BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia internasional sangat memberi perhatian terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan
bayi. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan kebijakan dan strategi KIA melalui Konferensi Nairobi tentang Safe Motherhood tahun 1987. Indonesia ikut
berpartisipasi dalam konferensi tersebut, tahun 1996 dikembangkan Gerakan Sayang Ibu GSI yang lebih menonjolkan upaya penurunan Angka Kematian Ibu AKI,
tahun 2000 pemerintah RI mencanangkan kebijakan Making Pregnancy Safer MPS dengan 3 pesan kunci dalam percepatan penurunan AKI dan AKB, kemudian tahun
2006 di canangkan Program Desa Siaga dengan konsep pemberdayaan masyarakat Depkes RI, 2005.
Menurut Hargono dalam Paramita, 2007, bahwa dalam mempercepat keberhasilan penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita disamping faktor akses
dan pelayanan kesehatan, masyarakat dengan segenap potensi dan peran sertanya juga merupakan agenda prioritas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi 2008 bahwa
pentingnya Peran Serta Masyarakat PSM dalam pembangunan kesehatan telah diakui semua pihak. Hasil uji coba yang dikaji secara statistik membuktikan bahwa
PSM amat menentukan keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut CARE, 1998 dalam Paramita, 2007, faktor ekonomi, sosial, budaya dan peran serta masyarakat menjadi determinan kematian ibu dan bayi. Peran serta
masyarakat khususnya yang terkait dengan upaya kesehatan ibu dan bayi masih belum berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga dan masyarakat masih
belum berdaya untuk mencegah terjadinya 4 empat terlalu dalam kehamilan dan persalinan: terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak dan terlalu
pendek jarak kelahiran, dan 3 tiga terlambat: terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah
transportasi, dan terlambat dalam tindakan medis. Menurut pendapat para ahli, bahwa konsep peran serta masyarakat mulai
diganti oleh konsep pemberdayaan yang diartikan sebagai segala upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada Pratiwi, 2007.
Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan 8
delapan arah pembangunan jangka panjang, yang salah satunya adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing Kementerian Dalam Negeri, 2011.
Untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, salah satu arah yang ditetapkan adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia, yang ditandai
Universitas Sumatera Utara
dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia IPM. Unsur-unsur penting bagi peningkatan IPM adalah derajat kesehatan, tingkat pendidikan, dan pertumbuhan
ekonomi. Derajat kesehatan dan tingkat pendidikan pada hakikatnya adalah investasi bagi terciptanya sumber daya manusia berkualitas, yang selanjutnya akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan. Dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, pembangunan kesehatan harus
diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima ke
depan 2010-2014 harus diarahkan kepada beberapa hal prioritas Kementerian Kesehatan RI, 2011.
Pembangunan pada prinsipnya merupakan upaya mengubah suatu kondisi lain yang tentunya lebih baik. Dalam proses pembangunan apapun, peran aktif
masyarakatlah yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan, yang biasa diistilahkan dengan partisipasi. Tanpa partisipasi dari masyarakat pembangunan sulit
efektif mencapai tujuannya Adi, 2008. Partisipasi aktif dan positif dalam konteks pembangunan, khususnya
pembangunan kesehatan, tentu tidak terjadi begitu saja. Dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat diperlukan pendidikan non formal
seperti penyuluhan. Sarana kesehatan menjadi kurang artinya ketika masyarakat tidak berpartisipasi dalam wujud pemanfaatan dan pemeliharaan secara optimal. Partisipasi
aktif masyarakat pada gilirannya akan melahirkan kemandirian masyarakat dalam memelihara kesehatannya Kemenkes RI, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat sebagaimana yang diharapkan, program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan
reproduksi harus ditingkatkan. Upaya mengatasi AKI juga tidak mungkin dapat dilakukan pemerintah sendiri tanpa partisipasi masyarakat. Pemerintah menyadari
bahwa apapun peranan yang dimainkan pemerintah, tanpa partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan
yang diharapkan tidak akan efektif dalam mencapai sasaran Yustina, 2007. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan AKI, AKB
dan AKABA, untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman yang menyeluruh tentang apa, mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI, AKB dan
AKABA dapat diturunkan secara signifikan. Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan ICPD di
Kairo, maka yang perlu diperhatikan para stakeholders kesehatan masyarakat adalah adanya perubahan paradigma dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan
menempatkan manusia sebagai subjek Yustina, 2007. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dengan adanya
advokasi yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan dukungan sistem dari pembuat keputusan
atau pembuat kebijakan terhadap program kesehatan yang bertujuan untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik sehingga dapat mendukung
atau menguntungkan kesehatan Notoatmodjo, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan mempercepat pencapaian MDGs telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan,
biaya persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan Jampersal Permenkes, 2011. Jampersal ditujukan untuk masyarakat yang belum
mempunyai jaminan pelayanan kesehatan, dan tidak terbatas pada masyarakat miskin atau kurang mampu namun kenyataannya sampai saat ini, program Jampersal belum
dapat mencakup semua sasaran dan masih banyak masyarakat belum memanfaatkan program jaminan Persalinan.
