Boston Consulting Group matrix Portofolio Bisnis Telkom Divre IV

5.1 Boston Consulting Group matrix Portofolio Bisnis Telkom Divre IV

Jateng & DIY. Dari intrepetasi hasil pengolahan data awal menggunakan matrik BCG

(Gambar 4.1), terindentifikasi bahwa portofolio bisnis yang dimiliki oleh PT. Telkom Divre IV Jateng & DIY untuk portofolio bisnis Speedy, Telkom Flash, Flexi dan Telkomsel terklasifikasi ke dalam stars quadran di dalam matrik BCG. Sementara untuk PSTN/Fixed wireline diklasifikasikan ke dalam Cash-Cow Quadran matrik BCG.

Portofolio bisnis yang berada pada Cash-Cow Quadran di dalam matrik BCG merupakan portofolio produk yang pernah menjadi market-leader di masa lampau dan memiliki kecenderungan untuk memberikan kontribusi profit cash- flow bagi perusahaan melebihi kebutuhannya. Sehingga seringkali portofolio yang berada dalam Cash-Cow diagram pada matrik BCG ini dijadikan sebagai sumber pembiayaan untuk membiayai operasional dari portofolio bisnis yang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di Telkom Group dan PT. Telekomunikasi Divre

IV Jateng & DIY. Berdasarkan data yang diperoleh dari annual report PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom Group) di tahun 2011, portofolio bisnis PSTN/Fixed wireline yang masuk dalam kategori Cash-Cow dalam matrik BCG merupakan portofolio bisnis yang menjadi market-leader untuk segmen telepon tetap tak bergerak (fixed wireline) dengan market share nasional pada tahun 2011 sebesar 99,23 % dan proporsi kontribusi pendapatan yang mampu disumbangkan oleh portofolio bisnis PSTN terhadap total pendapatan konsolidasi perusahaan Telkom Divre IV tahun 2011 adalah sebesar 20,05 % dari total pendapatan konsolidasi sebesar U$$ 5.419 juta. Hingga Desember 2011, terdapat 8,5 juta sambungan fix-wireline terpasang dari total 13,6 juta kapasitas sambungan yang

commit to user

kapasitas jaringan yang tersedia tersebut belumlah optimal. Ketatnya persaingan antar operator telekomunikasi, tingginya ICPU (installation cost per-user) fixed wireline serta kelemahan flexibilitas yang ditawarkan fixed wireline apabila dibandingkan dengan fixed wireless berbasis CDMA (Flexi) telah menyebabkan portofolio bisnis fixed wireline yang dimiliki oleh PT. Telekomunikasi Indonesia hanya bertumbuh sekitar 2,5 % selama periode 2010-2011 setelah sebelumnya sepanjang 2006-2009 sempat mengalami penurunan jumlah pelanggan.

Portofolio bisnis Telkomsel tercatat merupakan portofolio bisnis yang memberikan kontribusi prosentase pendapatan terbesar, yakni sebesar 42,45% dari total pendapatan konsolidasi PT. Telekomunikasi Indonesia. Akan tetapi peluang portofolio bisnis seluler Telkomsel untuk bertumbuh kian mendapati tantangan yang besar akibat semakin jenuhnya pasar, price war yang semakin kompetitif, serta beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh BRTI yang disinyalir sangat tidak cooperatif kepada Telkomsel selaku market leader segmen telepon seluler. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia per-Desember tahun 2011, total pengguna layanan seluler di Indonesia telah mencapai angka 220 juta nomor. Ini berarti hampir 92,31 % total penduduk Indonesia yang berjumlah 232 juta jiwa telah menikmati layanan seluler. Kejenuhan pasar seluler Indonesia telah mendorong persaingan antar operator penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia kini merubah orientasinya untuk merebut pelanggan operator dari operator lain karena sudah tidak tersedianya ruang untuk mendapatkan pelanggan baru, hal ini dapat dilihat dari tingkat churn rate pelanggan segmen seluler di Indonesia untuk tahun 2011 sebesar 15.23% atau tertinggi di dunia. Sementara menurut pakar telekomunikasi Ken Zita (2003), di industri telekomunikasi yang sehat churn maksimal adalah 3 %.

Penelitian ini berfokus untuk merancang dan merumuskan strategi bersaing untuk portofolio bisnis fixed wireless access (FWA) yang dalam hal ini adalah Telkom Flexi. Berdasarkan hasil pengolahan data matrik BCG yang disajikan pada gambar 4.1 dan 4.2, portofolio bisnis fixed wireless berbasis CDMA (Flexi) merupakan portofolio yang memiliki tingkat pangsa pasar yang paling besar diantara portofolio bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia yang berada pada

commit to user

Divre IV Jateng & DIY. Selain itu portofolio bisnis fixed wireless berbasis CDMA Telkom Flexi juga masih memberikan ruang untuk bertumbuh yang besar, karena berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tingkat penetrasi pasar nasional untuk segmen bisnis fixed wireless berbasis CDMA baru mencapai 14,77%. Dari segi pemanfaatan jaringan, fixed -wireless Telkom Flexi baru berada di angka 18,2 juta sst dari total 26,7 juta sst yang tersedia, yang artinya pemanfaatan jaringan belum dilakukan secara optimal. Dari segi kontribusi pendapatan yang diberikan, portofolio fixed wireless Telkom Flexi juga mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 18,05 % dari total pendapatan konsolidasi perusahaan tahun 2011 atau terbesar kedua setelah Telkomsel. Selain itu dimenangkannya licensed rights of frequency atas penggunaan frekuensi EVDO di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan peluang Telkom Flexi untuk terus melakukan pengembangan produk yang berorientasi pada pendiferensian layanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Atas beberapa dasar inilah maka perancangan dan perumusan strategi bersaing terhadap portofolio bisnis yang dimiliki PT. Telekomunikasi Indonesia tbk pada penelitian ini difokuskan untuk merancang dan merumuskan strategi bersaing portofolio bisnis fixed wireless access Telkom Flexi.