Evaluasi Sub-Atribut Penyusun Atribut Faktor Lingkungan Internal Dan Eksternal

4.2 Evaluasi Sub-Atribut Penyusun Atribut Faktor Lingkungan Internal Dan Eksternal

Faktor lingkungan internal dan eksternal yang dievaluasi merupakan hasil pengolahan data atribut dari faktor-faktor internal dan eksternal pada kuesioner utama atau kuesioner II. Atribut faktor lingkungan internal dan eksternal yang akan dievaluasi seperti pada tabel 4.22 dan 4.23 sebagai berikut:

Tabel 4.22. Rekapitulasi sub-atribut faktor kunci keberhasilan yang dievaluasi

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Produk Lingkungan Umum

1. Tarif Layanan 1. Trend Pertumbuhan Ekonomi Nasional

2. Fitur dan Content yang Disediakan

2. Kondisi Politik Indonesia yang stabil

3. Product Image yang Telah Dibangun

3.

Aturan/Regulasi yang Dibuat oleh BRTI (KM 31/2003 dan KM 35/2004)

4. Product Quality and Avaibility

4.

Perubahan Pola Perilaku Masyarakat dalam Merespon Trend Teknologi

5. Market share

5.

Pertumbuhan Penduduk 6. Sales

6. Densitas Telepon 7. Demand

commit to user

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Financial

Lingkungan Industri &

Persaingan

1. ROA (Return of Asset)

1.

Perang Harga / Price War

2. ROE (Return of Equities)

2. Intensitas Persaingan dari Operator Lain/Kompetitor

3. Revenue Growth

3. Ancaman Produk/Jasa Subsitusi

4. Profit Margin

4.

Kekuatan Pemasok

5. EBITDA

5.

Kekuatan Pembeli

Distribution

6.

Kemudahan Entry-Barrier

1 Kemudahan Pelanggan dalam Melakukan Registrasi

Teknologi

2. Jumlah Indirect dan Direct Channel Outlet Distribution yang Tersedia

1.

High Speed Data

3. Jaringan Distributor baik Distributor Perdana maupun Pulsa yang Memadai dan Efektif

2.

Trend Smartphone yang berkembang di masyarakat

Physical and Operational Resources

3. Security

1. Jumlah BTS yang dimiliki

2. Coverage 3. Number of Connections are Installed and

Available Network 4. Kecepatan menanggapi komplain pelanggan

5. Drop call 6. Kegiatan Promo 7. Kondisi Teknologi Akses Kabel Tembaga

Human Resource

1. Kualitas Sumber Daya Manusia yang Dimiliki Perusahaan

2.

Ketersediaan Sistem Manajemen Pengukuran dan Peningkatan Mutu Karyawan yang Berkelanjutan

commit to user

4.2.1 Evaluasi Faktor Internal

A. Produk

1. Tarif Layanan

Penetapan tarif pada layanan fixed wireless access berbasis CDMA didasarkan pada keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No.

35 tahun 2004, yang terdiri dari biaya aktivasi, biaya bulanan, biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Dalam penerapannya, tarif yang dikenakan untuk layanan pascabayar terdiri dari biaya bulanan (abonemen), biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Sedangkan untuk layananan prabayar, tarif yang dikenakan terdiri dari biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Evaluasi tarif layanan dilakukan dengan cara mengkomparasikan besaran tarif layanan panggilan lokal, SLJJ, SMS dan Data Telkom Flexi terhadap perusahaan operator pesaing yang ada di Area Jateng & DIY. Berdasarkan data internal PTPT. Telkom Divre IV Jateng & DIYtahun 2011, kontribusi terhadap pendapatan Telkom Flexi masih didominasi oleh pemasukan dari penyelenggaran SMS, panggilan lokal & SLJJ dan layanan data. Sehingga evaluasi tarif dilakukan terhadap 4 jenis layanan ini. Pada tabel 4.24 di bawah ini merupakan perbandingan tarif layanan panggilan lokal antar operator CDMA.

Tabel 4.24. Perbandingan Tarif Layanan Panggilan Lokal

Operator

Tarif

Satuan Tarif Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi

49 menit

50 pada menit pertama

2990

V 1495 Esia

50 menit

280 pada menit pertama

3280

V 1000 Star One

25 menit

45 pada menit pertama

Satuan Tarif Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi

364

menit

50 pada menit pertama

21890

V 10945 Esia

250

menit

280 pada menit pertama 15280

15280 Star One

250

menit

45 pada menit pertama

Satuan Tarif Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi

709

menit

50 pada menit pertama

42590

V 21295 Esia

800

menit

280 pada menit pertama 48280

48280 Star One

700

menit

45 pada menit pertama

42045

42045

Tarif Panggilan Lokal Sesama Operator

Operator Lain FWA

Ke GSM

commit to user

Berdasarkan tabel 4.24, tarif layanan per-menit untuk layanan panggilan lokal ke sesama operator Telkom Flexi lebih murah dibandingkan dengan kompetitor utamanya Esia. Namun apabila tarif layanannya tidak dilihat dari tarif layanan per-menit melainkan per-jam, Bakrie Esia memberikan tarif layanan yang jauh lebih murah yakni Rp. 1000,- dari tarif yang semestinya dikenakan yakni Rp. 3280,-.

Berdasarkan data internal dari PTPT. Telkom Divre IV Jateng & DIYJateng DIY periode Desember 2010-Desember 2011, sekitar 75.3% lamanya waktu panggilan udara (air talk-time) adalah berada di kisaran waktu 25-40 menit atau tidak mencapai 1 jam. Sehingga pihak perusahaan menilai bahwa penetapan kebijakan tarif layanan panggilan lokal sebesar Rp. 49,- per-menit dan bonus bicara per-menit bukan per-jam dinilai sudah tepat. Bonus tambahan pulsa bebas bicara yang besaran bonus waktu bicaranya tergantung dari lamanya waktu terakhir kali melakukan panggilan, misalnya apabila lamanya waktu pelanggan melakukan panggilan terakhir kali adalah 15 menit, maka pelanggan itu berhak untuk mendapatkan bonus tambahan pulsa bebas bicara yang lama waktunya adalah sebesar 15 menit pada panggilan berikutnya. Bonus pulsa bebas bicara Telkom Flexi ini berlaku juga untuk panggilan lokal dan SLJJ ke operator FWA lain dan seluler.

Untuk tarif layanan panggilan lokal ke perusahaan operator FWA (fixed wireless access) lain, Telkom Flexi memiliki tarif yang relatif lebih mahal

dibandingkan dengan kompetitornya Bakrie Esia yakni sebesar Rp. 364,- /menit (Rp. 21.890,-/jam) dan Esia sebesar Rp. 250,-/menit (Rp. 15.280,- /jam). Akan tetapi apabila promo bonus pulsa bebas bicara Telkom Flexi ini diakumulasikan kedalam tarif, maka besaran tarif layanan panggilan lokal ke operator FWA lain (fixed wireless access) yang ditetapkan oleh Telkom Flexi ini akan sama dengan separuh dari tarif layanan lokal lintas operator FWA yang semestinya dibebankan. Sementara itu berdasarkan data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV periode 2010-2011 apabila dilihat dari prosentase jumlah panggilan lokal yang dilakukan baik itu

commit to user

operator FWA lain, dan Telkom Flexi ke seluler, maka jumlah aktivitas panggilan lokal yang dilakukan dari Telkom Flexi ke perusahaan operator FWA lain hanya sebesar 20%, sementara 80% lainnya berasal dari penyelenggaraan panggilan lokal ke sesama operator Telkom Flexi (63 %) dan panggilan lokal dari Telkom Flexi ke seluler (17%). Dengan kata lain, karena aktivitas panggilan lokal Telkom Flexi lebih didominasi oleh panggilan lokal ke sesama operator, maka penetapan harga yang murah lebih di tekankan pada penyelenggaraan layanan lokal ke sesama operator. Sehingga pihak perusahaan menilai bahwa penetapan besaran tarif layanan panggilan lokal baik ke sesama operator, lintas operator FWA dan seluer ini sudah dianggap tepat. Pada tabel 4.25 di bawah ini merupakan perbandingan tarif layanan SLJJ antar operator CDMA.

Tabel 4.25. Perbandingan Tarif Layanan Panggilan SLJJ

Operator Tarif

Satuan Tarif

Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi

49 menit

50 pada menit pertama

2990

V 1495 Esia

50 menit

120 pada menit pertama 3280

V 1800 Star One 25

menit

45 pada menit pertama

1545

- 1545 Operator Tarif

Satuan Tarif

Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi 1800

menit

50 pada menit pertama 108050

v 54025 Esia 1364

menit

120 pada menit pertama 81960

- 81960 Star One 1250

menit

45 pada menit pertama 75045

- 75045 Operator Tarif

Satuan Tarif

Biaya Fasilitas Tambahan Tarif/jam Free Talk Tariff aDer Freetalk Flexi 1454

menit

50 pada menit pertama 87290

V 43645 Esia 2727

menit

120 pada menit pertama 163900

- 163900 Star One 1250

menit

45 pada menit pertama 75045

- 75045

Sesama Operator

Tarif SLJJ

Operator Lain FWA

Ke GSM

Berdasarkan Tarif Layanan Panggilan SLJJ yang disajikan pada table 4.25, besaran tarif layanan panggilan SLJJ per-menit ke sesama operator Telkom Flexi memberikan tarif layanan per-menit yang jauh lebih murah dibandingkan tarif kompetitor utamanya Esia. Akan tetapi Esia menetapkan kebijakan harga layanan SLJJ ke sesama operator Esia yang jauh lebih murah apabila telah melakukan panggilan minimal satu jam

commit to user

Rp. 3.280,-/jam. Berdasarkan data internal dari PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY periode Desember 2010-Desember 2011, sekitar 75.3% lamanya waktu panggilan udara (air talk-time) adalah berada di kisaran waktu 20-45 menit atau tidak mencapai 1 jam. Sehingga oleh pihak Telkom Flexi kebijakan penetapan besaran tarif untuk layanan panggilan SLJJ ke sesama operator Telkom Flexi sebesar Rp. 49,- /menit telah dinilai tepat.

Untuk besaran tarif layanan panggilan SLJJ ke perusahaan operator FWA (Fixed Wireless Access) lain, Telkom Flexi menetapkan tarif per-menit yang jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan tarif yang ditetapkan oleh kompetitor utamanya yaitu Bakrie Esia. Berdasarkan data internal kontribusi pendapatan yang diberikan atas penyelenggaraan layanan panggilan SLJJ milik PT. Telekomunikasi Divre IV, kontribusi pendapataan yang diberikan atas penyelenggaraan layanan SLJJ dari Telkom Flexi ke perusahaan operator FWA lain baru sebesar 13 % dari total pendapatan penyelenggaran layanan panggilan SLJJ. Sehingga kebijakan harga ini perlu ditinjau ulang untuk meningkatkan pendapatan dari sektor layanan panggilan SLJJ dari Telkom Flexi ke perusahaan operator lain. Sementara untuk layanan panggilan SLJJ ke seluler, Telkom Flexi menetapkan besaran tarif per-menit yang jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan kompetitornya Bakrie Esia.

Tabel 4.26. Tarif Layanan SMS

Operator Sesama Operator FWA Lain Seluler Flexi

Tarif SMS

Berdasarkan Tabel 4.26 yang merupakan tabel tarif layanan SMS (short message service) , apabila dibandingkan dengan pesaing utamanya yakni Bakrie Esia, Telkom Flexi memberikan penawaran tarif layanan SMS yang jauh lebih murah baik ke sesama operator, ke perusahaan operator FWA lain maupun ke seluler. Kebijakan promosi tarif murah SMS yang

commit to user

sebesar Rp. 1,-/karakter sepintas memang memberikan metode perhitungan tarif pulsa SMS yang lebih objektif dan menarik bagi konsumen. Akan tetapi apabila di hitung berdasarkan 1 SMS yang terdiri dari 160 karakter, metode perhitungan tarif SMS Rp. 1,-/karakter milik Bakrie Esia memberikan tarif yang justru jauh lebih mahal yaitu Rp. 160,- /sms (160 karakter) dibanding dengan Telkom Flexi yang hanya Rp.91,- /sms (sudah termasuk PPN). Atas dasar yang telah dikemukakan di atas, maka kebijakan tarif yang telah ditetapkan oleh Telkom Flexi baik Lokal, SLJJ, SMS dan data sudah dinilai tepat untuk bersaing dengan kompetitor utamanya yakni Bakrie Esia.

Sehingga tarif layanan yang telah ditetapkan oleh Telkom Flexi merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk terus bersaing pada segmen industri layanan telekomunkasi Fixed Wireless Access (FWA). Pada sub-atribut tarif layanan pada Internal Factor Evaluation Matrix, Tarif layanan Telkom Flexi diberi rating score nilai 3 merupakan indikator kekuatan meski Telkom Flexi bukan merupakan perusahaan operator yang memberikan tarif layanan paling murah (Tarif layanan Flexi lebih mahal apabila dibandingkan dengan StarOne, masih jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan tarif layanan kompetitor utamanya ESIA dan tarif layanan perusahaan operator seluler lain).

