nox, reduction performance of Nox storage reduction catalists. Applied Catalists B: Environmental. 142-143(2013): 89-100.

Selvakumar N, Barshilia HC, Ramesh M, Rajam. 2010. Effect of substrate roughness on contact angle of sputter deposited superhydrophobic PTFE coatings. Nation Aerospace Laboratories. India.

Sulaiman O, Hashim R, Subari K, Liang CK. 2009. Effect of sanding on surface roughness of Rubber wood. Journal of Materials Processing Technology. 209(8): 3949-3955.

Tsoumis G. 1991. Science and technology of wood: Structure, properties, utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.


(3)

Vazquez G, Alvarez JG. Suevos FL, Antorrena G. 2003. Effect of veneer side wettability on bonding quality of Eucalyptus globulus plywoods prepared using a tannin-phenol-formaldehyde adhesive. Bioresource Technology. 87(2003): 349-353.

Vick CB. 1999. Adhesive bondingof wood materials. Wood Hand Book: Wood as an engineering material. Washington DC (US).

Warneke S, Arenskotter M, Tenberge KB, Steinbuchel A. 2007. Bacterial degradation of poly(trans-1,4-isoprene) (gutta-percha). Microbiology. 153(2) : 347-356.

Warsa SR. 1983. Gluability of rotary cut veneers of some Indonesian woods using adhesives extended with Narni and Cassava flours (Dissertation). University of the Philippines, Los Banos.

Yue X, Chen F, Zhou X. 2011. Improve interfacial bonding of PVC/wood flour composite by lignin amino modification. BioResources. 6(2): 2022-2034. Youngquist JA. 1999. Wood-based composites and panel products. Wood Hand

Book: Wood as an engineering material. Washington DC (US).

Zhang JP, Sun X. 2004. Mechanical properties of poly(lactic acid)/starch composites compatibilized by maleic anhydride. Biomacromolecules. 5(4) 1446-1451.


(4)

Lampiran 1. Tahapan proses pengolahan getah perca di pabrik pengolahan Cipetir PTPN VIII.

Keterangan :

a. Pengolahan mekanis meliputi:

- penggilasan daun : daun yang masih segar digilas dalam mesin penggilas sehingga lumat menjadi “bungkil”.

- perebusan bungkil: bungkil dicampur air agar membubur, dimasak dalam bejana rebusan selama beberapa saat pada suhu 75°C, rebusan bungkil dialirkan pada bak pemisah jonjot yang telah diisi air dingin sebelumnya


(5)

sehingga suhu rebusan turun mendadak menjadi suhu 45°C maka terpisahlah benang-benang gutta dari ampas daun dinamakan jonjot kasar

- penghalusan jonjot: untuk mempermudah proses pengeringan jonjot kasar dimasukkan kedalam mesin penghalus setelah dibersihkan dari kotoran yang tercampur di dalamnya.

- pengeringan jonjot halus: dilakukan dalam mesin pemusing selama beberapa saat. Di dalam jonjot halus kering terkandung gutta 60%, damar 6%, kotoran 3 % dan air 31 %

b. Pengolahan kimia, meliputi:

- pemisahan damar : jonjot halus dilarutkan dalam bensin SBP XX dalam ketel pemisah damar, diaduk dan didinginkan sampai mencapai suhu 2º C selama 1 jam.

- Pelarutan gutta: jonjot bebas damar dilarutkan ke dalarn bensin SBP XX dalam ketel pelarut gutta, diaduk dan dipanaskan sampai 80°C selama beberapa saat, selanjutnya larutan disaring kotoran dibuang dan sisanya yang tertinggal adalah larutan gutta berwarna kuning disebut “solusi-kuning”, selanjutnya solusi kuning dialirkan ke tangki pengendapan.

- pemutihan solusi: solusi kuning dari tangki pengendapan dialirkan ke dalam tangki pemutih, dicampur clay terrana ekstra sebanyak 30% dari kandungan gutta, selanjutnya diaduk dan dipanaskan selama 1,5-2 jam , disaring dalam tangki penyaring, dan larutan yang keluar disebut “solusi putih”

- Pemasakan gutta : solusi putih dialirkan ke dalam ketel pemasak gutta yang telah diisi air suling mendidih, kemudian dipanaskan pada suhu 120°C. bensin SBP XX menguap dan ditampung ke dalam ketel kondensasi. Tinggallah gutta putih terapung dalam air mendidih. Gutta yang sudah berwarna putih ini dikeluarkan dari dalam ketel, kemudian digiling dan dipersiapkan untuk pengemasan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 11 Januari 1969 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak Uhad (Alm.) dan ibu Anci. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, lulus pada tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2001 dengan sponsor Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan berhasil diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian pada tahun 2010 penulis kembali mendapat kesempatan melanjutkan tugas belajar pada Program Doktor di Mayor Teknologi Serat dan Komposit, Sekolah Pascasarjana IPB dengan sponsor BPPS dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Tahun 1995 - 2010 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti (pengembangan Akademi Ilmu Kehutanan) Jatinangor, dan sejak tahun 2011 bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Penulis bergabung sebagai anggota Masyarakat Peneliti Kayu (MAPEKI) sejak tahun 2000 – sekarang.

Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian disertasi adalah: karya ilmiah berjudul “Pengembangan Perekat Berbahan Dasar Getah Perca untuk Perekat Kayu dan Pemanfaatannya sebagai Perekat Kayu Lapis” telah diterbitkan pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 no. 1 tahun 2012 (Jurnal nasional terakreditasi), sertifikat paten “Perekat Kayu Tahan Air Mengandung Karet Trans-1,4-Isoprena Termodifikasi”, nomor paten IDP000035587 tanggal 27 Februari 2014, dan karya ilmiah berjudul “Gutta Percha Based Adhesive for Laminated Wood Production” telah terbit pada Journal of BioResources 9(3): 5034-5044 Juli 2014 (terindeks Scopus impact factor 1.549).