Hubungan antara self esteem dan religiusitas dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila siswa PSKW Mulya Jaya

(1)

PSKW MULYA JAYA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

ISNI PRIHATINI NOVIANSJAH NIM: 106070002252

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PSKW MULYA JAYA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

ISNI PRIHATINI NOVIANSJAH

NIM : 106070002252 Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Gazi Saloom, M.Si NIP.19561223 198303 2001 NIP.197112142007011014

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 November 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 16 November 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota :

Ikhwan Lutfi, M. Psi Gazi Saloom, M. Si


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Isni Prihatini Noviansjah

NIM : 106070002252

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Self

Esteem dan Religiusitas dengan Intensi Untuk Berhenti Menjadi Wanita Tuna

Susila Siswa PSKW Mulya Jaya” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 16 November 2010

Isni Prihatini Noviansjah NIM : 106070002252


(5)

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang

keji, dan laki-laki yang keji untuk

perempuan yang keji (pula), sedangkan

perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan

laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang

baik (pula). (An-Nur:26)

PERSEMBAHAN :

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk Papa dan Mama serta

orang-orang yang kusayangi yang telah memberi makna dan pelajaran

hidup untuk menjadi dewasa.


(6)

(D) Hubungan Antara Self Esteem dan Religiusitas dengan Intensi untuk berhenti menjadi Wanita Tuna Susila siswa PSKW Mulya Jaya

(E) xvi + 112 halaman

(F) Belakangan ini, berita di media massa membukakan mata bahwa globalisasi juga berdampak pada penyebaran dan perluasan ruang lingkup operasi perempuan penghibur atau yang biasa disebut wanita pekerja seks komersial. Perkembangan pekerja seks komersial di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Aksi para pekerja seks dalam praktek prostitusi ini tidak terlepas dari pengawasan dan penindaklanjutan yang dilakukan oleh pihak keamanan dan petugas satpol PP setempat. Setelah itu, para pekerja seks komersial yang terkena razia oleh petugas tramtib segera dibawa ke dinas sosial untuk selanjutnya diproses dan ditempatkan ke panti rehabilitas. Salah satu panti rehabilitas yang berada di Jakarta yaitu Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo. Pembinaan yang dilakukan oleh PSKW Mulya Jaya berupa pembinaan mental dan rohani yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem dan religiusitas siswa agar siswa tersebut memiliki intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self esteem dan religiusitas dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila siswa PSKW Mulya Jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 42 orang yang ditentukan dengan teknik non-probability

sampling dengan metode sampling jenuh. Instrumen penelitian yang digunakan

berupa skala yang terdiri dari skala self esteem, skala religiusitas, dan skala intensi dengan model skala Likert. Nilai reliabilitas skala self esteem dengan 31 item yang valid adalah sebesar 0,8704, nilai reliabilitas skala religiusitas dengan 13 item yang valid adalah sebesar 0,6972, dan nilai reliabilitas skala intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dengan 2 item yang valid adalah sebesar 0,9050.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara

self esteem dan religiusitas dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna

susila siswa PSKW Mulya Jaya. Nilai r hitung antara self esteem dengan intensi sebesar 0,524 dengan nilai p value 0,00< 0,05. Sedangkan nilai r hitung antara religiusitas dengan intensi sebesar 0,509 dengan nilai p value 0,00 < 0,05. Arah hubungan adalah positif, yang berarti semakin tinggi self esteem dan religiusitas seseorang, maka semakin tinggi pula intensi seseorang untuk berhenti menjadi wanita tuna susila pada siswa PSKW Mulya Jaya. Dari hasil uji regresi, diketahui


(7)

yang memberikan kontribusi paling besar terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila, yaitu sebesar 26,3%. Hal ini berarti bahwa siswa PSKW Mulya Jaya cukup dapat menghormati orang lain dan memiliki toleransi terhadap orang lain.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dapat mengembangkan item-item pernyataan pada skala religiusitas dan skala intensi, baik dari segi kualitas pernyataan atau pertanyaan agar dapat lebih mengukur apa yang ingin diukur. Selain itu, jika ingin melakukan penelitian dengan sampel yang serupa, maka disarankan untuk memperbanyak jumlah responden dan dalam pengambilan data dilakukan di masa akhir pembinaan agar lebih terlihat intensi siswa PSKW Mulya Jaya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.


(8)

(D) The Relationship between Self Esteem and Religiousness with the Intention to Quit Being a Prostitute PSKW Mulya Jaya Student

(E) xvi + 112 Pages

(F) Recently, the news in mass media has opened the eyes that globalization also

impact on the spread as well as the broadening of the scope of operation entertainment women or better known as prostitute. The growth of prostitutes in Indonesia from year to year has been on the rise. Their actions in prostitution practice are related to the supervision and follow up by national security (police) and local officials Satpol PP. Afterward, prostitutes that get caught by the police’s raids are brought to a social institution to be processed and put into a

rehabilitation center. One of rehabilitation center in Jakarta is Panti Sosial Karya

Wanita Mulya Jaya, which is located in Pasar Rebo, Jakarta. The education

brought by PSKW Mulya Jaya is in the form of mental education as well as

spiritual, which purpose is to raise their self-esteem and piousness so that they will have the intention to quit being a prostitute.

The purpose of this research is to know the relationship between self-esteem and religiousness with the intention to quit being a prostitute on student of PSKW Mulya Jaya. This research will be using the quantitative approach, with a sample of about 42 people that are decided through the non-probability sampling with the purposive sampling method. As for the research instrument are self-esteem scale, religiousness scale, and intention scale with Likert scale model will be used. The value of reliability of self esteem scale with 31 items which are valid is 0.8704, while the value of reliability of religiousness scale with 13 items which are valid is 0.6972, and the value of reliability of intention to quit being a prostitute scale with 2 items which are valid is 0.9050.

The result of this research shows that there is a significantly positive relationship between self esteem and religiousness with the intention to quit being a prostitute on student of PSKW Mulya Jaya. The value of r between self esteem and intention is 0.524 with the value of p 0.00<0.05. The direction of the relationship is positive, meaning that the higher one’s self esteem and religiouness, so the higher one’s intention to quit being a prostitute will be. From the result of the regression test, it is known that self esteem and religiouness together give a contribution of about 37.5% toward the intention to quit being a prostitute. Self esteem gives a much higher contribution (27.5%) toward the intention to quit being a prostitute rather than religiousness (9.8%). The third aspect of self esteem, the emotion towards other, is a variable that gives the biggest contribution toward to the


(9)

questions, so that it is possible to better measure what is needed. In addition, if another research with similar samples are to be done, it is advisable to increase the number of respondents and that the data collection can be done during the last stage of institutionalization so that the student’s intention to quit being a prostitute can be more visibly seen and felt.


(10)

Religiusitas dengan Intensi untuk Berhenti Menjadi Wanita Tuna Susila Siswa PSKW Mulya Jaya”. Sholawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat unutk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis agar dapat menuntut ilmu dengan baik.

2. Ibu Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si, pembimbing I. Penulis sangat berterima kasih karena Ibu telah memberikan waktu yang banyak dalam proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala arahan, masukan, kritik yang membangun, serta koreksi yang sangat detail dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Gazi Saloom, M.Si, pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Choliluddin A.S, M.Ag, yang telah memberikan bimbingan akademik selama masa-masa perkuliahan penulis.

5. Bapak Drs. M. Ali Samantha, MM, kepala PSKW Mulya Jaya Jakarta yang telah mengijinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di PSKW Mulya Jaya Jakarta.

6. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih untuk Bu Yunita yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi salah seorang Mentor Akademis di tahun akhir perkuliahan sehingga penulis mendapatkan banyak pembelajaran dan pengalaman akademis. Terima kasih untuk Pak Luthfi atas saran dan masukannya. Terima kasih pula untuk Bu Desi, Bu Eva, Bu Mulya, Bu Yufi, Bu Zulfa, atas kerjasamanya di PLP selama ini.


(11)

atas bantuan dan support yang diberikan selama ini.

9. Oma dan nenekku, yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat-nasehat yang bijak kepada penulis. Dan untuk seluruh keluargaku yang menyayangiku dan mendukungku.

10.Teguh Iman Santoso, yang tidak pernah penulis duga kehadirannya dalam hidup penulis di akhir perkuliahan, telah memberikan banyak kasih sayang, doa, dukungan, bantuan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11.Sahabatku tersayang, Nadiah, Malini, Retha, Shila, Mut, Mita, Ega, Nining, Adel, terima kasih atas persahabatan yang terjalin indah selama empat tahun. Juga sahabat terbaikku, Rika, Dara, Hani, Amal, Siti, Danny, Suci, Adiyo, Rudhi, Pras, Adit, Aji, yang telah memberikan warna lain dalam menjalani masa-masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih atas semua canda tawa dan kebersamaannya selama ini.

12.Teman-teman Mentor Akademis, yang telah menyempatkan waktunya untuk melakukan brainstorming bersama penulis.

13.Teman-teman seperjuangan angkatan 2006, khususnya kelas C. Terima kasih untuk kebersamaan yang indah dan pembelajarannya selama ini.

14.Seniorku, kak Ady, mbak Niar, mbak Retno, mbak Nida yang telah bersedia membagi ilmunya dan meminjamkan bukunya.

15.Mbak Rini, yang bersedia direpotkan dan Kak Agus yang menyediakan waktunya untuk mengajari SPSS.

16.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral serta pengertian mereka sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.