2. Fitur dan Content yang Disediakan

Fitur dan Content yang ditawarkan merupakan kelebihan-kelebihan yang ditawarkan oleh Telkom Flexi dan menjadi suatu identitas pembeda dan tidak dimiliki oleh perusahaan operator penyedia layanan telekomunikasi yang lain. Menurut Kotler (2003), sebuah identitas merek/brand yang dikelola dengan baik, kontinyu dan berkesinambungan merupakan suatu pendiferensiasi yang dapat dijadikan sebuah kekuatan dan keunggulan sebuah brand untuk bersaing dengan produk-produk sejenis.

commit to user

Operator

Jumlah Fitur

Star One

Indosat IM 3

Fitur yang imiliki

Dari tabel 4.27 dapat dilihat bahwa dari segi jumlah fitur yang ditawarkan oleh Telkom Flexi masih kalah apabila dibandingkan dengan kompetitor utamanya Bakrie Esia dan hanya unggul dari Star-One. Secara umum, fitur-fitur yang ditawarkan oleh operator penyedia layanan general cellular mobile (GSM) jauh lebih banyak dari sisi jumlah dan lebih bervariasi dari sisi jenisnya apabila dibandingkan dengan fitur yang ditawarkan oleh operator penyedia layanan fixed wireless access. Ini tentu saja akan menjadi kelemahan sekaligus ancaman bagi operator penyedia layanan telekomunikasi berbasis fixed wireless access khususnya Telkom Flexi dalam rangka memenangkan persaingan bisnis industri telekomunikasi yang sudah demikian ketat. Dibutuhkan upaya untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas fitur-fitur yang ditawarkan agar dapat bersaing dengan operator general cellular mobile. Menurut data internal PT. Telekomunikasi Indonesia Divre IV, proporsi jumlah pendapatan dari penggunaan layanan fitur dan content yang ditawarkan Telkom Flexi terhadap keseluruhan pendapatan Telkom Flexi sepanjang tahun 2010- 2011 baru mencapai angka 2.4 %. Padahal portofolio bisnis Telkom lainnya yang bergerak pada segmen seluler yaitu Telkomsel Divre IV Jateng & DIY, pendapatan yang berasal dari penggunaan layanan fitur dan content telah mencapai angka 4.8%, sementara kompetitor utamanya di segmen industri perusahaan telekomunikasi fixed wireless mobile Bakrie Esia telah mencapai angka yang jauh lebih tinggi daripada Telkom flexi yaitu 6.9%. Ini membuktikan bahwa pengembangan layanan fitur dan

commit to user

maksimal. Pada tabel 4.28 dibawah ini merupakan fitur-fitur yang dimiliki oleh

Telkom Flexi, dan pada tabel tersebut juga akan diperbandingkan antara fitur-fitur yang dimiliki oleh Telkom Flexi terhadap fitur yang dimiliki operator pesaing.

Tabel 4.28. Jenis Fitur yang dimiliki Telkom Flexi dan Kompetitor

Dari fitur-fitur yang dimiliki oleh Telkom flexi seperti yang telah disajikan pada tabel 4.28, terlihat bahwa hampir seluruh fitur yang dimiliki oleh Telkom Flexi juga dimiliki oleh operator pesaing baik CDMA maupun seluler. Telkom Flexi hanya berhasil membangun keunggulan diferensiasi fitur pada fitur Flexi Radio dan Flexi Hotspot dimana kedua fitur ini tidak dimiliki oleh operator penyedia layanan telekomunikasi yang lain. Namun

No Jenis Fitur Telkom FLEXI

Esia

Star One Telkomsel Indosat IM 3 SmartFren

1 Voice MailBox

2 Call Hold

3 Call Wai ng

4 Call Forwarding

5 Flexi Confrence

6 SMS Internasional

7 Flexi Milis

8 Facebook SMS

9 Twi er SMS

10 SMS Iklan

11 SMS PRO

12 Flexi Transfer

13 Flexi M Banking

14 Flexi Combo

15 Flexi Combo Plus

16 Flexi Radio

17 Flexi Premi

V V V V V 18 Flexi Mobile BroadBrand

19 Flexi Net Unlimited

20 Flexi PDN

21 Flexi Hotspot

- - 22 Ac va on Schedule Profile V

23 Call Barring

24 Priority Access

commit to user

2010-2011 kedua fitur tersebut belum berkontribusi secara maksimal, karena jumlah pengguna layanan Telkom Flexi yang menggunakan kedua jenis layanan fitur ini masih sangat rendah. Sementara itu disisi yang lain, kompetitor utamanya yakni Esia telah berhasil membangun keunikan dan diferensiasi fitur melalui fitur ini tidak dimiliki oleh operator pesaing baik dari FWA maupun seluer. Menurut data internal perusahaan PT. Bakrie Telecom Area Jawa Tengah dan DIY periode 2010-2011 jumlah pengguna Esia yang berlanggana 20% sejak pertama kali fitur tersebut diluncurkan. Sehingga pada Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut fitur dan content yang ditawarkan akan diberi score nilai -4 sebagai indikator kelemahan karena Telkom Flexi masih belum mampu bersaing secara kuantitas dan kualitas dalam hal penyediaan layanan fitur dan content.

3. Produk Image yang telah dibangun

Flexi merupakan salah satu portofolio bisnis yang dimiliki oleh PT. Telekomunikasi Indonesia tbk (Telkom Group). Berdasarkan data yang diperoleh dari annual report Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia, saat ini Telkom Flexi merupakan market leader dalam segmen industri penyedia layanan telekomunikasi fixed wireless access (FWA) berbasis CDMA dengan market share nasional adalah sebesar 57,16%, dan market share di Telkom Divre IV Jateng & DIY adalah sebesar 56,91 %. Sejalan dengan posisi Telkom Flexi sebagai market leader di segmen fixed wireless access telah membuat brand Telkom Flexi dikenal secara luas. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh Media Indonesia dan direlease pada pertengahan 2011, saat ini Telkom Flexi menempati urutan ke-4 sebagai Top of Brand value perusahaan layanan telekomunikasi. Nilai Top of Brand Value Telkom Flexi berhasil mengungguli kompetitor utamanya di segmen industri penyedia layanan telekomunikasi FWA Bakrie Esia dan masih kalah apabila dibandingkan tiga perusahaan operator penyedia layanan seluler Telkomsel, Indosat IM3 dan XL. Tabel 4.29 di bawah ini

commit to user

mengukur top of mind dari setiap opertator penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia.

Tabel 4.29. Riset yang Telah dilakukan oleh Media Indonesia (2011)

Berdasarkan uraian dan data tersebut, maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut Brand Image yang telah berhasil dibangun oleh Telkom Flexi akan diberi score nilai 3 yang merupakan indikator kekuatan. Top Brand Image Value dari merek Telkom Flexi masih relatif unggul apabila dibandingkan dengan kompetitor pada segmen industri yang sama Bakrie Esia, dan masih kalah apabila dibandingkan perusahaan operator seluler Telkomsel, Indosat dan XL.

4. Product Quality and Avaibility

Berdasarkan hasil pengukuran CSI (Customer Satisfaction Index) yang telah dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan PTPT. Telkom Divre

IV Jateng & DIYJawa Tengah dan DIY yang bekerja sama dengan perusahaan survei independen dengan menggunakan teknik convenience sampling . Kemudian data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode CSI (Customer Satisfacion Index) yaitu suatu metode yang digunakan untuk menghitung tingkat kepuasan pelanggan dan metode ZOT (Zone of Tolerance) yaitu merupakan metode perhitungan area toleransi yang merupakan nilai yang akan menunjukkan tingkat terendah dari sebuah pelayanan untuk dapat ditoleransi, serta nilai tertinggi dimana pelayanan itu diharapkan dapat memenuhi keinginan konsumen, diperoleh hasil pengukuran bahwa nilai rata-rata harapan

commit to user

adalah 3,23 yang berarti pelanggan mengharapkan memberikan pelayanan yang baik kepadanya, sedangkan layanan yang diterima pelanggan berada pada nilai 2,74 yang berarti performansi atau kualitas dari pelayanan yang diberikan masih belum dapat memuaskan pelanggan. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai posisi ZOT sebesar 0,30, yang berarti kualitas pelayanan yang diberikan hanya baru dapat memenuhi 30% dari harapan pelanggan. Walaupun nilai CSI rata-rata untuk layanan dasar diperoleh sebesar 84,88%, masih banyak variabel-variabel dari layanan ini yang nilai CSI nya berada di bawah dari nilai CSI ratarata. Sehingga dapat dikatakan kualitas pelayanan untuk layanan dasar (SMS, Call, Data Access) yang diberikan masih relatif buruk. Untuk layanan pendukung diperoleh bahwa nilai rata-rata harapan pelanggan adalah sebesar 3,12 dan layanan yang diterima pelanggan sebesar 2,6, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas layanan yang diberikan masih belum dapat memuaskan pelanggan. Dimana sama seperti dengan layanan dasar, kualitas pelayanan yang diterima oleh layanan pendukung berdasarkan nilai posisi ZOT juga hanya dapat memenuhi 40% dari harapan pelanggan. Apabila dibandingkan dengan nilai CSI rata-rata layanan dasar yang diperoleh yaitu sebesar 84,88% kualitas pelayanan yang dirasakan sudah memuaskan, namun karena masih banyak variabel-variabel dari layanan dasar ini yang nilai CSI nya berada di bawah dari nilai CSI rata-rata. Sehingga dapat dikatakan kualitas pelayanan untuk layanan dasar yang diberikan masih relatif buruk. Berdasarkan hasil uraian tersebut, maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut Product Quality and Avaibility oleh Telkom Flexi akan diberi score nilai -2, karena untuk layanan dasar (SMS, Call, Data Access) dan layanan pendukung nilai nilai rata-rata yang diterima masih kurang dari nilai harapan pelanggan pelanggan, meski nilai CSI rata-rata untuk layanan dasar diperoleh sebesar 84,88%.

commit to user

Berdasarkan data annual report Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia tahun 2011, Telkom Flexi memiliki market share nasional untuk segmen industri penyedia layanan telekomunikasi FWA berbasis CDMA sebesar 57,16 %, sementara kompetitor utamanya untuk segmen yang sama yaitu Bakrie Esia memiliki pangsa pasar sebesar 38%, diikuti Star One sebesar 2,2 % dan sisanya terdistribusi secara merata ke operator CDMA Hepi dan SmartFren. Dari data tersebut dapat dikatakan Telkom Flexi masih menjadi market leader di segmen FWA berbasis CDMA. Sementara itu, berdasarkan data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV Jateng dan DIY tahun 2011, pangsa pasar produk Telkom Flexi di Area Telkom Divre IV juga masih menjadi market leader dengan tingkat pangsa pasar per-Desember 2011 adalah sebesar 56,91 %, diikuti oleh pesaing utamanya di segmen yang sama ESIA sebesar 32.57 %. Untuk tingkat penetrasi pasar nasional segmen industri layanan telekomunikasi fixed wireless berbasis CDMA baru mencapai 14,77%. Dari segi pemanfaatan jaringan, fixed wireless Telkom Flexi baru berada di angka 18,2 juta sst dari total 26,7 juta sst yang tersedia, yang artinya pemanfaatan jaringan belum dilakukan secara optimal. Karena tingkat penetrasi pasarnya yang masih rendah, dan tingkat pertumbuhan industri FWA berbasis CDMA di Area Telkom Divre IV Jateng & DIY pada tahun 2011 yang masih sangat tinggi yaitu 25,32 %, maka peluang untuk meraih pelanggan di segmen industri FWA ini masih terbuka lebar. Kapasitas jaringan FWA Telkom Flexi yang masih tersedia dan lebih besar daripada pesaing utamanya Esia dianggap menjadi faktor penentu kekuatan bersaing dan daya tarik untuk memperluas pangsa pasar dan meningkatkan penetrasi pasar Telkom Flexi. Diagram dan data-data mengenai pangsa pasar dan tingkat pertumbuhan industri CDMA dan seluler dapat dilihat di lampiran L-4.3.

commit to user

Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi score nilai 3 karena berdasarkan data pendukung penelitian, posisi posisi Telkom Flexi di segmen industri penyedia layanan telekomunikasi fixed wireless access memang sebagai market leader. Namun tingkat market share Telkom Flexi di segmen industri perusahaan penyedia layanan telekomunikasi umum/campuran setelah diperhitungkan operator penyedia layanan telekomunikasi seluler dan fixed wireline di dalam perhitungan pangsa pasar, maka Telkom Flexi Divre IV hanya memiliki tingkat pangsa pasar sebesar 6,49% atau menempati urutan ke-5 setelah Telkomsel, Indosat IM3, Xl, dan Tri. Nilai score 4 pada Internal Factor Evaluation Matrix akan diberikan apabila Telkom Flexi mampu menjadi market leader baik di segmen industri penyedia layanan FWA maupun seluler.

6. Sales

Menurut Hermawan Kertajaya di dalam bukunya yang berjudul on Becoming a Customer-Centric Company (2004), di dalam menghitung tingkat sales growth dari sebuah produk ada dua hal yang seharusnya diperhatikan. Kedua hal tersebut yaitu tingkat sales dari produk itu sendiri, dan tingkat churn (kehilangan pelanggan) yang diakibatkan berhentinya pelanggan dalam menggunakan sebuah layanan produk/jasa serta beralihnya pelanggan untuk menggunakan jasa produk kompetitor. Dapat dikatakan juga bahwa apabila sebuah produk memiliki tingkat sales yang besar, namun disisi lain produk tersebut memiliki tingkat churn yang jauh lebih besar daripada sales maka dapat dikatakan bahwa growth sales dari produk tersebut bernilai negatif. Tabel 4.30, 4.31, dan 4.32 di bawah ini merupakan data sales, tingkat churn dan growth sales dari tiap operator penyelenggara layanan telekomunikasi CDMA di Jateng & DIY.

commit to user

34.19% 10.65% Bakrie Telecom

Tabel 4.31. Tingkat Churn Segmen Industri FWA Divre IV Jateng & DIY

Tabel 4.32. Growth Sales Segmen Industri FWA Divre IV Jateng & DIY

Berdasarkan Tabel 4.32 diatas, Telkom Flexi Divre IV memiliki growth sales yang paling tinggi dibandingkan dengan kompetitor utamanya pada segmen bisnis FWA berbasis CDMA yaitu ESIA. Akan tetapi Telkom Flexi Divre IV gagal mencapai target growth sales yang ditetapkan oleh perusahaaan pada periode 2010-2011 yakni sebesar 9,98%. Sementara untuk tingkat churn rate tahun 2011, Telkom Flexi gagal mememenuhi target yang ditetapkan oleh perusahaan yakni sebesar 10,23 %.

Kompetitor utama Telkom Flexi pada segmen industri layanan FWA ESIA berhasil melebihi target sales yang ditetapkan untuk tahun 2011 yakni sebesar 30,41 % namun gagal memenuhi target churn yang ditetapkan yaitu sebesar 19,41 %. Sementara untuk target growth sales sendiri Esia gagal mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 11.00 %.

Angka tersebut merupakan bukti kelemahan Telkom Flexi karena gagal mengintegrasikan seluruh sumber daya internal yang dimiliki oleh

33.67% 37.34% Bakrie Telecom

0.52% -26.69% Bakrie Telecom

Growth Sales = sales- churn

commit to user

Evaluation Matrix untuk sub-atribut growth sales Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi score nilai 2 sebagai indikator kekuatan karena meski Telkom Flexi gagal mencapai target growth sales yang ditetapkan, Telkom Flexi masih menjadi perusahaan dengan tingkat growth sales terbaik diantara pesaingnya yang bergerak di segmen industri layanan telekomunikasi FWA berbasis CDMA.

