Rerata Nilai Kualitas Hidup pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) dan Tidak EDS: Studi analitik dengan menggunakan kuesioner Epworth Sleepiness Scale dan SF-36 version 2.0

(1)

HIDAYATULLAH JAKARTA DENGAN

EXCESSIVE DAYTIME SLEEPINESS

(EDS)

DAN TANPA EDS

Studi Analitik dengan Menggunakan Kuesioner

Epworth Sleepiness Scale

dan SF-36

Version

2.0

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memeroleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Dhea Rachmawati

NIM: 1110103000036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan walaupun ada begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi selama proses penelitian. Shalawat serta salam tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul “Rerata Nilai Kualitas Hidup pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) dan Tidak EDS: Studi analitik dengan menggunakan kuesioner Epworth Sleepiness

Scale dan SF-36 version 2.0”, sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini penulis banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar diri penulis maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan yang ditemui, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk, motivasi, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.dr. Ibnu Haris Fadillah, Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing I penelitian dan Ratna Pelawati, S.Kp, M. Biomed sebagai dosen pembimbing II penelitian, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan saran, arahan, bimbingan, dan nasihat kepada penulis dari awal proses penelitian sampai akhir penyusunan laporan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010 serta dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL,


(6)

vi

5. Keluarga besar penulis, terutama ayah penulis Abdul Djalil dan ibunda penulis Euis Julaeha atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang menenangkan terhadap penulis. Untuk adik penulis tersayang Fadhal Rachmawan serta sepupu-sepupu terimakasih atas dorongan dan penghiburan yang diberikan.

6. Sahabat tersetia dan terkasih, teman-teman satu tempat tinggal selama perkuliahan di Cemprit yaitu Nadia Entus Nasrudin Tubagus, Uswatun Hasanah, Adinda Sofiatunnisa, Meliansari, Mutia Oktavia, Siti Yayah Urfiah, Fifin

Fitriyani, Fitria Luluk Muhassonah, dan Ratu Qurrah „Ain. Sahabat di luar Cemprit tersayang, Annisa Hurhayati dan Fitri Fatimatuzzahra. Sahabat M-Brass SMAN 68, terutama Ramayang Nastiti Estowo. Mereka adalah penyemangat terdekat penulis. Teman sekelompok riset, Nadia Entus Nasrudin Tubagus, Yahya Kholid, Izkar Ramadhan, dan Latansa Dina atas semangat dan motivasinya. Terimakasih atas saat-saat spesial dalam berbagi cerita dan ilmu mengenai penelitian.

7. Untuk Bimo Widyoseno Amarullah atas dukungan dan arahannya dalam memotivasi penulis. Bapak Richard (alm) serta teman seangkatan di SMA N 68 Jakarta, Siti Afina Zahra, Rezania Khairani Moechtar, Karina Luthfia, dan Nanda Notario, atas bantuannya dalam memperoleh referensi di FKUI. Teman-teman PSPD 2010 atas solidaritasnya, PSPD 2011 terutama Nurma Maulidatul dan Muflikha Mayazi, PSPD 2012 khususnya Arvionita Utami dan Irma Sari Mulyadi, serta seluruh staf pengajar dan staf karyawan dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas bantuannya dalam terlaksananya prosedural penelitian ini. Untuk Tri Bayu Purnama, Zata Ismah, dan Iin Alaydrus atas bimbingannya dalam statistik.

9. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh responden atas kesediannya dalam menjalani penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai Excessive Daytime Sleepiness (EDS). Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 26 September 2013


(7)

vii

Hidup Pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan

Excessive Daytime Sleepiness (EDS) dan Tidak EDS: Studi analitik dengan

kuesioner Epworth Sleepiness Scale dan SF-36 version 2.0. 2013.

Excessive Daytime Sleepiness merupakan gejala mengantuk berlebihan pada siang

hari. Gangguan ini sering dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti defisit kognitif, penyakit kardiovaskuler, gangguan psikologis, dan gangguan fungsi sosial. Oleh karena itu, EDS dapat mempengaruhi kualitas hidup. Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai EDS masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan rerata nilai kualitas hidup antara responden EDS dengan tidak EDS. Keadaan EDS ditentukan dengan menggunakan kuesioner ESS. Untuk mengetahui kualitas hidup berupa komponen mental dan komponen fisik digunakan kuesioner SF-36 version 2.0. Data dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney. Didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata nilai yang signifikan antara responden EDS dengan tidak EDS pada fungsi fisik (p: 0,012) dan peran emosional (p: 0.046). Namun, tidak terdapat perbedaan rerata nilai signifikan pada komponen mental, komponen fisik, dan keenam domain S-36 lainnya (p > 0,05). Kata Kunci: EDS, Kualitas Hidup, ESS, SF-36 version 2.0

ABSTRACT

Dhea Rachmawati. Medical Education Study Programme. The mean value of Quality of Life In PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Student with Excessive Daytime Sleepiness (EDS) and without EDS: Analytic study by Epworth Sleepiness Scale (ESS) questionnaire and the SF-36 version 2.0 questionnaire. 2013.

Excessive Daytime Sleepiness is a symptom of excessive sleepiness during the day. This disorder often be associated by health problems such as cognitive deficit, cardiovascular disease, psychological disorder, and social functioning disorder. Therefore, EDS affects quality of life. In Indonesia, researches on EDS are still not widely practiced. Therefore, this study is aimed to examine the mean difference value of quality of life in respondent with EDS and without EDS. EDS circumstances determined by ESS questionnaire. In determining of quality of life in the form of the mental and physical component, a SF-36 version 2.0 questionnaire is used. Data is analyzed by unpaired t test and Mann-Whitney test. In result, there are significant differences in the mean values among respondents with EDS and without EDS in physical functioning (p: 0,012) and role-emotional (p: 0,046). However, there are no significant differences in the mean values among respondent with EDS and without EDS in physical and mental component summary, and another six domains value (p > 0,05).


(8)

viii

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR BAGAN ………... ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Sistem Pernapasan ... 4

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan ... 5

2.3 Fisiologi Respirasi Seluler ... 9


(9)

ix

2.7 Excessive Daytime Sleepiness (EDS) ... 13

2.8 Kualitas Hidup ... 16

2.9 Kerangka Teori ... 24

2.10 Kerangka Konsep ... 25

Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27

3.5 Cara Kerja Penelitian ... 27

3.6 Manajemen Data ... 28

3.7 Etika Penelitian ... 28

3.8 Definisi Operasional ... 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Distribusi Responden Penelitian ... 30

4.1.2 Prevalensi EDS dan Tidak EDS ... 31

4.1.3 Uji Statistik ... 32

4.2 Pembahasan ... 34

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Simpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(10)

x

Halaman

Tabel 2.1 Tidur REM dan Tidur Non-REM ... 11

Tabel 2.2 Penilaian Skala Kantuk Epworth (Epworth Sleepiness Scale = ESS) ... 16

Tabel 2.3 Aspek Penilaian Kualitas Hidup dengan WHOQOL ... 18

Tabel 2.4 Sembilan Aspek Penilaian Kualitas Hidup dengan Kuesioner SF-36 ... 21

Tabel 2.5 Pengkodean Ulang SF-36 ... 22

Tabel 2.6 Perata-rataan Pengkodean Ulang ... 23

Tabel 3.1 Definisi Operasional 1 ... 29

Tabel 3.2 Definisi Operasional 2 ... 29

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian ... 30

Tabel 4.2 Komponen Fisik dan Mental pada Responden EDS dan Tidak EDS ... 32


(11)

xi

Halaman Gambar 2.1 Potongan Sagital Kepala dan Leher ... 5 Gambar 2.2 Saluran Pernapasan Bawah ... 8 Gambar 2.3 EEG dari Kondisi Bangun, Tidur REM, dan Tidur Dalam ... 10


(12)

xii

Halaman

Bagan 2.1 Komponen Fisik dan Komponen Mental SF-36 V2.0 ... 19

Bagan 2.2 Kerangka Teori ... 24

Bagan 2.3 Kerangka Konsep ... 25


(13)

xiii

Halaman Grafik 4.1 Distribusi Usia Responden Penelitian ... 31 Grafik 4.2 Prevalensi EDS dan Tidak EDS ... 31 Grafik 4.3 Komponen fisik mental pada responden EDS dan tidak EDS 32 Grafik 4.1 Nilai kualitas hidup SF-36 tiap domain ... 33


(14)

xiv

Halaman

Lampiran 1 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 43

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 45

Lampiran 2 Data Hasil Uji Statistik ... 52


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tidur adalah keadaan seseorang sedang berada di bawah kesadaran namun masih dapat berespon terhadap rangsangan. Tidur merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang secara mutlak amat penting. Pada dasarnya, tidur adalah suatu proses aktif dimana sebenarnya seseorang secara tidak sadar waspada akan dunia luar. Kualitas dan kuantitas tidur seseorang bisa mempengaruhi kualitas kerjanya.1,2

Sejumlah orang memiliki kondisi tidur yang tidak adekuat akibat berbagai jenis gangguan. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa kantuk di luar waktu tidur yang dikenal dengan istilah Excessive Daytime Sleepiness (EDS). Excessive

Daytime Sleepiness sering dihubungkan dengan gangguan napas saat tidur atau

yang disebut Obstructive Sleep Apnea (OSA). Carmelli, dkk menyebutkan bahwa dua gejala kardinal dari OSA adalah snoring dan EDS. Sampai saat ini, prevalensi EDS maupun OSA di Indonesia masih belum diketahui.3-6

Beberapa hal yang menjadi faktor risiko EDS antara lain gangguan metabolik, depresi, durasi tidur tidak adekuat, overweight, usia, dan riwayat merokok. Kondisi mahasiswa dengan beban materi kuliah, kondisi depresi akibat tekanan dalam perkuliahan, dan durasi tidur yang tidak adekuat dapat menyebabkan EDS pada mahasiswa. Hal ini terutama terjadi pada mahasiswa dengan beban perkuliahan yang berat seperti mahasiswa kedokteran.5

Excessive Daytime Sleepiness sering dihubungkan juga dengan gangguan

fungsional, defisit kognitif, dan keadaan terjatuh. Excessive Daytime Sleepiness

meningkatkan faktor risiko kematian sebesar 33% pada usia lanjut. Kematian pada penderita EDS dapat berhubungan dengan gangguan kardiovaskular yang juga berhubungan dengan OSA. Keadaan inilah yang mungkin menyebabkan EDS sering dihubungkan dengan OSA.7,8

