Gambar 2.2 Saluran Pernapasan Bawah
12
Trakea adalah saluran pernapasan setelah laring. Letaknya anterior dari esofagus dan setinggi sekitar C6 sampai T5. Trakea menempel pada ligamen yang
menempel di kartilago krikoid. Saat memasuki mediastinum, trakea terbagi menjadi bronkus dekstra dan sinistra. Dinding trakea tersusun atas epitel silindris
bersilia berlapis semu seperti nasofaring. Selain itu, terdapat bentuk C yang khas pada dinding trakea yang terbentuk dari kartilago hialin.
11, 12
Pada setinggi vertebrae T5, terdapat karina yang merupakan percabangan bronkus dekstra dan bronkus sinistra yang masing-masing menuju ke paru dekstra
dan paru sinistra. Bronkus terbagi menjadi tiga jenis sesuai dengan percabangannya: bronkus primer, bronkus sekunder, dan bronkus tersier. Bronkus
primer adalah bronkus yang belum memasuki paru. Bronkus sekunder merupakan percabangan bronkus primer yang jumlahnya sesuai dengan lobus paru sehingga
terdapat tiga bronki sekunder dekstra dan dua bronki sekunder sinistra. Bronki sekunder akan bercabang menjadi bronki tersier yang selanjutnya akan bercabang
menjadi bronkiolus. Inilah yang disebut pohon bronkus.
1, 12
Paru terdiri dari alveoli dan berada di dalam rongga pleura. Paru kanan memiliki tiga lobus sementara paru kiri hanya dua lobus. Alveoli sendiri
merupakan kantung udara yang berhubungan dengan bronkiolus terminalis. Keduanya membentuk zona respiratorik. Oksigen dan karbondioksida di alveoli
Lokasi karina
Bronkus primer kiri
Bronkus sekunder kiri
Bronkus tersier kiri Bronkiolus kiri
Bronkiolus terminal kiri Diafragma
Pleura viseral Pleura parietal
Bronkus primer kanan
Bronkus sekunder kanan
Bronkus tersier kanan Bronkiolus kanan
Bronkiolus terminal kanan
Laring Trakhea
Percabangan pohon bronkial: Trakhea
Bronki primer Bronki sekunder
Bronki tersier Bronkiolus
Bronkiolus terminalis
Rongga pleura
akan bertukar dengan oksigen dan karbondioksida di kapiler darah pulmonal. Pertukaran ini terjadi secara difusi.
1, 9, 11
Mekanisme pernapasan adalah sebagai berikut. Peristiwa pertama dinamakan ventilasi yaitu pertukaran gas O
2
dan CO
2
antara atmosfer dan alveoli melalui zona konduksi terlebih dahulu lalu ke zona respiratorik. Selanjutnya
adalah peristiwa difusi ketika terjadi pertukaran O
2
dan CO
2
antara udara di alveoli dan darah di kapiler paru. Setelah difusi, oksigen ditranspor melalui aliran
darah menuju jaringan di seluruh tubuh. Hasil metabolisme berupa CO
2
juga dibawa dari jaringan menuju kapiler paru melalui darah. Pada jaringan tubuh
selanjutnya akan terjadi pertukaran O
2
dan CO
2
kembali antara darah dengan jaringan interstisial yang akan dibawa ke sel-sel yang membutuhkan. Inilah yang
dinamakan perfusi. Sel-sel tersebut memerlukan oksigen untuk melakukan respirasi seluler dan membuang CO
2
sebagai hasil akhir respirasi seluler tersebut.
1
2.3 Fisiologi Respirasi Seluler
Respirasi seluler merupakan proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari molekul nutrien. Respirasi seluler menggunakan oksigen untuk
respirasi aerob dan tidak menggunakan oksigen saat respirasi anaerob. Baik pada respirasi aerob maupun respirasi anaerob, keduanya sama-sama akan
menghasilkan karbondioksida. Peristiwa respirasi aerob terjadi di mitokondria masing-masing sel sementara respirasi anaerob hanya sebatas pada sitosol sel.
1
Pada peristiwa respirasi, dikenal istilah Respiratory Quotient RQ. RQ merupakan sebuah angka perbandingan antara jumlah karbondioksida yang
diproduksi terhadap jumlah oksigen yang dikonsumsi saat respirasi. Perbedaan RQ dapat terlihat pada jenis nutrien yang digunakan untuk respirasi seluler. Untuk
penggunaan karbohidrat, nilai RQ-nya adalah 1 sementara untuk protein adalah 0,8 dan untuk lemak adalah 0,7. Rumus RQ:
RQ =
1, 9
2.4 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan peristiwa fisiologis yang berulang ketika semakin menurunnya proses untuk mempertahankan keadaan tetap terbangun. Siklus tidur
terdiri dari dua fase yaitu fase REM Rapid Eye Movement selama 20-25 tidur dan non-REM Non-Rapid Eye Movement selama 75-80 tidur. Pengaturan
siklus ini penting untuk mempertahankan keseimbangan. Bagian dari otak yang mempengaruhi kondisi tidur adalah sistem aktivasi retikuler batang otak, lokus
koeruleus, rafe dorsal, nuklei batang otak lain, otak depan bagian basal, talamus, lokus hipotalamus, dan korteks.
14, 15
Gambar 2.3 EEG dari Kondisi Bangun, Tidur REM, dan Tidur Dalam
11
Tahap tidur REM ditandai dengan mimpi yang aktif. Pada tahap ini akan terjadi perubahan frekuensi napas dan tekanan darah. Tubuh menjadi kurang
reseptif terhadap stimulasi dari luar dan tonus otot menurun. Pengaruh inhibisi ini tidak terjadi pada neuron yang mempersarafi otot penggerak bola mata. Hal inilah
yang menyebabkan mata orang tertidur saat bermimpi bergerak dengan cepat.
