Sinopsis Cerita Rakyat Makam Joko Tarub

lxxvii Setelah menjadi raja, Raden Mas Said merasa kurang berwibawa karena pusaka yang dimiliki masih kurang. Merasa seperti itu, Raden Mas Said pun akhirnya pergi ke Bukit Argotiloso untuk bertapa. Saat itu Raden Mas Said mendapatkan wangsit agar mengambil pusaka Tambur Sedbyo di Mengadeg Kecamatan Matesih. Tambur tersebut dibuat dari kulit manusia yang bernama Ki Hajar Sindhu. Setelah ia meninggal kulitnya diambil untuk dibuat tambur dan apabila tambur itu dipukulkan, maka dapat memanggil atau mendatangkan makhluk halus sebangsa lelembut. Suatu hari Raden Mas Said mendapatkan wangsit lagi, yaitu agar ia mengambil pusaka Wesi Kuning untuk menyempurnakan pusaka-pusaka keraton. Pusaka Wesi Kuning tersebut dimiliki oleh Purba Siti yang menjadi ratu lelembut. Senjata itu ternyata tidak boleh diminta, namun hanya boleh dipinjam dan dengan syarat Raden Mas Said harus menjadikan Purba Sari sebagai istrinya. Bukit Argotiloso merupakan tempat yang sangat khusus bagi Raden Mas Said untuk bersemedi dan mencari wisisk. Di tempat inilah Raden Mas Said bisa merasa tentram dan damai sehingga ia dapat mengolah batinnya. Pada suatu ketika saat ia bertapa, Raden Mas Said mendapatkan wangsit untuk menggali tanah di bawah Bukit Argotiloso sebanyak tujuh lubang. Meskipun lubang-lubang tersebut letaknya berdekatan, namun memiliki rasa dan khasiat yang berbeda- beda. Raden Mas Said menamainya dengan Sapta Tirta yang berarti tujuh air. Tujuh sumber mata air tersebut kemudian diberi nama oleh masyarakat setempat berdasarkan khasiat atau rasanya masing-masing. Nama ketujuh sumber air itu adalah Air Bleng, Air Hangat, Air Kasekten, Air Hidup, Air Mati, Air Soda, dan Air Urus-urus.

2. Sinopsis Cerita Rakyat Makam Joko Tarub

Pada zaman dahulu ada seorang pemuda gagah dan tampan sedang melakukan perjalan. Sebutlah pemuda tampan itu Joko Tarub. Ia mengembara melewati hutan belantara tanpa mengenal lelah. Suatu ketika perjalanannya terhenti. Ia melihat para bidadari yang mandi di sebuah sendang. Melihat lxxviii kecantikan para bidadari itu, Joko Tarub tertarik dengan salah satunya. Ia tergoda dengan Dewi Nawangwulan. Joko Tarub mengendap-ngendap untuk menyembunyikan pakaian salah satu bidadari tadi. Setelah mendapatkan pakaian itu Joko Tarub bersembunyi di balik pohon. Tak lama kemudian hari sudah hampir fajar. Para bidadari pun bergegas kembali ke kayangan karena takut ketahuan manusia. Mereka mengambil pakaian dan selendang masing-masing lalu terbang. Saat saudara-saudaranya sudah terbang, bidadari Nawangwulan tidak menemukan selendangnya. Ia cemas dan bingung karena tanpa selendangnya ia tidak dapat terbang dan kembali ke kayangan. Lalu Nawangwulan berjanji, barang siapa yang bisa memberikan pakaian, kalau laki-laki akan dijadikan suami, sedangkan kalau perempuan akan dijdikan saudara. Joko Tarub yang bersembunyi di balik pohon mendengar janji yang diucapkan Nawangwulan. Kemudian dengan semangat Joko Tarub melepaskan sebagian pakaiannya untuk diberikan kepada bidadari itu. Setelah itu mereka berbincang-bincang, dan Nawangwulan pun menepati janjinya. Akhirnya mereka menikah dan berumah tangga. Layaknya manusia yang hidup berumah tangga, mereka juga mereka juga dikaruniai seorang anak. Joko Tarub bertani untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Nawangwulan bahagia hidup bersama Joko Tarub meski berada di tengah sawah. Ia juga melakukan aktivitas layaknya seorang istri, seperti memasak, mencuci, dan sebagainya. Saat menjadi istri Joko Tarub, Nawangwulan mengajukan satu persyaratan, yaitu ketika Nawangwulan memasak nasi Joko Tarub tidak boleh membukanya. Joko Tarub menyetujui permintaan istrinya itu. Akan tetapi, lama- lama Joko Tarub curiga. Joko Tarub heran ternyata padi yang sudah dimasak berhari-hari tidak habis, padahal yang dipanen hanya sedikit. Suatu ketika, Nawangwulan mau mencuci dan mandi di sungai. Ia berpesan kepada Joko Tarub untuk menjaga anak dan menunggu masakannya. Melihat istrinya tidak di rumah, rasa penasaran Joko Tarub semakin tinggi. Sebenarnya apa yang dimasak oleh istrinya itu, mengapa selama ini tidak boleh lxxix dilihat. Joko Tarub pun memanfaatkan kesempatan ini. Sebenarnya Joko Tarub takut kalau ketahuan istrinya, tetapi rasa penasaran yang besar akhirnya membuat Joko Tarub berani untuk membuka tempat menanak nasi itu. Setelah dibuka, Joko Tarub kaget. Ternyata yang dimasak istrinya selama ini adalah seikat padi. Lalu Joko Tarub menutup kembali tempat menanak nasi tersebut sebelum ketahuan istrinya. Setelah kembali dari sungai, Nawangwulan melihat masakannya. Akan tetapi, masakan itu masih utuh dan belum matang. Kemudian Nawangwulan bertanya kepada Joko Tarub, apakah ia tadi membuka masakannya. Joko Tarub bingung harus menjawab apa, tetapi akhirnya ia mengakui kalau memang membukanya. Nawangwulan menjadi marah setelah mendengar hal tersebut karena suaminya telah melanggar janji. Setelah diketahui Joko Tarub, Nawangwulan tidak bisa memasak dengan kekuatannya lagi. Kemudian ia meminta dibuatkan lesung untuk menumbuk padi agar menjadi beras. Setelah padi ditumbuk setiap hari untuk memasak, lama-lama padi itu habis. Pada saat itulah Nawangwulan melihat pakaiannya dan akhirnya ia tahu kalau ternyata selama ini yang menyembunyikan pakaiannya adalah Joko Tarub suaminya sendiri. Setelah menemukan pakaiannya, Nawangwulan kembali ke kayangan. Akan tetapi, ia tidak diterima lagi oleh ratu kayangan karena sudah menikah dengan manusia, dan akhirnya ia disuruh tinggal di pantai selatan. Joko Tarub merasa sudah kehilangan keluarga karena ditinggalkan oleh istrinya. Ia menyesali perbuatannya, namun semua telah terjadi. Akhirnya ia bertekad kembali ke asalnya. Saat kembali itulah Joko Tarub meninggalkan pakaian-pakaiannya, pusaka, dan perlengkapan berkelananya. Semua peninggalan Joko Tarub itu kemudian oleh warga setempat dikuburkan karena pada saat ditemukan berupa pocongan. lxxx

D. Struktur Cerita Rakyat di Kabupaten Karanganyar