Seseorang yang mengalami EDS memiliki faktor risiko yang lebih tinggi dalam kecelakaan kendaraan, kecelakaan kerja, maupun kesehatan yang lebih


(16)

buruk akibat penurunan konsentrasi. Sementara OSA, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh H.M. Engleman dan N. J. Douglas di Inggris, diketahui dapat menyebabkan gangguan dalam kualitas hidup, fungsi sosial, dan psikologis. Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai kesehatan fisik maupun mental yang dapat menggambarkan kualitas hidup pada pasien dengan EDS maupun OSA belum banyak dilakukan.9, 10

Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan alat ukur kuesioner seperti SF-36, European Quality of Life Survey, dan WHO Quality of Life

Instruments. Penilaian kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner-kuesioner

tersebut adalah untuk menilai fisik, fungsional, psikologis, dan sosial individu. Beberapa kuesioner seperti SF-36 dapat memberikan gambaran mengenai kualitas hidup dengan menilai komponen fisik dan komponen mental individu.10

Dapat disimpulkan bahwa EDS dan OSA memiliki dampak terhadap kesehatan tubuh yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk mengetahui apakah dirinya menderita OSA atau tidak dengan mengenali salah satu gejala kardinalnya yaitu EDS dan kualitas hidup penderita EDS dengan yang tidak mengalami EDS. Atas dasar hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai hal ini untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup penderita EDS dengan yang tidak EDS pada populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.4,9

1.2 Perumusan Masalah

Kondisi fisik dan kondisi mental yang menggambarkan kualitas hidup pada penderita EDS dengan tidak EDS akan diteliti pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 dengan mengunakan kuesioner

Epworth Sleepiness Scale (ESS) dan SF-36 version 2.0.

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana rerata nilai kualitas hidup yang mengalami EDS dan tidak EDS pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013? 1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah rerata nilai kualitas hidup pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 yang mengalami


(17)

EDS kemungkinan lebih rendah dari yang tidak mengalami gangguan tersebut.

1.5 Tujuan Penelitian

Mengetahui rerata nilai kualitas hidup pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 antara yang mengalami EDS dengan yang tidak mengalami EDS.

1.6 Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

1. Menambah pengetahuan tentang pengaruh EDS terhadap kualitas hidup seseorang.

2. Memanfaatkan ilmu kedokteran yang telah diterima selama pendidikan kedokteran melalui bidang penelitian.

3. Memenuhi tugas akhir modul kedokteran preklinik dalam Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Bagi Institusi

1. Memajukan UIN dan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya melalui bidang penelitian.

2. Memberikan informasi baru mengenai keilmuan THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorokan).

c. Bagi Keilmuan

1. Memberikan informasi baru mengenai EDS dan kualitas hidup di lingkungan mahasiswa.

2. Menjadi bahan rujukan untuk penelitian mengenai EDS selanjutnya.

d. Bagi Sosial

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh EDS terhadap kualitas hidup mereka.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat berisiko mengenai pentingnya pencegahanEDS.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan adalah salah satu sistem organ dalam tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidupnya. Hal ini karena fungsi utama sistem ini adalah menyediakan oksigen yang akan didistribusikan bersama nutrisi ke seluruh sel-sel tubuh. Sebagai contoh, sel-sel otak yang sensitif akan mengalami nekrosis jika dalam tiga sampai empat menit tidak mendapatkan oksigen. Fungsi sistem pernapasan adalah perannya dalam pertukaran gas O2 dan

CO2, pengaturan pH darah, penghidu, penghasil suara, penyaring udara inspirasi,

dan pengekshalasi udara yang berisi sejumlah panas dan air.11, 12

Sistem pernapasan manusia dapat diklasifikasikan berdasarkan anatominya: sistem pernapasan atas dan sistem pernapasan bawah. Sistem pernapasan atas terdiri dari hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring sementara sistem pernapasan bawah terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkiolus, dan alveoli paru. Keduanya membentuk suatu susunan organ yang saling berhubungan.4, 11, 12

Sistem pernapasan merupakan sebuah jalur respirasi yang terbagi menjadi zona konduksi dan zona respiratorik sesuai dengan fungsinya. Zona konduksi meliputi hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus terminal. Zona ini merupakan tempat mengalir masuknya udara pernapasan ketika inspirasi dan mengalir keluarnya udara pernapasan ketika ekspirasi. Fungsi zona ini adalah menyaring, manghangatkan, dan melembabkan udara serta menghantarkan udara ke paru-paru. Sementara itu, zona respiratorik berfungsi sebagai tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Zona respiratorik terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, sakus alveolar, dan alveoli paru.5,11

Respirasi sendiri juga dapat dibagi menjadi dua yaitu respirasi eksternal dan respirasi seluler. Respirasi eksternal adalah proses ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi merupakan proses bernapas yaitu masuk dan mengalirnya udara sampai ke paru. Difusi adalah proses pertukaran gas pada zona respiratorik serta antara darah dan sel-sel yang membutuhkan. Perfusi adalah transpor gas hasil


(19)

difusi melalui aliran darah dalam sistem sirkulasi. Sementara itu, respirasi seluler merupakan sejumlah proses metabolik di dalam sitoplasma sel yang membutuhkan O2 dan menghasilkan energi serta CO2.1, 11

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

Gambar 2.1 Potongan Sagital Kepala dan Leher11

Sistem pernapasan atas dimulai dari hidung (nasal). Hidung terbagi menjadi hidung eksternal dan hidung internal. Hidung eksternal tersusun dari tulang keras dan kartilago hialin yang dapat terlihat dari luar. Tulang keras yang turut membangun hidung adalah os frontalis, os sfenoid, os etmoidalis, os nasal, os vomer, os maksilaris, os palatina, dan os lakrimalis. Pada hidung eksternal ini, akan terlihat dari luar dua lubang hidung yang dinamakan nares eksternal atau nostril.11-14

Hidung internal adalah hidung yang dapat dilihat dengan jelas menggunakan rinoskopi. Hidung internal terdiri dari rongga yang merupakan bagian yang lebih dalam dari hidung eksternal. Ruang di dalam hidung internal ini disebut rongga nasal atau kavitas nasal. Hidung internal berbatasan dengan hidung eksternal pada bagian anterior dan berbatasan dengan faring pada bagian posterior. Jika pada hidung eksternal terdapat nares eksternal, maka pada hidung internal terdapat nares internal atau koana yang berhubungan dengan faring.4,11,12

Sinus frontalis Cavum nasii

Nares interna Pintu masuk tuba auditori Tonsil faringeal Nasofaring Orofaring Laringofaring Konka nasal: Superior Media

Inferior Vestibulum nasal Nares eksterna Pallatum durum Cavum ori Lidah Tonsil palatina Mandibula Tonsil lingua Os hyoid Kartilago cricoideus Trakhea Glandula tiroideus Epiglotis Glotis Lipatan vokal Esofagus Pallatum molle Kartilago tiroideus


(20)

Pada bagian dalam hidung, terdapat rongga nasal dan vestibula nasal. Rongga nasal dibentuk oleh os maksilaris, os etmoidalis, os vomer, os sfenoidalis, dan os frontalis pada dinding lateral dan superiornya. Vestibula nasal merupakan ruang dari rongga nasal yang memiliki hasil modifikasi sel-sel epitel berupa rambut-rambut penyaring debu. Sementara itu, septum nasal terbentuk dari kartilago hialin pada bagian anteriornya serta os vomer beserta gabungan lempeng perpendicular dari os etmoidalis, os vomer, os maksilaris, dan os palatina pada bagian posteriornya. Septum nasal akan membagi rongga nasal menjadi kanan dan kiri.11-13

Struktur lain yang turut membangun hidung internal adalah tiga konka nasal: konka nasal inferior, konka nasal media, dan konka nasal superior. Ketiga konka tersebut menempatkan diri sedemikian rupa sehingga terbentuk tiga subdivisi dari rongga nasal: meatus inferior, meatus media, dan meatus superior. Fungsi struktur hidung internal seperti ini adalah untuk turbulensi yaitu perluasan area kontak udara sehingga memperpanjang waktu penghangatan oleh sistem vaskularisasi vena yang berkumpul dan pelembaban (humadifikasi) udara. Selain itu, struktur tersebut dapat membantu mencegah dehidrasi dengan memerangkap uap air saat ekshalasi.9, 11

Ada suatu struktur lagi yang berhubungan dengan hidung yaitu sinus paranasal. Sinus paranasal adalah sejumlah rongga pada tulang kranium dan tulang fasial. Sinus-sinus ini terdiri dari sinus maksilaris, sinus etmoidalis, sinus sfenoidalis, dan sinus frontalis. Sinus-sinus tersebut akan terhubung dengan rongga nasal dan turut menghasilkan mukus. Mukus-mukus yang juga dihasilkan oleh sel-sel goblet lamina propria rongga nasal ini berperan dalam melembabkan udara dan memerangkap partikel debu ukuran besar agar tidak masuk ke saluran pernapasan lebih dalam.11, 12

Faring merupakan suatu jalur lewatnya makanan maupun udara menuju saluran selanjutnya. Udara akan menuju ke laring sedangkan makanan akan menuju ke esofagus. Anterior dari faring adalah rongga hidung dan rongga mulut sedangkan posterior dari faring adalah vertebrae servikalis. Inferior dari faring adalah laring. Dinding faring tersusun atas otot-otot skeletal dan membran


(21)

mukosa. Faring terbagi menjadi tiga bagian secara anatomi (dari superior ke inferior): nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).9, 11, 13

Nasofaring berbatasan langsung dengan rongga nasal posterior dan palatum molle yang membatasinya dengan rongga mulut. Pada nasofaring terdapat tonsila faringea pada dinding posteriornya dan muara tuba eustachius pada sisi lainnya. Orofaring berbatasan langsung dengan rongga mulut. Orofaring ini merupakan perluasan dari palatum molle dan basis lidah setingkat os hyoideus. Sementara itu, laringofaring terletak antara os hyoideus dan pintu masuk ke arah laring dan esofagus. Dinding nasofaring tersusun atas sel-sel epitel silindris bersilia berlapis semu yang berbeda dengan dinding orofaring dan laringofaring yang tersusun atas sel-sel epitel pipih berlapis.4, 9