B. Financial

1. ROA (Return on Asset)

Menurut Hanafi (2000:83) Return on Asset

adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk

Menurut Waren (2005:63)

usaha, sumber daya ini dapat berbentuk fisik ataupun hak yang mempunyai nilai eko Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa return on asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA menunjukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. ROA dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya. Berdasarkan data internal annual report PTPT. Telkom Divre IV Jateng & DIYperiode 2010, ditunjukkan pencapaian ROA dari tiap opertor penyelenggara layanan telekomunikasi seperti yang ditunjukkan pada tabel

4.33 di bawah ini :

commit to user

Dari tabel 4.33 di atas terlihat bahwa PT. Telekomunikasi Indonesia tbk atau Telkom Group memiliki tingkat return of asset yang paling tinggi apabila dibandingkan perusahaan kompetitor lain seperti Indosat dan Bakrie Telecommunication. Hal ini merupakan indikator kekuatan financial bagi perusahaan karena perusahaan memiliki kemampuan paling baik dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki dibanding kemampuan menghasilkan laba perusahaan pesaing. Sehingga Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut Market share Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi rating score nilai 4.

2. ROE (Return on Equities).

Menurut Susan Irawaty (2006;61), Return on equity atau yang sering disebut dengan rate of return on net worth , yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang

Dapat disimpulkan, bahwa return on equity adalah rasio yang digunakan untuk melihat sejauh mana perusahaan dapat memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dengan return on equity yang tinggi, perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham. Dalam hal ini secara otomatis akan berdampak pada peningkatan harga saham.

Menurut Agus Sartono (2001;124), Return on equity atau return on net worth dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan. Apabila proporsi hutang makin besar maka

Bakrie Telecom

XL Axiata

-0.06%

6.13%

6.87%

7.76%

commit to user

equity salah satunya adalah tingkat hutang perusahaan. Tingkat hutang perusahaan yang tinggi maka rasio pengembalian akan tinggi pula. Faktor yang menentukan besar kecilnya return on equity sangat bergantung pada kinerja perusahaan itu sendiri. Kinerja perusahaan yang baik akan memberikan tingkat return on equity yang baik atau sebaliknya. Di dalam laporan keuangan, return on equity diperoleh dengan memperhatikan jumlah laba bersih setelah pajak dan jumlah total capital. Jika jumlah laba bersih yang didapat perusahaan tinggi sementara jumlah total modal sendiri perusahaan rendah maka tingkat retun on equity akan tinggi. Namun sebaliknya apabila jumlah laba bersih yang didapat perusahaan rendah sementara jumlah total modal sendiri perusahaan tinggi maka tingkat return on equity akan rendah. Berdasarkan data internal annual report PT Telkom Divre IV Jateng & DIY periode 2010, akan disajikam tebel pencapaian return of equity dari masing-masing perusahaan operator layanan telekomunikasi baik seluler maupun CDMA ditunjukkan pada tabel 4.34 di bawah ini:

Tabel 4.34. Rekapitulasi ROE dari Masing-Masing Perusahaan Operator

Bakrie Telecom 11.72%

XL Axiata

-0.35%

19.42% 21.75% 24.58% 28.02% Dari Tabel 4.34 di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan PT. Telekomunikasi Indonesia tbk/Telkom Group dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan tersebut merupakan yang terbaik diantara perusahaan operator pesaing. Hal ini merupakan indikator kekuatan financial yang dimiliki PT. Telekomunikasi Indonesia tbk/Telkom Group. Sehingga Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut ROE akan diberi score nilai 4 karena tingkat ROE dari tahun ke tahun masih merupakan yang terbaik sekalipun menunjukkan tren penurunan tingkat ROE apabila dibandingkan periode-periode sebelumnya dan merupakan indikator kekuatan financial.

commit to user

Pertumbuhan revenue PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY bersumber dari

5 portofolio bisnis utama yakni Telkomsel, Telkom Flexi, PSTN, Telkom Vision, dan Telkom Speedy. Besarnya tingkat pertumbuhan revenue dari tahun 2009-2010 adalah Rp. 95.280.000.000,- sedangkan untuk tahun 2010-2011 adalah sebesar 115.386.000.000,-. Besarnya prosentase tingkat pertumbuhan revenue growth adalah sebesar 20,10 %. Sementara target revenue growth yang ditetapkan untuk periode 2011 adalah sebesar 18,80%. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan PT. Telekomunikasi Indonesia. Tbk/Telkom Group dalam mencapai target revenue growth yang ditetapkan adalah sangat baik, karena mampu mencapai bahkan melampui target yang telah ditetapkan. Sementara itu tingkat pencapaian revenue growth yang mampu dicapai oleh PT. Telekomunikasi Indonesia tbk/Telkom Group merupakan yang terbaik apabila dibandingkan dengan pencapaian perusahaan operator pesaing. Data mengenai tingkat pencapaian revenue growth dari setiap perusahaan operator layanan telekomunikasi dapat dilihat pada lampiran L-4.4. Kemampuan PT. Telekomunikasi Indonesia/Telkom Group dalam mencapai target revenue growth yang ditetapkan serta tingkat pencapaian revenue growth yang terbaik dibandingkan perusahaan kompetitor utamanya Indosat merupakan indikator kekuatan financial yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub- atribut Revenue Growth akan diberi score nilai 4 yang merupakan indikator kekuatan financial

4. EBITDA

Dari definisinya, EBITDA merupakan earning before interest, taxes, depreciation and amortization atau laba bersih ditambahkan kembali dengan beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi. Ebitda sering digunakan sebagai indikator financial untuk memfokuskan diri dalam mengukur kinerja operasional perusahaan, dan bukan pada biaya atau laba di luar operasi perusahaan. PT. Telekomunikasi Indonesia. Tbk atau Telkom Group, memiliki tingkat margin EBITDA untuk periode tahun

commit to user

Triliun menjadi Rp18,07 triliun pada tahun 2011. Meski mengalami penurunan dari segi tingkat pencapaian Ebitda year to year 2010-2011, namun PT. Telekomunikasi Indonesia tbk masih membukukan kinerja margin EBITDA terbaik dibanding perusahaan operator layanan telekomunikasi pesaing. Hal ini merupakan indikator kekuatan financial yang dimiliki PT. Telekomunikasi Indonesia tbk apabila dibandingkan dengan kompetitor utama PT. Telekomunikasi Indonesia tbk yakni Indosat, sehingga Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut ROE akan diberi rating score nilai 4. Data mengenai tingkat EBITDA untuk setiap perusahaan operator layanan telekomunikasi dapat dilihat pada lampiran L-4.5.

C. Distribusi

1. Kemudahan Pelanggan dalam Melakukan Registrasi

Dalam mengukur tingkat kemudahan pelanggan ketika melakukan registrasi dilakukan dengan menyebar kuesioner sederhana kepada 100 orang responden baik responden dari Telkom Flexi Prabayar maupun pasca bayar yang ada di Telkom Divre IV Jateng & DIY. Responden tersebut diminta untuk memilih salah satu diantara empat pilihan skala jawaban yang digunakan untuk mengukur kemudahan pelanggan dalam melakukan registrasi. Pilihan skala yang digunakan pada kuesioner tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sangat Sulit Melakukan Registrasi

2. Sulit Melakukan Registrasi

3. Mudah Melakukan Registrasi

4. Sangat Mudah Melakukan Registrasi. Rekapitulasi hasil dari kuesioner sederhana yang disebar kepada 100 orang

responden pengguna Telkom Flexi ditunjukkan oleh tabel 4.35 sebagai berikut:

commit to user

Kemudahan Registrasi Skala Jumlah Responden

Kriteria penilaian skor bobot di dalam matrik Internal Factor Evaluation Matrix adalah sebagai berikut : Score Bobot -4: 0-50

Score bobot -3 : 50-100 Score bobot -2 : 100-150

Score bobot -1 : 150-200 Score bobot 1 : 200-250

Score bobot 2 : 250-300 Score bobot 3 : 300-350

Score bobot 4 : 350-400 Pada tabel pengolahan data kuesioner sederhana yang disajikan seperti

tabel 4.35, total skor bobot adalah 197. Sehingga berdasarkan kriteria penilaian bobot skor kemudahan registrasi pada Internal Factor Evaluation Matrix akan diberikan skor -1 karena berada dalam rentang skor bobot 150-200, dan ini merupakan indikator kelemahan Telkom Flexi dalam memberikan layanan registrasi awal kartu perdana yang mudah. Model kuesioner sederhana yang disebar kepada 100 orang responden dapat dilihat di dalam lampiran L-4.6.

2. Jumlah Indirect dan Direct Channel Outlet Distribution yang Tersedia

Total jumlah indirect outlet distribution baik pulsa dan perdana binaan PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY yang ada di Regional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebanyak 3216 outlet. Keseluruhan indirect outlet Channel Distribution sebanyak 3216 outlet tersebut merupakan outlet milik pihak ketiga yang sudah terdata dan pengelolaannya berada dalam binaan PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY. Sementara itu, jumlah Direct Channel Outlet Distribution Telkom Flexi yang dikelola langsung oleh perusahaan atau yang biasa dikenal sebagai Flexi Center adalah 9 outlet yang telah tersebar di kota-kota besar yaitu

commit to user

Pekalongan. Berdasarkan data yang diperoleh dari data internal perusahaan PT. Telekom Divre IV Jateng & DIY, peranan indirect outlet distribution memegang peranan yang strategis dalam mendongkrak penjualan produk, baik perdana, pulsa, dan bundling handphone maupun modem Telkom Flexi. Jumlah outlet milik Telkom Flexi baik yang dikelola secara direct maupun indirect merupakan jumlah outlet yang paling banyak dibandingkan dengan perusahaan kompetitor utama yang bergerak di segmen industri penyedia layanan telekomunikasi baik FWA maupun seluler. Hal ini merupakan indikator kekuatan perusahaan dalam mengelola jaringan distribusi baik perdana, pulsa maupun bundling handphone dan modem. Data mengenai proses bisnis indirect and direct channel outlet distribution serta jumlah outlet yang dimiliki oleh Telkom Flexi maupun kompetitor dari segmen seluler dan CDMA dapat dilihat pada lampiran L-4.7. Atas dasar tersebut, maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub- atribut indirect and direct outlet channel distribution akan diberi score nilai 4 karena berdasarkan data internal perusahaan, jaringan distribusi penjualan perdana, pulsa serta bundling handphone dan modem telah tersebar secara luas dan paling baik dibandingkan kompetitor.

D. Physical and Operational Resource

1. Jumlah BTS yang Dimiliki

Pada tahun 2010, Telkom Flexi telah membangun 98 BTS baru yang menghasilkan tambahan kapasitas sebanyak 887.770 satuan sambungan Flexi. Secara total keseluruhan, jumlah BTS pada akhir bulan Desember 2011 adalah sebanyak 5.641 dengan total kapasitas 27 juta satuan sambungan Flexi. Disamping itu, Telkom Flexi juga telah melakukan peralihan penggunaan listrik PLN sebanyak 40 lokasi dari semula yang menggantungkan sambungan listrik PLN beralih menggunakan genset. Dari kebijakan tersebut Telkom Flexi berhasil mencapai efisiensi biaya operasi dan pemeliharaan 396 di lokasi dan penurunan daya di 1.530 BTS.

commit to user

memenangkan lisensi BWA (WiMax) 2,3 GHz yang mencakup lima daerah (Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Papua). Lisensi ini melengkapi lisensi-lisensi lainnya yang dimiliki TELKOM untuk BWA 3,3 GHz di tujuh daerah. Dan ke depannya bukan tidak mungkin layanan BWA (WiMax) akan disinergikan dengan layanan Telkom Flexi. Dan apabila ini benar benar terjadi, maka akan semakin meningkatkan kualitas layanan data access yang menjadi kelemahan Telkom Flexi apabila dibandingkan dengan layanan data milik kompetitor utamanya di segmen FWA Bakrie Esia. Sementara itu, jumlah BTS yang dimiliki oleh PT. Telkom Divre IV hingga saat ini berjumlah 169 BTS. Persebaran BTS tersebut tidak hanya mencakup kota kota besar saja, melainkan telah mencakup kecamatan dari kabupaten-kabupaten yang tidak mampu dijangkau oleh kompetitor layanan telekomunikasi pesaing utama Telkom Flexi di segmen FWA berbasis CDMA Bakrie Esia. Saat ini Bakrie Esia hanya memiliki 134 BTS di regional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Akan tetapi apabila jumlah BTS yang dimiliki oleh Telkom Flexi tersebut dibandingkan dengan jumlah BTS yang dimiliki oeh operator layanan seluler seperti Telkomsel, maka rasio jumlah BTS yang dimiliki oleh Telkom Flexi dengan jumlah BTS yang dimiliki oleh operator seluler seperti Telkomsel yang memiliki telah 1356 BTS adalah 169/1356 = 0,12. Seharusnya kondisi ideal perbandingan satu BTS Telkom Flexi sama dengan tiga BTS jaringan seluler, dengan kata lain rasio ideal antara BTS CDMA dengan GSM di dalam satu wilayah adalah 0,3. Maka jumlah BTS yang dimiliki oleh Telkom Flexi saat ini, menjadi rekomendasi bagi Telkom Flexi untuk menyediakan infrastruktur jaringan dan BTS yang memadai demi menjamin kualitas layanan. Indikator lain bahwa jumlah BTS yang dimiliki oleh Telkom Flexi saat ini masih jauh dari kondisi ideal adalah masih sering terjadinya Drop call di beberapa kota besar. Data mengenai prosentase antara panggilan yang sukses dengan panggilan yang Drop call akan disajikan pada evaluasi sub-atribut Drop call.

commit to user

masih jauh dari jumlah ideal maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut jumlah BTS yang tersedia menjadi indikator kekuatan minor yang akan diberi score nilai +2.

2. Coverage Telkom Flexi

Menurut data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV, coverage atau area yang mampu dijangkau oleh Telkom Flexi hingga Desember 2011 telah mampu menjangkau 745 kecamatan dari 46 kabupaten yang ada di wilayah Regional Jateng & DIY. Apabila dibandingkan dengan kompetitor utama yang bergerak di segmen industri layanan yang sama yakni Bakrie Esia, maka coverage Telkom Flexi unggul. Karena berdasarkan data internal PT. Bakrie Telecom Area Regional Jateng & DIY, hingga September 2011 perusahaan Bakrie Esia telah menjangkau 436 kecamatan dari 41 kabupaten di Regional Jateng & DIY. Namun apabila coverage layanan Telkom Flexi ini dibandingkan dengan operator penyedia layanan telekomunikasi seluler, maka coverage Telkom Flexi masih jauh berada di bawah coverage yang mampu oleh dilayani oleh perusahaan operator seluer seperti Telkomsel dan Indosat. Data mengenai coverage dari layanan Telkom Flexi dan kompetitor dapat dilihat pada lampiran L-4.8. Karena coverage yang dimiliki oleh Telkom Flexi Area Jateng & DIY unggul dari kompetitor utama pada segmen yang sama yakni Bakrie Esia namun masih berada jauh di belakang layanan selular, maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut coverage yang tersedia akan diberi score nilai +2.