11
Tidur non-REM memiliki empat fase. Pada tahap tidur non-REM atau disebut tidur dalam atau tidur gelombang lambat, tubuh menjadi lebih rileks.
Aktivitas pada korteks serebral minimum. Denyut jantung, tekanan darah, frekuensi napas, dan kecepatan metabolisme basal menurun sebesar 10- 30.
2, 11
Terdapat perbedaan pada tidur REM dan tidur non-REM. Tabel 2.1 dibawah ini menjelaskan mengenai perbedaan keduanya.
Bangun
Tidur REM Tidur dalam
gelombang lambat
Tabel 2.1 Tidur REM dan Tidur Non-REM
11
Gambaran fase 1, 2 Gambaran fase 3, 4
Fase REM Pola pernapasan
Periodik Stabil
Tidak teratur Apnea
Sentral Jarang
Sentral Otot rongga dada
Aktif Aktif
Dihambat Diafragma
Aktif Aktif
Aktif Otot saluran
pernapasan atas Aktif
Aktif Dihambat
Respon bangun terhadap rangsangan
Ambang lebih rendah dibanding saat
terjaga Ambang lebih
rendah dibanding fase 1 dan 2
Ambang lebih rendah dibanding
fase 3 dan 4
2.5 Dengkuran
Snoring
Mendengkur adalah keadaan ketika seseorang yang tidur mengeluarkan suara akibat getaran saluran pernapasan atas. Suara yang disebut dengkuran itu
dapat terjadi berulang-ulang. Mendengkur bisa menjadi masalah yang perlu dievaluasi saat ini karena menjadi tanda tersering dari OSAHS Obstructive Sleep
Apnea-Hypopnea Syndrome. Selain itu, mendengkur juga dapat menyebabkan permasalahan sosial akibat mengganggu teman sekamar dan mempermalukan diri
sendiri.
4
Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai mendengkur. Salah satunya mengenai bagaimana suara tersebut dihasilkan. Saluran pernapasan atas
merupakan saluran yang fleksibel sehingga dapat berkontraksi maupun kolaps. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kolaps saluran pernapasan atas
sehingga menimbulkan suara dengkuran akan dijelaskan sebagai berikut.
3, 4
Faktor yang pertama adalah kelemahan tonus otot-otot palatum, lidah, dan faring pada tahap tidur dalam. Hal ini menyebabkan efek dilatasi otot faring dan
efek protrusif otot genioglossus tidak adekuat. Kondisi ini membuat lidah lebih mudah jatuh ke belakang sehingga menutup saluran pernapasan.
16, 17
Faktor kedua adalah adanya massa atau jaringan yang menutupi saluran pernapasan. Contohnya adalah tonsil yang membesar pada anak-anak, jaringan
faringeal yang besar atau lemak yang menumpuk pada penderita obesitas. Lidah yang besar pada penderita Sindrom Down ataupun akromegali serta terbentuknya
kista maupun tumor juga dapat menimbulkan obstruksi saluran pernapasan.
16, 17
Faktor ketiga adalah deformitas kraniofasial seperti dagu yang tertarik ke belakang, retrognatia, dan makrognatia. Keadaan ini mempersulit lidah untuk
berada di depan dan cenderung mudah tertarik ke belakang. Lidah kemudian menempati ruang di saluran pernapasan dan mengobstruksi aliran udara
pernapasan. Selain itu, uvula dan palatum molle yang panjang juga dapat mempersempit apertura nasofaring.
4, 15, 16
Faktor terakhir adalah restriksi aliran udara pada hidung seperti ketika pilek, serangan alergi, deformitas septum nasi, tumor hidung, dan sinusitis.
Kolapsnya saluran pernapasan atas menyebabkan peningkatan turbulensi aliran udara. Akibat turbulensi ini, maka jaringan-jaringan lunak di sekitarnya bergetar
menghasilkan suara dengkuran.
4, 16, 17
Mendengkur sendiri memiliki faktor risiko antara lain adalah peningkatan berat badan, kongesti nasal kronik, pencandu alkohol, serta penggunaan obat-
obatan sedatif hipnotik dan analgesik opioid. Prevalensi terjadinya mendengkur meningkat seiring dengan usia dan peningkatan berat badan. Kejadian
mendengkur terjadi tiga kali lebih sering pada orang yang obesitas.
4, 16, 17
Menurut prevalensi, laki-laki lebih sering mendengkur dibandingkan perempuan. Pada rentang usia 30-35 tahun, pendengkur laki-laki sekitar 20
sementara perempuan sekitar 5. Pada usia 60 tahun, 60 laki-laki mendengkur sementara 40 perempuan mendengkur. Laki-laki memiliki kecenderungan untuk
kolaps saluran pernapasan atas yang dikatakan berkaitan dengan faktor hormonal. Berdasarkan data di atas, efek progesteron kemungkinan mempengaruhi saluran
respirasi sehingga terjadi dengkuran.
4, 16, 17
Selain itu ,
riwayat keluarga yang mendengkur juga dikaitkan dengan kecenderungan seseorang untuk mendengkur. Hal tersebut terjadi kemungkinan
karena adanya peranan genetik yang menyebabkan kelainan anatomi dan fisiologi yang meningkatkan resistensi saluran pernapasan atas dan tekanan inspirasi
subatmosferik di jalan napas atau mengganggu stabilitas dinding saluran pernapasan atas.
4, 15