Laring merupakan saluran aliran udara antara laringofaring dan trakea yang terletak setinggi C4 sampai C6. Posterior dari laring adalah esofagus. Laring dibentuk dari tiga kartilago besar yang tidak berpasangan: kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan epiglotis. Pada kartilago tiroid, terdapat suatu bentuk penonjolan yang disebut prominentia laringea. Inferior dari kartilago tiroid adalah kartilago krikoid. Kedua kartilago tersebut berfungsi melindungi glotis dan sebagai pintu masuk menuju trakea.1, 11, 12

Epiglotis adalah suatu organ yang terbentuk dari kartilgo elastin yang dilapisi epithelium. Fungsinya adalah mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam saluran pernapasan saat menelan. Bagian inferior epiglotis bergabung dengan kartilago tiroid dan kartilago hyoid sedangkan bagian superiornya menggantung bebas. Oleh karena itu, bagian superior epiglotis dapat bergerak. Ketika menelan, faring akan naik memperlebar epiglotis. Begitupun dengan laring juga naik membuat epiglotis turun dan menutup glotis sehingga makanan atau minuman tidak masuk. Ketika makanan atau minuman dapat melewati laring, akan timbul refleks batuk.11, 12


(22)

Gambar 2.2 Saluran Pernapasan Bawah12

Trakea adalah saluran pernapasan setelah laring. Letaknya anterior dari esofagus dan setinggi sekitar C6 sampai T5. Trakea menempel pada ligamen yang menempel di kartilago krikoid. Saat memasuki mediastinum, trakea terbagi menjadi bronkus dekstra dan sinistra. Dinding trakea tersusun atas epitel silindris bersilia berlapis semu seperti nasofaring. Selain itu, terdapat bentuk C yang khas pada dinding trakea yang terbentuk dari kartilago hialin.11, 12

Pada setinggi vertebrae T5, terdapat karina yang merupakan percabangan bronkus dekstra dan bronkus sinistra yang masing-masing menuju ke paru dekstra dan paru sinistra. Bronkus terbagi menjadi tiga jenis sesuai dengan percabangannya: bronkus primer, bronkus sekunder, dan bronkus tersier. Bronkus primer adalah bronkus yang belum memasuki paru. Bronkus sekunder merupakan percabangan bronkus primer yang jumlahnya sesuai dengan lobus paru sehingga terdapat tiga bronki sekunder dekstra dan dua bronki sekunder sinistra. Bronki sekunder akan bercabang menjadi bronki tersier yang selanjutnya akan bercabang menjadi bronkiolus. Inilah yang disebut pohon bronkus.1, 12

Paru terdiri dari alveoli dan berada di dalam rongga pleura. Paru kanan memiliki tiga lobus sementara paru kiri hanya dua lobus. Alveoli sendiri merupakan kantung udara yang berhubungan dengan bronkiolus terminalis. Keduanya membentuk zona respiratorik. Oksigen dan karbondioksida di alveoli

Lokasi karina

Bronkus primer kiri

Bronkus sekunder kiri

Bronkus tersier kiri Bronkiolus kiri Bronkiolus terminal kiri

Diafragma Pleura viseral Pleura parietal Bronkus primer kanan Bronkus sekunder kanan

Bronkus tersier kanan Bronkiolus kanan

Bronkiolus terminal kanan

Laring Trakhea

Percabangan pohon bronkial: Trakhea Bronki primer Bronki sekunder Bronki tersier Bronkiolus Bronkiolus terminalis Rongga pleura


(23)

akan bertukar dengan oksigen dan karbondioksida di kapiler darah pulmonal. Pertukaran ini terjadi secara difusi.1, 9, 11

Mekanisme pernapasan adalah sebagai berikut. Peristiwa pertama dinamakan ventilasi yaitu pertukaran gas O2 dan CO2 antara atmosfer dan alveoli

melalui zona konduksi terlebih dahulu lalu ke zona respiratorik. Selanjutnya adalah peristiwa difusi ketika terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara udara di

alveoli dan darah di kapiler paru. Setelah difusi, oksigen ditranspor melalui aliran darah menuju jaringan di seluruh tubuh. Hasil metabolisme berupa CO2 juga

dibawa dari jaringan menuju kapiler paru melalui darah. Pada jaringan tubuh selanjutnya akan terjadi pertukaran O2 dan CO2 kembali antara darah dengan

jaringan interstisial yang akan dibawa ke sel-sel yang membutuhkan. Inilah yang dinamakan perfusi. Sel-sel tersebut memerlukan oksigen untuk melakukan respirasi seluler dan membuang CO2 sebagai hasil akhir respirasi seluler tersebut.1

2.3 Fisiologi Respirasi Seluler

Respirasi seluler merupakan proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari molekul nutrien. Respirasi seluler menggunakan oksigen untuk respirasi aerob dan tidak menggunakan oksigen saat respirasi anaerob. Baik pada respirasi aerob maupun respirasi anaerob, keduanya sama-sama akan menghasilkan karbondioksida. Peristiwa respirasi aerob terjadi di mitokondria masing-masing sel sementara respirasi anaerob hanya sebatas pada sitosol sel.1

Pada peristiwa respirasi, dikenal istilah Respiratory Quotient (RQ). RQ merupakan sebuah angka perbandingan antara jumlah karbondioksida yang diproduksi terhadap jumlah oksigen yang dikonsumsi saat respirasi. Perbedaan RQ dapat terlihat pada jenis nutrien yang digunakan untuk respirasi seluler. Untuk penggunaan karbohidrat, nilai RQ-nya adalah 1 sementara untuk protein adalah 0,8 dan untuk lemak adalah 0,7. Rumus RQ:

RQ =


(24)

2.4 Fisiologi Tidur

Tidur merupakan peristiwa fisiologis yang berulang ketika semakin menurunnya proses untuk mempertahankan keadaan tetap terbangun. Siklus tidur terdiri dari dua fase yaitu fase REM (Rapid Eye Movement) selama 20-25% tidur dan non-REM (Non-Rapid Eye Movement) selama 75-80% tidur. Pengaturan siklus ini penting untuk mempertahankan keseimbangan. Bagian dari otak yang mempengaruhi kondisi tidur adalah sistem aktivasi retikuler batang otak, lokus koeruleus, rafe dorsal, nuklei batang otak lain, otak depan bagian basal, talamus, lokus hipotalamus, dan korteks.14, 15

Gambar 2.3 EEG dari Kondisi Bangun, Tidur REM, dan Tidur Dalam11

Tahap tidur REM ditandai dengan mimpi yang aktif. Pada tahap ini akan terjadi perubahan frekuensi napas dan tekanan darah. Tubuh menjadi kurang reseptif terhadap stimulasi dari luar dan tonus otot menurun. Pengaruh inhibisi ini tidak terjadi pada neuron yang mempersarafi otot penggerak bola mata. Hal inilah yang menyebabkan mata orang tertidur saat bermimpi bergerak dengan cepat.11

Tidur non-REM memiliki empat fase. Pada tahap tidur non-REM atau disebut tidur dalam atau tidur gelombang lambat, tubuh menjadi lebih rileks. Aktivitas pada korteks serebral minimum. Denyut jantung, tekanan darah, frekuensi napas, dan kecepatan metabolisme basal menurun sebesar 10- 30%.2, 11

Terdapat perbedaan pada tidur REM dan tidur non-REM. Tabel 2.1 dibawah ini menjelaskan mengenai perbedaan keduanya.

Bangun

Tidur REM

Tidur dalam (gelombang lambat)


(25)

Tabel 2.1 Tidur REM dan Tidur Non-REM11

Gambaran fase 1, 2 Gambaran fase 3, 4 Fase REM

Pola pernapasan Periodik Stabil Tidak teratur

Apnea Sentral Jarang Sentral

Otot rongga dada Aktif Aktif Dihambat

Diafragma Aktif Aktif Aktif

Otot saluran pernapasan atas

Aktif Aktif Dihambat

Respon bangun terhadap rangsangan

Ambang lebih rendah dibanding saat terjaga

Ambang lebih rendah dibanding fase 1 dan 2

Ambang lebih rendah dibanding fase 3 dan 4

2.5 Dengkuran (Snoring)

Mendengkur adalah keadaan ketika seseorang yang tidur mengeluarkan suara akibat getaran saluran pernapasan atas. Suara yang disebut dengkuran itu dapat terjadi berulang-ulang. Mendengkur bisa menjadi masalah yang perlu dievaluasi saat ini karena menjadi tanda tersering dari OSAHS (Obstructive Sleep

Apnea-Hypopnea Syndrome). Selain itu, mendengkur juga dapat menyebabkan

permasalahan sosial akibat mengganggu teman sekamar dan mempermalukan diri sendiri.4

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai mendengkur. Salah satunya mengenai bagaimana suara tersebut dihasilkan. Saluran pernapasan atas merupakan saluran yang fleksibel sehingga dapat berkontraksi maupun kolaps. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kolaps saluran pernapasan atas sehingga menimbulkan suara dengkuran akan dijelaskan sebagai berikut.3, 4

Faktor yang pertama adalah kelemahan tonus otot-otot palatum, lidah, dan faring pada tahap tidur dalam. Hal ini menyebabkan efek dilatasi otot faring dan efek protrusif otot genioglossus tidak adekuat. Kondisi ini membuat lidah lebih mudah jatuh ke belakang sehingga menutup saluran pernapasan.16, 17

Faktor kedua adalah adanya massa atau jaringan yang menutupi saluran pernapasan. Contohnya adalah tonsil yang membesar pada anak-anak, jaringan faringeal yang besar atau lemak yang menumpuk pada penderita obesitas. Lidah yang besar pada penderita Sindrom Down ataupun akromegali serta terbentuknya kista maupun tumor juga dapat menimbulkan obstruksi saluran pernapasan.16, 17


(26)

Faktor ketiga adalah deformitas kraniofasial seperti dagu yang tertarik ke belakang, retrognatia, dan makrognatia. Keadaan ini mempersulit lidah untuk berada di depan dan cenderung mudah tertarik ke belakang. Lidah kemudian menempati ruang di saluran pernapasan dan mengobstruksi aliran udara pernapasan. Selain itu, uvula dan palatum molle yang panjang juga dapat mempersempit apertura nasofaring.4, 15, 16