3. Number of Connections are Installed and Available Network

Berdasarkan data internal PT. Telkom Divre IV, Telkom Flexi merupakan market leader pada segmen industri penyedia layanan fixed wireless access di regional Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jakarta dengan pangsa pasar sebesar 56,91 %. Sementara itu, tingkat penetrasi pasar pelanggan pengguna layanan telekomunikasi fixed wireless access di Regional Divre IV masih sangatlah rendah, yakni baru mencapai 11,47 % dibanding dengan seluler yang untuk area Divre IV penetrasinya telah

commit to user

dominasinya sebagai market leader serta meningkatkan pangsa pasarnya masih terbuka lebar karena masih rendahnya tingkat penetrasi pasar pengguna layanan FWA di Regional Divre IV, serta didukung juga oleh ketersediaan jaringan yang memungkinkan masuknya calon pelanggan baru. Berdasarkan data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV, tingkat penggunaan jaringan Fixed Wireless Access di Regional Divre IV milik Telkom Flexi baru mencapai 65,16 %. Hal ini merupakan indikator kunci kekuatan Telkom Flexi dalam memanfaatkan peluang penetrasi pasar segmen fixed wireless access yang masih sangat rendah. Maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut jumlah jumlah jaringan yang masih tersedia akan diberi score nilai 4 karena Telkom Flexi unggul dari sisi penyediaan jaringan dibandingkan dengan kompetitornya dari segmen FWA berbasis CDMA dan seluler. Data mengenai perbandingan jumlah kapasitas terpasang dan jaringan yang tersedia dapat dilihat pada lampiran L-4.9 .

4. Drop call

Berdasarkan data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV periode 2010- 2011, Drop call Flexi secara nasional adalah 4,45 % dan untuk Divre IV Jateng & DIY sebesar 3,67%, angka tersebut termasuk tinggi karena apabila dibandingkan target Drop call yang ditetapkan oleh perusahaan periode 2010-2011 yakni sebesar 0 %. Drop call Telkom Flexi Divre IV Jawa Tengah dan DIY lebih tinggi dibandingkan kompetitor utama dari segmen FWA lainnya yakni Bakrie Esia dan operator seluler lainnya seperti Indosat dan Telkomsel. Data mengenai prosentase Drop call panggilan untuk Flexi, operator FWA lainnya dan seluer dapat dilihat pada lampiran L-4.10.

Berdasarkan hal tersebut, maka atribut Physical and Operational Resource sub-atribut Drop call panggilan menjadi kelemahan yang dimiliki oleh Telkom Flexi, karena tingkat Drop Call Telkom Flexi masih kalah apabila dibandingkan dengan operator penyedia layanan lainnya baik dari segmen fixed wireless access dan seluluer. Maka Internal Factor Evaluation

commit to user

diberi score nilai 4 berdasarkan kriteria penilaian : - Drop call 1-1.5%

= skor bobot -1

- Drop call 1.5-2.25%

= skor bobot -2

- Drop call 2.26%-3%

= skor bobot -3

- Drop call > 3%

= skor bobot -4

E. Human Resource

1. Kualitas Sumber Daya yang Dimiliki Perusahaan

Dalam beberapa tahun terakhir ini, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk selaku head holding dari PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY, melakukan perubahan mendasar dalam pengelolaan Sumber Daya dengan cara mengubah konsep human resources menjadi human capital. TELKOM melihat bakat karyawan (keterampilan individu, pengetahuan, sikap, kecerdasan, keahlian, pengalaman, kelayakan, kemampuan, kesesuaian, wewenang, pelatihan, pendidikan, kreativitas dan nilai tambah lainnya) sebagai aset perusahaan untuk mendorong pembentukan sebuah organisasi pembelajaran. Kinerja TELKOM selama ini sangat tergantung dari kualitas dan profesionalisme karyawannya. Agar dapat terus menciptakan nilai tambah dari sisi sumber daya manusia, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk melakukan proses penggeseran paradigma pengelolaan SDM untuk menyelaraskan kembali karyawannya agar dapat berpartisipasi dalam bisnis new wave yang terus tumbuh. Dengan mengacu kepada Rencana Induk Human Capital, upaya transformasi SDM difokuskan untuk mengarahkan transformasi bisnis menuju bisnis new wave melalui perencanaan SDM, termasuk pengembangan kompetensi dan pengelolaan keahlian. Pada tahun 2010, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memusatkan perhatian untuk mengawal transformasi bisnis yang mengarah kepada bisnis new wave sebagaimana tertuang dalam Rencana Induk Human Capital . Di dalam Rencana Induk tersebut terdapat arahan bagi perencanaan SDM yaitu penekanan pada rekrutasi dan peningkatan kompentensi yang selaras dengan bisnis new wave serta penerapan

commit to user

dengan bisnis new wave. Di samping itu, TELKOM melakukan transformasi organisasi untuk mendukung bisnis new wave antara lain dengan membentuk Divisi TELKOM

) yang independen. Dalam pengelolaan SDM, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk telah membangun pengelolaan keahlian, direktori kompetensi dan kebijakan pengembangan kompetensi yang mengarah kepada tercapainya tujuan perusahaan dalam bisnis new wave. Tujuan perubahan konsep dari human resources ke human capital adalah untuk memberikan kesempatan berkarir yang lebih luas bagi karyawan yang berkinerja baik, sehingga kualitas dan profesionalisme karyawan dapat dikembangkan. Dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk telah mengubah cara berpikir dalam pengelolaan SDM dengan menjadikan departemen SDM sebagai Penjaga Ni

Guard of Value yang mempunyai lima peran utama (ahli administratif, karyawan yang unggul, agen perubahan, partner bisnis strategis dan kepemimpin SDM). Dengan melakukan hal tersebut, maka PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk berharap agar semangat dan loyalitas karyawan dapat meningkat sehingga mereka dapat memberikan kontribusi terbaik bagi perusahaan. Menurut Kepala Kandatel Divre IV Yogyakarta, saat ini program pensiun dini telah diadakan untuk mengurangi kompetensi yang tidak relevan dengan bisnis new wave, akan tetapi program ini belum berjalan dengan optimal. Pernyataan Kandatel tersebut dapat terlihat dari usia rata-rata karyawan yang masih aktif bekerja di PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY yang tergolong telah berada di ambang batas usia produktif karyawan untuk bekerja yakni diatas 40 tahun. Total ada 60% karyawan selevel staff dan eksekutif yang berusia di atas 40 tahun. Dan dari Keseluruhan karyawan yang berusia di atas 40 tahun tersebut, 70% diantaranya merupakan karyawan selevel staff dengan pendidikan D3 yang telah bergabung di Telkom sejak PT. Telekomunikasi Indonesia tbk masih berstatus sebagai PERUM. Lebih jauh menurut Kepala Kandatel Divre IV Yogyakarta, semestinya usia rata-rata karyawan berada di bawah 35 tahun

commit to user

manusia TELKOM yakni untuk menjaga serta meningkatkan kompetensi sumber daya manusia sehingga mampu menyelaraskan diri dengan tiap tantangan perubahan lingkungan bisnis telekomunikasi yang tergolong sangat cepat. Atas dasar tersebut maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub- atribut kualitas sumber daya manusia akan diberi bobot score -2 yang berarti merupakan faktor kunci kelemahan internal karena meski telah memiliki visi perubahan paradigma pengelolaan sumber daya manusia dari human resource menjadi human capital, PT. Telkom Divre IV belum mampu mentransformasikan secara total dan menyeluruh paradigm value dalam pengelolaan sumber daya manusia tersebut ke dalam proses bisnisnya. Data mengenai jumlah karyawan, usia, dan level pendidikan dari karyawan PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY dapat dilihat pada L-

4.11.

2. Ketersediaan Sistem Manajemen Pengukuran dan Peningkatan Mutu Karyawan yang Berkelanjutan.

TELKOM menggunakan Competency Based Human Capital Management

C dalam mengukur kualitas sumber daya yang dimiliki perusahaan. CBHCM telah digunakan sejak tahun 2007 yang pada awalnya digunakan untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya. Pada tahun 2009, CBHCM telah digunakan secara penuh untuk mengukur kinerja karyawan , menentukan tingkat gaji dan membangun kompetensi. Berdasarkan hal tersebut, Telkom juga akhirnya memperbarui direktori kompetensi dan membangun sebuah Master Plan untuk memberikan arah bagi pengembangan SDM untuk periode 2008- 2011. Kebijakan CBHCM telah mencakup beberapa bidang, antara lain:

Pengembangan Kompetensi: dilakukan pemutakhiran Direktori Kompetensi agar dapat mendukung aplikasi assessment tool, kemudian dilakukan juga evaluasi terhadap aplikasi assessment tool tersebut dan

commit to user

dengan transformasi perusahaan menjadi perusahaan InfoComm; Manajemen Karir: dilaksanakannya job tender dan fit and proper test untuk posisi tertentu dengan memperhitungkan kecocokan profil; Manajemen Kinerja: di lakukan evaluasi dan pengembangan terhadap aplikasi assessment tool dengan penambahan sistem pengukuran

kompetensi 3600, yang keduanya ditujukan untuk membangun kompetensi dengan tujuan mengurangi penilaian sendiri dan menambah penilaian oleh atasan.

Sistem Model Competency Based Human Capital Management

C merupakan model yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Telkom. Model pengukuran sistem manajemen sumber daya manusia ini merupakan model pengukuran baru dan PT. Telkom berhasil menjadi pelopor di dalam pengaplikasian model pengukuran jenis ini untuk sektor perusahaan industri layanan telekomunikasi sehingga diikuti oleh perusahaan operator layanan telekomunikasi yang lain. Selain itu, Telkom merupakan satu-satunya perusahaan operator layanan telekomunikasi yang diberikan hak untuk menyelenggarakan training dan mengeluarkan lisensi CBHCM kepada perusahaan penyedia layanan telekomunikasi yang lain. Ini merupakan indikator kelebihan sumber daya manusia yang dimiliki oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, tbk termasuk Telkom Flexi Divre IV yang tidak dapat ditiru dan dimiliki oleh perusahaan pesaing. maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut sistem pengukuran dan peningkatan mutu sumber daya manusia akan diberi bobot score 4.

commit to user

A. Lingkungan Umum

1. Stabilitas dan Trend Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Menurut Manager Area Flexi Kandatel Yogyakarta, perubahan pada ekonomi di Indonesia, regional dan global dapat mempengaruhi kinerja PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan secara otomatis akan mempengaruhi juga PT. Telkom Divre IV Jateng &DIY. Dua peristiwa signifikan yang mempengaruhi ekonomi Indonesia adalah krisis di tahun 1997 dan krisis ekonomi global yang dimulai pada tahun 2007. Krisis ekonomi tahun 1997 mempengaruhi seluruh kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, krisis ekonomi muncul karena krisis kredit rumah di AS menekan ekonomi Indonesia walaupun tidak seburuk tahun 1997. Krisi kredit rumah di Amerika Serikat berakibat pada paruh kedua tahun 2010 dan awal tahun 2011, nilai tukar Euro mengalami tekanan yang kuat, terutama disebabkan oleh dari defisit anggaran yang terjadi di Portugal, Spanyol, Yunani, Irlandia dan Italia. Krisis Euro sangat berpengaruh pada sektor finansial, meski tidak memiliki dampak yang signifikan atau nyata pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang diperkirakan Pemerintah akan tetap positif pada tahun 2012. Namun, lebih jauh menurut Manager Flexi Area Divre IV Kandatel Yogyakarta menjelaskan apabila krisis berlangsung berkepanjangan, perusahaan tidak dapat menjamin tidak adanya dampak yang material dan merugikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia serta konsekuensinya terhadap usaha milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Di masa lalu, volatilitas ekonomi memiliki dampak material dan negatif pada kualitas dan pertumbuhan bisnis di Indonesia selain faktor lain seperti depresiasi mata uang, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan suku bunga, kenaikan inflasi dan melemahnya daya beli masyarakat serta gejolak sosial. Selama tahun 2011, ekonomi Indonesia terbilang stabil seperti terlihat dari stabilitas nilai tukar Rupiah sekitar Rp 9.000 per Dollar AS dan suku bunga SBI pada 6,75% per tahun, inflasi single digit dalam dua tahun

commit to user

jaminan bahwa tidak akan terjadi lagi ketidakstabilan ekonomi di masa mendatang yang tidak akan mempengaruhi kinerja bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Kondisi ekonomi yang merugikan dapat berakibat pada muramnya kegiatan ekonomi, berkurangnya pendapatan yang tersedia bagi konsumen untuk dibelanjakan dan mengurangi daya beli konsumen. Hal ini akan mengurangi permintaan akan layanan komunikasi termasuk layanan telekomunikasi milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan ini tentu dapat berpengaruh pada bisnis, kondisi finansial dan hasil usaha serta prospek keuangan perusahaan. Mata uang fungsional yang digunakan Indonesia adalah Rupiah. Salah satu hal terpenting yang menyebabkan krisis ekonomi di Asia dan berdampak pada perekonomian di Indonesia adalah depresiasi dan volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya, seperti Dolar AS. Sejak tahun 2007 hingga 2011, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS berada di kisaran terendahnya dari Rp 12.400 per Dolar AS sampai dengan Rp 8.460 per Dolar AS. Akibatnya dari sisi voltalitas mata uang Rupiah terhadap Dollar AS, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk mencatat keuntungan sebesar Rp 43 miliar pada tahun 2010, serta mencatat kerugian sebesar Rp 210 miliar pada tahun 2011. Pada tanggal 31 Desember 2011, nilai tukar Rupiah/Dolar AS berada di level Rp9.067,5 per Dolar AS. Meskipun nilai tukar Rupiah relatif stabil terhadap Dolar AS sepanjang tahun 2011, tren ini dapat berubah jika kondisi ekonomi global berubah. Saat Rupiah terdepresiasi terhadap mata uang lainnya pada tanggal 31 Desember 2011, kewajiban perusahaan dalam denominasi Dolar AS hutang usaha, hutang pembelian (procurements payable), pinjaman dalam mata uang asing dan hutang obligasi seharusnya menjadi meningkat dalam Rupiah. Depresiasi mata uang Rupiah akan mengakibatkan kerugian dalam penukaran mata uang asing, mempengaruhi pendapatan lain-lain dan laba bersih perusahaan serta mengurangi jumlah dividen yang akan diterima oleh pemilik saham American Depository. Perusahaan tidak dapat