Jakarta, Oktober 2010


(12)

Halaman Pernyataan ...iv

Motto dan Persembahan...v

Abstrak ...vi

Abstract ...viii

Kata Pengantar ...x

Daftar Isi ...xii

Daftar Tabel ...xiv

Daftar Lampiran ...xvi

BAB I: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah ...13

1.2.2 Perumusan Masalah ...14

1.3 Tujuan Penelitian ...15

1.4 Manfaat Penelitian ...15

1.5 Sistematika Penulisan ...16

BAB II : Kajian Pustaka

2.1 Intensi ...18

2.1.1 Pengertian Intensi ...18

2.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Intensi ...20

2.1.3 Intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila ...28

2.2 Self Esteem ...30

2.2.1 Pengertian Self Esteem ...30

2.2.2 Aspek-Aspek Self Esteem ...33

2.2.3 Karakteristik Individu berdasarkan Tingkatan Self Esteem ...36

2.3 Religiusitas ...38

2.3.1 Pengertian Religiusitas ...38

2.3.2 Dimensi Religiusitas ...40

2.4 Kerangka Berpikir ...44


(13)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...56

3.4 Pengumpulan Data ...58

3.5 Uji Instrumen ...64

3.5.1 Uji Validitas ...65

3.5.2 Uji Reliabilitas ...68

3.6 Prosedur Penelitian ...70

3.7 Teknik Analisa Data ...72

BAB IV : Analisa Hasil Penelitian

4.1 Gambaran Umum Responden...73

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ...73

4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...74

4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pernikahan ...75

4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Suku ...75

4.1.5 Gambaran Umum Berdasarkan Lamanya menjadi WTS ...76

4.1.6 Gambaran Umum Berdasarkan Alasan menjadi WTS ...77

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ...78

4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden ...79

4.3.1 Kategorisasi Skor Self Esteem ...79

4.3.2 Kategorisasi Skor Religiusitas ...80

4.3.3 Kategorisasi Skor Intensi ...81

4.4 Hasil Uji Hipotesis ...82

4.5 Analisis Tambahan ...98

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, Saran

5.1 Kesimpulan ...101

5.2 Diskusi ...102

5.3 Saran ...107

5.3.1 Saran Teoritis ...107

5.3.2 Saran Praktis ...108

Daftar Pustaka ...110 Lampiran A

Lampiran B Lampiran C


(14)

Tabel 3.2 Blue Print Try Out Skala Self Esteem

Tabel 3.3 Blue Print Try Out Skala Religiusitas Tabel 3.4 Blue Print Try Out Skala Sikap

Tabel 3.5 Blue Print Try Out Skala Norma Subjektif Tabel 3.6 Blue Print Try Out Skala PBC

Tabel 3.7 Blue Print Try Out Skala Intensi Tabel 3.8 Hasil Try Out Skala Self Esteem

Tabel 3.9 Hasil Try Out Skala Religiusitas

Tabel 3.10 Hasil Try Out Skala Faktor Penentu Intensi Tabel 3.11 Hasil Try Out Skala Intensi

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden berdasarkan Status Pernikahan Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden berdasarkan Suku

Tabel 4.5 Gambaran Umum Responden berdasarkan Lamanya menjadi WTS Tabel 4.6 Gambaran Umum Responden berdasarkan Alasan menjadi WTS Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Tabel 4.8 Penyebaran Skor Skala Self Esteem

Tabel 4.9 Penyebaran Skor Skala Religiusitas Tabel 4.10 Penyebaran Skor Skala Intensi

Tabel 4.11 Uji Korelasi Self Esteem dan Religiusitas dengan Intensi Tabel 4.12 Uji Regresi Self Esteem dan Religiusitas dengan Intensi

Tabel 4.13 Anova Uji Regresi Self Esteem dan Religiusitas dengan Intensi Tabel 4.14 Koefisien Persamaan Regresi Self Esteem, Religiusitas, dan Intensi Tabel 4.15 Uji Korelasi Aspek Self Esteem dengan Intensi


(15)

Tabel 4.20 R square Aspek Religiusitas dengan Intensi

Tabel 4.21 Uji Korelasi Self Esteem, Religiusitas, Sikap, Norma Subjektif, PBC, dengan Intensi

Tabel 4.22 R square Self Esteem, Religiusitas, Sikap, Norma Subjektif, PBC, dengan Intensi


(16)

Variabel Penelitian

Lampiran B Uji Hipotesis dan Uji Regresi Lampiran C Data Mentah


(17)

Halaman Judul

Halaman Persetujuan ...i

Halaman Pengesahan ...ii

Halaman Pernyataan ...iii

Motto ...iv

Abstrak ...v

Kata Pengantar ...vii

Daftar Isi ...x

Daftar Tabel ...xiii

Daftar Lampiran ...xix

BAB I: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah ...13

1.2.2 Perumusan Masalah ...14

1.3 Tujuan Penelitian ...15

1.4 Manfaat Penelitian ...15

1.5 Sistematika Penulisan ...16

BAB II : Kajian Pustaka

2.1 Intensi ...18

2.1.1 Pengertian Intensi ...18

2.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Intensi ...20

2.1.3 Intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila ...28


(18)

2.3 Religiusitas ...38

2.3.1 Pengertian Religiusitas ...38

2.3.2 Dimensi Religiusitas ...40

2.4 Kerangka Berpikir ...44

2.5 Hipotesis Penelitian ...52

BAB III : Metode Penelitian

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...53

3.2 Populasi dan Sampel ...54

3.2.1 Populasi ...54

3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...54

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...56

3.4 Pengumpulan Data ...58

3.5 Uji Instrumen ...64

3.5.1 Uji Validitas ...65

3.5.2 Uji Reliabilitas ...68

3.6 Prosedur Penelitian ...70

3.7 Teknik Analisa Data ...72

BAB IV : Analisa Hasil Penelitian

4.1 Gambaran Umum Responden ...73

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ...73

4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...74

4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pernikahan ...75

4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Suku ...75

xi 


(19)

xii 

 

4.3.1 Kategorisasi Skor Self Esteem ...79

4.3.2 Kategorisasi Skor Religiusitas ...80

4.3.3 Kategorisasi Skor Intensi ...81

4.4 Hasil Uji Hipotesis ...83

4.5 Analisis Tambahan ...98

BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, Saran

5.1 Kesimpulan ...102

5.2 Diskusi ...103

5.3 Saran ...108

5.3.1 Saran Teoritis ...108

5.3.2 Saran Praktis ...109


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Belakangan ini, berita di media massa membukakan mata bahwa globalisasi juga berdampak pada penyebaran dan perluasan ruang lingkup operasi perempuan penghibur atau yang biasa disebut wanita pekerja seks komersial. Perkembangan pekerja seks komersial di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pelakunya pun tidak hanya wanita dewasa, melainkan gadis di bawah umur, yang masih bersekolah juga melakukan praktik prostitusi. Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda di bawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak ialah usia 17-21 tahun. (Kartono, 2007). Sedangkan menurut Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr Surjadi Soeparman MPH, diperkirakan 30 persen pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun.

Di Jawa Timur, pada tahun 1960-1970 tercatat 4.600 pekerja seks komersial, tetapi diperkirakan di luar jumlah itu masih ada tambahan 1.000 orang


(21)

lagi. Di Jawa Tengah ada 2.404 pelacur di 486 rumah pelacuran. Di Jakarta sendiri jumlahnya 6.500 orang. Pada tahun 1990, ketika jumlah penghuni kota meroket, sektor primer tidak mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak pertambahan itu. Hanya 49% dari penduduk usia kerja yang dapat ditampung. Untuk tenaga kerja wanita, terbanyak lowongan berada di pabrik, di jasa penjualan, hotel dan restoran, dan rumah-rumah tangga. Tetapi karena upah kurang memadai, para perempuan itu melirik industri seks yang memberi peluang penghasilan lima sampai 10 kali lipat. Data resmi menyebutkan, jumlah "pekerja seks" pada tahun1994/1995 tercatat 71.281. Tidak termasuk yang di luar pagar lokalisasi. Tetapi ahli ilmu sosial Daniel Dhakidae pernah menghitung-hitung, pada tahun 1971 saja ada 106.840 wanita tuna susila.

(http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/07/26/0018.html) 

Di Indonesia, UNICEF melaporkan bahwa sekitar 30 persen (sekitar 40-70 ribu anak) terjerumus ke prostitusi berusia di bawah 18 tahun. Mereka tersebar di beberapa daerah seperti Batam, Bali, serta beberapa kota lain yang memiliki fasilitas wisata. Selain karena ditipu, kemiskinan menjadi alasan utama banyak anak terjerumus ke prostitusi. Berdasarkan data yang dilakukan di wilayah Jakarta dan Jawa Barat; wanita pekerja seks komersial dewasa di Jakarta sebanyak 4.704 (80%) dan sebanyak 10.041 (80%) di Jawa Barat. Sedangkan jumlah pekerja seks komersial yang berusia di bawah umur 1.020 (20%) di


(22)

Jakarta dan sebanyak 2.511 (20%) di Jawa Barat.

(http://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com/2008/07/30-psk-indonesia-anak-di bawah -umur.html)

Pada tahun 2003, jumlah pekerja seks komersial kian meningkat di kota-kota besar. ILO-IPEC melakukan kajian dan memperkirakan jumlah pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244 anak di Jakarta, Bandung sebanyak 2.511 anak, Yogyakarta sebanyak 520 anak, Surabaya sebanyak 4.990 anak, dan di Semarang sebanyak 1.623 anak. Namun jumlah ini dapat menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat banyaknya pekerja seks komersial bekerja di tempat-tempat tersembunyi, ilegal dan tidak terdata. (Tempo Interaktif, 2003) Sementara itu, jumlah pekerja seks di Cirebon juga mengalami peningkatan pada tahun 2010. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bagian Kesra Kabupaten Cirebon, Deni Agustin. Menurut Deni, saat ini jumlah pekerja seks komersial di Kabupaten Cirebon yang tercatat sebanyak 3.000 orang. (Tempo Interaktif, 2010)

Aksi para pekerja seks dalam praktek prostitusi ini tidak terlepas dari pengawasan dan penindaklanjutan yang dilakukan oleh pihak keamanan dan petugas satpol PP setempat. Biasanya petugas satpol PP ini menjaring para pekerja seks komersial yang berada di tempat-tempat hiburan atau hotel tertentu, yang sebelumnya telah mendapat informasi dari para warga masyarakat di


(23)

sekitar lingkungan tersebut. Setelah itu, para pekerja seks komersial yang terkena razia oleh petugas tramtib segera dibawa ke dinas sosial untuk selanjutnya diproses dan ditempatkan ke panti rehabilitas. Salah satu panti rehabilitas yang berada di Jakarta yaitu Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo.