Faktor terakhir adalah restriksi aliran udara pada hidung seperti ketika pilek, serangan alergi, deformitas septum nasi, tumor hidung, dan sinusitis. Kolapsnya saluran pernapasan atas menyebabkan peningkatan turbulensi aliran udara. Akibat turbulensi ini, maka jaringan-jaringan lunak di sekitarnya bergetar menghasilkan suara dengkuran.4, 16, 17

Mendengkur sendiri memiliki faktor risiko antara lain adalah peningkatan berat badan, kongesti nasal kronik, pencandu alkohol, serta penggunaan obat-obatan sedatif (hipnotik) dan analgesik opioid. Prevalensi terjadinya mendengkur meningkat seiring dengan usia dan peningkatan berat badan. Kejadian mendengkur terjadi tiga kali lebih sering pada orang yang obesitas.4, 16, 17

Menurut prevalensi, laki-laki lebih sering mendengkur dibandingkan perempuan. Pada rentang usia 30-35 tahun, pendengkur laki-laki sekitar 20% sementara perempuan sekitar 5%. Pada usia 60 tahun, 60% laki-laki mendengkur sementara 40% perempuan mendengkur. Laki-laki memiliki kecenderungan untuk kolaps saluran pernapasan atas yang dikatakan berkaitan dengan faktor hormonal. Berdasarkan data di atas, efek progesteron kemungkinan mempengaruhi saluran respirasi sehingga terjadi dengkuran.4, 16, 17

Selain itu, riwayat keluarga yang mendengkur juga dikaitkan dengan kecenderungan seseorang untuk mendengkur. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena adanya peranan genetik yang menyebabkan kelainan anatomi dan fisiologi yang meningkatkan resistensi saluran pernapasan atas dan tekanan inspirasi subatmosferik di jalan napas atau mengganggu stabilitas dinding saluran pernapasan atas.4, 15


(27)

2.6 Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Sindrom apnea terbagi menjadi tiga, yaitu tipe sentral, tipe obstruktif, dan tipe campuran. Apnea tipe obstruktif ini disebut OSA (Obstructive Sleep Apnea).

Obstructive Sleep Apnea adalah tipe apnea yang paling sering terjadi yang

disebabkan oleh adanya kolaps pada jalan aliran udara di saluran pernapasan. Mekanisme dan penyebab kolaps ini multifaktorial.16, 18

Astuti dkk. memberikan pernyataan bahwa Bergeron et al. dalam Jonson C

et al. mengemukakan bahwa inflamasi jalan napas dan inflamasi sistemik

menyebabkan OSA. Faktor-faktor risiko OSA antara lain berat badan berlebih, lingkar leher lebih besar, asma, dan gangguan anatomis pada saluran pernapasan atas. Gangguan anatomis tersebut yang paling sering antara lain adalah rinitis, deviasi septum, sinusitis, pembesaran adenoid, hipertrofi konka, dan uvula memanjang.3, 18

Dua gejala kardinal OSA adalah snoring (mendengkur) dan EDS. Snoring, EDS, dan OSA sering dikaitkan. Sekitar 26% sampai 32% orang dewasa dengan OSA memiliki risiko EDS. Prevalensi ini diperkirakan masih akan meningkat. Hubungan keduanya mungkin dapat dilihat dari estimasi heritabilitas berdasarkan kemungkinan faktor risiko genetik yaitu untuk EDS sebesar 40% dan snoring

sebesar 23%. Selain itu, karena EDS dan OSA mungkin sama-sama mempengaruhi kondisi kesehatan, baik fisik maupun mental, maka EDS dan OSA dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.6, 9

2.7 Excessive Daytime Sleepiness (EDS) Definisi dan klasifikasi

Excessive Daytime Sleepiness adalah suatu keadaan mengantuk pada siang

hari. Berdasarkan klasifikasi internasional mengenai gangguan tidur, EDS diartikan sebagai suatu kondisi mengantuk pada beberapa situasi yang bersifat subjektif. Perlu dibedakan pula EDS dengan perasaan kurang energi, keletihan, perasaan mengantuk, atau malaise.19

Sulit untuk menentukan derajat keparahan EDS. Excessive Daytime

Sleepiness derajat ringan ditandai dengan mengantuk pada kondisi istirahat atau


(28)

sosial ringan. Excessive Daytime Sleepiness derajat sedang terjadi sehari-hari selama aktivitas fisik yang sangat ringan atau saat kondisi dibutuhkan perhatian sedang. Pada EDS yang parah, episode mengantuk terjadi sehari-hari di saat kondisi yang membutuhkan perhatian ringan sampai sedang yang mengganggu fungsi sosial dan fungsi kerja secara nyata.19

Gejala dan faktor risiko EDS

Excessive Daytime Sleepiness dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Beberapa penyebab yang sudah diketahui adalah kondisi apnea saat tidur, sindrom katapleksi atau narcolepsy, ganggguan psikiatrik atau psikofisiologik, pengaruh obat, kondisi metabolik toksik, dan gangguan intermiten seperti saat menstruasi.20

Sindrom narcolepsy ditandai dengan EDS dan gejala abnormal tidur REM.

Excessive Daytime Sleepiness biasanya merupakan gejala pertama dari empat

gejala narcolepsy. Rasa mengantuk sepanjang hari terjadi seringnya setelah makan atau pada siang hari. Riwayat katapleksi adalah gambaran khas dari sindrom ini. Serangan katapleksi ditandai dengan adanya kehilangan tonus otot, rahang jatuh, kepala jatuh, wajah mengendur atau turun, lutut dan genggaman tangan melemah, dan paralisis tiba-tiba seluruh otot skeletal dengan kolaps postural yang lengkap.20

Rasa mengantuk berlebihan dapat juga transien ketika seseorang sedang menghadapi hal-hal yang membuatnya stress atau tertekan. Keadaan tersebut ditandai dengan gangguan pola tidur seperti kesulitan bangun tidur sehingga menghabiskan banyak waktu di tempat tidur atau sering tidur sebentar saat siang hari. Selain gangguan psikologis, sejumlah obat juga dapat menimbulkan EDS. Obat-obatan tersebut memiliki efek depresif terhadap sistem saraf pusat. Komplikasi dari penggunaan obat-obatan tersebut adalah iritabilitas, perubahan

mood, dan paranoid.20

Banyak kondisi medis, toksik, atau lingkungan yang berkaitan dengan EDS. Hipersomnolensia sering dihubungkan dengan gangguan metabolik dan endokrin seperti hipotiroidisme, diabetes, hipoglikemia, uremia, gagal hati, dan hiperkapnia sekunder akibat penyakit paru kronik. Gangguan pada sistem saraf


(29)

pusat seperti tumor otak, perdarahan subdural, dan peningkatan tekanan intrakranial juga dapat memicu EDS.5, 6, 20

Penyebab EDS yang paling sering adalah tidur yang tidak adekuat yang terjadi secara kronik sehingga riwayat tidur juga perlu diketahui untuk mengidentifikasi etiologi EDS. Excessive Daytime Sleepiness merupakan salah satu gejala tersering yang berhubungan dengan tidur dan dialami oleh kurang lebih 20% dari populasi dunia. Faktor risiko EDS adalah gangguan metabolisme seperti diabetes mellitus dan berat badan berlebih. Selain itu, faktor lain yang berisiko adalah usia, merokok, durasi tidur, dan depresi. Namun, dari semua faktor tersebut, yang paling berpengaruh menimbulkan EDS adalah faktor metabolik dan depresi.5, 9, 15

EDS lebih sering terjadi pada usia di bawah 30 tahun dan di atas 75 tahun. Usia di bawah 30 tahun sering dihubungkan dengan ketidakseimbangan antara tidur dan kondisi depresi yang dialaminya. Sementara itu, usia 75 tahun lebih berkaitan dengan masalah kesehatan dan penyakit medis seperti gangguan metabolisme yaitu diabetes, resistensi insulin, dan obesitas. Terdapat kontribusi genetik terhadap EDS dan obesitas. Estimasi besar pengaruh genotip terhadap fenotip adalah 40% pada EDS dan 64% untuk obesitas.5, 6

Konsekuensi yang signifikan dari EDS sendiri adalah pengaruhnya terhadap meningkatnya gangguan fungsi, defisit kognitif, dan mortalitas. Hal ini terutama terjadi pada 10% sampai 33% orang dewasa lanjut usia. Kejadian mortalitas meningkat dua sampai tiga kali pada pasien dengan kondisi EDS yang disertai Sleep Disordered Breathing (SDB) dibandingkan dengan kondisi EDS saja atau SDB saja.7

Epworth Sleepiness Scale (ESS)

Excessive Daytime Sleepiness dapat dinilai secara lebih objektif dengan

sebuah kuesioner singkat yang dikenal sebagai Epworth Sleepiness Scale. Pasien akan diminta mengisi kuesioner ini dengan menggunakan bahasa yang dikuasainya. Nilai ESS 1-6 menunjukkan bahwa orang tersebut mendapat cukup tidur dengan derajat EDS dan OSA ringan, nilai 7-8 menunjukkan nilai rata-rata dengan derajat EDS dan OSA yang sedang, serta nilai ≥ 9 menunjukkan derajat


(30)

EDS dan OSA yang berat. Sementara itu, jika nilai ESS > 10, maka orang tersebut dikatakan abnormal dan membutuhkan bantuan medis.21, 22

Tabel 2.2 Penilaian Skala Kantuk Epworth (Epworth Sleeepiness Scale = ESS)21

Kegiatan Nilai

Duduk dan membaca 0 1 2 3

Menonton televise 0 1 2 3

Duduk diam di tempat umum (misalnya bioskop atau sedang

rapat) 0 1 2 3

Sebagai penumpang mobil selama satu jam tanpa istirahat 0 1 2 3

Rebahan untuk beristirahat di siang hari ketika keadaan

memungkinkan 0 1 2 3

Duduk dan berbicara dengan seseorang 0 1 2 3

Duduk tenang setelah makan siang tanpa minum alkohol 0 1 2 3

Di dalam mobil dan mobil berhenti selama beberapa menit karena

macet 0 1 2 3

Nilai Total

Keterangan: Penilaian Curiga OSA jika ESS ≥ 10

2.8 Kualitas Hidup Manusia

Health-related quality of life

Kesehatan berhubungan dengan kualitas hidup seseorang. World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan fisik, mental,

dan sosial yang baik tanpa adanya penyakit. Sementara itu, kualitas hidup sendiri adalah persepsi individual terhadap posisi mereka dalam kehidupan dengan konteks budaya dan norma di tempat mereka tinggal dan hubungannya terhadap tujuan, ekspektasi, standar, dan perhatian.23