commit to user

masa depan dengan sukses atau mencegah dampak risiko mata uang itu terhadap usaha yang dimiliki. Selain itu, Rupiah kini telah bebas dipertukarkan dan dikirimkan dari waktu ke waktu, Bank Indonesia (bank sentral Indonesia) telah melakukan intervensi di pasar mata uang sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakannya, baik dengan melepas Rupiah atau dengan menggunakan cadangan devisanya untuk membeli Rupiah. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk tidak dapat menjamin bahwa kebijakan nilai tukar mata uang mengambang yang diterapkan Bank Indonesia saat ini tidak akan berubah atau Pemerintah akan mengambil langkah tambahan untuk menstabilkan, menjaga atau menaikkan nilai tukar Rupiah dan jika salah satu dari langkah ini diterapkan, akan berhasil. Perubahan pada kebijakan nilai tukar mata uang mengambang dapat berdampak signifikan pada kenaikan suku bunga domestik, kurangnya likuiditas, kontrol modal atau pasar, atau penahanan bantuan keuangan oleh lembaga pemberi pinjaman multinasional. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi, resesi ekonomi, kredit macet dan secara otomatis akan mengakibatkan menurunnya penggunaan layanan telekomunikasi oleh pelanggan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan akibatnya, perusahaan pun akan menghadapi kesulitan mendanai belanja modal dan menerapkan strategi usaha. Akibat lainnya dapat berupa dampak material terhadap bisnis, kondisi keuangan, hasil operasi dan prospek usaha perusahaan. Penurunan peringkat kredit pemerintah atau Perusahaan di Indonesia juga dapat mempengaruhi bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Pada tanggal Laporan Tahunan, utang jangka panjang berdenominasi mata uang asing Indonesia dinilai

jangka pendek berdenominasi mata uang asing

peringkat

commit to user

ini mencerminkan kemampuan pemerintah untuk memenuhi utang dan kesediaan untuk memenuhi komitmen keuangannya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Manager Area Flexi Divre IV Kandatel Yogyakarta, saat ini kecil kemungkinan lembaga-lembaga ini melakukan peninjauan atau perubahan peringkat menjadi lebih buruk dari tahun ini. Namun, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk pun tidak dapat menjamin bahwa Moody, Standard & Poor, Fitch atau perusahaan pemeringkat lainnya tidak akan mengubah atau menurunkan rating kredit Indonesia atau perusahaan-perusahaan di Indonesia. Setiap penurunan tersebut dapat berdampak negatif terhadap likuiditas pasar finansial Indonesia, kemampuan Pemerintah dan perusahaan di Indonesia, termasuk PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, untuk mengumpulkan tambahan dana dan tingkat suku bunga dan kondisi komersial lainnya dimana dana tambahan tersedia. Suku bunga atas utang berdenominasi Rupiah dengan tingkat bunga mengambang juga akan meningkat. Peristiwa semacam itu dapat berdampak material dan merugikan terhadap PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, kondisi finansial, hasil operasi dan prospek usaha perusahaan.

2. Stabilitas Politik Indonesia

Perubahan politik di Indonesia ditandai dengan keberhasilan dilaksanakannya pemilihan umum langsung untuk memilih presiden, wakil presiden, pimpinan kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat pusat dan daerah (DPR dan DPRD) pada tahun 2004. Proses ini dengan sukses berlanjut pada tahun 2009 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih untuk kedua kalinya. Demikian halnya pada tingkatan daerah, pemilihan-pemilihan kepala daerah dilaksanakan selama tahun 2010 dan 2011 tanpa adanya insiden. Isu-isu terkait dengan ketenagakerjaan telah mengemuka di Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah menetapkan sebuah undang-undang ketenagakerjaan baru yang memberikan perlindungan lebih besar kepada para pekerja. Hal ini mendorong pergerakan kaum buruh jika mereka

commit to user

mereka. Seperti demo besar-besaran yang terjadi dalam perayaan hari buruh awal Mei 2012, dimana demonstrasi buruh pada saat itu sempat melumpuhkan aktivitas operasional perusahaan khususnya perusahaan yang berada di kamar/kawasan industri seperti Jakarta, Cikarang, Ungaran, dan Sidoarjo. Lebih jauh, menurut surat kabar harian Kompas edisi 12 Desember 2011, Indonesia telah berpengalaman mengalami gejolak sosial yang disebabkan oleh separatisme khususnya di Aceh di masa lalu dan belakangan ini di Papua saat ini. Negara ini juga pernah bersinggungan dengan konflik antar etnis, misalnya di Kalimantan dan juga konflik antar agama di Maluku dan Poso. Dimana konflik tersebut berhasil diselesaikan dengan proses mediasi damai. Menurut pernyataan survei LSI (2008), setiap tahun warga Indonesia menjadi lebih dewasa dalam menyikapi masalah politik dan demokrasi, serta dalam mengekspresikan pendapat mereka di depan publik dan dalam mengatasi perbedaan etnik dan agama. Namun, perkembangan politik dan sosial di Indonesia tidak dapat diprediksi, sebagaimana yang terjadi di masa lalu dan tidak ada jaminan bahwa gejolak sosial dan sipil tidak akan terjadi di masa depan dalam skala yang lebih luas atau gejolak tersebut, secara langsung atau tidak langsung, berdampak negatif dan material terhadap bisnis, kondisi keuangan, hasil operasi dan prospek usaha perusahaan.

3. Stabilitas Keamanan di Indonesia

Aksi terorisme di Indonesia dapat mengganggu Indonesia, yang dapat berpengaruh pada bisnis, kondisi keuangan dan hasil operasi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, serta harga saham PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk di pasar modal. Dalam tujuh tahun terakhir, telah terjadi beberapa insiden teror di Indonesia diantaranya insiden pengeboman di Sulawesi Tengah pada bulan Mei 2005, insiden bom Bali pada bulan Oktober 2005 dan pengeboman JW Marriot dan Ritz Carlton Hotel pada bulan Juli 2009. Meski Pihak kepolisian telah berhasil menangani beberapa aktivitas teror dalam beberapa tahun terakhir ini dan menangkap

commit to user

teror yang telah terjadi tersebut dan memberikan dampak yang negatif pada investasi dan tingkat kepercayaan serta kinerja ekonomi Indonesia, dan juga dapat menyebabkan kerugian material pada bisnis, kondisi keuangan dan hasil operasi serta prospek usaha dan harga pasar dari surat berharga milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk di pasar modal. Seperti aksi teror di JW Marriot dan Ritz Carlton Hotel pada bulan Juli 2009 telah membuat beberapa portofolio saham unggulan di pasar bursa mengalami penurunan yang diakibatkan ketidakpercayaan investor kepada pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia, saham milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk mengalami penurunan sebesar 23,1 persen akibat aksi teror tersebut. Walaupun pihak kepolisian terus meningkatkan kemampuan anti terorisnya, tidak ada jaminan bahwa kegiatan teroris tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang, atau apabila hal tersebut terjadi, hal tersebut tidak akan berdampak pada kegiatan bisnis atau harga pasar saham di pasar modal Indonesia. Jaringan milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, terutama akses kabel jaringan juga menghadapi potensi ancaman keamanan, seperti pencurian atau perusakan yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap hasil operasional perusahaan. Jaringan dan peralatan, khususnya jaringan akses kabel milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, menghadapi potensi ancaman keamanan baik fisik dan cyber. Ancaman fisik termasuk pencurian dan perusakan peralatan pendukung operasional dan serangan terorganisir terhadap infrastruktur utama dengan maksud mengganggu kegiatan operasi. Selain itu, perusahaan telekomunikasi di seluruh dunia menghadapi peningkatan ancaman keamanan cyber sementara kegiatan bisnis menjadi semakin tergantung pada telekomunikasi dan jaringan komputer dan mengadopsi teknologi cloud computing. Ancaman keamanan cyber termasuk upaya msendapatkan akses tidak sah ke sistem PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk atau memasukkan virus komputer atau

commit to user

konsumen dan informasi sensitif lainnya, merusak data atau mengganggu operasional jaringan milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Akses yang tidak sah juga dapat diperoleh melalui cara-cara tradisional seperti pencurian komputer laptop, perangkat data portable dan ponsel serta pengumpulan intelijen pada karyawan yang memiliki akses. Meskipun hingga saat ini PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk khususnya PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY belum pernah mengalami serangan cyber yang kuat, serangan cyber yang berhasil dapat membuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk mengeluarkan biaya yang besar untuk memperbaiki kerusakan atau mengembalikan data, menerapkan perubahan organisasi yang besar dan melakukan pelatihan untuk mencegah serangan serupa di masa yang akan datang serta kehilangan pendapatan dan biaya litigasi akibat dari penyalahgunaan informasi sensitif, dan menyebabkan rusaknya reputasi yang nyata. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk melakukan langkah-langkah pencegahan dan perbaikan, termasuk meningkatkan kerjasama dengan kepolisian, terutama di daerah yang rawan terhadap kegiatan kriminal dan secara teratur melakukan peningkatan keamanan data milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Namun demikian, tidak ada jaminan langkah-langkah pengamanan fisik dan cyber yang telah dilakukan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk akan berhasil. Kerusakan pada jaringan, peralatan atau data milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan kebutuhan untuk memperbaiki kerusakan sebagai akibat dari serangan fisik dan cyber dapat mengganggu bisnis, kondisi keuangan dan hasil operasi secara material.

4. Aturan Regulasi BRTI

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk beroperasi di area hukum dan undang- undang yang tengah mengalami perubahan signifikan. Perubahan Ini akan menimbulkan peningkatan kompetisi, berujung pada penurunan margin dan pendapatan operasional, di antaranya akan memberikan efek material negatif kepada Telkom Group beserta anak perusahaannya. Reformasi peraturan telekomunikasi Indonesia yang telah dimulai oleh Pemerintah

commit to user

penghilangan hambatan bagi masuknya dan terjadinya persaingan. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, volume dan kompleksitas dari perubahan peraturan telah mengakibatkan kondisi peraturan yang tidak menentu. Selain itu, sejalan dengan perubahan peraturan dan hukum di sektor telekomunikasi Indonesia, perusahaan pesaing yang memiliki sumber daya lebih besar dari pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, dapat memasuki ke sektor telekomunikasi Indonesia dan bersaing dengan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. dalam melayani jasa telekomunikasi. Lebih jauh lagi, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk tidak mungkin mengantisipasi kebijakan yang dapat diterapkan pada teknologi baru. Perusahaan memperoleh pendapatan signifikan dari melayani jasa interkoneksi karena PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki jaringan terbesar di Indonesia dan para pesaingnya harus membayar tarif untuk menghubungkan dengan jaringan milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi

tahun yang dilaporkan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan Telkomsel sebagai penyedia layanan yang dominan, dengan Indosat

jaringan selulernya dijadikan perbandingan. Berdasarkan kebijakan Kemenkominfo, tarif layanan interkoneksi saat ini yang berlaku, efektif pada tahun 2011, telah menurunkan tarif rata-rata sebesar 1,5% hingga 3,0% dibandingkan dengan tarif yang berlaku efektif pada tahun 2008. Lihat

Sebagai contoh lain, pada tahun 2008, Pemerintah mensyaratkan operator telekomunikasi untuk memperbolehkan para pesaing itu untuk memanfaatkan menara mereka tanpa ada diskriminasi. Para pesaing PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dapat menikmati potensi penghematan biaya yang besar daripada yang PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. lakukan karena perusahaan memiliki jaringan terbesar dan telah berinvestasi untuk membangun menara di berbagai wilayah.

commit to user

memperoleh akses ke wilayah-wilayah yang sebenarnya mereka tidak dapat mengaksesnya karena sangat jarang atau tidak ada menara telekomunikasi berada di wilayah perkotaan yang padat penduduk sedangkan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki lebih sedikit manfaat karena PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk telah menguasai lokasi di beberapa Di masa depan, Pemerintah mungkin akan mengumumkan atau menerapkan perubahan peraturan lainnya yang dapat berakibat negatif bagi bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk atau lisensi usaha yang ada. Dan perusahaan tidak dapat meyakinkan bahwa PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dapat bersaing dengan operator telekomunikasi nasional dan asing lainnya, bahwa perubahan peraturan itu tidak akan menghemat biaya para pesaing PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk atau justru sebaliknya menekan pendapatan perusahaan, atau bahwa perubahan peraturan itu, revisi atau intepretasi dari peraturan dan hukum yang berlaku saat ini atau di masa depan yang diterbitkan oleh Pemerintah tidak akan berdampak negatif bagi bisnis dan hasil-hasil usaha PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Dikeluarkannya kebijakan penghapusan layanan SMS premium oleh pemerintah juga dapat berdampak negatif bagi pendapatan Perusahaan yang berasal dari layanan telepon seluler & CDMA serta berakibat dikenakannya sanksi bagi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkomsel & Telkom Flexi, Anak Perusahaan usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki

Perusahaan

dan

mengoperasikan layanan telekomunikasi seluler & CDMA, memperoleh pendapatan yang besar dari layanan SMS Premium dalam beberapa tahun sebelumnya. Layanan ini termasuk layanan musik dan ring tones, penyediaan wall paper untuk smartphone dan gambar lainnya, pemberian suara untuk kontes tertentu dan polling serta layanan konten yang di antaranya horoskop, cuplikan

commit to user

menyerukan agar perusahaan telekomunikasi meniadakan layanan SMS Premium dan memberitahukan penghapusan layanan tersebut dengan memberi opsi untuk menghentikan langganan. Perusahaan ini juga diminta untuk menghentikan promosi layanan SMS Premium hingga pemberitahuan lebih lanjut, merangkum besaran biaya yang dikenakan untuk layanan SMS Premium dan mengembalikan jumlah yang telah didebet dari pelanggan untuk layanan SMS Premium itu, dan melaporkan secara mingguan kepada BRTI terkait tindakan yang diambil. BRTI mengambil tindakan berdasarkan keluhan yang diterima dari pelanggan karena telah dikenakan biaya atas layanan yang mereka tidak sadari telah berlangganan dan sulit untuk berhenti berlangganan dari layanan tersebut. Pelanggan lain mengeluhkan bahwa biaya yang dikenakan tidak jelas dan sulit untuk diawasi, terutama oleh pelanggan layanan telepon prabayar. BRTI telah menjelaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud melarang penyediaan layanan SMS Premium tersebut tetapi mengkaji ulang terlebih dulu jenis layanannya dan memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk memilih berlangganan atau tidak dari layanan itu. Tindakan BRTI ini mendapat dukungan dari Menkominfo. Gangguan terhadap layanan SMS Premium Telkomsel & Flexi yang disebabkan oleh tindakan BRTI telah berdampak pada turunnya pendapatan dari layanan ini. Tindakan serupa yang diambil BRTI atau Menkominfo di masa depan dapat berdampak sama yaitu mengurangi atau membatasi pertumbuhan pendapatan Telkomsel & Telkom Flexi dari layanan ini atau produk terkait atau produk baru. BRTI atau Menkominfo juga dapat mengambil tindakan yang lebih agresif yang dapat mengganggu penyediaan produk Telkomsel atau mengenakan denda atau sanksi administratif lainnya. Salah satu faktor ini dapat berdampak materil maupun negatif terhadap operasional dan kondisi keuangan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

commit to user

Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk konfigurasi menara BTS dapat menunda pendirian menara BTS baru atau mengubah penempatan menara yang ada dan mengurangi posisi kepemimpinan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan mewajibkan perusahaan membagi menara dengan pesaing. Pada tahun 2008 dan 2009, Pemerintah mengeluarkan peraturan terkait pembangunan, utilisasi dan pembagian menara BTS. Menyusul regulasi berdasarkan peraturan tersebut, pembangunan menara BTS memerlukan izin dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk menentukan penempatan menara, lokasi dimana menara dapat dibangun, dan juga untuk menentukan biaya lisensi untuk membangun infrastruktur menara. Peraturan tersebut juga mewajibkan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk untuk membiarkan operator lain dapat meminjam ruang dan menggunakan menara telekomunikasi tanpa ada diskriminasi. Peraturan ini juga dapat berdampak negatif terhadap alokasi pembangunan atau rencana ekspansi dari menara BTS karena pengembangan menara baru akan lebih rumit. Peraturan ini juga berdampak buruk bagi menara BTS milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yang telah ada jika pemerintah membuat perubahan regulasi terhadap penempatan menara yang telah ada. Persyaratan untuk membagi ruang dalam menara seluler (Telkomsel) dan menara telepon nirkabel tidak bergerak (Telkom Flexi) juga akan merugikan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai pemimpin pasar dan mengizinkan pesaing untuk berkembang cepat, terutama di daerah perkotaan, dimana tempat ruang baru bagi menara tambahan akan sulit untuk didapatkan. Efektif 2011, Pemerintah daerah diijinkan untuk membebankan biaya hingga 2,0% dari nilai pajak menara yang dibebankan. Kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh BRTI selaku komite regulasi pertelekomunikasian merupakan ancaman yang dapat menghambat dan menghalangi kinerja pertumbuhan Telkom Flexi.

commit to user

Penduduk Indonesia sebagaimana yang dapat dilihat dalam data jumlah penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, saat ini telah menyentuh angka 237 641 326 jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa (49,79 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 119.321.070 jiwa (50,21 persen). Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah sendiri menurut data yang direlease oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebanyak 32.382.657 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 14.805.038 jiwa (45,72 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 17.577.619 jiwa (54,28 persen), jumlah ini meningkat 24.32 persen dibandingkan data sensus yang dilakukan pada periode sebelumnya. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar 0,37 persen di Kota Magelang hingga yang tertinggi sebesar 5,35 persen di Kabupaten Brebes. Median umur penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 adalah 30,06 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Jawa Tengah termasuk kategori tua. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 50,31. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 50 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Jumlah penduduk Provinsi DI Yogyakarta adalah sebanyak 3.457.491 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 2.297.261 jiwa (66,44 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak

1 160 230 jiwa (33,56 persen). Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar 11,24 persen di Kota Yogyakarta hingga yang tertinggi sebesar 31,62 persen di Kabupaten Sleman . Median umur penduduk Provinsi DI Yogyakarta tahun 2010

commit to user

Yogyakarta termasuk kategori tua. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah dan DI Yogyakarta selama 10 tahun terakhir yang berakhir pada tahun 2010, tergolong tinggi yakni sekitar 1-2%. Disamping laju tingkat pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi, tingkat pendapatan per kapita serta tingkat belanja konsumsi kebutuhan dasar per-kapita di regional Divre IV Jateng & DIY juga mengalami peningkatan sebesar 13,27% dan 9,93 % dibanding tahun 2009. Rata-rata usia penduduk di Divre IV Jateng & DIY yang berada di dalam usia angkatan kerja pun tergolong usia yang masih sangat produktif yakni 29,23 tahun dan 30,25 tahun. Meningkatnya pendapatan per-kapita provinsi, tingkat konsumsi per-kapita provinsi, serta rata-rata usia angkatan kerja provinsi Jateng & DIY yang tergolong tinggi merupakan indikator trend positif pertumbuhan ekonomi provinsi Jateng & DIY, dan akan berdampak pada meningkatnya tingkat kesejaheraan dan konsumsi terhadap produk atau jasa termasuk produk atau jasa telekomunikasi. Hal ini merupakan indikasi peluang/opportunites bagi pertumbuhan produk Telkom Flexi. Dan akan diberikan score 4 karena merupakan indikator peluang/opportunities yang dapat dimanfaatkan, pertumbuhan penduduk tinggi dengan.

6. Densitas Telepon

Menurut Manager Flexi Area Divre IV Jateng & DIY, sejak pertama kali di-launching dalam waktu kurang dari 3 tahun (2002-2005) Telkom Flexi telah mendapatkan 3,5 juta pelanggan. Sementara itu operator CDMA lain seperti Mobile 8, Bakrie dan Indosat juga mulai gencar memperebutkan pasar yang ada di Indonesia karena masih terbuka lebar dan masih jauh dari titik jenuh (1), karena densitas telepon waktu itu masih sekitar 9% dari total telepon tetap dan nirkabel. Angka densitas telepon sebesar 9% tersebut tergolong rendah pada saat itu. Flexibilitas jaringan Telkom Flexi apabila dibanding dengan fixed wireline access/telepon rumah menjadi

commit to user

mengakibatkan pertumbuhan Telkom Flexi saat itu sangat tinggi. Dengan rata-rata pertumbuhan 27,24% selama 5 tahun terakhir (2006-2011). Karena positioning bisnis Telkom Flexi memang disinergikan dengan fixed wireline access, untuk memanfaatkan alokasi jaringan kabel yang masih tersedia sangat tinggi, akibatnya pertumbuhan Telkom Flexi mengkanibal pertumbuhan portofolio bisnis fixed wireline access milik PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY. Meski di dalam perkembangannya Telkom Flexi ternyata telah mengkanibal potensi pertumbuhan portofolio produk/bisnis fixed wireless access , pertumbuhan telepon rumah/fixed wireless access berada di bawah 2% setiap tahunnya selama 4 tahun terakhir. Akan tetapi, dari sisi pendapatan yang dihasilkan oleh penyelenggaraan komunikasi jaringan kabel milik PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY, masih tetap tumbuh sebesar 12,58% pada tahun 2010 dan 14,27% pada tahun 2011. Hingga Desember 2011, total densitas layanan telekomunikasi berbasis fixed wireless access CDMA di Regional Divre IV Jateng & DIY adalah sebesar 17 dari 100. Densitas segmen fixed wireless access yang masih rendah ini merupakan sub atribut indikator peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Telkom Flexi.

7. Perubahan Pola Pikir dan Perilaku Masyarakat Dalam Merespon

Teknologi. Saat ini perkembangan teknologi telekomunikasi dengan mode mobile

telecommuncation telah berhasil menggeser personal computer. Beberapa functional tasking yang dulu tidak dapat dilakukan oleh handphone seperti membuka dan mengedit data baik kuantitatif ataupun kualitatif kini telah dapat dilakukan melalui handphone sejak diluncurkannya handphone jenis smartphone .

International Data Corporation (IDC), pasar smartphone di Indonesia diperkirakan akan terus bertumbuh hingga 68% hingga akhir 2011, sehubungan dengan maraknya smartphone- smartphone dengan harga yang lebih murah dan terjangkau seperti produk-produk dari HTC, Samsung, dll. Dengan ini, pengguna smartphone diperkirakan akan terus bertambah. Penggunaan smartphone secara

commit to user

penggunanya. Sebagai contoh, di antara pengguna Blackberry, kita tidak lagi menanyakan nomor handphone pada orang yang baru kita kenal, namun menanyakaan pin BB, yaitu serangkaian kode yang menjadi identitas dari Blackberry. Selain itu, smartphone juga meningkatkan jumlah akses internet masyarakat sehari-hari. Lebih mungkin bagi seseorang yang menggunakan smartphone untuk mengakses internet secara berkelanjutan daripada menggunakan personal computer. Berdasarkan data yang di-release oleh Badan Regulasi Telekomunikasi dan Informasi (BRTI) tahun 2011, untuk pengguna layanan data yang diakses melalui telepon seluler telah tumbuh sebesar 65% dibanding tahun 2010. Dalam daftar trafik layanan komunikasi Telkomsel, misalnya, trafik data melonjak signifikan. Jika di tahun 2010 tercatat penggunaan sebesar

63 TeraByte, maka di tahun 2011 tercatat penggunaan sebesar 107 TeraByte. Seiring dengan tingginya permintaan masyarakat akan layanan data, kualitas jaringan menjadi faktor penentu keberhasilan yang signifikan. Diperlukan upaya untuk memastikan kemudahan dan kenyamanan akses komunikasi data sejalan dengan pertumbuhan pelanggan data, tersedianya pita spektrum yang memadai sehingga akan memberikan kecepatan akses terhadap beragam layanan komunikasi data yang pada akhirnya kebutuhan pelanggan di Indonesia dapat dilayani dengan optimal. Hal ini merupakan peluang sub-atribut faktor kunci penentu keberhasilan eksternal.

Lebih jauh menurut IDC, smartphone pada awalnya didesain bagi kalangan eksekutif-eksekutif yang memerlukan akses data dan kemudahan-kemudahan pekerjaannya. Sebaliknya, pemakai smartphone di Indonesia malah sebagian didominasi oleh anak-anak muda dan ABG, bahkan anak usia SD. Sebagaimana kita tahu, anak-anak maupun remaja belum memiliki kematangan emosional dan pengetahuan moral yang cukup, sehingga mereka mudah terpengaruh oleh lingkungan luar. Kebanyakan dari mereka menggunakan smartphone hanya karena ikut- ikutan teman, maupun terpengaruh tren dan perkembangan zaman, atau

commit to user

smartphone sendiri. Kebanyakan pengguna smartphone tidak menggunakan fitur dan aplikasi

smartphone secara optimal. Pengguna smartphone yang termasuk golongan para eksekutif mengaku menggunakan smartphone untuk akses push email yang memungkinkan mereka untuk mengakses email tanpa perlu membuka dengan komputer, serta fitur open office yang sangat mendukung orang-orang yang sehari-hari bekerja dengan data. Pengguna dari kalangan anak muda menggunakan smartphone karena kemudahan akses jejaring sosialnya serta aplikasi Instant Messenger. Jika menilik dari artikel yang pernah ditebitkan di Malang Post, Blackberry tipe Curve 8520 atau yang lebih dikenal dengan Gemini dengan harga kurang lebih 1,9 juta rupiah lebih laku dikalangan remaja. Sementara fitur yang ditawarkannya tidak terlalu mutakhir, hanya sebatas pada Instant Messeging Blackberry Messenger (BBM). Hal ini mengindikasikan bahwa kebanyakan pengguna remaja secara fungsi belum memanfaatkan fungsi smartphone secara optimal.

Untuk akses internet, smartphone memerlukan koneksi berlangganan pada provider-provider tertentu dengan biaya yang bervariasi, yaitu berkisar antara lima ribu rupiah untuk paket per hari, hingga ratusan ribu untuk paket per bulan. Bagi para pengguna yang tidak cukup mampu untuk mengaktifkan layanan servis tersebut maka smartphone tinggallah ponsel biasa tanpa keistimewaan apapun. Gengsi merupakan satu faktor utama lain yang mendorong orang untuk ikut-ikutan menggunakan smartphone.

Kisaran harga smartphone memang lebih tinggi dari jenis-jenis handphone lainnya. Sebagai contoh, merk Blackberry yang diproduksi oleh RIM memiliki harga jual sekitar 2-7 juta di Indonesia. Sementara produk smartphone keluaran Apple bisa mencapai harga sekitar 7 jutaan per unitnya. Padahal untuk tipe-tipe handphone biasa, kisaran harga normal berkisar antara 300 ribu hingga kurang lebih 4 juta rupiah. Dengan harga

commit to user

masyarakat dan juga akan meningkatkan prestise penggunanya. Dibawah ini merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Badan Regulasi

Telekomunikasi dan Informasi (BRTI) tahun 2011 mengenai prosentase penggunaan layanan smartphone beradasarkan fungsi dasar yang dimiliki oleh smartphone.

Gambar 4.2. Karakteristik Penggunaan Smartphone Berdasarkan data tersebut, perilaku masyarakat yang paling sering

dilakukan ketika menggunakan smartphone adalah mengakses social network seperti facebook, tweeter, dll. Yang kemudian diikuti oleh Browsing, Download, Push-Email dan lain-lain. Kecenderungan konsumen yang memiliki lebih dari satu perilaku dalam menggunakan smartphone telah dipertimbangkan di dalam riset yang telah dilakukan . Perubahan perilaku masyarakat dalam merespon trend teknologi smartphone yang masuk ke Indonesia, telah mengalami pergeseran yang signifikan. Kini tidak hanya menggunakan handphone sebagai pendukung kebutuhan voice dan sms saja, tetapi fungsi handphone kini telah mengganti fungsi personal computer (PC). Hal ini merupakan indikator peluang faktor kunci penentu keberhasilan eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh Telkom Flexi. Akan tetapi diperlukan upaya untuk memastikan kemudahan dan kenyamanan akses komunikasi data sejalan

commit to user

memadai sehingga akan memberikan kecepatan akses terhadap beragam layanan komunikasi data yang pada akhirnya kebutuhan pelanggan di Indonesia dapat dilayani dengan optimal.