Salah satu penyebab adalah karena masih banyaknya ibu tidak mampu yang persalinannya tidak dilayani oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang baik
karena terkendala biaya.Untuk mempercepat pencapaian Millenium Development Goals MDGs tahun 2015 khususnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi,
tahun 2010 Kementrian Kesehatan meluncurkan program jaminan persalinan Jampersal Kemkes, 2011.
Angka kematian ibu AKI merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu AKI di dunia pada tahun 1990
adalah 400 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara 640, diikuti Asia Selatan 290,
dibandingkan dengan Amerika Latin dan Karibia 85, Amerika Utara 23 dan di Eropa 10. Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164, yang tertinggi adalah Republik
Rakyat Demokratik Laos 580, Timor Leste 370 dan Kamboja 290, dan negara yang kematian ibu relative rendah yaitu Malaysia 31, Brunei Darussalam 21 dan
Universitas Sumatera Utara
9 Singapura Childinfo, 2012. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2007 Angka Kematian Ibu AKI 228100.000 kelahiran hidup dan
tahun 2010 turun menjadi 226100.000 kelahiran hidup SDKI, 2010. Salah satu ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan
pelayanan kesehatan dalam suatu negara adalah angka kematian ibu. Hal tersebut dapat tergambar dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2007,
Indonesia berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu dari 390100.000 kelahiran hidup 1992 menjadi 334100.000 kelahiran hidup 1997. Selanjutnya turun menjadi
228100.000 kelahiran hidup. Peningkatan pemeliharaan kesehatan bagi ibu hamil akan dapat memengaruhi penurunan Angka Kematian Ibu AKI di Indonesia. Untuk
tahun 2015 Millenium Development Goals MDG’s menetapkan AKI menjadi 102100.000 kelahiran hidup. Sementara itu penurunan AKI merupakan tujuan utama
dari program pelayanan kesehatan ibu dan anak Kemkes, 2011. Menurut data profil kesehatan Sumatera Utara, AKI di Sumatera Utara
tercatat sebesar 116 100.000 kelahiran hidup, namun hal ini belum bisa menggambarkan AKI yang sesungguhnya karena menurut survei FKM USU, AKI
provinsi Sumatera Utara tercatat 268100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan AKI Nasional, AKI provinsi Sumatera Utara lebih tinggi Profil Kesehatan Sumatera
Utara, 2011. AKI di Kabupaten Serdang Bedagai 110100.000 kelahiran hidup dan AKB
301.000 kelahiran hidup. Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan 88,3.
Universitas Sumatera Utara
Cakupan K1 mencapai 85,4, dan K4 87,9, namun belum mencapai standar nasional, yaitu 90 Profil Dinkes Kabupaten Serdang Bedagai, 2012.
Salah satu Puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki jumlah kematian paling tinggi adalah Puskesmas Tanjung Beringin. Jumlah kematian ibu
bersalin tahun 2012, tercatat sebanyak 2 orang. Penyebab kematian antara lain; perdarahan 1 orang, dan eklamsia 1 orang. Angka kematian bayi sebanyak 5 orang.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan program penurunan AKI di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin belum optimal Laporan Bulanan Dinas
Kabupaten Serdang Bedagai, 2012. Puskesmas ini memiliki 8 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 37.583
jiwa. Cakupan K1 mencapai 72, K2 mencapai 76, K3 mencapai 66, K4 mencapai 68, persalinan ibu yang ditolong oleh petugas kesehatan sebesar 77,2,
pelayanan ibu nifas sebesar 45,2, dan cakupan penanganan komplikasi obstetri sebesar 10 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2012.
Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk panduduk tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya karena setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan. Setiap orang berhak mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan Undang- undang kesehatan Nomor 36 tahun 2009.
Pusat kesehatan masyarakat dalam puskesmas menurut kepmenkes 128 tahun 2004 adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupatenkota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja Depkes RI, 2004. Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan private
goods dan pelayanan kesehatan masyarakat public goods. Sejak
tahun 2001, desentralisasi kesehatan dilaksanakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kondisi ini menggambarkan peran dan fungsi
lembaga-lembaga pelayanan kesehatan pada dua kutub yang saling menjauhi, yaitu kutub birokrasi dan kutub lembaga usaha Trisnantoro, 2004. Menurut Mills, dkk.