Kualitas hidup dapat berupa kualitas mengenai kesehatan individu ataupun kualitas individu yang lainnya. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan adalah keadaan seseorang yang dinilai baik secara fisik, fungsional, mental, maupun sosial. Penilaian kualitas hidup penting mengingat pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi, dan integritas biologis seseorang. Kualitas hidup ini dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang baku atau dengan wawancara semistruktural. Pengukuran kualitas hidup yang dilakukan dapat menggunakan kuesioner yang bersifat umum maupun yang bersifat spesifik.10


(31)

Beberapa kuesioner yang baku mengenai penilaian kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan adalah kuesioner SF-36, European Quality of Life

Survey, dan WHO Quality of Life Instruments. Alat ukur kualitas hidup tersebut

mengukur kualitas hidup pada populasi secara umum. Pada dasarnya, setiap alat ukur tersebut sama-sama menilai kualitas hidup secara fisik dan mental namun ada sedikit perbedaan dalam aspek perinciannya. Komponen yang akan dinilai dalam penilaian kualitas hidup seseorang terdiri dari empat dimensi yaitu fisik, fungsional, psikologis atau emosional, dan sosial atau okupasional.10

European Quality of Life Survey (EQLS)

European Quality of Life Survey adalah alat yang dibuat untuk

mendokumentasi dan menganalisis kualitas hidup di Eropa. Kuesioner ini telah diperbaiki sebanyak tiga kali sampai terakhir pada tahun 2011 telah dibuat EQLS ke-3 yang telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Persyaratan untuk menjadi responden dari EQLS ini antara lain adalah usia lebih dari atau sama dengan delapan belas tahun, telah tinggal di negara tersebut selama minimal enam bulan, dapat berbicara menggunakan bahasa nasional dengan cukup baik untuk merespon kuesioner, dan tidak tinggal dalam sebuah institusi seperti barak militer, penjara, rumah sakit, atau ruang perawatan.24

Konteks pengukuran kualitas hidup dengan EQLS kurang terorganisir karena konteksnya masih belum terbagi antara kesehatan mental dengan kesehatan fisik. Komponen-komponen yang dinilai dalam EQLS antara lain mengenai persepsi keadaan tubuh yang baik dari individu, standar kehidupan dan kehilangan, keseimbangan pekerjaan dan kehidupan kerja, kehidupan sosial dan keluarga, lingkungan lokal, pemukiman dan rumah, pelayanan kesehatan dan publik, serta kualitas bermasyarakat.24

WHO Quality of Life Instruments

WHO Quality of Life Instruments merupakan suatu bentuk kuesioner yang

dibuat oleh WHO. Organisasi kesehatan dunia ini telah mengembangkan dua jenis instrumen yaitu WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF. Berikut ini tabel 2.3 tentang aspek WHOQOL.23


(32)

Tabel 2.3 Aspek Penilaian Kualitas Hidup dengan WHOQOL23

No. Domain Segi-segi yang Termasuk dalam Domain

Keseluruhan kualitas hidup dan kesehatan umum

1. Kesehatan fisik Energi dan kelelahan

Nyeri dan ketidaknyamanan Tidur dan istirahat

2. Psikologikal Citra dan penampilan tubuh

Perasaan negatif Perasaan positif Harga diri

Pemikiran, pembelajaran, ingatan, dan konsentrasi

3. Tingkat kemandirian Mobilitas

Aktivitas kehidupan sehari-hari

Ketergantungan pada substansi obat dan peralatan medis

Kapasitas kerja

4. Hubungan social Hubungan personal

Dukungan sosial Aktivitas seksual

5. Lingkungan Sumber keuangan

Kebebasan, keselamatan, dan keamanan secara fisik Perawatan sosial dan kesehatan: pencapaian dan kualitas

Lingkungan rumah

Kesempatan untuk memperoleh keahlian dan informasi baru

Keikutsertaan dan kesempatan untuk rekreasi atau waktu luang

Lingkungan fisik (polusi/suara/macet/iklim) Transpor

6. Spriritualitas/agama/kepercayaan personal

Agama/spiritualitas/kepercayaan personal

Kuesioner ini telah digunakan oleh berbagai negara dengan keanekaragaman budayanya. Tabel 2.3 menunjukkan domain-domain yang termasuk dalam pengukuran kualitas hidup dengan instrumen WHOQOL.23


(33)

Kekuatan dari WHOQOL ini antara lain adalah instrumen ini dapat dikembangkan sehingga melintas budaya untuk berbagai negara. Bahkan sampai saat ini sudah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Selain itu, instrumen ini juga menempati kepentingan pertama atas persepsi individual, pengembangan yang sistematis, dan memiliki bentuk yang berbeda pada penggunaan yang berbeda. Instrumen ini dapat digunakan dalam berbagai kepentingan seperti pada praktik medis, meningkatkan hubungan dokter dengan pasien, dan menilai efektivitas suatu terapi evaluasi pelayanan medis dan penelitian.10, 23

SF-36 Health Survey

SF-36 Health Survey adalah suatu kuesioner yang secara umum dan luas dapat mengukur dua komponen manusia yaitu komponen fisik dan komponen mental yang dirincikan dalam kedelapan aspek status kesehatan manusia. Kedelapan aspek tersebut adalah fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosional, dan kesehatan mental. Namun, SF-36 ini juga menilai perubahan kesehatan sehingga terdapat sembilan aspek yang dinilai. Komponen tersebut dijabarkan dalam tabel 2.4.25, 26

Bagan 2.1 Komponen Fisik dan Komponen Mental SF-36 V2.0 Peran fisik

Fungsi fisik

Nyeri Tubuh

Kesehatan Umum

Vitalitas

Fungsi Sosial

Peran Emosional

Kesehatan Mental

Kesehatan Fisik

Kesehatan Mental


(34)

Bagan 2.1 menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kualitas hidup dalam penilaian dengan kuesioner SF-36. Aspek kesehatan fisik dipengaruhi mayoritas oleh fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, dan kesehatan umum. Sementara itu kesehatan mental lebih banyak dipengaruhi oleh vitalitas, fungsi sosial, peran emosional, dan kesehatan mental.

Terdapat sejumlah perilaku yang harus dilakukan dalam melakukan pengisian kuesioner SF-36 ini. Hal-hal yang harus dilakukan tersebut:

a. Memperkenalkan kuesioner dan memberikan penjelasan mengenai manfaat yang diperoleh

b. Memberikan penjelasan kepada reponden untuk melakukan pengisian kuesioner secara lengkap

c. Mengatakan pada responden untuk melakukan pengisian kuesioner ini sebelum mereka melakukan pengisian data kesehatan lain

d. Bersikap hangat, ramah, dan membantu

e. Membacakan dan mengulangi secara verbal pertanyaan jika responden meminta klarifikasi

f. Mengatakan kepada responden untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang dipikirkannya

g. Mengatakan kepada responden untuk melengkapi kuesioner sendiri h. Mengucapkan terimakasih.25

Pengisian kuesioner SF-36 ini memerlukan sejumlah persyaratan agar validitas hasil pengisian terjaga dengan baik. Persyaratan untuk menjadi responden kuesioner ini:

a. Dapat membaca tulisan dengan baik (jika tidak dapat membaca, dapat dilakukan wawancara langsung yang telah terstandardisasi)

b. Dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam kuesioner (jika perlu diberikan dua jenis bahasa untuk memudahkan pemahaman)


(35)

Tabel 2.4 Sembilan Aspek Penilaian Kualitas Hidup pada Kuesioner SF-3625

Skala Nomor Komponen tiap nomor

Fungsi fisik 3a Aktivitas berat seperti berlari, mengangkat barang

berat, atau mengikuti olahraga berat

3b Aktivitas sedang seperti memindahkan meja, mendorong penghisap debu, bermain bowling atau golf

3c Mengangkat atau membawa bahan makanan

3d Menaiki beberapa tangga

3e Menaiki satu tangga

3f Menekuk, berlutut, atau membungkuk 3g Berjalan beberapa mil

3h Berjalan beberapa ratus meter 3i Berjalan seratus yard

3j Mandi atau memakai pakaian sendiri

Peran fisik 4a Mengurangi sejumlah waktu yang dihabiskan

dalam pekerjaan atau aktivitas-aktivitas lainnya 4b Menyelesaikan kurang dari apa yang diharapkan 4c Terbatas pada jenis pekerjaan atau

aktivitas-aktivitas lain tertentu

4d Memiliki kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas-aktivitas lainnya

Nyeri pada tubuh 7 Intensitas nyeri tubuh

8 Nyeri berkepanjangan dalam keterlibatan

pekerjaan yang normal

Kesehatan umum 1 Kesehatan Anda? Luar biasa baik, sangat baik,

baik, agak baik, buruk

11a Sedikit lebih mudah terlihat sedang sakit dari orang lainnya

11b Sesehat orang lain yang saya tahu 11c Menyangka kesehatan saya buruk 11d Kesehatan yang luar biasa baik

Vitalitas 9a Merasa penuh kehidupan

9e Punya banyak energi

9g Merasa kehabisan tenaga

9i Merasa lelah

Fungsi sosial 6 Masalah kesehatan berkepanjangan dalam

keterlibatan aktivitas sosial yang normal

10 Masalah kesehatan yang sering dalam keterlibatan aktivitas sosial yang normal

Peran emosional 5a Mengurangi sejumlah waktu yang dihabiskan

dalam pekerjaan atau aktivitas-aktivitas lainnya 5b Menyelesaikan kurang dari apa yang diharapkan 5c Melakukan pekerjaan atau aktivitas-aktivitas

lainnya kurang berhati-hati dari biasanya

Kesehatan mental 9b Menjadi sangat gugup

9c Merasa terlalu jatuh sampai tidak ada sesuatupun yang dapat menghibur Anda

9d Merasa tenang dan damai

9f Merasa putus asa dan depresi

9h Merasa senang

Transisi Kesehatan yang Dilaporkan

2 Bagaimana kesehatan saat ini dibandingkan dengan satu tahun yang lalu


(36)

