Marga-marga di Baktiraja Gambaran Umum Baktiraja Sebagai Lokasi Penelitian

4.1.2 Marga-marga di Baktiraja

Kita meyakini bahwa kehidupan sekarang dan kehidupan keturunan atau pomparan kita adalah salah satu kehidupan nenek moyang kita, sehingga Tarombosilsilahsangat penting untuk kita ketahui, yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunan kita secara turun-menurun. Bagi masyarakat Batak yang bermukim di Bonapasogit sebagian besar mengimplementasikan dengan cara menggantungkan Tarombo yang tersusun dari garis keturunan marga ayah. Di Bakkara dikenal ada Raja Na Onom yaitu Sinambela, Simanullang, Marbun, Simamora, Sihite, Bakkara.Simamora memiliki legenda bahwa dia memiliki dua istri yang pertama boru Pasaribu, karena istri pertamanya tidak memiliki anak maka dia kawin lagi dengan salah seorang cucu Si Raja Lontung boru Siregar, kedua istrinya hidup dalam satu rumah, dari perkawinannya ini dianugrahi tiga anak yaitu Purba, Manalu, Debataraja. Keadaan ini menimbulkan persoalan rumah tangga mereka sehingga terjadi perselisihan sehingga istri pertamanya meninggalkan Tipang. Simamora pergi mengembara dan meninggalkan istri dan ketiga anaknya di Tipang dalam waktu yang cukup lama, maka Raja Lontung berpesan kepada Sihombing “pature ma haha borumi”, maka dipagodangdibesarkan Sihombing ma haha boruna tubu ma : Silaban, Lumbantoruan, Nababan dan Hutasoit. Dalam sebutan untuk keturunan Simamora dan Sihombing disebutkan Pitu Saina tujuh satu ibu : Purba, Manalu, Debata Raja, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit dan Opat Saama yaitu marga : Silaban, Lumban toruan, Nababan, Hutasoit. Keturunan dari Simamora dan Sihombing menjadi cabang marga baru yaitu kelompok keturunan yang terdiri sendiri secara horizontal di Tipang. Simamora dalam hal ini adalah sebagai yang sulung tetapi dalam adat istiadat yang diterima keturunan SiRaja Sumba marga parbaru Sihombing lebih dulu membayar adat sehingga disebutkan: - Simamora sebagai hahani partubu abang kakak dari lahir. - Sihombing sebagai hahani parrajaonabang kakak dari yang dirajakan. Dalam acara penyerahan uhum paradaton aturan dalam adat kepada hula-hulanya, Si Raja Lontung memberikan penambahan nama identitas “Borsak” kepada keturunan Universitas Sumatera Utara Sihombing karena bersedia membesarkan ke empat anak Simamora sampai dewasa dengan sebutan: 1. Marga Silaban untuk sebutan Borsak Junjungan. 2. Marga lumbantoruan untuk sebutan Borsak Sirumonggur. 3. Marga nababan untuk sebutan Borsak Mangatasi. 4. Marga hutasoit untuk sebutan Borsak Bimbinan. Ketujuh marga tersebut sebagai marga rajamarga partanopemilik tanah yaitu marga pemilik daerah Tipang, yang secara terus-menerus menempati Tipang sampai sekarang. Dalam ikatan kekerabatan yang masih dekat keturunan Toga Simamora dan Toga Sihombing dalam ikrarnya pada saat itu dibagi: 1 Dongan Tubu : karena mereka satu ibu. 2 Sisada Somba : karena Purba, Manalu, Debataraja, Silaban, Lumbantoruan, Nababan, Hutasoit satu ibu, sehingga mereka menjadi satu kurban untuk persembahan kepada Hula-hulanya. 3 Sisada Sinamot : satu dalam kemakmuran wilayah yang dibagi samarata. 4 Sisada Sipanganon : satu kesatuan makan bersama makan bersama ritual satu ompu 5 Sisada Harajaon : satu dalam kemulaian, yaitu menetapkan sebutan “Raja Partano”. 6 Sisada Hailaon : satu dalam kenistaan, supaya kesatuan ini tidak hilang sampai keturunannya nanti. Tipang diyakini sebagai Bonapasogit dari Raja Sumba yang digelar sebagai Sumba Napaduahon yang merupakan salah satu anak dari Ompu Tuan Sorba Dibanua.Setelah menikahi Boru Pandan Nauli yaitu putri dari Raja Lontung, Raja Sumba berangkat kearah Selatan dan membuka perkampungan yang dinamai Tipang. Dari perkawinan dengan Boru Pandan Nauli, Raja Sumba dianugrahi dua orang putra yaitu Simamora yang tertua dan Sihombing yang termuda.Adapun simamora mempunyai keturunan yaitu Purba, Manalu, dan Debataraja sedangkan Sihombing memiliki ketununan Silaban, Nababan, Hutasoit dan Lumban toruan.Ketujuh keturunan tersebut secara terus menerus menempati Tipang hingga saat ini dan pengaturan pembagian sawah dan ladang di atur dengan musyawarah dan damai secara turun menurun. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelusuran tarombo yang ditulis Gr.Dj Hutasoit, Datu Nauala tetap bermukim di Tipang dan untuk mencukupi kelompok marga Hutasoit dalam mengikuti hukum-hukum pangkolian ni aek atau pembukaan irigasi dan pembagian golat haumabatas tali air maka pomparan dari Guru Sohatahutan dansindar Mataniari dijou atau dipanggil dari Humbang. Marga Hutasoit yang menempati Parhutaan di Tipang sekarang ini dipanggil dari tiga keturunan yaitu 1. Di Tipang Dolok Pomparan Datu Naualu yang bermukim di Huta Hutasoit. 2. Di Tipang Dolok Pomparan Datu Naualu yang bermukiman di Sosor Baringin. 3. Di Tipang Habinsaran Pomparan Sindar Mataniari yang bermukim di Janji Nahata. Jumlah Pomparan Borsak Bimbinan Hutasoit Boru, Bere dan Ibebere yang bermukim di Tipang sekarang ini sebanyak 85 kepala keluarga. Boru Bius dalam pengertian di Tipang adalah Boru yang sudah mendapat bagian tanah pauseang, sehingga mereka menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari marga Hutasoit, sehingga secara simbolikdan mendasar mereka diposisikan seperti ungkapan Boru do dipartubu alai anak do dipambahenan, demikian juga boru yang lainnya saat pengukuhan Punguan Hutasoit Bonapasogit Tipang mereka telah siap menjadi parhobas pelayan yang memberikan waktu dan tenaga. Hubungan pernikahan sesama keturunan Toga Sihombing terjadi pertama sekali antara keturunan Lumbantoruan atau Binjori menikahi puteri Datu Naulu atau puteri boru Hutasoit. Universitas Sumatera Utara Tarombo Toga Sihombing. Universitas Sumatera Utara Tarombo Toga Simamora Debataraja. Universitas Sumatera Utara Disekitar lokasi toguan ketujuh marga tersebut sepakat menempatkan situs peninggalan Sumba berupa batu Siungkap-ungkapon dan batu Pahusean yang diterima Raja Sumba bersamaan dalam satu tempat. Adapun ketujuh marga tersebut adalah purba, manalu, debata raja, silaban, lumbantoruan, nababan, hutasoit. Batu Siungkap-ungkapon sebagai panungkunan boni bagi masyarakat petani di Tipang, tanpa membawa benih padi ketempat itu tetapi hanya berdoa. Bila musim masa pencangkul atau ombahon hauma sudah dimulai, tiba saatnya menabur benih padi. Maka diadakan ritual tonggo ni harbue atau doa untuk padi dan meminta petunjuk melalui batu Siungkap- ungkapon. Jenis benih padi yang mana akan ditabur dilahan. Maka dibukalah batu Siungkap- ungkapon jika semut merah yang muncul dari bawah batu tersebut, mengisyaratkan bonibenih padi merah yang ditanam dan apabila semut warna putih maka benih padi putih yang akan ditabur dilahan. Tujuh marga Raja Jolo Turpuk Marga atau sebutan Raja Bius Raja Na Pitu duduk bersilah di depan batu Siungkap-ungkapon. Raja Na Pinajolo Niturpuk atau yang disebut juru bicara dari Toga Simamora yang mempunyaiilmu. Marga Purba atau Parsanggul Baringin yang meminta doa kepada Raja Namula Jadi Nabolon petunjuk menanam benih padi. Setelah berdoa ada satu lagi jubir juru bicara dari Toga Sihombing yaitu marga Silaban atau Pangulu Oloan yang bertugas membuka batu Siungkap-ungkapon. . Batu Siungkap-ungkapon. Universitas Sumatera Utara Pauseang yang diterima Raja Sumba dari Raja Lontung : Tiga batu yang mempunyai arti : a. Batu si boru gabe : asa gabe naniulagok eme di sopo melambangkan supaya hasil panen padi dari sawah bagus b. Batu siboru torop : asa torop maribur, maranak, marboru huhut sangap angka pinomparna, horas jolma, melambangkan supaya banyak keturunannya, baik keturunan laki-laki dan perempuan sampai anak cucu, cicit dan seterusnya dan sehat selalu. c. Batu siboru sinur : asa sinur napinahangok horbo dibara melambangkan kemakmuran atas ternak yang dikembang biakkan oleh seluruh keturunannya. Gambar batu Pauseang. Universitas Sumatera Utara Ketujuh kelompok marga tersebut sebagai marga raja atau marga partano yaitu marga pemilik daerah tipang, yang secara terus menerus menempati Tipang hingga saat ini yang diyakini sebagai Bona Ni Pinasa.

4.1.3 Sistem Irigasi Pengairan di Baktiraja