1991 dalam Trisnantoro, 2004, Puskesmas akan cenderung menuju kearah kutub lembaga usaha dan tantangan untuk sebagai lembaga usaha adalah kesiapan sumber
daya manusia SDM. SDM atau tenaga kesehatan di Puskesmas berperan sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan. Dalam peran tersebut diharapkan agar tugas pokok dan fungsi tupoksi tenaga kesehatan sesuai dengan pendidikan dan keterampilan ayang mereka
miliki. Dijelaskan oleh Notoatmodjo 2003 bahwa pendidikan dan keterampilan merupakan investasi dari petugas kesehatan dalam menjalankan peran sesuai dengan
tupoksi yang diemban. Selain itu, dalam peran sebagai pelaksana pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan di Puskesmas, menurut Setyawan 2002 tenaga kesehatan merupakan sumber daya strategis. Sebagai sumber daya strategis, tenaga kesehatan mampu
secara optimal menggunakan sumber daya fisik, finansial dan manusia dalam tim kerja. Sumber daya fisik merupakan saran pendukung kerja sehingga petugas
kesehatan dapat menjalankan perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan optimal.
Menurut Anderson 1968 dalam Notoatmodjo 2007 komponen yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah 1 faktor predisposisi
predisposing, seperti : demografi, struktur sosial dan keyakinan, 2 faktor pemungkin enabling,
seperti : sumber daya keluarga, sumber daya komunitasmasyarakat, dan 3 komponen tingkatan kesakitan Illnes level, seperti
tingkat rasa sakit. Sementara itu Depkes RI 2009 menyatakan bahwa rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 1 jarak yang jauh,
2 tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas, 3 biaya yang tidak terjangkau, 4 tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas.
Hasil penelitian Heniwati 2008 mengungkapkan bahwa variabel pekerjaan, jarak tempuh dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan
posyandu sedangkan variabel umur, pendidikan dan jumlah petugas tidak mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Thadeus dan Maine
1990 bahwa faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan meliputi karakteristik individu, kemudahan
pelayan dan kualitas pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan sosio demografi dan budaya, Kecamatan Tanjung Beringin berpenduduk 37.273 jiwa, dengan suku Melayu 64, Jawa 20, Banjar 7,
Banten 3, Batak 2, Mandailing 1, Karo 1, Tionghoa 1, Minang 0, dll 1. Mata pencaharian di Kecamatan Tanjung Beringin sebagian besar
adalah nelayan tradisionil 43, petani 15, buruh 14, wiraswasta 8, PNS 3, lainnya 17 Profil Puskesmas Tanjung Beringin, 2012.
Survei pendahuluan pada bulan september 2012 dalam bentuk wawancara terhadap 8 orang ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin,
mengemukakan beberapa hal terkait dengan pelayanan kesehatan yang di berikan oleh petugas kesehatan seperti a ibu hamil kurang mendapatkan informasi tentang
kondisi ibu dan bayinya, b petugas kesehatan kurang ramah dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa mereka tidak perlu tenaga kesehatan karena umumnya persalinan seorang ibu mereka anggap normal sehingga
tidak harus ke bidan desa. Umumnya juga mereka masih menghormati pendapat orang tua dan kebiasaan turun menurun.
Dalam kaitannya dengan pengaruh budaya, budaya masyarakat melayu lebih percaya kepada dukun atau pawang dan lebih memilih untuk menggunakan obat-
obatan tradisional yang mereka sendiri belum mengetahui dengan pasti dampak baik atau buruknya mengonsusmsi obat-obat tradisional tersebut. Hal ini merupakan salah
satu masalah yang dapat menghambat puskesmas berfungsi maksimal dan menyebabkan rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan, dalam hal ini adalah
Universitas Sumatera Utara
puskesmas. Masyarakat melayu memiliki kepercayaan yang kuat terhadap tradisi budaya mereka yang sudah ada sejak zaman dahulu dan sulit bagi mereka untuk dapat
lepas dari tradisi tersebut Adenansyah 1989:12. Mereka lebih percaya jika melahirkan dirumah dengan meletakkan daun
pandan berduri dan jala ikan akan melindungi proses persalinan. Mereka menggunakan sumpit yang berisikan paku, gunting, kunyit, benglu bengle, untuk
melindungi tubuh mereka dari penyakit dan gangguan-gangguan arwah jahat setelah melahirkan.
Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang terjadi, maka perlu di kaji “Analisis Peran Petugas
Kesehatan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Melayu Dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil Di Puskesmas Tanjung Beringin Serdang Bedagai“.
1.2. Permasalahan