B. Lingkungan Industri & Persaingan.

1. Intensitas Persaingan dari Operator Lain

Intensitas persaingan segmen telepon tetap tanpa kabel (fixed wireless access) untuk area Jateng & DIY cenderung tinggi dan merupakan ancaman yang harus dihadapi bagi pertumbuhan Telkom Flexi. Indikator untuk menilai intensitas persaingan operator lain terhadap Telkom Flexi dapat dilihat dari biaya investasi dan biaya untuk promosi yang dialokasikan oleh perusahaan pesaing Telkom Flexi seperti Esia, Star One dan SmartFren. Bakrie esia dan Smart Fren merupakan operator penyedia layanan telekomunikasi yang gencar melakukan promosi serta reinvestasi dalam bentuk perangkat jaringan. Kemudian diikuti oleh Telkom Flexi dan Esia. Bakrie Esia dan SmartFren sepanjang tahun 2010-2011 telah melakukan reinvestasi dalam bentuk perangkat jaringan sebesar 59,21 milyar dan 42,67 milyar, sementara biaya promosi kedua perusahaan operator pesaing Telkom Flexi tersebut mengalami peningkatan yang signifikan sepanjang tahun 2010-2011, yakni menjadi 3,12 milyar dan 2,21 milyar untuk kedua operator Bakrie Esia dan Smart Fren. Sementara itu Telkom Flexi sepanjang tahun 2010-2011 hanya mengeluarkan reinvestasi dalam bentuk perangkat jaringan sebesar 6,38 milyar dan biaya promosi 942 juta. Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY harus segera berbenah dengan mengalokasikan biaya reinvestasi perangkat dan promosi yang lebih besar untuk menghadapi persaingan.

2. Ancaman Produk/Jasa Subsitusi

Menurut Manager Flexi Divre IV Kandatel Yogyakarta, produk atau jasa subsitusi untuk jasa telekomunikasi secara umum adalah Jasa Pos. Era globalisasi membuat jasa pos semakin kehilangan pasarnya karena banyak konsumen yang berpindah ke jasa telekomunikasi media elektronik seperti

commit to user

maupun harga. Jasa telekomunikasi semakin berkembang pesat karena didukung dengan penerapan teknologi yang semakin canggih dan berhasil merebut sebagian besar pasar jasa pos. Selain itu faktor keunggulan efisiensi waktu, biaya serta flexibilitas perangkat menjadikan jasa telekomunikasi lebih unggul dibandingkan jasa pos. Semakin banyaknya pengguna laptop, personal computer dan smartphone, meningkatkan jumlah pengakses internet dengan menggunakan laptop atau personal computer dan smartphone. Ini merupakan ancaman yang akan dihadapi jasa telekomunikasi khususnya bagi produk layanan dasar seperti voice , sms dan video call. Seperti kita ketahui saat ini produk-produk perusahaan pengembang content, software dan aplikasi seperti SKYPE, Yahoo Messenger , Whats Up, dan lain-lain juga menawarkan manfaat yang dapat seperti manfaat yang ditawarkan oleh produk layanan dasar perusahaan operator penyedia layanan telekomunikasi. Seperti fungsi fasilitas pengirim pesan pesan atau sms, mms, video call, voice, dll, tersedia dan dapat dilakukan juga oleh aplikasi Skype, Yahoo Messenger dan Whats Up. Ini merupakan ancaman yang dapat mengambil pasar pengguna dari penyedia layanan telekomunikasi serta menggerus pendapatan dari layanan dasar seperti sms, mms, video call dan voice. Dari segi biaya, untuk melakukan pengiriman pesan, video call, mengirim gambar dengan menggunakan aplikasi seperti Skype, Yahoo Messenger dan G-Talk, menawarkan biaya yang lebih kompetitif dibanding menggunakan jasa telekomunikasi seperti sms, mms dan video call. Karena dengan hanya membayar paket berlangganan internet sudah dapat menggunakan fasilitas dari content dan aplikasi yang fungsinya dapat menggantikan layanan dasar telekomunikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sub-atribut ancaman produk/jasa subsitusi merupakan ancaman yang mau tidak mau harus dihadapi oleh Telkom Flexi.

commit to user

Kebanyakan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia tidak membuat perangkat mereka sendiri, melainkan membeli dan bekerja sama dengan vendor baik lokal maupun internasional. Sehingga perangkat telekomunikasi sangat penting bagi perusahaan penyelenggara layanan telekomunikasi. Posisi vendor perangkat menjadi sangat penting bagi operator penyedia layanan telekomunikasi karena pada umumnya ada ketergantungan antara operator penyedia layanan telekomunikasi dan perangkat teknologi yang dalam hal ini dapat di-supplay oleh vendor. Biaya operasional dan pemeliharaan jaringan juga sangat tergantung pada model teknologi perangkat dari vendor. Kualitas dan kuantitias dari perangkat yang mampu disediakan oleh vendor sangat menentukan kualitas jasa telekomunikasi oleh operator. Vendor dalam menjual perangkat telekomunikasi juga tidak menghadapi produk subsitusi. Karena perangkat telekomunikasi yang menggunakan licensed teknologi tertentu pada umumnya dipegang oleh satu vendor sebagai pemegang licensed right . Produk yang dijual kebanyakan terdiferensiasi dengan berbagai inovasi teknologi sehingga para operator cenderung loyal terhadap vendor tertentu karena keunggulan diferensiasi tersebut. Switching cost dalam industri perangkat telekomunikasi relatif besar. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan pengaruh dari globalisasi, jumlah pemasok atau vendor semakin lama semakin bertambah, sehingga para operator penyedia layanan telekomunikasi semakin diuntungkan karena memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan tidak hanya terbatas pada satu vendor pemasok perangkat. Selain itu, kini pembelian perangkat juga telah dilakukan melalui sistem tender. Dengan demikian posisi tawar pemasok posisinya lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya, karena perusahaan penyedia layanan telekomunikasi sekarang telah memiliki kebebasan untuk memilih vendor pemasok. Dan ini merupakan indikator peluang yang dapat menjadi faktor kunci penentu keberhasilan eksternal dari perusahaan operator penyedia layanan telekomunikasi.

commit to user

Menurut Porter (1990), konsumen akan memiliki posisi tawar yang kuat apabila mereka dapat mempengaruhi perusahaan untuk menurunkan harga, meningkatkan mutu layanan atau bahkan mengadu perusahaan dengan kompetitornya. Pada segmen tetap tanpa kabel (fixed wireless access) di PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY, konsumen telah memiliki alternatif pilihan selain Telkom Flexi, yakni karena telah tersedianya produk layanan yang sama dari operator lain seperti Star One dan Esia. Semakin banyaknya produk subsitusi yang bergerak di segmen FWA, akan membuat konsumen memiliki kebebasan memilih yang lebih besar. Sehingga membuat bargain position atau posisi tawar konsumen yang dalam hal ini konsumen yang menggunakan jasa FWA semakin meningkat. Semakin besar konsumen memiliki kebebasan dalam memilih, maka konsumen akan semakin mudah memilih produk yang memiliki harga dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan. Biaya untuk switching cost konsumen termasuk rendah, teruatama pada produk prepaid karena biaya yang dibutuhkan konsumen untuk berpindah dari satu operator ke operator lainnya hanya biaya kartunya. Dan kini harga kartu perdana prepaid untuk segmen layanan seluler GSM dan FWA sangat kompetitif. Hal ini juga mengakibatkan posisi tawar konsumen untuk segmen FWA cenderung tinggi. Semakin rendahnya switching cost menyebabkan konsumen telah dapat dengan bebas memilih layanan FWA yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dan hal ini menyebabkan Bargain position atau posisi tawar konsumen untuk segmen layanan FWA tergolong tinggi dan merupakan ancaman bagi faktor kunci penentu keberhasilan eksternal.

commit to user

Ancaman pendatang baru yang masuk ke dalam industri jasa layanan telekomunikasi baik GSM ataupun FWA di Regional Jateng & DIY tergolong tinggi, karena hambatan masuk bagi pendatang dan pesaing baru dalam industri telekomunikasi juga secara umum masih tergolong sangat tinggi. Ancaman masuk bagi pendatang baru tersebut tergolong tinggi disebabkan oleh:

a. Skala Ekonomi Para pemain lama dalam industri layanan telekomunikasi telah

bermain dan berproduksi dalam skala dan area yang lebih luas, sehingga dapat menurunkan biaya dan harga. Operator penyedia layanan telekomunikasi incumbent seperti PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY telah memiliki jaringan telekomunikasi yang sangat besar dan luas sehingga mendapatkan keuntungan efisiensi biaya. Pemain baru yang akan masuk dan berproduksi dalam skala kecil akan menghadapi biaya yang tinggi, sehingga mau tidak mau akan menghadapi resiko tingginya biaya produksi, sementara perang tarif yang ditawarkan oleh operator penyedia layanan telekomunikasi baik GSM ataupun CDMA telah gila-gilaan.

b. Diferensiasi produk/Jasa Telekomunikasi. Segmen layanan seluler dan FWA saat ini telah terdiferensiasi dengan

berbagai fitur layanan yang disediakan oleh berbagai operator penyedia layanan telekomunikasi dengan switching cost konsumen yang rendah. Sementara segmen fixed wireline/PSTN cenderung tidak terdiferensiasi dan operator penyedia layanan telekomunikasi untuk segmen ini hanya di regional Jateng & DIY hanya 2 perusahaan saja yaitu Telkom dan Indosat, sehingga menyebabkan switching cost konsumen masih cenderung tinggi untuk segmen ini. Switching cost yang rendah untuk segmen seluler dan FWA menyebabkan pendatang baru harus mengeluarkan biaya yang sangat rendah untuk merebut pelanggan dari operator yang telah bermain lebih lama.

commit to user

Menurut manager Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY, industri telekomunikasi merupakan industri yang padat modal sehingga membutuhkan modal yang sangat besar untuk membangun jaringan baru maupun melakukan riset dan pengembangan teknologi. Hal ini akan mengakibatkan hambatan pesaing baru untuk ikut bermain dalam bisnis ini sangat besar.

d. Akses ke saluran distribusi Pemain lama (incumben) telah memiliki jalur distribusi yang luas dan

baik sehingga pemain baru harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengimbanginya. Operator penyedia layanan telekomunikasi incumben PT. Telekomunikasi Indonesia tbk dengan produknya Telkom Flexi, saat ini telah memiliki jalur distribusi yang luas karena produknya telah menjangkau 33 provinsi di seluruh Indonesia. Dan PT. Telekomunikasi Indonesia tbk telah memiliki jaringan kabel fiber optic dengan jangkauan paling luas dibanding operator penyedia layanan telekomunikasi lainnya yakni sepanjang 432.455 km di seluruh Indonesia. Hal ini tantu akan menyebabkan pemain baru harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengimbanginya.

e. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan pemerintah pada industri telekomunikasi di Indonesia pada

umumnya saat ini sangat mendukung privatisasi sektor telekomunikasi demi terwujudnya persaingan yang sehat. Akan tetapi beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dalah hal ini BRTI merugikan PT. Telekomunikasi Indonesia tbk. Semisal kebijakan BRTI yang mewajibkan PT. Telekomunikasi Indonesia tbk membuka channel inter-koneksi, sharing jaringan dan BTS, tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi pemain baru yang ingin masuk, karena dapat menurunkan biaya investasi. Mengingat hingga Desember 2011, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk merupakan perusahaan operator

commit to user

BTS aktif yang mendominasi dibandingkan operator pesaing. Dengan demikian, saat ini dapat disimpulkan bahwa ancaman untuk

masuknya pendatang baru dalam industri telekomunikasi secara umum masih tergolong tinggi. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ke depannya ancaman akan semakin rendah apabila kebijakan pemerintah dalam hal ini BRTI membuka ruang yang seluas-luasnya bagi pendatang baru untuk masuk dengan memanfaatkan seluruh jaringan dan fasilitas yang telah dibangun oleh PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

C. Teknologi

1. High Speed Data

Menurut Kementrian informasi dan komunikasi (Kemenkominfo), perkembangan pelanggan fixed broadband internet per 100 penduduk dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2011 per 100 penduduk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikannya terlihat semakin tinggi, dimulai dari teledensitas 0,05 untuk tahun 2005 naik hampir 16 kali lipat menjadi 0,79 pada tahun 2010, dan 1,85 per Desember 2011.

Gambar 4.3. Perkembangan telendensitas jumlah pengguna Fixed

Broadband Internet.

commit to user

2005-2010, perkembangan pelanggan mobile broadband per 100 penduduk dalam memperlihatkan kecenderungan kenaikan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 persentase pelanggan hanya 0,02% meningkat 300 kali lebih menjadi 6,41% pada tahun 2009, 16,11 % pada tahun 2010 dan 38,14% per Desember 2011.

Gambar 4.4. Perkembangan telendensitas jumlah pengguna Mobile Broadband Internet.

Telkom Flexi sebagai portofolio bisnis/ produk berbasis fixed wireless access yang dimiliki PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk mau tak mau juga harus mensinergikan kapabilitas infrastruktur yang dimiliki agar dapat memenfaatkan peluang meningkatnya permintaan akan layanan data yang yang terjadi akhir akhir ini. Pada tahun 2008, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk telah mendapatkan hak licensi atas penggunaan frekuensi EVDO untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY, dan frekuensi EVDO tersebut akan diintegrasikan dengan layanan milik Telkom Flexi untuk mendukung penyelenggaraan layanan data. Jumlah menara jaringan untuk instalasi transmitter yang beroperasi pada EVDO frekuensi perlu ditambah jumlahnya. Karena saat ini frekuensi EVDO Telkom Flexi baru dinikmati hanya di 3 kota besar saja, yaitu Yogyakarta, Semarang dan Surakarta.

commit to user

melakukan penetrasi frekuensi EVDO hingga ke tingkat kabupaten yang belum dijangkau oleh EVDO frekuensi milik Telkom Flexi.

2. Trend Smartphone yang berkembang di masyarakat

Menurut riset yang dilakukan oleh majalah Pulsa edisi November 2009, seiring perkembangan zaman dan perkembangan teknologi, kebutuhan mayarakat akan komunikasi dan akses informasi semakin berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia menggunakan berbagai jenis sarana komunikasi seperti surat, email, telepon, internet, dll. Dalam perkembangannya, alat komunikasi seperti telepon mengalami berbagai perubahan bentuk dan fungsi, sebagai contohnya handphone . Saat ini handphone telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Berbagai perusahaan produsen handphone mulai berlomba-lomba menciptakan inovasi demi inovasi untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknologi handphone. Salah satu produk inovasi handphone yang marak kita kenal pada saat ini adalah smartphone yang kini sedang menjadi tren bagi masyarakat.