PSKW Mulya Jaya merupakan unit pelaksana teknis Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada wanita tuna susila (pekerja seks komersil), antara lain: pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lanjut kepada penyandang masalah tuna susila agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. PSKW Mulya Jaya ini telah berdiri sejak tahun 1959 dan memiliki daya tampung sebanyak 110 orang. Ada beberapa program kegiatan yang dilakukan dalam upaya pembinaan mental dan fisik yang diberikan kepada para pekerja seks komersil ini, yaitu antara lain Praktek Belajar Kerja (PBK), Bimbingan Lanjut (Binjut), dan Widya Wisata.

Salah satu faktor yang menyebabkan wanita menjadi pekerja seks komersial adalah tuntutan ekonomi. Hal itu pulalah yang menjadi faktor wanita tuna susila sulit untuk berhenti menjadi pekerja seks komersial. Mereka merasa bahwa tuntutan hidup lebih penting untuk dipenuhi walaupun harus dengan cara melakukan praktek prostitusi. Mereka merasa tidak mampu untuk melakukan pekerjaan lain yang halal dan menganggap diri mereka tidak berharga. Mereka


(24)

merasa tidak aman dengan diri mereka sehingga mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, mereka memilih dan mau menjalani profesi sebagai wanita tuna susila karena mereka menilai rendah keberhargaan diri mereka.

Menurut beberapa pengakuan dari mereka, dengan menjalani profesi sebagai pekerja seks komersial, sedikit banyak mereka menerima pandangan atau perlakuan yang negatif dari lingkungan sosialnya. Mereka menerima begitu banyak hinaan dan celaan dari orang-orang disekitarnya. Setiap kali seseorang mengatakan sesuatu yang merendahkan dirinya, mereka menerimanya begitu saja. Hal ini akan membuat mereka semakin menilai diri mereka sebagai individu yang tidak berarti dan tidak berharga. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Coopersmith (dalam Burn, 1993) bahwa penilaian yang diberikan individu terhadap dirinya sendiri, yang ditampilkan dalam sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan keyakinan individu kepada diri

sendiri bahwa ia mampu, berarti, berhasil, dan berharga disebut self esteem.

Seseorang yang menilai dirinya tidak berharga berarti orang tersebut memiliki

self esteem yang rendah.

Menurut salah satu pembimbing di PSKW Mulya Jaya, pembinaan mental yang dilakukan pada siswa PSKW Mulya Jaya bertujuan untuk meningkatkan


(25)

menampilkan sikap penerimaan dan menunjukkan keyakinan atas diri mereka

bahwa mereka mampu, berarti, berhasil, dan berharga. Self esteem merupakan

salah satu aspek yang menentukan keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Individu yang menilai tinggi keberhargaan dirinya merasa puas atas kemampuan diri dan merasa menerima penghargaan positif dari lingkungan. Hal ini akan menimbulkan perasaan aman dalam diri individu sehingga ia mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Dengan adanya pembinaan dan pelatihan keterampilan yang diberikan oleh petugas dinas sosial PSKW Mulya Jaya selama 6 bulan diharapkan juga dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan para siswa dalam hal fisik, ekonomi, pengetahuan, keterampilan, dan mental mereka sehingga diharapkan mereka tidak menunjukkan perilaku prostitusi lagi dan memiliki intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila apabila mereka telah keluar dari PSKW

Mulya Jaya. Karena individu dengan self esteem yang tinggi dapat

mengekspresikan diri dengan baik, tidak terpengaruh pada penilaian orang lain terhadap dirinya, dan memiliki keyakinan akan dirinya bahwa ia memang mempunyai kemampuan, kecakapan, dan kualitas diri yang tinggi untuk melakukan pekerjaan yang lebih layak.

Selain berbagai keterampilan dan pembinaan diri, PSKW Mulya Jaya juga memberikan pembelajaran keagamaan. Bentuk kegiatan tersebut antara lain:


(26)

membaca Al-Qur’an, ceramah keagamaan, zikir bersama, dan bimbingan penyuluhan Islam dan perkawinan agar mereka dapat bertobat dan menjadi wanita yang baik. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan religiusitas pada diri siswa. Menurut Siaga (dalam Zubaidi, 1994), kesadaran religius yang tinggi akan mendorong seseorang untuk selalu berusaha berbuat baik, berpegang pada moral, dan selalu berupaya untuk menyelaraskan diri dengan nilai yang tertinggi dalam hidup ini, yaitu Tuhan.

Namun pada kenyataannya, upaya pembinaan mental dan rohani yang dilakukan pihak PSKW Mulya Jaya kepada para siswa belum begitu berpengaruh terhadap diri mereka. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis peroleh bahwa ternyata beberapa siswa di PSKW Mulya Jaya masih menunjukkan perilaku yang masih bercirikan seorang pekerja seks komersial. Beberapa dari mereka masih ada yang senang menggunakan make-up yang tebal, menggoda petugas dan pengunjung laki-laki, bahkan ada yang nekat keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kamarnya tanpa sehelai benang pun. Ada juga beberapa siswa yang sudah lebih dari satu kali masuk PSKW Mulya Jaya.

Diduga, sikap prostitusi yang ditampilkan oleh para siswa PSKW Mulya

Jaya tersebut dipengaruhi oleh belief atau sejumlah belief yang dimilikinya. Hal

ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) bahwa


(27)

ada disekitarnya. Belief seseorang terhadap suatu objek akan menentukan sikapnya terhadap objek sikap tersebut. Selanjutnya, sikap terhadap suatu objek tersebut akan mengarahkan intensi individu terhadap suatu objek. Bila para siswa PSKW Mulya Jaya masih menampilkan sikap prostitusi maka kemungkinan mereka masih memiliki intensi untuk menjadi wanita tuna susila dan kembali melakukan praktek prostitusi setelah keluar dari PSKW Mulya Jaya.

Hasil penelitian dalam Journal of Chinese Clinical Medicine vol 2 no.1

yang berjudul Effect of self esteem on substance-abuse, thieve, and prostitution

menunjukkan bahwa self esteem seseorang memiliki pengaruh terhadap perilaku

kekerasan, pencurian, dan prostitusi yang mereka lakukan (Alavi, 2007). Jadi,

perilaku prostitusi yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh self esteem yang

mereka miliki. Perilaku prostitusi yang dimunculkan oleh individu bergantung pada seberapa besar intensi individu tersebut untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), intensi mempengaruhi individu untuk bertingkah laku. Beberapa penelitian mengenai peran intensi terhadap perilaku telah dilakukan, seperti dalam Jurnal Psikologi Sosial volume 13 no.1 mengenai Relationship between intention to obey traffic signs and disobeying traffic signs

behavior on bus driver in Jakarta (Ayuningtyas, 2008). Hasil penelitian tersebut


(28)

mematuhi tanda-tanda lalu lintas dan tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas, yang berarti semakin tinggi intensi mematuhi tanda-tanda lalu lintas maka semakin rendah tingkah laku melanggar tanda-tanda lalu lintas.

Hasil penelitian lain mengenai hubungan attitude, subjective norm, dan

perceived behavioral control dengan intensi untuk bertingkah laku menunjukkan

bahwa attitude, subjective norm, dan perceived behavioral control secara

signifikan memberi sumbangan terhadap intensi untuk melakukan safety

performance pada pekerja drilling (Abdullah, 2002). Selanjutnya, pada penelitian

lain dalam Jurnal Psikologi. Vol. 8, No. 2 mengenai hubungan antara prasangka terhadap kelompok dan intensi untuk bertingkah laku agresi pada pelajar sebuah SMK di Jakarta yang terlibat tawuran memberikan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara prasangka terhadap kelompok dengan intensi untuk bertingkah laku agresi, di mana semakin kuat prasangka seseorang terhadap suatu kelompok lain, maka akan semakin tinggi pula intensi untuk bertingkah laku agresi terhadap kelompok tersebut (Sheila, 2001). Lalu, pada

penelitian mengenai hubungan antara adversity quotient (AQ) dengan intensi

sembuh pada pengguna narkoba di panti rehabilitas diperoleh hasil bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan intensi

sembuh pada pengguna narkoba, di mana jika adversity quotient para pengguna

narkoba tinggi maka intensi untuk sembuh juga tinggi dan akan memunculkan perilaku sembuh para pengguna narkoba (Wulandari, 2009).


(29)

Selain itu, terdapat beberapa penelitian mengenai hubungan antara self

esteem dengan intensi, yaitu pada penelitian dalam Jurnal Psikologi. Vol. 9, No.

1 mengenai hubungan antara nilai sosial obat dan self esteem dengan intensi

penyalahgunaan obat pada remaja menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara nilai sosial obat dan self esteem dengan intensi penyalahgunaan

obat. Nilai sosial obat secara mandiri tidak ada hubungan dengan intensi

penyalahgunaan obat sedangkan self esteem secara mandiri memiliki hubungan

yang signifikan dengan intensi penyalahgunaan obat (Prasetya, 2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sujana Y.E & Ratna Wulan (1994) dalam Jurnal Psikologi 1994 No.2, 1-8 mengenai hubungan antara kecenderungan pusat kendali dengan intensi menyontek diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara kecenderungan pusat kendali dengan intensi menyontek namun terdapat

hubungan negatif antara harga diri (self esteem) dengan intensi menyontek. Hal

ini menunjukkan bahwa self esteem juga berkaitan dengan intensi.