Penilaian angka hasil pengisian kuesioner SF-36 adalah menggunakan

computer-based scoring yang dikeluarkan oleh Quality Metric Incorporated. Software yang

digunakan dalam penilaian nilai akhir adalah Scoring Software 2.0.25

Perhitungan dapat juga dilakukan dengan menggunakan perhitungan RAND-scoring. Perhitungan ini dilakukan secara dua tahap berdasarkan tabel berikut ini.26

1. Pengkodean ulang

Tabel 2.5 Pengkodean Ulang SF-3623

Nomor item Jawaban

Responden

Nilai Pengkodean Ulang

3a, 3b, 3c, 3d, 3e, 3f, 3g, 3h, 3i, 3j 1 0

2 50

3 100

4a, 4b, 4c, 4d, 5a, 5b, 5c, 9b, 9c, 9f, 9g, 9i, 10, 11a, 11c

1 0

2 25

3 50

4 75

5 100

7 1 100

2 80

3 60

4 40

5 20

6 0

1, 2, 6, 8, 9a. 9d, 9e, 9h, 11b, 11d 1 100

2 75

3 50

4 25


(37)

2. Perata-rataan nilai item yang dikode ulang ke dalam skala Tabel 2.6 Perata-rataan Pengkodean Ulang26

Skala Jumlah Skala dari item Rata-rata dari Item Berikut

Fungsi fisik 10 3a, 3b, 3c, 3d, 3e,3f, 3g, 3h, 3i, 3j

Keterbatasan peran karena gangguan kesehatan fisik

4 4a, 4b, 4c, 4d

Keterbatasan peran karena gangguan kesehatan emosional

3 51, 5b, 5c

Vitalitas 4 9a, 9e, 9g, 9i

Kesehatan Mental 5 9b, 9c, 9d, 9f, 9h

Fungsi Sosial 2 6, 10

Nyeri Tubuh 2 7, 8

Kesehatan Umum 5 1, 11a, 11b, 11c, 11d


(38)

2.9Kerangka Teori

Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor Etiologi

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Dampak medis Dampak non-medis

Excessive Daytime

Sleepiness (EDS)

Gangguan kualitas hidup  Penyakit kardiovaskuler  Penyakit serebrovaskuler Faktor Risiko:  IMT

 Lingkar leher  Usia

 Jenis kelamin Faktor Risiko:  Diabetes mellitus  IMT

 Depresi  Usia

 Durasi tidur  Merokok Epworth Sleepiness Scale (ESS) SF-36 Health Survey

Hidung: deviasi septum, hipertrofi adenoid, hipertrofi konka, rinitis, sinusitis Orofaring: hipertrofi tonsil, makroglosia, uvula memanjang Hipofaring: hipertrofi tonsil lingual, penebalan dinding lateral faring


(39)

2.10 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Bagan 2.3 Kerangka Konsep

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Dampak medis Dampak non-medis

Excessive Daytime

Sleepiness (EDS)

Gangguan kualitas hidup  Penyakit

kardiovaskuler  Penyakit

serebrovaskuler Faktor Risiko:

 Diabetes mellitus  IMT

 Depresi  Usia

 Durasi tidur  Merokok

Epworth Sleepiness

Scale

(ESS)

SF-36

Health Survey


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional.27 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Desember 2012 – September 2013.

3.3 Populasi dan Sampel Populasi target

Populasi target dari penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi calon tenaga kesehatan.

Populasi terjangkau

Populasi yang dapat dijangkau oleh peneliti adalah mahasiswa dan mahasiswi aktif preklinik PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012-2013.

Sampel

Sampel yang akan dijadikan objek penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi aktif preklinik PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012-2013.

Besar sampel

= 86,5928 87

Besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah 87 sampel.28


(41)

Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple

random sampling.27

3.4 Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi

 Mahasiswa aktif preklinik PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kriteria eksklusi

 Menolak menjadi responden dalam penelitian 3.5 Cara kerja penelitian

Alur penelitian

Bagan 3.1 Alur Penelitian

Alat dan bahan

Peralatan yang dibutuhkan selama penelitian adalah kuesioner yang diadaptasi dari Epworth Sleepiness Scale dan

SF-36 version 2.0.

Pengambilan sampel secara simple random sampling

Pengisian kuesioner Epworth Sleepiness Scale dan SF-36

Analisis data apakah berdistribusi normal atau tidak

Jika iya, analisis data dengan uji t tidak

berpasangan

Jika tidak, analisis data dengan uji Mann-Whitney


(42)

3.6 Managemen data

Teknik pengolahan data

Data akan diolah menggunakan software komputer yaitu SPSS 16 (Statistical Program for Social Sciences 16) dengan melihat rerata nilai variabel numerik (skor SF-36 Health Survey

version 2.0) pada variabel kategorik (EDS dan tidak EDS).

Analisis data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t tidak ta berpasangan (uji parametrik) jika memenuhi syarat. Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Mann-Whitney (uji nonparametrik). Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rerata nilai SF-36 antara sampel yang mengalami EDS dengan yang tidak mengalami EDS.29

3.7 Etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memohon perizinan secara tertulis maupun langsung terhadap pihak universitas. Penelitian dilakukan secara random sehingga tidak memilih-milih sendiri subyek penelitian. Selain itu, peneliti memberitahukan secara lengkap mengenai tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga membuat lembar persetujuan kepada calon subyek penelitian sebelum penelitian dilakukan sehingga tidak ada unsur pemaksaan. Data subyek akan dijaga kerahasiannya.


(43)

3.8 Definisi operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini ditampilkan dalan tabel 3.1 dan tabel 3.2 di bawah ini. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Excessive Daytime Sleepiness. Sementara itu, variabel dependen yang diteliti adalah kualitas hidup.

Tabel 3.1 Definisi Operasional 1 No. Variabel

Dependen

Definisi Operasional22

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Kualitas

hidup Persepsi individual terhadap posisi mereka dalam kehidupan dengan konteks budaya dan norma di tempat mereka tinggal dan hubungannya terhadap tujuan, ekspektasi, standar, dan perhatian Kuesioner SF-36 Health Survey version 2.0

Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk angka: -Komponen fisik -Komponen mental -Delapan domain SF-36 Numerik

Tabel 3.2 Definisi Operasional 2 No. Variabel

Independen

Definisi Operasional18

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Excessive Daytime Sleepiness (EDS) Kondisi mengantuk pada beberapa situasi yang bersifat subjektif Kuesioner Epworth Sleepiness Scale Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk kualitatif yaitu EDS dan non-EDS 1. Positif EDS: ≥10 2. Negatif EDS: ˂10 Kategorik


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian

Sampel dipilih berdasarkan data yang diambil dari prevalensi Excessive

Daytime Sleepiness yang dilakukan terlebih dahulu. Pengambilan sampel tersebut

dilakukan secara simple random sampling dengan sampling frame yang didapatkan dari staf administrasi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.1.1 Distribusi responden penelitian

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi responden dalam penelitian ini. Data distribusi tersebut disajikan dalam tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 : Distribusi sampel penelitian

Usia Jumlah Persentase (%)

16 tahun 1 0,7

17 tahun 3 2,1

18 tahun 16 11,4

19 tahun 29 20,7

20 tahun 55 39,3

21 tahun 32 22,9

22 tahun 3 2,1

23 tahun 1 0,7

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, ditemukan dalam penelitian ini bahwa terdapat variasi usia dengan rentang usia yaitu 16-23 tahun. Kelompok usia terbanyak yaitu pada usia 20 tahun sebanyak 55 orang (39,3%). Sementara itu, kelompok usia 16 tahun dan usia 23 tahun memiliki jumlah paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (0,7%).


(45)

Grafik 4.1 Distribusi usia responden penelitian

4.1.2 Prevalensi EDS dan tidak EDS

Jumlah sampel yang dalam penelitian ini adalah 140 sampel. Dari 140 sampel tersebut, 78 sampel (55,7%) mengalami EDS dan 62 sampel (44,3%) tidak mengalami gangguan tersebut.

Grafik 4.2 Prevalensi EDS dan Tidak EDS

Selanjutnya, penilaian skor kualitas hidup dilakukan menggunakan kuesioner SF-36 version 2.0 tersebut dengan menggunakan computer-based

scoring yang dikeluarkan oleh Quality Metric Incorporated yaitu Scoring

Software 2.0. Data hasil penilaian tersebut selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan software SPSS 16. Hasil analisis data mengenai komponen fisik dan komponen mental pada responden yang EDS dengan yang tidak EDS ditampilkan dalam tabel 4.2 serta mengenai kedelapan domain SF-36 dalam tabel 4.3

0 10 20 30 40 50 60

16 17 18 19 20 21 22 23

Jumlah Responden


(46)

4.1.3 Uji statistik

Analisis bivariat terhadap komponen fisik, komponen mental, dan kedelapan domain pada SF-36 dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16. Desain penelitian yang diambil adalah desain analitik tidak berpasangan numerik sehingga uji yang dilakukan adalah uji t tidak berpasangan jika memenuhi syarat dan uji Mann-Whitney jika tidak memenuhi syarat. Tabel 4.2 menunjukkan hasil analisis statistik nilai kualitas hidup responden yaitu komponen fisik dan komponen mental berdasarkan kuesioner SF-36 version 2.0.

Tabel 4.2 Komponen fisik mental pada responden EDS dan tidak EDS

Karakteristik Rerata ±s.b. P-value

EDS Tidak EDS

Komponen Fisik 51,8±6,4 53,5±5,9 0,094*

Komponen Mental 42,3±9,9 45,1±8,6 0,07**

Keterangan: *uji Mann-Whitney, **uji t tidak berpasangan

Grafik 4.3 Komponen fisik mental pada responden EDS dan tidak EDS

Berdasarkan tabel 4.2 dan grafik 4.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata nilai komponen fisik dan komponen mental kelompok yang EDS dengan rerata nilai komponen fisik dan komponen mental kelompok yang tidak EDS. Meskipun begitu, masih terdapat perbedaan yang terlihat dari nilai rerata kedua kelompok tersebut. Rerata nilai komponen fisik pada responden yang EDS lebih rendah daripada yang tidak


(47)

EDS. Begitupun pada rerata nilai komponen mental yang lebih rendah pada responden yang EDS dibandingkan yang tidak EDS.

