Kearifan Lokal yang Terdapat Dalam Tradisi Menanam Padi di Baktiraja

dilakukan sebagai ucapan terimakasih atas keberhasilan hasil pertanian, supaya hasil pertanian tahun depan lebih baik lagi, dan bebas menjual hasil panen tersebut.

4.3.1 Kearifan Lokal yang Terdapat Dalam Tradisi Menanam Padi di Baktiraja

Kearifan lokal merupakan kebijaksanaan dan pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini kearifan lokal itu bukan hanya nilai budaya, tetapi nilai budaya dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan masyarakat dalam mencapai peningkatan kesejahteraan dan pembentukan kedamaian. Pertanian dan bagian mengolahlahan pertanian merupakan hasil dari suatu kebudayaan yang sudah diturunkan selama puluhan tahun. Bahkan, sampai ratusan tahun kepada generasi berikutnya yang berasal dari nenek moyang mereka. Pertanian suku Batak juga tidak akan lepas dari kebiasaan bekerjasama yang disebut Marsiurupan. Masyarakat akan bekerja sama untuk mengolah lahan pertanian penduduk yang satu, dan sebaliknya. Biasanya kerja sama akan dilakukan ketika musim menanam, mengola tanaman, dan musim panen.Sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati. Kearifan lokal yang masih terdapat di Baktiraja misalnya kearifan localyangterdapatdalam tahapan menanam padi pada masyarakat Batak Toba di Baktiraja diantaranya yaitu kearifan lokal bergotong royong, kearifan lokal kebersamaan musim tanam padi, dan orang-orangan sawah yang masih ada. Kearifan lokal bergotong royong di Baktiraja masih dilakukan pada saat musim menanam padi, musim panen, dan gotong royong membuat irigasi air disawah. Kearifan lokal bergotong royong juga dipaikai pada saat upacara adat. Kearifan lokal kebersaam menanam padi masih dijumpai di Baktiraja yaitu dengan serentaknya waktu tanggal menanam padi. Dan orang-orangan sawah masih dipakai untuk menakut-nakuti burung agar tidak memakan padi yang siap dipanen. Kearifan lokal tersebut haruslah tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak menghilang, karena kearifan lokal tersebut menjadi cerminan dan identitas suatu daerah yang harus tetap Universitas Sumatera Utara dijaga dan dilestarikan.Kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa, yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain, nilai kearifan lokal sering kali dinegasikan atau diabaikan, karena tidak sesuai dengan perkembangan zamannya. Padahal dari nilai kearifan lokal tersebut dapat dipromosikan nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan model dalam pengembangan budaya bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, masyarakat adat yang masih tetap memelihara dan eksis dalam kearifan lokal nya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter. Masih banyak masyarakat yang masih tetap memelihara kearifan lokal nya misalnya masyarakat Baktiraja di Humbang Hasundutan yang tetap melaksanaan tradisi bertani padi. Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Jadi kata gotong royong secara sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau juga diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Jadi, gotong royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang disepakati bersama. Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Koentjaraningrat 1987 membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum. Sikap gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam kehidupannya memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting. Dengan adanya gotong royong, segala permaasalahan dan Universitas Sumatera Utara pekerjaan yang rumit akan cepat terselesaikan jika dilakukan kerjasama dan gotong royong diantara sesama penduduk di dalam masyarakat. Gotong royong menjadi salah satu penguat karakter bangsa. Gotong royong merupakan perwujudan sila Pancasila yang ketiga, yakni Persatuan Indonesia. Maka dengan gotong royong akan memupuk rasa kebersamaan, meningkatkan solidaritas sosial, mempererat tali persaudaraan, menyadarkan masyarakat akan kepentingan umum dan tanggung jawab sosial, menciptakan kerukunan, toleransi yang tinggi serta rasa persatuan dalam masyarakat Indonesia. Di era yang serba cepat, instan dan canggih ini, diharapkan gotong royong mampu bertahan, tetap terpatri kuat, menancap dan mengakar pada jiwa masyarakat terutama generasi penerus bangsa. Oleh karenanya gotong royong perlu untuk dikuatkan kembali, mengingat betapa pasang surutnya gotong royong di masa sekarang, beberapa perwujudannya mungkin masih ada, namun sudah semakin berkurang, menjadi berbeda, maupun telah mengalami pergeseran dan perubahan. Tradisi yang sudah diterapkan sejak nenek moyang kita itu selalu menjadi elemen penting dalam pembangunan serta menjadi salah satu hal yang bisa dibanggakan di negeri ini. Karena budaya yang masih bertahan ialah budaya yang memiliki fungsi untuk masyarakat. Maka tradisi ini selayaknya perlu direvitalisasi kembali dikarenakan fungsinya yang cukup penting, dan akan sangat disayangkan apabila tradisi ini menghilang tertelan masa. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kearifan lokal yang masih terdapat di Baktiraja misalnya kearifan lokalyangterdapatdalam tahapan menanam padi pada masyarakat Batak Toba di Baktiraja diantaranya yaitu kearifan lokal bergotong royong, kearifan lokal kebersamaan musim tanam padi, dan orang-orangan sawah yang masih ada. 2. Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang disepakati bersama. Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. 3. Nilai-nilai budaya dalam tahapan bertani padi yaitu : nilai kekeluargaan, tanggung jawab, saling bekerja sama, tolong menolong dan, saling menghargai. 4. Tahapan bertani padi yang terdapat di Baktiraja adalah : 1 Persiapan Lahan 2 Penggarapan Lahanmandosdoshon 3 Pemisah tali air galung 4 Penanamanmanuan 5 Pemeliharaan 6 Pemupukan 7 Tahap Pembesaran Pabalgahon 5. Ritual-ritual yang terdapat pada tahapan menanam padi adalah : a. Ritual Raja Jolo Di Toguan. b. Ritual Kelompok Sihali Aek. Universitas Sumatera Utara