Adapun hasil penelitian mengenai keterkaitan antara religiusitas dengan intensi, yaitu pada penelitian pengaruh perilaku beragama dan nilai sosial obat terhadap intensi penyalahagunaan obat pada remaja menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara perilaku beragama dan nilai sosial obat terhadap intensi penyalahgunaan obat, dimana nilai sosial obat memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap intensi penyalahgunaan obat yang akan memunculkan perilaku penyalahgunaan obat. (Nuzullia, 2005). Penelitian


(30)

mengenai hubungan religiusitas dengan intensi untuk menabung di Bank Syariah (Zulhairi, 2005) juga memberikan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan intensi untuk menabung. Lalu pada penelitian mengenai hubungan komitmen beragama dengan intensi berhenti menyalahgunakan narkoba pasca program rehabilitas diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen beragama dengan intensi berhenti menyalahgunakan narkoba pasca program rehabilitasi. (Handoyo, 2009). Variabel komitmen beragama dalam penelitian tersebut termasuk dalam dimensi religiusitas yang dikemukakan oleh Fetzer (1999).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara pendapat tentang perkawinan dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut dan sebanyak 65% dari 40 orang siswa PSKW Mulya Jaya memiliki intensi yang tinggi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila (Rachmawati, 1993). Selain itu, pada penelitian mengenai hubungan antara persepsi mengenai penolakan lingkungan sosial dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kedua variabel tersebut dan sebanyak 61,7% dari 34 siswa rehabilitas memiliki intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.


(31)

Menurut peneliti, ada beberapa faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi perilaku para warga binaan yang masih bertingkah laku seperti pekerja seks komersial di PSKW Mulya Jaya, yaitu pembinaan yang kurang maksimal dan kurang efektif karena kurangnya petugas dinas sosial yang menangani mereka, dan kurangnya dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat mereka. Sedangkan faktor internalnya dapat berupa: kebiasaan perilaku prostitusi yang sudah ada dalam diri mereka sebelum masuk panti yang sulit dihilangkan, adanya rasa kebutuhan atau hasrat yang masih tinggi untuk melakukan hubungan seks, rasa frustasi, kualitas konsep diri yang dalam hal ini

berkaitan dengan harga diri (self esteem) dan kesadaran keagamaannya.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik meneliti faktor-faktor internal yang berkaitan dengan fenomena yang peneliti amati sekarang bahwa beberapa wanita pekerja seks komersial yang telah mendapat pembinaan di panti rehabilitas masih menunjukkan sikap prostitusinya sehingga tidak sedikit wanita yang telah keluar dari panti rehabilitas kembali terlibat dalam praktik prostitusi lagi demi mendapatkan imbalan jasa atau hanya sekedar pemuasan nafsu seksual semata. Selain itu, berdasarkan beberapa hasil penelitian

sebelumnya mengenai keterkaitan antara self esteem dengan intensi serta

religiusitas dengan intensi yang telah dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik

untuk menjadikan kedua konstruk, yaitu self esteem dan religiusitas sebagai


(32)

dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sebagai dependent variabel. Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara

self esteem dan religiusitas dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna

susila pada siswa PSKW Mulya Jaya, seberapa besar kontribusi self esteem dan

religiusitas terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila siswa

PSKW Mulya Jaya, serta aspek self esteem dan religiusitas mana yang paling

berkontribusi terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila siswa PSKW Mulya Jaya.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak membahas hal-hal yang diluar jangkauan penelitian, maka dibuat pembatasan masalah demi kemudahan penelitian kedepannya. Peneliti hanya membatasi penelitian pada variabel intensi untuk

berhenti menjadi wanita tuna susila, self esteem, dan religiusitas. Adapun

pembatasan ketiga variabel tersebut sebagai berikut:

1. Intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila adalah kecenderungan

subjektif seseorang di mana ia memiliki keinginan untuk berhenti untuk menjadi wanita tuna susila, seperti mencari pekerjaan yang lebih halal setelah ia keluar dari panti rehabilitasi, menghindari perbuatan dosa, dapat berkumpul lagi bersama keluarga, dan menjadi tekun beribadah.


(33)

2. Self Esteem adalah evaluasi perasaan dan penilaian individu terhadap dirinya, kehidupannya, dan kaitan dengan orang lain.

3. Religiusitas adalah manifestasi seberapa jauh individu penganut agama

merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience),

ekspresi keagamaan sebagai sebuah nilai (value), keyakinan (belief),

memaafkan (forgiveness), melatih diri dalam beragama (private religious

practice), penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping),

dan komitmen beragama (commitment).

4. Siswa PSKW Mulya Jaya adalah para wanita mantan pekerja seks komersial

yang berusia 15-65 tahun dan menjadi siswa PSKW Mulya Jaya angkatan kedua tahun 2010 serta mendapat pembinaan mental dan rohani di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo Jakarta Timur.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan yang positif antara self esteem dan religiusitas dengan

intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila pada siswa di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya?


(34)

2. Seberapa besar kontribusi self esteem dan religiusitas secara bersama terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila pada siswa Panti Sosial Mulya Jaya?

3. Aspek self esteem mana yang paling berkontribusi terhadap intensi untuk

berhenti menjadi wanita tuna susila?

4. Aspek religiusitas mana yang paling berkontribusi terhadap intensi untuk

berhenti menjadi wanita tuna susila?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh data tentang

ada tidaknya hubungan positif yang signifikan antara self esteem dan religiusitas

dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila siswa PSKW Mulya Jaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu psikologi, khususnya mengenai teori intensi yang berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu pada psikologi sosial dan psikologi klinis.


(35)

2. Manfaat Praktis

a) Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak panti rehabilitas

PSKW Mulya Jaya mengenai self esteem dan religiusitas yang dimiliki

oleh siswa PSKW Mulya Jaya agar dapat merancang kegiatan dan

pelatihan self esteem yang sesuai bagi mereka sehingga bila mereka telah

keluar dari panti, mereka memiliki intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dan tidak melakukan praktek prostitusi lagi serta lebih banyak melakukan aktivitas yang lebih positif.

b) Bagi pihak LSM, penelitian ini dapat memberikan informasi yang

berkaitan dengan praktek prostitusi yang dilakukan para pekerja seks komersial sehingga untuk ke depannya dapat dilakukan upaya pencegahan dan pemberantasan praktek prostitusi yang semakin marak terjadi di masyarakat.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan


(36)

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Kajian Teori

Meliputi pengertian intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila,

faktor-faktor pembentuk intensi, pengertian self esteem, aspek-aspek self

esteem, karakteristik individu berdasarkan tingkatan self esteem, pengertian

religiusitas, dimensi religiusitas, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

Bab 3 : Metodologi Penelitian

Meliputi pendekatan dan metode penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisa data.

Bab 4 : Hasil Penelitian

Meliputi gambaran umum responden, deskripsi hasil penelitian, kategorisasi berdasarkan penyebaran skor responden, hasil uji hipotesis, analisis tambahan.

Bab 5 : Penutup


(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai variabel intensi sebagai dependent variabel,

serta self esteem dan religiusitas sebagai independent variabel. Selain itu, dalam

subbab kerangka berpikir akan dibahas mengenai keterkaitan antara ketiga variabel tersebut sehingga memunculkan beberapa hipotesis penelitian.

2.1 Intensi

2.1.1 Pengertian Intensi

Fishben dan Ajzen (1975) mengatakan tentang intensi di dalam

bukunya bahwa “…intention as a person’s location on subjective

probability dimension involving a relation between himself and some action. A behavioral intention refers to a person’s subjective probability that he will perform some behavior.

Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa intensi merupakan bagian diri seseorang dalam dimensi subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya dengan tindakan; Intensi merupakan dasar munculnya perilaku. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.


(38)

Informational base

Beliefs about consequences of the behavior Evaluation of consequences Attitude toward the behavior Informational base Normative Beliefs Motivational to comply Subjective norm Intention Stimulus Condition Experimental situasion Characteristic of target person

Behavioral variations Situasional variations Variations of time Individual differences Characteristics of references

Behavior

Bagan 1.Skema terbentuknya intensi menurut Fishbein dan Ajzen

Besarnya bobot untuk masing-masing faktor menunjukkan pengaruh yang diberikan terhadap timbulnya suatu perilaku. Pada suatu situasi tertentu, bobot untuk salah satu determinan dapat memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan determinan lain dalam menentukan intensi perilaku.

Intensi terdiri dari empat elemen yang berbeda, yaitu: perilaku, target objek yang mengarahkan tingkah laku, situasi di mana tingkah laku ditampilkan, waktu (saat) tingkah laku ditampilkan. Untuk setiap level spesifikasi, intensi ditentukan oleh sikap terhadap perilaku serta norma


(39)

subjektif. Untuk mendapatkan ketepatan peramalan mengenai intensi dapat diperoleh jika komponen sikap dan normatif diukur pada level spesifikasi yang sama dengan intensinya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila adalah kecenderungan subjektif seseorang di mana ia akan menampilkan beberapa tingkah laku, dalam hal ini ialah berhenti untuk menjadi wanita yang menjual diri dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian dengan dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) terdapat dua faktor utama yang menentukan intensi dalam memunculkan suatu perilaku yaitu sikap terhadap perilaku dan norma subjektif. Kedua aspek ini akan dibahas satu-persatu.