Ponsel pintar atau yang dikenal dengan smartphone adalah teknologi baru yang menyerupai Personal Digital Assistant (PDA) yang memiliki berbagai fungsi dan kemudahan dalam mengakses internet (Phillippi and Wyatt, 2011). Kecanggihan smartphone dibandingkan ponsel biasa terletak pada operation system yang tangguh, kecepatan proses yang tinggi, perangkat multimedia yang mutakhir, koneksi internet terbaik dan layar sentuh.

Di Indonesia sendiri, pasar smartphone dikuasai oleh beberapa produsen smartphone terkemuka seperti Blackberry, Apple dan Samsung. Berdasarkan data yang dikutip dari AFP yang dipublikasi oleh The Australians, hingga tahun 2011, jumlah pengguna smartphone Blackberry di Indonesia sudah mencapai angka 5 juta. Angka ini diperkirakan masih akan mengalami kenaikan sekitar 20% setiap tahunnya. Indonesia jelas merupakan pasar yang luar biasa menjanjikan bagi perusahaan distributor

commit to user

yang pelan-pelan mulai memperoleh pasar di Indonesia. Jelas sekali bahwa smartphone telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia.

Menurut smartphone di Indonesia terus bertumbuh sebesar 68% hingga akhir 2011. Dan dari pertumbuhan sejumlah 68% tersebut, smart phone jenis Android merupakan jenis smartphone yang memiliki pertumbuhan paling baik sepanjang tahun 2011 yakni sebesar 31,18%, meski pangsa pasarnya masih jauh apabila dibandingkan dengan pesaingnya Black Berry.

Peluang smartphone di Indonesia untuk terus tumbuh tergolong cukup besar. Selain penetrasi ponsel jenis smartphone dibandingkan dengan ponsel yang telah ada sebelumnya baru mencapai 4,23% (hingga Desember 2011), semakin banyaknya maraknya smartphone-smartphone dengan harga yang lebih murah dan terjangkau seperti produk-produk dari HTC, Samsung, dll semakin mendorong besarnya peluang pertumbuhan ponsel jenis smartphone di Indonesia. Selain itu di sisi lain, ketergantungan smartphone terhadap akses internet untuk memaksimalkan fungsi fitur yang dimiliki dari smartphone itu sendiri telah mendorong meningkatnya jumlah akses internet masyarakat sehari-hari. Lebih mungkin bagi seseorang yang menggunakan smartphone untuk mengakses internet secara berkelanjutan daripada pengguna komputer, karena smartphone memiliki fitur-fitur yang dapat menggantikan fungsi personal computer . Ini merupakan indikator peluang faktor kunci penentu keberhasilan eksternal yang harus dimanfaatkan Telkom Flexi.

3. Security

Security merupakan layanan security berbasis TI yang bernilai tambah bagi pelanggan layanan konektivitas. Aspek ini merupakan aspek yang harus dipenuhi dan disediakan oleh setiap penyedia layanan telekomunikasi baik berbasis seluler ataupun CDMA dalam rangka menjamin kerahasiaan informasi pengguna layanan, sebagaimana yang telah dituangkan dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Regulasi

commit to user

Indonesia Tbk termasuk di dalamnya PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY telah malukan perluasan penerapan ISO 27000 (Information Security Management System ) di Tahun 2011. Pengelolaan keamanan informasi telah diterapkan sejak tahun 2006 melalui kebijakan internal Perusahaan nomor KD.57/HK-290/ITS-30/2006. Tahap demi tahap untuk area produk strategis telah dijaminkan dan disertifikasi dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 27001:2005 sejak tahun 2009. Pada tahun 2011, penerapaan ISO 27000 kembali diperluas untuk produk strategis lainnya. Kerangka kerja pengelolaan keamanan informasi di dalam tata kelola IT mengacu pada Control Objectives for Information and related

yang dituangkan sebagai kebijakan Keamanan Sistem Informasi (KD 57/Tahun 2007) meliputi: jaringan dan sarana penunjang merupakan aset informasi yang sangat penting bagi Perusahaan;

menjamin integritas aset dan informasi, sehingga dapat menjaga nilai kompetitif, arus kas, profitabilitas, kepatuhan hukum dan citra komersial Perusahaan;

penilaian risiko, penilaian keamanan, kepatuhan pada peraturan dan hukum dan kebutuhan bisnis;

dapat dicapai dengan menerapkan pemahaman yang sama, pengendalian, pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan.

4.2.3 Penentuan Strength, Weaknesses, Opportunities, dan Threat dari

Portofolio Bisnis Telkom Flexi. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan pada sub-bab 4.2.2, dapat

diketahui sub-atribut faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal portofolio bisnis Telkom Flexi yang tergolong strength, weaknesses, opportunities dan threat. Sub-atribut faktor kunci keberhasilan internal dan eksternal tersebut akan disajikan seperti tabel 4.36 sebagai berikut :

commit to user

No

Sub Atribut

No

Sub Atribut

Strength

Weaknesses P1.

Tarif Layanan

P2.

Fitur dan Content yang Disediakan P3.

Product Image yang Telah Dibangun

P4.

Product Quality and Avaibility P5.

Market share

D1 Kemudahan Pelanggan dalam Melakukan Registrasi

Kecepatan menanggapi komplain pelanggan

F1. ROA (Return of Asset)

POR5.

Drop call

F2. ROE (Return of Equities)

POR6.

Kegiatan Promo

F3. Revenue Growth

POR7

Kondisi Teknologi Akses Kabel Tembaga

F4. Profit Margin

HR1.

Kualitas Sumber Daya Manusia yang Dimiliki Perusahaan

F5. EBITDA

D2. Jumlah Indirect dan Direct Channel

Outlet Distribution yang Tersedia

POR1.

Jumlah BTS yang dimiliki

POR2.

Coverage

POR3. Number of Connections are Installed

and Available Network

HR2.

Ketersediaan Sistem Manajemen Peningkatan Mutu Karyawan yang

LU1. Trend Pertumbuhan Ekonomi Nasional

LU3

Aturan/Regulasi yang Dibuat oleh BRTI (KM 31/2003 dan KM 35/2004) LU2.

Kondisi Politik Indonesia

LU7

Resiko Keamanan LU4

Perubahan Pola Perilaku Masyarakat dalam Merespon Trend Teknologi

LPI1.

Perang Harga / Price War LU5

Pertumbuhan Penduduk

LPI2.

Intensitas Persaingan dari Operator Lain/Kompetitor

LU6

Densitas Telepon

LPI3.

Ancaman Produk/Jasa Subsitusi T1.

High Speed Data

LPI5.

Kekuatan Pembeli T2.

Trend Smartphone yang berkembang di

masyarakat

LPI6.

Kemudahan Entry-Barrier T3.

Security

LU7

Resiko Keamanan

LPI4.

Kekuatan Pemasok

commit to user

Matrix

Hasil evaluasi faktor internal dan eksternal, selanjutnya akan diolah dengan menggunakan Internal Factor Evaluation Matrix dan External Factor Evaluation , dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.37. Rekapitulasi Hasil Internal Factor Evaluation Matrix

BOBOT (A)

Faktor Internal

Strength/ Weakness

Bobot

(B)

Rating Score(C)

Strength (AxBxC)

Weakness

Produk (AxBxC)

15%

P1.

Tarif Layanan

Fitur dan Content

yang Disediakan

Product Image yang

Telah Dibangun

Product Quality and

Avaibility Weakness

12%

2 0,147 P5.

Market share

F1. ROA (Return of

ROE (Return of

F3. Revenue Growth

F4. Profit Margin

F5. EBITDA

Kemudahan Pelanggan dalam

Jumlah Indirect dan

Direct Channel Outlet Distribution

yang Tersedia

Strength

65%

4 0,364

100%

commit to user

IV-83

BOBOT (A)

Faktor Internal

Strength/ Weakness

Score (C)

Strength (AxBxC)

Weakness

Physical and Operational Resources (AxBxC)

22%

POR1.

Jumlah BTS yang dimiliki

Number of Connections are Installed and Available Network

Strength

20%

4 0,176 POR4. Kecepatan menanggapi komplain

Drop call

Kegiatan Promo

Kondisi Kabel Tembaga

Human Resource

Kualitas Sumber Daya Manusia

yang Dimiliki Perusahaan

Ketersediaan Sistem Manajemen

Peningkatan Mutu Karyawan

yang Berkelanjutan

Tabel 4.39. Rekapitulasi Hasil Eksternal Factor Evaluation Matrix

Faktor Eksternal

Opportunities (AxBxC)

Thrread Lingkungan Umum (AxBxC)

35%

LU1. Trend Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Kondisi Politik Indonesia

Aturan/Regulasi yang Dibuat oleh BRTI

Perubahan Pola Perilaku Masyarakat dalam

Merespon Trend

LU5 Pertumbuhan Penduduk

Densitas Telepon

Resiko Keamanan

Threat

13%

3 0,2315

100%

commit to user

IV-84

Faktor Eksternal

Strength/ Weakness

Opportunities (AxBxC)

Thread

Lingkungan Persaingan Industri (AxBxC) 35%

LPI1. Perang Harga / Price War

Intensitas Persaingan dari Operator Lain/Kompetitor

Ancaman Produk/Jasa

Kekuatan Pemasok

Kekuatan Pembeli

Kemudahan Entry-Barrier

High Speed Data

Trend Smartphone yang berkembang di masyarakat

Berdasarkan evaluasi kondisi internal dan eksternal diatas dapat diketahui bahwa lebih banyak atribut dari faktor internal yang menjadi indikator kekuatan internal dari Telkom Flexi (2,10) daripada atribut yang merupakan indikator kelemahan. Kekuatan yang dimiliki Telkom Flexi sebesar 2,10 tersebut dapat digunakan untuk memanfaatkan kondisi ekternal yang memberikan peluang sebesar (1,127). Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai kekuatan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk > nilai peluang yang dapat dimanfaatkan (2,10 > 1,127), sehingga dapat disimpulkan bahwa kapabilitas internal yang dimiliki Telkom Flexi mampu untuk merespon peluang yang ada.

commit to user

IV-85

Competitive Profile Matrix digunakan untuk mengevaluasi seberapa kuat profil kekuatan pesaing utama seperti Bakrie Esia dan Star One dibanding

faktor kunci keberhasilan/critical success factor yang digunakan dalam mengevaluasi merupakan sub-atribut faktor kunci keberhasilan hasil dari pengolahan sub-atribut kuesioner II. Beberapa sub-atribut yang telah diolah pada kuesioner II tersebut kemudian dipilih berdasarkan pertimbangan/ judgement dari responden yang dalam hal ini adalah Manager Flexi Area Divre IV Yogyakarta. Pertimbangan memilih sub-atribut market share, sales growth, kinerja keuangan, brand image dan kualitas produk serta layanan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.41 di bawah ini adalah karena sub-atribut tersebut merupakan sub-atribut dapat dijadikan indikator kunci di dalam membandingkan profil kekuatan Telkom Flexi dengan kompetitor utamanya yakni, Bakrie Esia dan Star One.

Tabel 4.41. Competitive Profile Matrix

Critical Success Factor

Bobot

Telkom Flexi

Bakrie Esia

Star One

Rating Score Market share

2,00 0,50 Sales Growth

1,00 0,15 Kinerja Keuangan

1,00 0,25 Brand Image

2,00 0,30 Kualitas Produk

Berdasarkan hasil analisa di atas diketahui bahwa market share dan kinerja keuangan mendapatkan bobot yang paling besar (25%) berdasarkan judgement dari responden. Kemudian disusul oleh kualitas dari produk atau layanan sebesar 20%, sehingga dari analisa matrix profil persaingan (competitive profile matrix) portofolio bisnis Telkom Flexi mendapatkan nilai tertinggi atau paling dominan yakni sebesar 2,75, Bakrie Esia sebesar 2,55 dan Star One sebesar 1,40.

commit to user

IV-86

Dari hasil pengolahan data menggunakan IFE dan EFE Matrix, diperoleh total weighted score internal dari Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY adalah sebesar 2,10 , sementara total weighted score eksternalnya sebesar 1,127. Nilai total weighted score internal dan eksternal milik Divisi Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY kemudian menjadi input variable dalam SWOT Diagram.

Gambar 4.5. Diagram SWOT

Dari SWOT Diagram, diketahui bahwa posisi strategis perusahaan berada pada kuadran I. Dimana Divisi Telkom Flexi Telkom Divre IV Jateng & DIY memiliki kapabilitas internal sebesar 2,10 dan segmen industri fixed wireline access berbasis CDMA masih memberikan peluang untuk bertumbuh sebesar 1,127. Hasil evaluasi menggunakan Swot Matrix produk Telkom Flexi yang berada pada kuadran 1 menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki peluang walaupun kecil sebagai akibat dari ancaman yang semakin besar dalam lingkungan eksternalnya. Telkom Flexi masih memiliki kekuatan walaupun hanya berada pada kisaran rata-rata. Telkom Flexi direkomendasikan untuk menggunakan strategi generic/utama seperti penetrasi pasar, integrasi vertikal, strategi diversivikasi konglomerasi, pengembangan pasar, pengembangan produk untuk dapat menggunakan kekuatannya untuk segera merebut peluang yang masih tersisa untuk dapat bertahan, bertumbuh, dan berkembang demi memenangkan persaingan.

commit to user

IV-87

Dari hasil pengolahan data menggunakan IFE dan EFE Matrix, diperoleh total weighted score internal dari Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY adalah sebesar 2,10, sementara total weighted score eksternalnya sebesar 1,127. Nilai total weighted score internal dan eksternal milik Divisi Telkom Flexi Divre IV Jateng & DIY kemudian menjadi input variable dalam pembuatan Space Matrix . Beberapa sub-atribut dari hasil pengolahan data kuesioner II dipilih berdasarkan judgement dari responden yang dalam hal ini adalah Manager Flexi Area Jateng & DIY. Hasil dari mapping space matrix disajikan pada tabel 4.42 di bawah ini:

Tabel 4.42. Tabel Space Matrix

No RaIng (+)

6 RaIng (-)

1 -1,5

2 -1,5

3 -6

4 -1,5

5 -1

6 -3

7 -4

8 -4 -2,81 3,19