Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Para pakar sastra lain, seperti Wellek dan Austin 1989: 281 mengatakan bahwa novel-novel modern melukiskan manusia lahir, tumbuh, dan mati. Tokoh- tokohnya mengalami perkembangan dan perubahan. Di samping itu, siklus kemajuan sebuah keluarga diuraikan sejelas mungkin. Novel dapat dikatakan sebagai salah satu wujud kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap berbagai persoalan dalam kehidupan nyata. Meskipun bersifat fiksi, namun sebuah novel yang baik tentu berisikan perenungan secara intens, penuh kesadaran, serta tanggungjawab pengarang mengenai hakikat kehidupan.

2.3 Landasan Teori

Sebuah karya sastra sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Pengarang menciptakan karyanya sebagai pengungkapan dari apa yang telah dilaksanakan, disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang tentang kehidupan, apa yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung. Seperti halnya ilmu-ilmu humaniora lainnya, sastra sebenarnya esensi dari kebudayaan. Penelitian suatu karya sastra memiliki manfaat agar manusia lebih memahami nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan bahkan ideologi yang diyakini pengarang. Untuk mengetahui hal-hal tersebut maka dalam sebuah penelitian karya sastra, peneliti memerlukan suatu teori yang menjadi suatu acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Pada penelitian ini tentu dibutuhkan landasan teori yang berguna untuk mengupas permasalahan yang akan dikaji. Landasan teori dalam penelitian ini merupakan kerangka dasar dalam penelitian. Teori yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah teori antropologi sastra. Antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia anthropos. Dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam, yaitu: antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural, dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu: kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda, maka antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan antropologi sastra adalah hakikat manusia sebagai animal symbolicum, yang menolak hakikat manusia sebagai animal rationale. Menurut Cassirer 1990: 65 sistem simbol mendahului sistem berpikir, sebab pada dasarnya pikiran pun dinyatakan melalui simbol. Menurut teori ini, karakteristik yang menandai semua kegiatan manusia adalah proses simbolisme. Dalam teori kontemporer, dominasi pikiran pun mesti didekonstruksi, sehingga sistem simbol, termasuk simbol suku primitif dapat dimanfaatkan dan diartikan. Di satu pihak, simbol tidak seragam, ciri-ciri yang memungkinkan sistem komunikasi dapat berkembang secara tak terbatas. Di pihak lain, sesuai dengan pendapat E. Bloch Ratna, 2004: 351, manusia adalah entitas historis, keberadaannya ditentukan oleh sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: a hubungan manusia dengan alam sekitar, b hubungan manusia dengan manusia yang lain, c hubungan manusia dengan struktur dan institusi sosial, d hubungan manusia dengan kebudayaan pada ruang dan waktu tertentu, e manusia dan hubungan timbal balik antara teori dan praktik, dan f manusia dan kesadaran religius atau para-religius. Berdasarkan pada sebuah pengistilahan bahwa karya sastra itu adalah imajinasi. Tetapi perlu diketahui justru dalam daya imajinasi itulah nilai-nilai antropologis ‘dipermain-mainkan’. Selebihnya, disitulah letak fokus penelitian antropologi sastra. Antropologi sastra merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam ilmu sastra. Lahirnya model pendekatan antropologi sastra dipicu oleh tiga sebab utama, yaitu: a baik sastra maupun antropologi menganggap bahasa sebagai objek penting, dan b kedua disiplin mempermasalahkan relevansi manusia budaya, dan c kedua disiplin juga mempermasalahkan tradisi lisan, khususnya cerita rakyat dan mitos. Aspek yang kedua sering menimbulkan masalah dalam membedakan batas-batas penelitian di antara antropologi dan sastra. Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra, sebagai ilmu sosial humaniora jelas mempermasalahkan manusia dalam masyarakat, sekaligus memberikan intensitas pada sastra dan teori sastra. Perbedaannya, sosiologi sastra mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek kejiwaan, antropologi sastra pada kebudayaan. Antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen kultural, sistem kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Antropologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat kuno, sedangkan sosiologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat modern, masyarakat kompleks. Antropologi sastra pada dasarnya sudah terkandung dalam penelitian- penelitian yang dilakukan oleh Levi-Strauss dalam kaitannya dengan mitos. Levi- Strauss juga memanfaatkan konsep oposisi biner, tabu, dan incest dalam rangka membangun teori mengenai kekeluargaan. Berbagai analisisnya terhadap antropologi yang didasarkan atas model linguistik jelas menandai hubungan yang tidak terpisahkan antara bahasa, sastra, dan budaya. Analisis pandangan dunia, khususnya menurut visi Goldmannian, misalnya, memerlukan pemahaman total terhadap ketiga disiplin tersebut. Pada gilirannya, disiplin sosiologi, psikologi, dan antropologi sastra dimungkinkan untuk mempermasalahkan objek yang sama, sebagai mulitidisiplin. Seperti disinggung di atas, karya sastra mempunyai kebebasan dalam memasukkan hampir keseluruhan aspek kebudayaan manusia. Sastrawan adalah kreator kata- kata, membangun dunia dalam kata. Sastrawan mampu membebaskan substansi kata-kata dan kalimat ke dalam citra kata-kata dan kalimat sehingga secara terus menerus tercipta dunia yang baru seolah-olah dilihat untuk pertama kali. Sastrawan memiliki kebebasan sesuai dengan hukum-hukum imajinatif fiksional. Sama seperti sosiologi sastra dan psikologi sastra, antropologi sastra pun berfungsi untuk memperkenalkan kekayaan khasanah kultural bangsa sehingga masing-masing kebudayaan menjadi milik bagi yang lain. Lahirnya studi multikultural, postrukturalisme pada umumnya mendorong intensitas studi interdisiplin. Aspek-aspek kebudayaan sama sekali tidak bisa dipahami terpisah dari gejala yang lain. Sastra adalah bagian integral kebudayaan, menceritakan berbagai aspek kehidupan dengan cara imajinatif kreatif, sekaligus masuk akal. Antropologi sastra mempermasalahkan karya sastra dalam hubungannya dengan manusia sebagai penghasil kebudayaan. Manusia yang dimaksudkan adalah manusia di dalam karya, khususnya sebagai tokoh-tokoh. Dalam hubungan inilah karya sastra merupakan studi multikultural sebab melalui karya sastra dapat dipahami keberagaman manusia dengan kebudayaannya. Sama seperti sosiologi sastra, analisis yang berkaitan dengan antropologi sastra yang dimaksudkan adalah karya sastra itu sendiri, dengan memanfaatkan teori dan data antropologi. Pada saat mencipta, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai kualitas bentuk maupun isi, pengarang menampilkan unsur-unsur tertentu khazanah kultural yang dihayati, sebagai unsur-unsur ketaksadaran antropologis. 36

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Di dalam melakukan sebuah penelitian, tentulah diperlukan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data dikumpulkan dalam kondisi alamiah natural setting. Penelitian kualitatif mementingkan rincian kontekstual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata, dan bukan angka. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Kaelan 2005: 5 mengartikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, catatan- catatan yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian. Hal senada juga diungkapkan oleh Whitney dalam Nazir 1988: 63, metode penelitian kualitatif hampir sama dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode dengan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.