2.1.2 Faktor-faktor Pembentuk Intensi 2.1.2.1 Sikap

Fishben dan Ajzen (1975) menempatkan istilah sikap semata-mata mengacu pada letak seseorang pada dimensi evaluatif atau afektif berkenaan dengan beberapa objek, tindakan, atau kejadian. Sikap mewakili


(40)

perasaan umum suka atau tidak seseorang terhadap beberapa stimulus objek. Sikap seseorang terhadap suatu tingkah laku tertentu merupakan

fungsi dari belief orang tersebut tentang konsekuensi dari tingkah laku dan

evaluasinya terhadap konsekuensi tersebut. Timbulnya suatu sikap terhadap

tingkah laku dipengaruhi oleh belief yang dimilikinya. Belief menurut

Fishbein dan Ajzen (1975), mengarah pada penilaian subjektif seseorang

terhadap berbagai aspek yang ada di sekitarnya. Belief merupakan

kemungkinan subjektif dari hubungan antara objek belief dan sejumlah

objek nilai, konsep, atau atribut. Belief seseorang terhadap suatu objek akan

menentukan sikapnya terhadap objek sikap. Belief yang membentuk sikap

ini dinamakan behavioral belief.

Jika seseorang membentuk belief terhadap objek, secara otomatis ia

akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Kekuatan belief atau

kekuatan antara objek dan atribut tidak sama pada setiap orang. Kekuatan

belief diukur dengan cara menilai probabilitas subjektif yang dikaitkan

dengan hubungan objek dan atribut. Belief seseorang mengenai suatu objek

dapat digali melalui elisitasi dalam bentuk menghimpun respon bebas dengan cara meminta subjek untuk menilai karakteristik, kualitas, dan atribut dari objek tersebut.


(41)

Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa keyakinan (belief) terhadap suatu tingkah laku tertentu ditentukan oleh 5 sampai 9 keyakinan utama.

It can therefore be argued that a person’s attitude toward an object is primarily determined by no more than five to nine beliefs about the object, these are the beliefs that are salient at a given point in time. (Fishbein & Ajzen, 1975)

Pengertian salient belief, yaitu belief-belief terhadap objek yang dimiliki

seseorang yang berfungsi sebagai determinan (penentu) sikapnya pada waktu tertentu.

2.1.2.2 Norma Subjektif

Fishbein & Ajzen (1975) mendefinisikan norma subjektif sebagai berikut:

… is the person’s perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question. (Fishbein & Ajzen, 1975)

Definisi ini menerangkan keyakinan-keyakinan atau persepsi individu yang berhubungan dengan harapan atau keinginan orang lain mengenai sebuah tingkah laku yang mempengaruhi individu untuk


(42)

melakukan tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, bahwa norma subjektif ini merupakan persepsi seorang individu mengenai pengaruh lingkungan sosial yang mempengaruhi keyakinan terhadap individu untuk melakukan tingkah laku tertentu.

Orang-orang yang menjadi acuan individu dalam menampilkan

tingkah laku disebut significant other. Norma subjektif terbentuk dari belief

individu tentang hal-hal normatif (apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak

dilakukan), yang sifatnya subjektif. Hal ini berarti normative belief

tersebut pada setiap individu, tergantung pendapat siapa yang ia dengarkan dan motivasinya untuk mematuhi pendapat itu. Norma subjektif individu ditentukan oleh pendapat dan harapan yang dirasakan dekat dengannya dan

secara signifikan mempengaruhi terbentuknya sebagian belief seseorang.

Norma subjektif juga berisi tentang harapan atau tuntutan lingkungan terhadap warganya. Norma subjektif juga dapat berisi norma-norma larangan unutk melakukan sesuatu yang dibenci atau dihindari oleh masyarakat tertentu. Hal ini oleh Fishbein (1975) disebut sebagai

motivation to comply.

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif ditentukan oleh dua hal, yaitu:


(43)

1. Normative belief, yaitu keyakinan yang berhubungan dengan

pendapat tokoh panutan (significant others) tentang apakah subjek

harus melakukan atau tidak perilaku tertentu.

2. Motivation to comply, yaitu seberapa jauh motivasi individu untuk

mengikuti pendapat tokoh panutan tersebut.

Selain dua determinan tersebut, yaitu sikap terhadap perilaku dan norma subjektif, terdapat satu aspek yang menurut Ajzen (1988) juga yang

membentuk intensi terhadap suatu perilaku. Aspek itu ialah perceived

behavioral control.

2.1.2.3 Perceived Behavioral Control (Ajzen, 1988)

Selanjutnya Icak Ajzen pada tahun 1988 mengembangkan teori

Reasoned Action di atas dengan menambahkan faktor perceived behavioral

control sebagai faktor ketiga yang berpengaruh terhadap intensi seseorang.

Penambahan faktor ketiga ini dilakukan Ajzen, karena menurutnya teori

Reasoned Action tahun 1975 belum dapat menjelaskan tingkah laku yang

seratus persen tidak dapat dikendalikan sendiri.

Ajzen (1988:132) mendefinisikan perceived behavioral control


(44)

perceived behavioral control refers to the perceived ease or difficulty of performing the behavior and it is assumed to reflect past experience

as well as anticipated impediments and obstacles.”

Jadi, dapat dikatakan bahwa perceived behavioral control (PBC)

adalah kemudahan atau kesulitan yang dirasakan atau dipersepsikan oleh individu untuk menampilkan tingkah laku yang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kuasa seseorang. Bila intensi merefleksikan kesediaan seseorang untuk mencoba memunculkan suatu tingkah laku, maka

perceived behavioral control merupakan suatu pertimbangan tentang

beberapa keterbatasan realistis yang mungkin muncul (Ajzen, 1988).

Perceived behavioral control merupakan bentuk umum dari teori

sikap Fishbein dan Ajzen (1975), dan dipakai untuk tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol kemauan subjek sendiri. Pada penelitian ini, tingkah laku berhenti menjadi wanita tuna susila diasumsikan sebagai tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol kemauan subjek sendiri, sebab untuk mewujudkan intensinya ini ada beberapa faktor dari luar yang dapat menjadi penghambat. Faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat itu antara lain: sulitnya mencari pekerjaan lain, ajakan kembali berprofesi sebagai wanita tuna susila dari teman-teman dan lain-lain. Bilamana tingkah laku sepenuhnya berada di


(45)

bawah subjek sendiri, maka PBC dapat dihilangkan dari bagan-bagan Fishbein dan Ajzen (1998).

Seperti halnya sikap dan norma subjektif, PBC juga ditentukan oleh

suatu belief yang disebut control belief yang menjadi dasar untuk

mempersepsikan kontrol terhadap tingkah laku. Ada dua jenis perceived

behavioral control. Pertama adalah perceived behavioral control believe

(PBCB). PBCB terbentuk dari belief yang disebut control belief yaitu

persepsi seseorang yang lebih menekankan atau mempertimbangkan beberapa hambatan realistis yang ada dalam menampilkan tingkah laku yang diinginkan. Variabel ini diasumsikan mencerminkan pengalaman masa lalu dan rintangan-rintangan yang diantisipasikan dari tingkah laku.

Sedangkan yang kedua disebut sebagai perceived behavioral control

direct (PBCD), yaitu sejauh mana kontrol yang dimiliki seseorang terhadap

tingkah laku yang dilakukannya. Variabel ini memiliki pengaruh langsung terhadap intensi tingkah laku. Oleh karena itu, dapat menjadi pengganti untuk mengukur keterampilan kontrol sebenarnya, maka variabel ini memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi tingkah laku.

Ajzen (1985) dalam theory of planned behavior mengemukakan


(46)

terhadap tingkah laku, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Pendapat Ajzen ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Sikap terhadap tingkah laku

Bagan 2. Skema terbentuknya intensi menurut Ajzen (1988).

Intensi Tingkah laku

Norma Subjektif

Perceived

Behavioral Control

Dari bagan di atas, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, PBC mempunyai implikasi motivasional terhadap intensi. Seseorang yang memiliki banyak hambatan untuk melakukan suatu tingkah laku akan berpengaruh terhadap intensinya untuk melakukan tingkah laku itu. PBC dapat pula mempengaruhi tingkah laku secara langsung (via intensi) dan dapat digunakan untuk meramalkan tingkah laku tertentu. Tetapi jika seseorang memiliki informasi yang sedikit, kebutuhan dan sumber dayanya berubah, maka PBC menjadi tidak realistis lagi untuk dipakai meramalkan tingkah laku (Ajzen, 1988).


(47)

2.1.3 Intensi untuk Berhenti menjadi Wanita Tuna Susila

Intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila mengarah pada probabilitas subjektif warga binaan PSKW untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dan dapat menunjukkan seberapa besar untuk melakukannya. Bila dijabarkan menurut empat elemen yang terdapat dalam intensi, yaitu tingkah laku, objek target, situasi, dan waktu, maka tingkah laku berhenti menjadi wanita tuna susila dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Berhenti adalah tingkah laku spesifik.

b. Berhenti menjadi wanita tuna susila adalah target objek dilakukannya tingkah

laku.

c. Pada setiap situasi dan kondisi adalah konteks situasi dilakukannya tingkah

laku.

d. Pada masa pembinaan dan setelah keluar dari PSKW Mulya Jaya adalah

waktu dilakukannya tingkah laku.

Sebagaimana dikemukakan di atas, dalam model theory of planned

behavior dari Ajzen (1988), intensi ditentukan oleh tiga determinan, yaitu sikap

terhadap tingkah laku, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Oleh

karena itu, intensi warga binaan PSKW Mulya Jaya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila diduga berhubungan secara signifikan dengan sikapnya terhadap tingkah laku untuk berhenti menjadi wanita tuna susila, norma


(48)

subjektif terhadap berhenti menjadi wanita tuna susila, dan PBC untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.