Tabel 4.3 Nilai kualitas hidup SF-36 tiap domain

Karakteristik Rerata ±s.b. P value

EDS Tidak EDS

Fungsi Fisik 45,8±7,9 48,8±7,5 0.012*

Peran Fisik 53,0±5,5 53,3±4,9 0,710*

Kesehatan Umum 45,7±7,6 47,4±8,3 0,213*

Nyeri Tubuh 49,9±8,8 52,0±9,0 0,157*

Vitalitas 52,9±7,5 53,8±8,1 0,673*

Fungsi Sosial 43,8±8,6 45,7±8,4 0,201*

Peran Emosional 39,1±11,3 43,3±8,9 0,046*

Kesehatan Mental 46,1±8,5 47,6±8,0 0,480*

Keterangan: *uji Mann-Whitney, **uji t tidak berpasangan

Grafik 4.4 Nilai kualitas hidup SF-36 tiap domain

Tabel 4.3 di atas menunjukkan hasil analisis dengan nilai rerata dan simpangan baku dari kedelapan domain dari SF-36 version 2.0. Dapat ditarik simpulan bahwa untuk nilai rerata semua domain SF-36 yang tidak EDS lebih tinggi daripada yang EDS walaupun secara statistik perbedaan rerata nilai tersebut tidak semua domain bermakna. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang menyatakan bahwa EDS dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.


(48)

4.2 Pembahasan

Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis untuk kedelapan domain dari kuesioner SF-36 version 2.0. Berdasarkan tabel 4.3, dapat terlihat bahwa nilai fungsi fisik pada responden yang EDS dengan yang tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p yaitu 0,012. Hasil yang sama juga terdapat pada nilai peran emosional dengan nilai p yaitu 0,046 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata nilai yang bermakna antara responden yang EDS dengan yang tidak. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara responden yang EDS dengan yang tidak pada nilai peran fisik, kesehatan umum, nyeri tubuh, vitalitas, fungsi sosial, dan kesehatan mental.

Durasi tidur yang banyak hilang sehingga menimbulkan gejala EDS memiliki efek samping terhadap mood dan perilaku. Seseorang yang memiliki durasi tidur yang banyak hilang secara kronik dilaporkan banyak mengalami kegawatan mental, gejala depresi, dan kecemasan yang dapat mempengaruhi peran emosional seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara responden yang EDS dengan yang tidak EDS pada nilai peran emosionalnya.30

Dari laporan di atas juga dapat terlihat bahwa memang pada responden yang positif EDS lebih rendah fungsi fisiknya dibandingkan dengan responden yang tidak EDS yang bermakna secara statistik. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sforza, dkk., yang menyatakan bahwa memang keterbatasan peran karena gangguan kesehatan fisik pada pasien dan fungsi fisik dengan OSA (Obstructive Sleep Apnea), yang memang memiliki gejala utama berupa EDS, lebih banyak ditemukan dibandingkan pada pasien yang tidak OSA.31

Untuk domain SF-36 yang lain, ditemukan bahwa semua domain memiliki nilai rerata yang lebih rendah pada kelompok EDS dibandingkan kelompok tidak EDS. Pada penelitian yang juga dilakukan oleh Sforza, dkk., diketahui bahwa responden dengan gangguan pernapasan saat tidur sehingga timbul gejala EDS


(49)

memiliki keterbatasan peran karena alasan emosional, kesehatan mental, dan fungsi sosial yang lebih rendah dari kondisi responden tanpa gangguan tersebut.31

Pada penelitian yang lain yang dilakukan oleh Hirunwiwatkul dan Mahattanasakul dihasilkan keterangan bahwa gangguan bernapas saat tidur tidak berkaitan langsung dengan status kesehatan umum. Akan tetapi disimpulkan juga bahwa terdapat penurunan pada setiap domain dalam SF-36 pada responden dengan gangguan napas saat tidur sejalan dengan tingkat keparahan gangguan tersebut. Dikatakan bahwa hal ini berhubungan erat dengan kondisi EDS yang merupakan gejala mayor gangguan tersebut.32

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Akashiba et al ditemukan bahwa enam dari delapan domain pada SF-36 memiliki nilai lebih rendah pada pasien dengan OSA yang parah. Nilai ESS (Epworth Sleepiness Scale) yang menilai kondisi EDS dan SDS (Zung self-rated Depression Scale) yang menilai kondisi depresi juga menunjukkan lebih adanya gangguan pada pasien OSA yang parah dibandingkan kelompok kontrol.33

Pada penelitian tersebut juga ditemukan tidak terdapat hubungan antara domain SF-36 dengan keparahan OSA dan nilai ESS. Selain itu, lima dari kedelapan domain SF-36 dan nilai total SF-36 berkorelasi secara signifikan dengan nilai SDS. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa walaupun tingkat keparahan dan kondisi EDS tidak mempengaruhi domain kualitas hidup, kondisi EDS dapat menyebabkan kondisi depresi yang berpengaruh pada kesehatan mental dan peran emosional seseorang. Namun penelitian yang dilakukan tersebut memang menggunakan sampel yang jumlahnya hanya sedikit yaitu sebanyak 94 orang sehingga bias dapat saja terjadi seperti pada penelitian ini yang sampelnya hanya 140 orang.33

Pada penelitian yang dilakukan oleh Daniels, et al mengenai narcolepsy, didapatkan bahwa terdapat penurunan semua domain SF-36 pada pasien

narcolepsy yang memang memiliki gejala EDS dan katapleksi. Nilai domain yang


(50)

dibandingkan dengan penelitian ini yang hanya menilai EDS saja, sebenarnya tidak terlihat signifikansi antara domain-domain tersebut dengan kondisi EDS.34

Kuantitas tidur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya EDS. Haack, et al melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui respon tubuh terhadap restriksi durasi tidur berupa peningkatan penanda inflamasi. Dari penelitian yang mereka lakukan didapatkan hasil bahwa insufisiensi kuantitas tidur dapat meningkatkan kadar IL-6 yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada tubuh. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang diminta tidur 4 jam sehari dan kelompok yang diminta tidur 8 jam sehari. Secara signifikan kadar IL-6 lebih tinggi pada kelompok sampel yang tidur 4 jam sehari dibandingkan kelompok yang tidur 8 jam sehari. Kadar CRP dan PGE2 juga meningkat pada kelompok yang tidur hanya 4 jam sehari walaupun tidak signifikan.35

Sementara itu penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nyeri tubuh pada responden EDS dengan yang tidak EDS yang signifikan secara statistik. Hal ini mungkin terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan nyeri tubuh seperti kondisi stress pada pasien psikosomatis yang berada di luar dari jangkauan peneliti. Apalagi faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi EDS bukan hanya durasi tidur saja namun juga depresi, BMI, riwayat merokok, dan usia.35

Walaupun secara statistik komponen fisik, komponen mental, domain peran fisik, domain kesehatan umum, domain nyeri tubuh, domain vitalitas, domain fungsi sosial, dan domain kesehatan mental tidak memiliki perbedaan nilai rerata yang bermakna sehubungan dengan kondisi EDS, namun dapat diketahui bahwa nilai rerata komponen-komponen tersebut lebih tinggi pada responden tanpa EDS daripada responden yang EDS. Ketidaksesuaian hubungan secara statistik mungkin terjadi karena jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini masih sedikit. Selain itu, kualitas hidup seseorang yang digambarkan dalam komponen fisik dan komponen mental ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang masih menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.


(51)

4.3 Keterbatasan penelitian

Jumlah populasi dalam cakupan penelitian ini terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini pun terbatas dalam pengambilan sampel. Selain itu, kebermaknaan secara statistik juga dapat dipengaruhi oleh sedikitnya jumlah populasi yang ada. Karakteristik yang homogen pada sampel juga dapat mempengaruhi kebermaknaan secara statistik.


(52)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan rerata yang bermakna antara nilai fungsi fisik pada responden yang EDS dengan tidak EDS (nilai p 0,012).

2. Terdapat perbedaan yang bermakna juga pada nilai rerata peran emosional antara responden EDS dengan tidak EDS (nilai p 0,046). 3. Penelitian ini juga memberikan hasil berupa tidak ada perbedaan rerata

nilai yang bermakna antara responden yang EDS dengan yang tidak EDS pada komponen fisik dan komponen mental yang menggambarkan kualitas hidup.

4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rerata antar responden EDS dengan tidak EDS pada peran fisik, kesehatan umum, nyeri tubuh, vitalitas, fungsi sosial, dan kesehatan mental karena kualitas hidup ditentukan oleh berbagai faktor selain EDS.

5.2 Saran

1. Penelitian mengenai EDS ini disarankan untuk dilakukan pada populasi yang berjumlah besar sehingga kebermaknaan dapat lebih dijangkau.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel dari populasi umum yang tidak hanya terbatas pada satu karakteristik populasi


(53)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Belmont: Brooks/Cole; 2010. p. 461-506.

2. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2006. p. 471-523.

3. Febriani D, Yunus F, Antariksa B, Andrianto H. Hubungan obstructive sleep apnea dengan kardiovaskuler. Jurnal Kardiologi Indonesia 2011 Jan-Mar [cited 2013 Jan 14]; 32(1):45-52. Available from:

URL:http://indonesia.digitaljournals.org

4. Douglas NJ, Engleman HM. Sleepiness, cognitive function, and quality of life in obstructive sleep apnoea/hypopnoea syndrome. Thorax 2004 [cited 2012 Sep 28]; 59:618-22. Available from: URL:http://thorax.bmj.com

5. Bixler EO, Vgontzas AN, Lin HM, Calhoun SL, Vela-Bueno A, Kales A. Excessive daytime sleepiness in general population sample: the role of sleep apnea, age, obesity, diabetes, and depression. J Clin Endocrinol Metab 2005 Aug [cited 2013 Apr 18]; (8)90:4510-15. Available from:

URL:http://ncbi.nlm.nih.gov

6. Carmelli D, Bliwise DL, Swan GE, Reed T. Genetic factor in self-reported snoring and daytime sleepiness: a twin study. Am J Respir Crit Care Med 2001 April [cited 2013 Apr 18]; 164:949-52. Available from: URL: http://atsjournals.org

7. Gooneratne NS, Richards KC, Joffe M, Lam RW, Pack F, Staley B, et al. Sleep disordered breathing with excessive daytime sleepiness is risk factor for mortality in older adult. Sleep 2011 [cited 2013 Apr 18]; 34(4): 435-42. Available from: URL:http://journalsleep.org

8. Empana J, Dauvilliers Y, Dartigues J, Ritchie K, Gariepy J, Jouven X, et al. Excessive daytime sleepiness is an independent risk indicator for cardiovascular mortality in community dwelling elderly: the three city study. Stroke 2009 [cited 2013 Apr 17]; 40(4):1219-24. Available from:

URL:http://ncbi.nlm.nih.gov

9. Pagel JF. Excessive daytime sleepiness. Am Fam Physician 2009 [cited 2013 Jan 14]; 79(5):391-6. Available from: URL:http://aafp.org


(54)

10.Donald A. What is quality of life? [online]. 2009 [cited 2013 Mei 22].

