10 saluran pembuangan, dan pengolahan limbah minyak. Minyak jelantah memiliki
sifat-sifat yang berbeda dari minyak yang telah direfined dan minyak mentah. Temperatur tinggi dari proses memasak secara umum dan air dari pangan
mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kadar free fatty acid FFA dalam minyak [5]. Hal ini akan mengakibatkan reaksi saponifikasi selama proses
transesterifikasi ketika katalis basa digunakan. Reaksi saponifikasi akan mengkonsumsi katalis dan membentuk emulsi yang menyebabkan pemisahan
produk sulit dilakukan sekaligus menurunkan yield biodiesel [20].
Tabel 2.2 Hasil Analisis Minyak Jelantah [3]
Analisis Nilai
Angka asam mg KOHg 2,04 ± 0,03
Angka penyabunan mg KOHg 204,77 ± 1,40
Berat molekul gmol 822,03 ± 5,63
FFA 1,02 ± 0,02
Angka higher heating MJkg 39,96 ± 0,04
Densitas gcm
3
pada 20
o
C 0,91567 ± 0,00003
pada 40
o
C 0,90195 ± 0,00004
pada 60
o
C 0,88844 ± 0,00003
Viskositas kinematik mm
2
s pada 20
o
C 124,00 ± 0,01
pada 40
o
C 51,04 ± 0,03
pada 60
o
C 26,28 ± 0,02
Angka peroksida meqkg
7,13 ± 0,12 mgg
57,07 ± 0,92 Kestabilan oksidatif
18,71 ± 0,04 Angka iodine g I
2
100 g 57,70 ± 0,53
Moisture content b 0,12 ± 0,00
Flash point
o
C 309 ± 1
Gliserida b Monogliserida
0,10 ± 0,04 Digliserida
3,47 ± 0,15 Trigliserida
96,43 ± 0,35 Komposisi asam lemak b
Asam miristat, C14:0 0,98 ± 0,01
Asam palmitat, C16:0 39,02 ± 0,35
Asam stearat, C18:0 4,52 ± 0,28
Asam oleat, C18:1 44,57 ± 0,62
Asam linoleat, C18:2 10,91 ± 0,10
2.2.2 Metanol CH
3
OH
Secara umum, alkohol digunakan dalam reaksi transesterifikasi dan yang paling sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan butanol [21].
Universitas Sumatera Utara
11 Kenyataannya, metanol mudah diperoleh pada harga yang rendah sehingga
menyebabkan penggunaan yang luas pada transesterifikasi komersial di seluruh dunia. Akan tetapi, metanol diproduksi secara umum dari sumber yang berasal
dari minyak bumi sehingga memiliki sifat beracun [22]. Apabila produksi biodiesel dalam waktu singkat ingin dicapai maka
diperlukan perbandingan alkoholminyak antara 4:1 dan 12:1. Pada nilai dibawah rasio tersebut, yield biodiesel yang dihasilkan rendah dan reaksi dapat berarah
sebaliknya yang memberikan efek negatif pada yield biodiesel total. Pada rasio yang lebih tinggi, penghilangan alkohol berlebihan dapat menjadi masalah. Faktor
– faktor seperti temperatur dan kecepatan pengadukan juga sangat penting. Kecepatan pengadukan yang tepat diperlukan untuk memastikan interaksi antara
partikel katalis dan reaktan yang baik. Temperatur yang digunakan harus dekat dengan titik didih alkohol monohidrat. Temperatur rendah akan menghasilkan
reaksi yang lambat, sedangkan temperatur tinggi akan sulit dalam penanganan [23].
2.2.3 Katalis heterogen CaO
Pada awalnya hidroksida dan alkoksida dari golongan IA dan IIA seperti NaOH, KOH, NaOCH
3
, KOCH
3
, CaOH
2
, MgOH
2
, LiOH, NaOCH
2
CH
3
, KOCH
2
CH
3
, dll merupakan katalis utama transesterifikasi. Akan tetapi, material homogen tersebut bermasalah pada aplikasi yang berkelanjutan. Walaupun
produksi biodiesel yang cepat dapat diperoleh pada waktu reaksi rata-rata, tetapi katalis tidak dapat diperoleh kembali pada akhir proses transesterifikasi. Katalis
bersifat mudah dipengaruhi konsentrasi asam lemak bahkan dalam jumlah kecil selain itu harganya mahal [23]. Katalis homogen menghasilkan air limbah dengan
volume besar yang harus diolah, dan hal ini secara signifikan meningkatkan biaya dan berdampak terhadap lingkungan pada prosesnya. Oleh karena itu, penggunaan
katalis heterogen menjadi menarik karena katalis heterogen memiliki keuntungan, diantaranya adalah tidak korosif, mudah dipisahkan dan ramah lingkungan serta
ekonomis [13]. Kapur tohor adalah kalsium oksida CaO yang diperoleh dari kalsinasi
bubuk kapur. Kapur tohor adalah material tak beracun yang tidak mahal dan
Universitas Sumatera Utara
12 ramah lingkungan. Aktivitas katalis dari kapur tohor dapat ditingkatkan dengan
mengkonversinya menjadi kalsium metoksida CaOCH
3 2
. Dibandingkan dengan CaO, katalis ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi dan kelarutan yang
lebih rendah pada reaksi transesterifikasi dengan minyak nabati [24]. Katalis yang berbasis Ca memiliki aktivitas katalis yang cenderung lebih tingi dimana
diantaranya kalsium metoksida memiliki aktivitas katalis yang sangat baik dan juga memiliki waktu pakai yang panjang serta dapat mempertahankan
keaktifannya bahkan setelah digunakan berulang kali [13]. Menurut Refaat 2011, transesterifikasi dengan katalis heterogen secara
umum memerlukan kondisi operasi yang dimana temperatur dan tekanan relatif tinggi, dan kinerja katalis heterogen secara umum lebih rendah dibandingkan
katalis homogen. Selain itu, salah satu masalah dengan katalis heterogen adalah pada saat deaktifasi akan terjadi beberapa fenomena, seperti keracunan. Masalah
keracunan biasanya muncul pada proses yang melibatkan minyak jelantah. Secara umum, katalis yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu dapat menjadi
katalis pada reaksi transesterifikasi dan esterifikasi, tidak terdeaktifasi oleh air, satabil, aktif pada temperatur rendah, dan memiliki selektivitas tinggi. Efisiensi
katalis bergantung pada beberapa faktor yaitu luas permukaan spesifik, ukuran pori, volume pori dan konsentrasi sisi aktif [25].
Untuk mendapatkan katalis kalsium oksida CaO secara alami, maka kulit telur bekas merupakan sumber biomassa yang baik. Komponen utama dari kulit
telur adalah kalsium karbonat CaCO
3
. Komponen kalsium karbonat akan dikonversi menjadi kalsium oksida dan karbon dioksida pada temperatur tinggi.
Kalsinasi kulit telur pada temperatur tinggi 600
o
C hingga 1000
o
C telah digunakan pada penelitian terdahulu dan didapatkan yield biodiesel 92-96 [6].
2.2.4 Zeolit