Sikap warga binaan PSKW Mulya Jaya terhadap intensi untuk berhenti

menjadi wanita tuna susila dapat berupa sikap positif (favorable) atau negatif

(unfavorable). Posisi sikap seperti itu terbentuk dari belief-belief warga binaan

PSKW Mulya Jaya mengenai konsekuensi jika berhenti menjadi wanita tuna

susila dan juga oleh evaluasi beliefnya terhadap konsekuensi-konsekuensi

tersebut.

Norma subjektif terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila berkaitan dengan orang-orang di sekitar subjek (warga binaan) yang memiliki pengaruh dan dianggap signifikan bagi dirinya. Dalam menghadapi kondisi-kondisi tertentu, subjek diasumsikan akan mempertimbangkan harapan dan keinginan orang-orang tersebut. Oleh karena itu, hal lain yang turut mempengaruhi pembentukan norma subjektif adalah motivasi subjek untuk mematuhi harapan dan keinginan orang-orang tersebut.

Sedangkan PBC untuk berhenti menjadi wanita tuna susila berhubungan dengan persepsi subjek terhadap kondisi yang memudahkan atau menyulitkan untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.


(49)

Selain dari ketiga determinan yang telah dikemukakan oleh Fishben (1975) dan Ajzen (1988), terdapat beberapa aspek yang juga dapat mempengaruhi intensi individu untuk melakukan suatu perilaku. Hal ini tergantung dari konteks penelitian yang digunakan. Hasil penelitian dalam

Journal of Chinese Clinical Medicine vol 2 no.1 yang berjudul Effect of self

esteem on substance-abuse, thieve, and prostitution menunjukkan bahwa self

esteem seseorang memiliki pengaruh terhadap perilaku kekerasan, pencurian,

dan prostitusi yang mereka lakukan. Jadi, perilaku prostitusi yang dilakukan

seseorang dipengaruhi oleh self esteem yang mereka miliki. Dengan kata lain,

intensi seseorang untuk menampilkan perilaku prostitusi atau menjadi wanita

tuna susila dipengaruhi oleh self esteem yang dimiliki.

2.2

Self Esteem

2.2.1 Pengertian Self Esteem

Branden Nathaniel (1969), mengemukakan bahwa self esteem adalah

penilaian diri individu yang memiliki pengaruh yang amat sangat terhadap

proses pemikiran, emosi, keinginan, nilai, dan tujuan individu. Self esteem

suatu merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia karena bisa berfungsi

sebagai kontributor utama dalam proses kehidupan seseorang. Self esteem


(50)

normal serta mengandung nilai-nilai kelangsungan hidup (survival value).

Chaplin (2006) menyamakan istilah self esteem dengan self

evaluation, yaitu suatu penilaian atau pertimbangan yang dibuat seseorang

mengenai diri sendiri. Sementara Coopersmith (dalam Burn, 1993)

menjelaskan bahwa self esteem (harga diri) adalah

The evaluation which the individual makes and customarily

maintains which regard to him self; it’s expresses an attitude of approval or dis approval and indicates the extent to which the individual believes him self to be capable significance, successful and worthy”

Self esteem merupakan evaluasi atau penilaian yang dibuat individu

mengenai keberhargaan dirinya, yang ditampilkan dalam sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan keyakinan individu kepada diri sendiri bahwa ia mampu, berarti, berhasil, dan berharga.

Sedangkan Rosenberg (dalam Burn, 1993) mendefinisikan self

esteem sebagai suatu sikap positif atau negatif terhadap suatu objek

khusus, yaitu “diri”. Selain itu, Minchinton (1995) juga mendefinisikan

self esteem adalah harga yang ditempatkan individu pada dirinya.

Selanjutnya, Minchinton (1995) memberikan penjelasan bahwa harga diri adalah penilaian dari keberhargaan diri sebagai manusia, berdasarkan pada setuju atau tidak setuju dari diri dan perilaku diri sendiri.


(51)

Menurut Frey dan Carlock (1984), self esteem merupakan suatu

evaluasi. Self esteem mengacu pada penilaian mengenai negatif, positif,

atau netral, yang ditempatkan individu terhadap dirinya. Individu dengan

self esteem yang tinggi menghormati dirinya, menganggap keberhargaan

dirinya, dan memandang dirinya sama seperti orang lain. Mereka tidak berpura-pura untuk menjadi sempurna, mereka menyadari kekurangannya, dan mereka mengharapkan untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan dirinya.

Selanjutnya, Santrock (2003) mengatakan bahwa self esteem adalah

dimensi penilaian (evaluatif) global dari kepribadian atau suatu penilaian atau pencitraan diri yang mengacu pada suatu bidang keterampilan yang berbeda dan penilaian diri secara umum.

Dari beberapa definisi dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa self esteem adalah evaluasi perasaan dan penilaian individu

terhadap dirinya, kehidupannya, dan kaitan dengan orang lain. Self esteem

tersebut mempunyai peran yang penting dan berpengaruh besar terhadap


(52)

2.2.2 Aspek-Aspek Self Esteem

Self esteem bukanlah sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah

kombinasi dari beragam sifat dan perilaku. Dalam bukunya, Maximum

Self Esteem, Minchiton (1995) menjabarkan tiga aspek self esteem, yaitu

perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup serta perasaan dalam kaitannya dengan orang lain.

a. Perasaan Mengenai Diri Sendiri

1) Menerima diri sendiri, maksudnya individu menerima dirinya

secara nyata dan penuh, nyaman dengan dirinya sendiri, dan memiliki perasaan yang baik tentang diri sendiri, apapun kondisi yang dihadapi saat ini. Individu memandang bahwa dirinya memiliki keunikan tersendiri, menghargai setiap potensi yang dimiliki tanpa mengeluh.

2) Menghormati diri sendiri. Individu memiliki self-respect dan

keyakinan yang dalam bahwa dirinya penting, kalaupun bukan bagi

orang lain, setidaknya bagi dirinya sendiri. Individu dengan self

esteem yang akan merasa kasihan dan memaafkan dirinya sendiri;

menyukai dirinya sendiri dengan ketidaksempurnaan yang dimiliki.

3) Menghargai keberhargaan dirinya. Individu tidak terpengaruh

dengan pendapat orang lain mengenai dirinya. Individu tidak merasa lebih baik bila dipuji dan tidak merasa lebih buruk jika


(53)

dirinya dihina oleh orang lain. Perasaan baik mengenai dirinya tidak bergantung pada keadaan kondisi luar atau sesuatu yang akan atau telah dilakukan.

4) Memegang kendali atas emosi diri sendiri. Individu merasa terbebas

dari perasaan yang tidak menyenangkan atas rasa bersalah, rasa marah, rasa takut, dan kesedihan. Emosi umum yang paling kuat terjadi adalah rasa bahagia karena individu merasa senang dengan dirinya dan kehidupannya. (Minchinton, 1995:21).

b. Perasaan terhadap Hidup

1) Menerima kenyataan. Perasaan terhadap hidup berarti menerima

tanggung jawab atas setiap bagian hidup yang dijalaninya. Individu

dengan self esteem yang tinggi akan dengan lapang dada dan tidak

menyalahkan keadaan hidup ini (orang lain) atas segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semuanya itu terjadi berkaitan dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena faktor eksternal. Individu menyadari bahwa ia memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupannya seperti yang mereka pilih. Individu mengetahui apa yang benar dan terbaik bagi dirinya.


(54)

2) Memegang kendali atas diri sendiri. Individu yang memiliki self

esteem yang tinggi tidak berusaha untuk mengendalikan orang lain

atau situasi yang ada. Sebaliknya, Ia akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. (Minchinton, 1995:23)

c. Perasaan dalam kaitannya dengan orang lain

1) Menghormati orang lain. Individu menghormati hak-hak orang lain

sebagaimana mereka berada, melakukan seperti yang mereka pilih, dan hidup seperti mereka selama mereka juga menunjukkan rasa hormat atau kesopanan yang sama kepada dirinya dan orang yang

lain. Individu dengan self esteem yang tinggi tidak memaksa

nilai-nilai atau keyakinannya pada orang lain.

2) Memiliki toleransi terhadap orang lain. Individu dengan self esteem

tinggi akan menerima kekurangan orang lain, fleksibel, dan bertanggung jawab dalam hubungannya dengan orang lain. Individu memandang semua orang memiliki keberhargaan yang sama dan layak untuk dihormati. Ia menghormati kebutuhan dirinya serta mengakui kebutuhan orang lain. (Minchinton, 1995:25)


(55)

2.2.3 Karakteristik Individu berdasarkan Tingkatan Harga Diri (Self Esteem)

Minchinton (1995) menjelaskan sekurang-kurangnya terdapat beberapa karakteristik individu ditinjau dari tinggi rendahnya atau positif

negatifnya self esteem, yaitu:

a. Karakteristik individu dengan self esteem tinggi

1) Seseorang yang memiliki self esteem yang tinggi, ia akan memiliki

ciri-ciri seperti: dapat menerima dan mengapresiasikan dirinya sendiri dalam kondisi apapun, merasa nyaman dengan keadaan dirinya, berprasangka baik terhadap dirinya sendiri, jika tidak bagi orang lain, setidaknya bagi dirinya sendiri serta memiliki kontrol emosi yang baik dan terbebas dari perasaan yang tidak menyenangkan, kemarahan, ketakutan, kesedihan dan rasa bersalah.

2) Seseorang yang memiliki self esteem yang tinggi memiliki suatu

keyakinan bahwa ia memiliki rasa bertanggung jawab dan merasa mampu mengontrol setiap bagian kehidupannya.

3) Tingginya self esteem dapat terlihat dari bagaimana cara seseorang

dalam bentuk rasa penghormatan, toleransi, kerja sama dan saling memiliki antara satu dengan yang lain.

4) Seseorang dengan self esteem yang tinggi dapat merancang,

merencanakan, dan merealisasikan segala sesuatu yang diharapkan atau menjadi tujuan hidupnya secara optimal.


(56)

b. Karakteristik individu dengan self esteem yang rendah

1) Seseorang dengan self esteem yang rendah meyakini bahwa dirinya

memiliki kemampuan instrinsik yang kecil, meragukan kemampuan dirinya, merasa bahwa keberhasilan yang diperolehnya merupakan sebuah prestasinya, selalu takut untuk mencoba segala sesuatu dan memiliki kontrol emosi yang buruk, merasa tidak bahagia, tertekan serta merasa bahwa dirinya tidak berarti atau sia-sia.

2) Seseorang dengan self esteem yang rendah merasa bahwa

kehidupan ini berada di luar kontrol dan tanggung jawab dirinya dan berjalan begitu saja, terkadang merasa lemah dan merasa di bawah kontrol atau kendali orang lain.

3) Seseorang yang memiliki self esteem yang rendah tidak dapat

merasakan arti pentingnya hubungan interpersonal, bersikap tidak toleran, kurang dapat bekerja sama, dan kurang rasa memiliki antara satu sama lainnya.

4) Seseorang dengan self esteem yang rendah juga kurang dapat

merancang, merencanakan, dan merealisasikan segala sesuatu yang diharapkan atau menjadi tujuan hidupnya secara optimal. (Minchinton, 1995)

Individu dengan self esteem yang tinggi dikatakan akan lebih mudah


(57)

mengekspresikan diri dengan baik dalam lingkungan di mana mereka

berada. Lain halnya dengan individu yang memiliki self esteem rendah,

mereka dikatakan kurang dapat mengekspresikan diri dengan baik dan sangat tergantung pada lingkungan mereka. Kebanyakan dari mereka merasa takut akan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial dengan orang lain dalam lingkungan mereka karenanya secara pasif selalu mengikuti apa yang ada di dalam lingkungan.

Selain self esteem, religiusitas juga berkaitan dengan intensi individu

untuk melakukan suatu tingkah laku. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya (Zulhari, 2005; Handoyo, 2009; Nuzullia, 2005) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan intensi terhadap suatu perilaku. Dengan kata lain, religiusitas juga dapat mempengaruhi individu untuk memunculkan suatu perilaku.

2.3 Religiusitas

2.3.1 Pengertian Religiusitas

Religiusitas berasal dari akar kata religion (agama). Harun Nasution

(dalam Rakhmat, 1997) merunut pengertian agama berdasarkan asal kata,

yaitu al-Din, religi (relegare, religere), dan agama. Al-din (semit) berarti


(58)

mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan,

kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegare berarti

mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat.

Adapun kata agama tediri dari a = tidak; gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harun Nasution, intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Rakhmat, 1997).

Agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Glock & Stark (dalam Ancok, 2001) mendefinisikan agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling

maknawi (ultimate meaning).

Selanjutnya Fetzer (1999) juga mendefinisikan religiusitas adalah sesuatu yang lebih menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial, dan


(59)

merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.

Dari penjelasan para ahli yang memaparkan tentang pengertian religiusitas, peneliti menyimpulkan bahwa religiusitas adalah manifestasi seberapa jauh individu penganut agama merasakan pengalaman beragama

sehari-hari (daily spiritual experience), ekspresi keagamaan sebagai sebuah

nilai (value), keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness), melatih diri

dalam beragama (private religious practice), penggunaan agama sebagai

coping (religious/spiritual coping), dan komitmen beragama (commitment).

2.3.2Dimensi Religiusitas

Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh John E.

Fetzer Institute (1999) yang berjudul Multidimensional Measurement of

Religiousness, Spirituality for Use in Health Research menjelaskan 12

dimensi religiusitas, antara lain: daily spiritual experiences, meaning,

values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness, dan religious preference.

a. Daily Spiritual Experiences, merupakan dimensi yang memandang


(60)

ini, daily experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan

persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily

spiritual experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif.

(Underwood, dalam Fetzer 1999)

b. Meaning. Konsep meaning dalam hal religiusitas sebagaimana konsep

meaning yang dijelaskan oleh Viktor Frankl yang biasa disebut dengan

istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud disini

ialah yang berkaitan dengan religiusitas atau yang disebut

religion-meaning yaitu sejauhmana agama dapat menjadi tujuan hidupnya.

(Pragament, dalam Fetzer 1999)

c. Value, menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) adalah pengaruh keimanan

terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi, dan sebagainya.

d. Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan sentral

dari religiusitas. Dalam bahasa Indonesia belief disebut keimanan,

yakni kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan.

e. Forgiveness, dimensi ini maksudnya adalah suatu tindakan memaafkan


(61)

berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan,

kebajikan, dan cinta. Dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer,

1999) mencakup lima dimensi turunan, yaitu pengakuan dosa, merasa diampuni oleh Tuhan, merasa dimaafkan oleh orang lain, dan memaafkan diri sendiri.

f. Private religious practice menurut Levin (dalam Fetzer, 1999)

merupakan perilaku beragama dalam mempelajari agama meliputi: ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya.

g. Religious/Spiritual Coping merupakan coping stress dengan

menggunakan pola dan metode religius seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragament (1998, dalam Fetzer Institute, 1999) menjelaskan bahwa

terdapat tiga jenis coping secara religius, yaitu:

1) Deferring style, yaitu membebankan coping kepada Tuhan, yaitu

dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong hambaNya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

2) Collaborative style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan

antara Tuhan dengan hamba-Nya saling bertanggung jawab dalam


(62)

3) Self-directing style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam

menjalankan coping.

h. Religious Support menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) adalah aspek

hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya.

Dalam Islam, hal semacam ini sering disebut al-Ukhuwah-al Islamiyah.

i. Religious/Spiritual History adalah seberapa jauh individu berpartisipasi

untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya.

j. Commitment menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) adalah seberapa

jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

k. Organizational religiousness merupakan konsep yang mengukur

seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktivitas di dalamnya. (Idler, dalam Fetzer 1999)

l. Religious preferences menurut Ellison (dalam Fetzer, 1999) yaitu

memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.


(63)

2.4 Kerangka Berpikir

Perkembangan pekerja seks komersial di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pelakunya pun tidak hanya wanita dewasa, melainkan gadis di bawah umur, yang masih bersekolah juga melakukan praktik prostitusi. Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda di bawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak ialah usia 17-21 tahun. (Kartono, 2007). Sedangkan menurut Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr Surjadi Soeparman MPH, diperkirakan 30 persen pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun.

Di Indonesia, UNICEF melaporkan bahwa sekitar 30 persen (40-70 ribu anak) terjerumus ke prostitusi berusia di bawah 18 tahun. Mereka tersebar di beberapa daerah seperti Batam, Bali, serta beberapa kota lain yang memiliki fasilitas wisata. Selain karena ditipu, kemiskinan menjadi alasan utama banyak anak terjerumus ke prostitusi. Berdasarkan data yang dilakukan di wilayah Jakarta dan Jawa Barat; wanita pekerja seks komersial dewasa di Jakarta sebanyak 10.041 (80%) dan sebanyak 5.644 (80%) di Jawa Barat. Sedangkan jumlah pekerja seks komersial yang berusia di bawah umur adalah 1.020 (20%)


(64)

di Jakarta dan sebanyak 1.224 (20%) di Jawa Barat.

(http://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com/2008/07/30-psk-indonesia-anak-di bawah -umur.html)

Aksi para pekerja seks dalam praktek prostitusi ini tidak terlepas dari pengawasan dan penindaklanjutan yang dilakukan oleh pihak keamanan dan petugas satpol PP setempat. Setelah itu, para pekerja seks komersial yang terkena razia oleh petugas tramtib segera dibawa ke dinas sosial untuk selanjutnya diproses dan ditempatkan ke panti rehabilitas. Salah satu panti rehabilitas yang berada di Jakarta yaitu Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya.

PSKW Mulya Jaya merupakan unit pelaksana teknis Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada wanita tuna susila (pekerja seks komersil), antara lain: pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisasi dan pembinaan lanjut kepada penyandang masalah tuna susila agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. PSKW Mulya Jaya ini telah berdiri sejak tahun 1959 dan memiliki daya tampung sebanyak Secara umum, pembinaan mental rohani dan pelatihan keterampilan yang dilakukan

PSKW Mulya Jaya bertujuan untuk meningkatkan self esteem dan kesadaran

religius siswa binaannya agar mereka memiliki keinginan untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.


(1)

19

Rukiah 3 3 3 2 3

No.