Available from:

URL:http://meds.queensu.ca/medicine/obgyn/pdf/what_is/WhatisQOL.pdf

11.Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy and phisiology. 9th ed. San Fransisco: Pearson Education; 2012. p. 539-41, 813-57.

12.Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. Hoboken: John Wiley & Sons; 2009. p. 874-912.

13.Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s anatomy for students. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2007. p. 937-82.

14.Arifin Z. Analisis hubungan kualitas hidup dengan kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di rumah sakit umum provinsi Nusa Tenggara Barat [online]. 2011 [cited 2013 Jan 14]. Available from: URL: http://lontar.ui.ac.id

15.Brooks CG, Stephen N. Excessive daytime sleepiness: a challenge for practicing neurologist. Standford: Oxford University Press 2001 [cited 2013 Apr 18]. Available from: URL:http://oxfordjournals.org

16.Fairbanks DNF. Snoring, a general overview with historical perspective. In Fairbanks DNF, Mickelson SA, Woodson BT, editor. Snoring and obstructive sleep apnea. 3th ed. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins; 2003. p. 1-15.

17.Coleman JA. Pathophysiology of snoring and obstructive sleep apnea, airway dynamics. In Fairbanks DNF, Mickelson SA, Woodson BT, editor. Snoring and obstructive sleep apnea. 3th ed. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins; 2003. p. 19-24.

18.Puji A, dkk. Prevalensi dan gejala obstructive sleep apnea pada pasien asma. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2011.

19.Rosenberg R, Mickelson SA. Obstructive sleep apnea: evaluation by history and polysomnography. In Fairbanks DNF, Mickelson SA, Woodson BT, editor. Snoring and obstructive sleep apnea. 3th ed. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins; 2003. p 39-48.


(55)

20.Potolicchio SJ. Disorders of excessive sleepiness. In Fairbanks DNF, Mickelson SA, Woodson BT, editor. Snoring and obstructive sleep apnea. 3th ed. Philadelphia: Lippincolt Williams & Wilkins; 2003. p. 69-76.

21.Sihombing CR. Prevalensi Obstructive sleep apnea pada pengemudi taksi

“X” di Jakarta yang mendengkur dan faktor-faktor yang dihubungkan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.

22.Saus PA. Perbedaan rerata parameter sefalometrik saluran napas atas pada penderita obstructive sleep apnea (OSA) dan non-OSA. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.

23.WHOQOL: Measuring quality of life [online]. 1997 [cited 2013 Apr 22]. Available from: URL:http://who.int/mental_health/media/68.pdf

24.Anderson R, Dubois H, Leoncikas T, Sandor E. Third European quality of life survey: quality of life in Europe: impacts of the crisis [online]. 2012 [cited 2013 Mei 22]. Availablefrom: URL:http://european.europa.eu

25.Ware JE, Kosinski M, Bjorner JB, Turner-Bowker DM, Gandek B, Maruish ME. SF-36v2 health survey: a primer for healthcare providers. Lincoln: Quality Metric Incorporated; 2008. p. 1-44.

26.Litwin MS. UCLA prostate cancer index (UCLA-PCI), including the RAND 36-item health survey v2 (SF-36v2): scoring instruction [online]. 1994 [cited 2013 Jul 30]. Available from: URL:http://proqolid.org

27.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 2th ed. Jakartaa: CV Sagung Seto; 2006. p. 79-128, 240-258.

28.Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel: dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.3th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2010. p. 1-72.

29.Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. 4th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2009. p. 1-75.

30.Colten HR, Altevogt BM. Sleep disorders and sleep deprivation: an unmet public health problem [online]. 2010 [cited 2013 Sept 4]. Available from:


(56)

31.Sforza E, Janssens JP, Rochat T, Ibanez V. Determinants of altered quality of life in patients with sleep-related breathing disorders. Eur Respir J 2003 [cited 2013 Sept 4]; 21:682-7. Available from:

URL:http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12762357

32.Hirunwiwatkul P, Mahattanasakul P. Sleep-disordered breathing and self-reported general health status in thai patients. Asian Biomedicine 2010 Des 6 [cited 2013 Sept 4]; 4(6):861-8. Available from:

URL:http://abm.digitaljournals.org

33.Akashiba T, Kawahara S, Akahoshi T, Omori C, Saito O, Majima T, et al. Relationship between quality of life and mood or depression in patients with severe obstructive sleep apnea syndrome. Chest 2002 Sept [cited 2013 Sept 4]; 122(3):861-5. Available from: URL: http://journal.publications.chestnet.org

34.Daniels E. King MA, Smith IE, Shneerson JM. Health-related quality of life in narcolepsy. J Sleep Res 2001 [cited 2013 Sept 4]; 10(1):75-81. Available from: URL:http://onlinelibrary.wiley.com

35.Haack M, Sanchez E. Mullington JM. Elevated inflammatory markers in response to prolonged sleep restriction are associated with increased pain experience in healthy volunteers. Sleep 2007 [cited 2013 Sept 4]; 30(9):1145-52. Available from: URL:http://journalsleep.org


(57)

Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Rerata Nilai Kualitas Hidup pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan Excessive Daytime Sleepiness (EDS)

dan Tidak EDS

Studi analitik dengan menggunakan kuesioner Epworth Sleepiness Scale dan SF-36 version 2.0

Mahasiswa yang terhormat,

Saat ini saya Dhea Rachmawati sebagai peneliti di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai

“Rerata Nilai Kualitas Hidup pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Dengan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) dan Tidak EDS: Studi analitik dengan menggunakan kuesioner Epworth Sleepiness Scale

dan SF-36 version2.0”.

Sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan di universitas kami, maka Anda akan menjalani penelitian ini melalui pengisian kuesioner. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rerata nilai kualitas hidup sehubungan dengan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) pada mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

Anda berkesempatan untuk menanyakan segala hal yang berhubungan dengan penelitian ini dan berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini atau sewaktu-waktu ingin berhenti dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini penting sekali, diharapkan agar Anda dapat menjalani penelitian ini dengan jujur dan sebaik-baiknya.

Peneliti,

Dhea Rachmawati

Mahasiswa Pendidikan Studi Program Dokter Jl.X, Ciputat, Tangerang Selatan

Tlp. 085694502448


(58)

Surat Persetujuan untuk Mengisi Kuesioner

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Usia :

NIM :

Alamat :

Nomer telp/Hp :

Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan oleh Dhea Rachmawati dari PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan bersedia menjalani penelitian mengenai “Rerata Nilai Kualitas Hidup pada Mahasiswa PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan Excessive

Daytime Sleepiness (EDS) dan Tidak EDS: Studi analitik dengan menggunakan

kuesioner Epworth Sleepiness Scale dan SF-36 version 2.0”. Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa paksaan.

Ciputat,

Mengetahui,

Peneliti Peserta Penelitian


(59)

Kuesioner Penelitian

A.

Epworth Sleepiness Scale

Lingkari angka yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh Anda di siang hari pada masing-masing keadaan seperti table di bawah ini.

Contoh:

Kegiatan Nilai

Duduk dan Membaca 0 1 2 3

Menonton Televisi 0 1 2 3

Berikan nilai 0 jika Anda tidak pernah mengantuk

Berikan nilai 1 jikaAnda sedikit mengantuk

Berikan nilai 2 jika Anda cukup mengantuk

Berikan nilai 3 jika Anda sangat mengantuk dan jatuh tertidur

Kegiatan Nilai

Duduk dan Membaca 0 1 2 3

Menonton Televisi 0 1 2 3

Duduk diam di tempat umum (misalnya bioskop atau sedang rapat) 0 1 2 3 Sebagai penumpang mobil selama satu jam tanpa istirahat 0 1 2 3 Rebahan untuk beristirahat di siang hari ketika keadaan memungkinkan 0 1 2 3

Duduk dan berbicara dengan seseorang 0 1 2 3

Duduk tenang setelah makan siang, tanpa minum alkohol 0 1 2 3 Di dalam mobil dan mobil berhenti selama beberapa menit karena macet 0 1 2 3 Nilai Total


(60)

B.

SF-36

Version

2.0

Kesehatan dan Kesejahteraan Anda

Kuesioner ini akan meminta pendapat Anda mengenai kesehatan Anda.

Informasi yang Anda berikan akan membantu kami mengikuti perubahan dan perkembangan perasaan Anda dan seberapa jauh Anda mampu melakukan aktivitas sehari-hari Anda.

Terima kasih atas kesediaan Anda untuk menyelesaikan survei ini !

Untuk setiap pertanyaan berikut, tolong berikan tanda dalam salah satu kotak yang paling sesuai dengan jawaban Anda.

1. Secara umum, Anda akan mengatakan kesehatan Anda berada pada kondisi:

2. Dibandingkan dengan keadaan satu tahun yang lalu, bagaimana penilaian Anda mengenai kesehatan Anda secara umum sekarang?


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

59

Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Dhea Rachmawati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Januari 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Asoka 4 No. 37, Cipinang, Jakarta Timur

E-mail : syezzakay@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

 1998 – 2004 : Sekolah Dasar Kemala Bahayangkari 5  2004 – 2007 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 92 Jakarta  2007– 2010 : Sekolah Menengah Atas Negeri 68 Jakarta  2010– Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta