Kajian Pustaka KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian mengenai bushido dan penyimpangannya dalam karya sastra Jepang yang berjudul Samurai karya Takashi Matsuoka sepanjang yang diketahui belum ada. Namun penelitian mengenai bushido dalam karya sastra yang lain cukup sering ditemukan. Di antaranya adalah: 1. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara yang berjudul Etika Bushido dalam Novel Shiosai karya Yukio Mishima yang diteliti oleh Anto Gultom. Skripsi ini memfokuskan pada etika bushido di dalam novel Shiosai yang menekankan pentingnya sebuah kesetiaan dalam menjalankan suatu tanggung jawab walaupun beban tugas yang diberikan cukup berat. Etika moral bushido ini adalah keberanian, kejujuran, kehormatan, kesopanan, kebajikan, kesetiaan, ketulusan dan keteguhan hati. 2. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Tujuh Prinsip Bushido dalam Novel Young Samurai ‘the Way of the S word’ karya Chris Bradford oleh Wulandari Fikri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Novel Young Samurai ’the Way of the Sword’ merupakan sebuah novel yang menyajikan sisi kehidupan masyarakat Jepang pada abad ke-16. Dimana pada saat itu merupakan zaman yang penuh dengan sejarah kebangkitan feodal Jepang. Zaman tersebut merupakan zaman yang banyak melahirkan kekuatan-kekuatan militer Jepang, seperti dengan adanya kemunculan bushi atau yang dikenal dengan samurai pada saat sekarang. Dalam bushido terkandung beberapa prinsip dan nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup seorang samurai. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam semangat bushido yang harus dimiliki seorang samurai menurut Bradford terdiri dari tujuh prinsip antara lain, gi integritas, yu keberanian, jin welas asih atau kasih sayang, rei hormat, makoto kejujuran, meiyo martabat, dan chungi kesetiaan. Novel Young Samurai ’the Way of The Sword’, menceritakan kisah Jack seorang anak berusia dua belas tahun berkebangsaan Inggris yang telah belajar memahami banyak hal tentang pelajaran-pelajaran mengenai berbagai macam nilai-nilai bushido di sebuah sekolah yang bernama Niten Ichi Ryo setelah ia diangkat sebagai anak oleh seorang daimyo yang bernama Masamoto. Kisah ini terjadi pada zaman Edo, dimana pada zaman ini merupakan zaman yang memuat sejarah kebangkitan feodal Jepang, yang melahirkan sistem militer Jepang, seperti dengan terbentuknya bushi atau samurai. 3. Skripsi dari Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Nilai Kesetiaan Bushidou Dihubungkan dengan Karoushi karya Johan Kristian Napitupulu. Pada zaman feodal di Jepang bushido merupakan konsep pengabdian diri bushi. Di dalam ajaran bushido terdapat nilai-nilai kejujuran, kesopanan, kesetiaan, kehormatan, kebajikan dan keteguhan hati. Pada awalnya konsep pengabdian diri bushi disebut dengan bushido yang ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya, sehingga anak buah melakukan junshi yaitu bunuh diri mengikuti kematian tuannya. Kesetiaan untuk kepentingan bersama dan tuannya merupakan pemenuhan kewajiban samurai untuk mentaati nilai-nilai bushido. Perilaku junshi yang dilakukan bushi merupakan salah satu cerminan perilaku dari adanya budaya rasa malu di Jepang. Prinsip ketidakmampuan. membalaskan budi baik tuan membuat mereka melakukan pengabdian yang mutlak diluar dari pemikiran rasional. Rasa malu mengakibatkan pengabdian yang paling tinggi yang dilakukan para bushi terhadap tuannnya. Dalam hal ini rasa malu bagi bushi dapat diartikan dengan jalan kematian sehingga menjadi pedoman bagi setiap bushi. Seorang bushi membalaskan budi baik tuannya dengan cara mengabdi sampai mati untuk tuannya dengan melakukan junshi. Apabila seorang bushi tidak melakukan junshi setelah kematian tuannya maka masyarakat akan menilainya bushi pengecut sehingga ia akan merasa malu. Pada masa modern ini corak pengabdian diri bushi terlihat pada fenomena karoshi. Karoshi dapat diartikan kematian yang disebabkan karena terlalu banyak bekerja. Fenomena karoshi yang terjadi pada pekerja di Jepang, memiliki kesamaan dengan perilaku junshi yang dilakukan oleh kaum bushi, yaitu sebagai bentuk pengabdian terhadap atasan. 4. Skripsi dari Unversitas Sumatera Utara pada tahun 2010 yang berjudul Analisis Kesetiaan pada Tokoh-Tokoh Samurai dalam Komik Shanaou Yoshitsune karya Sawada Hirofumi karya Marnita Widya U.N. Simbolon. Komik Shanaou Yoshitsune karya Sawada Hirofumi merupakan komik yang menceritakan tentang kesetiaan para samurai dalam memperjuangkan kehormatan klannya keluarga, yang telah direbut oleh klan samurai lain. Di dalam cerita ini terdapat 3 jenis makna kesetiaan berdasarkan Bushido secara umum, yaitu kesetiaan berdasarkan ekonomi, kesetiaan berdasarkan moral dan kesetiaan berdasarkan keterpaksaan. Makna kesetiaan itu sendiri merupakan kehormatan tertinggi bagi seorang samurai sehingga mereka rela mengorbankan nyawanya sendiri. Samurai merupakan kaum petarung yang mempunyai kemampuan dalam seni bela diri. Selain pedang, seorang samurai juga memiliki banyak kemampuan dan keahlian dalam menggunakan busur dan panah. Para samurai akan menjadi seorang ksatria semenjak ia mulai menjadikan dirinya seorang samurai sampai ia mati. Mereka tidak mempunyai rasa takut terhadap bahaya. Kumpulan samurai disebut dengan Bushi. Sedangkan Bushido merupakan prinsip hidup samurai dalam ajaran Shinto. Dalam ajaran Shinto, Bushido dibekali dengan ajaran kesetiaan dan patriotisme. Bagi seorang samurai, penghormatan adalah segalanya. Kehormatan terbesar adalah kemampuannya untuk melakukan Bushido, yang apabila dilihat dari kanjinya bermakna, “jalan hidup ksatria”. Ini merupakan kode etik dan jalan hidup bagi seorang samurai di Jepang. Bushido lebih ditekankan pada pelayanan diri sendiri, keadilan. Rasa malu, adab sopan santun, kemurnian, rendah hati, kesederhanaan, semangat bertarung, kehormatan, kasih sayang, dan yang paling utama adalah kesetiaan. 5. Penelitian dari Universitas Airlangga pada tahun 2006 yang berjudul Representasi Nilai-Nilai Bushido dalam Film Produksi Hollywood: Studi Semiotik Tentang Representasi Nilai-Nilai Bushido dalam Film The Last Samurai karya Jatu Arrumurti Mursito. Film, sebagai suatu media penyampai pesan sekaligus sebagai sebuah produk budaya, film juga fak lepas dari kekuasaan yang dimiliki oleh pembuat film untuk memasukkan berbagai nilai maupun elemen yang mendasari hal yang tampak dalam film tersebut. Budaya Jepang, dalam konteks ini yaitu Bushido, sebagai pedoman moral yang menjadi tuntunan dalam menjalankan prinsip hidup seorang samurai yang ingin direpresentasikan melalui kacamata budaya barat, yaitu Hollywood. Bushido, sebagai sebuah elemen dari budaya Jepang tentunya dengan berbagai macam nilai di dalamnya dianggap sebagai suatu realitas kemudian diangkat menjadi sebuah representasi identitas kultural dalam film The Last Samurai. Dimana, dalam representasi tersebut sudah tentu termuati kandungan makna dari suatu budaya timur yang coba diangkat ke dalam sebuah media oleh budaya barat, dalam konteks ini adalah Hollywood. Fokus permasalahan dari penelitian ini, yaitu tentang bagaimana nilai-nilai Bushido direpresentasikan dalam film produksi Hollywood, yakni The Last Samurai. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu realitas ditampilkan kembali dalam sebuah film yakni The Last Samurai. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggali data yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan, yakni representasi dalam film produksi Hollywood dalam film The Last Samurai. Melalui pendekatan kualitatif dan menggunakan metode semiotik, maka informasi yang diperoleh akan diatur ke dalam pola-pola tertentu, yang kemudian diinterpretasi dan ditarik kesimpulan mengenai representasi Bushido dalam film produksi Hollywood, yakni The Last Samurai. Dari hasil analisis dan interpretasi peneliti melalui data yang diambil, serta mengacu pada beberapa literatur yang membahas mengenai sejarah budaya Jepang, peneliti menginterpretasi bahwa dalam film ini enam prinsip nilai yang terkandung dalam Bushido direpresentasikan melalui tiga level semiotik. Keenam nilai tersebut, yakni honour kehormatan, loyality kesetiaan, bravery keberanian, discipline kedisiplinan , sincerity kejujuran, serta politeness kesopansantunan.Masing-masing dari keenam nilai tersebut terepresentasi pada tiga level dalam semiotik yang digunakan untuk menganalisis data, yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Oleh karena itu, penelitian terhadap nilai bushido dan penyimpangannya dalam novel Samurai karya Takashi Matsuoka ini perlu dilakukan, dengan harapan dapat menambah informasi mengenai nilai bushido dan penyimpangannya yang terdapat dalam karya sastra Jepang. Bushi adalah golongan militer yang dikenal juga sebagai ahli-ahli pedang Jepang atau disebut juga dengan samurai. Benedict 1982: 335 mengatakan samurai adalah prajurit feodal yang berpedang dua. Situmorang 1995: 11 menjelaskan bahwa bushi adalah kelompok petani yang dipersenjatai untuk mengabdi kepada tuannya kizoku keluarga bangsawan dalam mempertahankan eksistensi shoen dan dozoku tuannya yang mengakibatkan para bushi saling berperang. Setelah bushi berhasil menjalankan tugasnya, lama kelamaan mereka tidak tergantung lagi pada kizoku melainkan kizoku akhirnya bergantung pada bushi. Sehingga kelompok bushi ini menjadi kelompok yang disegani. Bushido atau jalan hidup bushi menurut Kawakami dalam Bellah 1985: 121 pada awalnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan praktis para prajurit, selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral Konfusius tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga sebagai landasan moral nasional. Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas. Benedict 1982: 333 mengatakan bushido adalah tata cara samurai yang merupakan sebuah perilaku tradisional yang ideal. Inazo Nitobe dalam Benedict, 1982: 333 mengatakan bushido adalah perpaduan antara kehormatan, kesopanan, kesetiaan dan pengendalian diri. Tsunetomo dalam Religi Tokugawa mengatakan 4 sumpah bushi sebagai berikut: 1. supaya bushi mampu mematuhi peraturan yang berlaku bagi bushi 2. supaya menjadi bushi yang berguna bagi tuan 3. supaya menjadi bushi yang mengabdi kepada orang tua 4. supaya menjadi bushi yang berhati jujur kepada sesama manusia. Kesetiaan ini diwujudkan dengan bunuh diri mengikuti kematian tuannya ataupun mewujudkan balas dendam tuannya. Bushido lama dapat ditandai dengan pengabdian diri yang mutlak dari anak buah terhadap tuannya dan kemudian diikuti dengan pengabdian kepada orang tua Situmorang, 1995: 21.

2.2 Konsep