Nama

1

2

3

4

5

Total

1

Atik Bariah 4 4 4 3 3 18

2

Neneng Komariahsari 3 4 4 3 3 17

3

Sri Fatmawati 4 3 3 4 2 16

4

Nia 4 4 4 1 1 14

5

Arya Ardianti 3 3 3 2 1 12

6

Putri (CND) 4 4 4 2 3 17

7

Sari Rahayu 3 4 3 3 3 16

8

Mimin 4 4 4 4 4 20

9

Penny 4 4 3 3 1 15

10

Sri Rahayu 4 3 3 3 2 15

11

Arnasih 3 3 3 3 3 15

12

Dewi Ismayanti 4 3 3 1 2 13

13

Mega Ratna Sari 3 3 4 2 3 15

14

Susi 4 4 4 2 3 17

15

Ukesih 4 4 4 2 2 16

16

Yesa Apridiana 3 4 4 3 1 15

17

Acih Mintasih 4 4 4 3 3 18

18

Arti Hartati 4 4 4 3 3 18

19

Rukiah 3 3 3 2 3 1414

20

Dewi 3 3 3 2 2 13

21

Surpi 4 4 4 2 2 16

22

RSK 3 4 4 4 3 18

23

Riska 3 3 3 2 3 14

24

Siti 4 4 3 3 4 18

25

YNT 3 3 3 3 3 15

26

Nia 4 4 4 3 3 18

27

Siti Malihah 3 3 3 2 1 12

28

Rina 4 4 4 3 3 18

29

Nurhayati 4 4 4 2 2 16

30

Anis 4 4 4 3 3 18

31

Erna 4 4 4 3 3 18

32

Lastri 1 1 1 4 4 11

33

Iin Santika 4 4 4 1 1 14

34

Marisa Marviana P. D 4 4 4 2 2 16

35

Santi Dewi 1 2 1 4 4 12

36

Dede Fidia 4 4 4 3 3 18

37

Bayu Lestari 4 3 4 1 2 14

38

Shanty Aga Dewi 4 4 4 2 2 16

39

Silviana 4 4 4 4 4 20

40

Tri Winarni 4 4 4 4 4 20


(2)

3 3 3 2 3

42

Sumiati 4 4 4 3 3 18

Data Field Test Skala PBC

No.

Nama

1

2

3

4

5

Total

1

Atik Bariah 4 4 4 3 3 18

2

Neneng Komariahsari 3 4 4 3 3 17

3

Sri Fatmawati 4 3 3 4 2 16

4

Nia 4 4 4 1 1 14

5

Arya Ardianti 3 3 3 2 1 12

6

Putri (CND) 4 4 4 2 3 17

7

Sari Rahayu 3 4 3 3 3 16

8

Mimin 4 4 4 4 4 20

9

Penny 4 4 3 3 1 15

10

Sri Rahayu 4 3 3 3 2 15

11

Arnasih 3 3 3 3 3 15

12

Dewi Ismayanti 4 3 3 1 2 13

13

Mega Ratna Sari 3 3 4 2 3 15

14

Susi 4 4 4 2 3 17

15

Ukesih 4 4 4 2 2 16

16

Yesa Apridiana 3 4 4 3 1 15

17

Acih Mintasih 4 4 4 3 3 18

18

Arti Hartati 4 4 4 3 3 18

19

19

RukiahRukiah 3 3 3 2 3 1414

20

Dewi 3 3 3 2 2 13

21

Surpi 4 4 4 2 2 16

22

RSK 3 4 4 4 3 18

23

Riska 3 3 3 2 3 14

24

Siti 4 4 3 3 4 18

25

YNT 3 3 3 3 3 15

26

Nia 4 4 4 3 3 18

27

Siti Malihah 3 3 3 2 1 12

28

Rina 4 4 4 3 3 18

29

Nurhayati 4 4 4 2 2 16

30

Anis 4 4 4 3 3 18

31

Erna 4 4 4 3 3 18

32

Lastri 1 1 1 4 4 11

33

Iin Santika 4 4 4 1 1 14

34

Marisa Marviana P. D 4 4 4 2 2 16

35

Santi Dewi 1 2 1 4 4 12

36

Dede Fidia 4 4 4 3 3 18

37

Bayu Lestari 4 3 4 1 2 14

38

Shanty Aga Dewi 4 4 4 2 2 16

39

Silviana 4 4 4 4 4 20

40

Tri Winarni 4 4 4 4 4 20


(3)

Data TryOut Skala Intensi Untuk Berhenti Menjadi WTS

No.

Nama

1

2

Total

1

Suryani 3 3 6

2

Nining 3 3 6

3

Dewi 4 3 7

4

Tantri 4 4 8

5

Ema Rachmawati 3 3 6

6

Rita 4 3 7

7

Yuyu 4 4 8

8

Liana 4 4 8

9

Ika Dewi 3 3 6

10

Mujanah 2 3 5

11

Parmini 4 3 7

12

Tasmi 4 4 8

13

Tenti 3 3 6

14

Nadia Yuliana 4 4 8

15

Komariah 3 3 6

16

Hartinah 4 4 8

17

Iin 4 4 8

18

Asih 4 4 8

19

Umi 4 4 8

20

Titin 3 4 7

21

Siti Maryati 4 4 8

22

Rumiyati 1 1 2

23

Reni Safitri 3 3 6

24

Dewi Lestari 4 4 8

25

Sri Lestari 1 1 2

26

Sumiyati 3 4 7

27

Susi 3 3 6

28

Anisa 4 4 8


(4)

  3 3 3 3 3 3

No.

Nama

1

7

13

17

24

26

1 Atik Bariah 2 3 4 3 2 3

2 Neneng Komariahsari 3 2 2 2 2 2

3 Sri Fatmawati 3 2 4 2 4 3

4 Nia 3 4 4 3 4 4

5 Arya Ardianti 3 4 3 3 3 1

6 Putri (CND) 3 3 3 3 4 3

7 Sari Rahayu 2 1 2 1 3 2

8 Mimin 3 3 2 2 1 2

9 Penny 4 4 4 4 2 2

10 Sri Rahayu 3 2 3 1 3 4

11 Arnasih 3 3 4 3 3 3

12 Dewi Ismayanti 3 3 3 3 3 3

13 Mega Ratna Sari 3 3 3 3 3 3

14 Susi 3 3 2 3 3 4

15 Ukesih 3 2 3 3 4 3

16 Yesa Apridiana 2 2 3 2 3 2

17 Acih Mintarsih 3 3 3 3 3 3

18 Arti Hartati 3 3 3 2 2 2

19 Rukiah 3 2 2 3 3 2

20

20 DewiDewi  3 3 3 3 3 3

21 Surpi 3 3 3 3 3 3

22 RSK 2 3 3 4 4 2

23 Riska 3 2 3 2 3 3

24 Siti 2 3 4 3 4 3

25 YNT 3 3 2 3 3 3

26 Nia 3 4 4 3 4 3

27 Siti Malihah 3 2 3 2 2 3

28 Rina 2 3 3 3 4 3

29 Nurhayati 3 4 3 4 4 4

30 Anis 4 3 4 4 4 4

31 Erna 2 3 4 1 2 4

32 Lastri 3 2 2 1 3 2

33 Iin Santika 4 2 3 4 3 2

34 Marisa Marviana P. D 3 4 3 4 4 4

35 Santi Dewi 1 1 1 1 4 1

36 Dede Fidia 3 4 3 4 4 4

37 Bayu Lestari 3 3 3 3 2 3

38 Shanty Aga Dewi  4 3 4 4 4 4

39 Silviana 4 2 3 4 3 2

40 Tri Winarni 3 3 4 4 4 3

41 Farida 4 2 3 3 3 3


(5)

3 3 3 3 30

31

11

27

30

Total

3 3 3 3 29

2 4 3 4 26

3 3 3 4 31

3 3 4 4 36

3 3 4 4 31

3 2 4 4 32

2 2 3 3 21

2 4 1 1 21

2 1 2 4 29

3 3 3 3 28

2 3 1 3 28

2 3 2 3 28

3 3 4 4 32

3 3 2 4 30

3 3 4 3 31

2 4 3 3 26

1 3 3 4 29

2 3 3 3 26

3 3 3 4 28

3 3 3 3 30

3 3 3 3 30

3 2 4 4 31

3 2 3 3 27

3 2 3 3 30

2 3 3 3 28

2 3 4 4 34

2 2 3 3 25

3 3 3 4 31

4 1 2 4 33

3 4 3 4 37

4 4 4 4 32

2 2 3 4 24

1 3 2 4 28

4 1 2 4 33

2 1 2 1 15

3 1 2 4 32

3 2 3 4 29

4 4 4 4 39

1 3 2 4 28

2 3 4 4 34


(6)

4 4 4 2 2 2 2

30

Cindarwati 4 4 4 4 4 2 2 24

Data TryOut Skala PBC

No.

Nama

1

2

3

4

5

6

7

Total

1

Suryani 4 4 3 4 3 3 3 24

2

Nining 3 1 3 3 3 3 3 19

3

Dewi 4 4 4 4 4 4 4 28

4

Tantri 4 4 4 2 2 1 1 18

5

Ema R. 4 4 4 1 2 2 2 19

6

Rita 3 3 4 3 2 3 2 20

7

Yuyu 4 4 4 1 1 1 1 16

8

Liana 4 3 4 2 2 2 1 18

9

Ika Dewi 4 4 4 1 1 1 1 16

10

Mujanah 4 4 4 2 2 2 2 20

11

Parmini 4 4 4 1 1 1 1 16

12

Tasmi 4 1 3 2 4 2 1 17

13

Tenti 4 4 4 2 2 2 2 20

14

Nadia Yuliana 4 4 4 1 1 1 1 16

15

Komariah 4 4 4 1 1 1 1 16

16

Hartinah 4 4 4 1 1 1 1 16

17

Iin 3 4 3 1 1 2 2 16

18

Asih 4 4 4 4 3 4 3 26

19

19

UmiUmi 4 4 4 2 2 2 2 2020

20

Titin 4 3 4 3 3 3 2 22

21

Siti Maryati 4 4 4 1 1 1 1 16

22

Rumiyati 4 1 3 2 2 3 3 18

23

Reni Safitri 4 4 3 2 2 2 2 19

24

Dewi Lestari 4 3 3 2 2 2 1 17

25

Sri Lestari 4 4 4 1 1 2 3 19

26

Sumiyati 4 4 4 4 2 2 2 22

27

Susi 4 4 4 1 1 2 3 19

28

Anisa 3 3 3 4 2 2 1 18