1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekat merupakan salah satu bahan utama yang penting dalam industri pengolahan kayu khususnya panel atau komposit kayu. Jenis perekat yang
umum digunakan adalah perekat sintetis berbasis formaldehida seperti urea formaldehida UF, melamin formaldehida MF dan fenol formaldehida PF.
Bahan baku perekat ini bukan berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui renewable, melainkan dari minyak bumi yang keberadaannya
semakin terbatas dan dapat habis. Penggunaan perekat sintetis juga berdampak negatif bagi lingkungan karena tidak terurai di alam non- biodegradable.
Selain itu perekat berbasis formaldehida dapat menimbulkan emisi formaldehida pada saat produk digunakan.
Sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, perekat sintetis atau bahan dasar perekat tersebut masih harus diimpor. Pada tahun 2008 Indonesia
mengimpor perekat jenis termosetting seperti urea formaldehida sebanyak 202 ton, fenol formaldehida 57 ton, dan melamin formadehida sebanyak 354 ton.
Sementara jenis perekat termoplastik 2.215 ton, jenis perekat sintetis lainnya 1.337 ton, dan jenis perekat alami 193 ton Santoso 2011. Pada tahun 2010
Indonesia mengimpor bahan dasar perekat amino resin, fenolik resin dan poliuretan sebesar 59.894 ton Kemendag 2011
Dalam upaya mengatasi permasalahan penggunaan perekat sintetis sekaligus mengurangi ketergantungan impornya, maka perlu dicari alternatif lain yaitu
mengembangkan perekat alami dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan dapat terurai di alam. Bahan perekat alami yang berpeluang untuk terus
dikembangkan antara lain lignin, tanin dan elastomer bahan karet. Salah satu elastomer yang ramah lingkungan, renewable dan biodegradable adalah karet
trans-1,4-isoprena trans-1,4-isoprene rubber atau dikenal dengan getah perca gutta percha Febrianto et al. 1999.
Getah perca tergolong hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon nyatoh Palaquium spp. dari
famili Sapotaceae terutama jenis Palaquium gutta Burck dan Palaquium oblongifolium Burck Dephut 1997. Di Indonesia, pohon-pohon penghasil
getah perca tersebar di Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian Jaya dan daerah lainnya.
Palaquium burchii ditanam masyarakat di pulau Lingga Kepulauan Riau seluas + 1.031 ha Purwanto 1997, sedangkan Palaquium oblongifolium telah
dibudidayakan di PT. Perkebunan Nusantara VIII dahulu PTP XI Cipetir Jawa Barat seluas 788.31 ha dan kebun biji seluas 34.11 ha PT Perkebunan XI 1986.
Pada tahun 2011 areal penanaman Palaquium oblongifolium di PT Perkebunan VIII Afdeling III Cipetir ini kurang lebih seluas 283 ha PTPN VIII 2011.
Getah perca merupakan bahan yang bersifat hidrofobik non-polar. Dalam pemanfaatannya sebagai bahan perekat kayu tidaklah mudah untuk bisa
berikatan secara kimia dengan gugus hidroksil kayu, karena kayu bersifat hidrofilik polar. Dengan demikian antara kayu dengan getah perca memiliki
afinitas rendah, padahal untuk menghasilkan kualitas perekatan yang baik antara
2 perekat dengan kayu harus berikatan secara kimia tidak cukup dengan ikatan
mekanik. Oleh karena itu diperlukan bahan pemodifikasi atau coupling agent untuk meningkatkan perekatan antara kayu dengan getah perca. Coupling agent
memperbaiki kompatibilitas serat kayu dengan matriks polimer. Beberapa contoh bahan coupling agent ini antara lain anhidrida, isosianat, akrilat, epoksi, amida,
dan silane. Penginisiasi biasanya diperlukan bersama coupling agent selama perlakuan coupling. Adapun penginisiasi terbanyak yang digunakan adalah
peroksida Lu 2003
Penelitian tentang karet trans 1,4-isoprena atau getah perca sebagai bahan perekat dalam komposit kayu masih sangat terbatas. Febrianto et al. 1999;2001
melaporkan bahwa pada komposit tepung kayu-karet trans 1,4-isoprena TIR, TIR termodifikasi anhidrida maleat MTIR tanpa peroksida mampu melakukan
pencangkokan grafting melalui esterifikasi dengan gugus hidroksil OH kayu. Scanning Electron Microscopy membuktikan bahwa MTIR menjembatani
kontak langsung antara tepung kayu filler dengan TIR matriks. Selanjutnya Febrianto et al. 2006 melaporkan TIR termodifikasi maleat anhidrida MAH 5
dengan kadar penginisiasi benzoil peroksida BPO 15 dari berat MAH dapat digunakan sebagai perekat hot melt untuk kayu lapis yang memenuhi standar SNI
01-5008.2-1999. Modifikasi TIR sintetis dan TIR alami getah perca dengan MAH dan BPO di atas dilakukan secara mekanis pada mesin pengadon Toyo
Seiki Labo plastomill pada suhu 150ÂșC, putaran 30 rpm 3 menit dilanjutkan 70 rpm 10 menit. Produk perekat yang dihasilkan masih berupa butiran padat
sehingga sulit dalam aplikasi. Penelitian yang telah dilakukan ini lebih difokuskan pada trans-1,4-isoprena sintetis, dan penggalian tentang karakteristik getah perca
juga masih sangat terbatas serta kondisi proses belum banyak digali, padahal informasi yang lebih luas tentang bahan dan proses yang digunakan sangat
penting agar pemanfaatan getah perca sebagai bahan perekat sesuai dengan fungsinya.
Bertolak dari penelitian tersebut, maka telah dilakukan penelitian pengembangan perekat cair berbahan dasar getah perca melalui teknik pelarutan
sebagai perekat kayu, dan diaplikasikan untuk pembuatan kayu laminasi dan kayu lapis sengon Falcataria moluccana Miq. Barneby Grimes.
1.2 Perumusan Masalah