BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi, serta saran dari hasil penelitian.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Ada hubungan yang signifikan antara self esteem dan religiusitas secara
bersama dengan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila pada siswa PSKW Mulya Jaya. Hal ini berarti semakin tinggi self esteem dan
religiusitas siswa PSKW akan semakin tinggi intensinya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.
b. Self esteem dan religiusitas secara bersama memberikan sumbangsih sebesar
37,3 terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Self esteem
memberikan kontribusi yang lebih besar 27,5 dan signifikan terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dibandingkan
religiusitas 9,8.
c. Aspek self esteem yang ketiga, yaitu perasaan dalam kaitannya dengan
orang lain adalah variabel yang memberikan kontribusi paling besar terhadap penentuan intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila, yaitu
sebesar 26,3. d.
Aspek religiusitas yang memberikan kontribusi paling besar terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila adalah aspek belief, yaitu
sebesar 29,0.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self esteem dan religiusitas dengan intensi untuk berhenti
menjadi wanita tuna susila pada siswa PSKW Mulya Jaya. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi self esteem dan religiusitas seseorang, maka akan semakin
tinggi pula intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetya 2002 dan Sujana Wulan
1994 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self esteem dan intensi serta penelitian yang dilakukan oleh Nuzullia 2005 dan Zulhairi 2005 bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan intensi.
Dari hasil penelitian, diketahui pula bahwa self esteem, baik secara mandiri maupun bersama dengan religiusitas, memberikan kontribusi yang lebih
besar terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal ini berarti intensi siswa PSKW Mulya Jaya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila
lebih dipengaruhi oleh self esteem yang mereka miliki. Menurut Minchinton 1995 self esteem ialah penilaian individu yang diberikan terhadap dirinya
sendiri. Penilaian individu terhadap keberhargaan dirinya sebagai manusia, berdasarkan penerimaan atau penolakan terhadap dirinya dan tingkah lakunya.
Sebagian besar 76,2 siswa PSKW Mulya Jaya memiliki self esteem yang sedang dan 21,4 yang memiliki self esteem yang tinggi, sedangkan hanya
2,4 siswa memiliki self esteem yang rendah berarti bahwa mereka cukup dapat menerima dan mengapresiasikan diri mereka sendiri, cukup merasa nyaman
dengan keadaan dirinya, berprasangka baik terhadap dirinya sendiri, serta memiliki kontrol emosi yang cukup baik dan terbebas dari perasaan yang tidak
menyenangkan, kemarahan, ketakutan, kesedihan dan rasa bersalah.
Minchinton 1995 menjabarkan tiga aspek self esteem, yaitu perasaan mengenai diri sendiri, perasaan tentang hidup, dan perasaan dalam kaitannya
dengan orang lain. Dari hasil penelitian diketahui bahwa aspek perasaan dalam kaitannya dengan orang lain yang paling mempengaruhi intensi siswa PSKW
Mulya Jaya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal ini berarti bahwa mereka cukup dapat menghormati orang lain dan memiliki toleransi terhadap
orang lain.
Meskipun religiusitas memiliki kontribusi yang lebih rendah dibanding self esteem
untuk memprediksi intensi berhenti menjadi wanita tuna susila dalam penelitian ini, namun religiusitas memiliki korelasi dengan intensi untuk
berhenti menjadi wanita tuna susila, terutama pada aspek belief, yaitu kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan. Fetzer, 1999.
Belief yang dimiliki siswa PSKW Mulya Jaya menjadi prediktor yang baik
dalam memprediksi intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila, namun dalam hal daily spiritual experience, value, forgiveness, private religius
practice, religiousspiritual coping, dan commitment yang mereka miliki masih
kurang untuk memprediksi intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Artinya, belief merupakan aspek dasar keberagamaan yang berpengaruh
terhadap intensi. Hal ini dapat dijelaskan karena aspek belief pada religiusitas juga berkaitan dengan tiga determinan pembentuk intensi, yaitu sikap, norma
subjektif, dan perceived behavioral control yang ketiga determinan tersebut dibentuk oleh determinan lain, yaitu keyakinan belief. Intensi merupakan
bagian diri seseorang dalam dimensi subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya dengan tindakan. Intensi merupakan dasar munculnya perilaku.
Fishben Ajzen, 1975
Dalam kaitannya dengan intensi, peneliti berasumsi bahwa belief pada aspek religiusitas dapat berperan sebagai behavioral belief yang pada akhirnya
akan membentuk sikap terhadap tingkah laku. Sebagai contoh adalah keyakinan
bahwa menjadi wanita tuna susila adalah suatu dosa besar dan diharamkan dalam agama akan membentuk sikap negatif terhadap tingkah laku untuk
menjadi wanita tuna susila. Pada penelitian ini, sebanyak 64,3 siswa PSKW Mulya Jaya memiliki intensi yang tinggi untuk berhenti menjadi wanita tuna
susila, 31 siswa yang memiliki intensi yang sedang untuk berhenti menjadi wanita tuna susila, dan 4,7 siswa yang memiliki intensi yang rendah untuk
berhenti menjadi wanita tuna susila. Jadi, dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa PSKW Mulya Jaya sudah memiliki kecenderungan untuk berhenti
menjadi wanita tuna susila dengan tidak melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian.
Dari hasil penelitian, diketahui pula bahwa intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila berhubungan secara signifikan dengan sikap, norma
subjektif, dan perceived behavioral control. Nilai korelasi antara sikap dengan intensi berhenti menjadi wanita tuna susila sebesar 0,682, norma subjektif
dengan intensi berhenti menjadi wanita tuna susila sebesar 0,316, dan perceived behavioral control
dengan intensi berhenti menjadi wanita tuna susila sebesar 0,654. Jadi, dapat dikatakan bahwa sikap memiliki korelasi yang paling besar
dan juga memberikan kontribusi yang paling besar 46,5 terhadap intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh FishbenAjzen 1975 yang menyatakan bahwa sikap merupakan komponen yang paling menentukan intensi. Dapat dikatakan bahwa
keinginan siswa PSKW Mulya Jaya untuk berhenti menjadi wanita tuna susila setelah keluar dari panti rehabilitasi lebih dipengaruhi oleh penilaian mereka
terhadap berhenti menjadi wanita tuna susila.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh, diketahui sebagian besar responden dalam penelitian ini berlatar belakang pendidikan SD, memiliki
status pernikahan janda cerai dan menjadi wanita tuna susila karena faktor ekonomi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soekanto dalam
Kartono, 2007 yang menyatakan bahwa faktor eksternal yang menyebabkan seseorang menjadi wanita tuna susila adalah karena kemiskinan atau tekanan
ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, dan diputuskan pacar atau ditinggal suami. Selain itu, Kartono 2007 juga menjelaskan motif-motif yang
melatarbelakangi perilaku prostitusi adalah karena adanya kecenderungan melacurkan diri untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, tekanan
ekonomi, dan kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior.
Dalam penelitian ini, dominasi kategori skor ketiga variabel menunjukkan bahwa self esteem siswa PSKW berada pada tingkatan sedang
dengan religiusitas tinggi serta intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila yang tinggi. Hal ini berarti pembinaan mental dan rohani atau keagamaan yang
dilakukan PSKW Mulya Jaya kepada siswa-siswanya tergolong cukup baik dalam meningkatkan self esteem dan religiusitas mereka sehingga mereka cukup
memiliki intensi untuk berhenti menjadi wanita tuna susila setelah keluar dari panti rehabilitas.
5.3 Saran