atribut upacara seperti ikat kepala berwarna merah, selempang berwarna merah dan bertelanjang dada. Kemudian dukun tersebut akan membacakan mantra dan berdiri
mengambil campuran beras putih dan kuning untuk disebar ke seluruh sudut ruangan selama tiga kali. Ritual itu dilakukan hingga dukun menemukan jawaban atas sakit
sang pasien.
2.3. Pengobatan Tradisional Primbon Jawa
Bani Sudardi 2002 menjelaskan sistem–sistem medis tradisional dalam kenyataannya masih hidup, meskipun praktik-praktik biomedik kedokteran makin
berkembang pesat di negara kita dengan munculnya pusat-pusat layanan kesehatan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta. Dalam tradisi jawa, sistem
pengobatan tradisionalnya mempunyai beberapa karakter yang khas. Dalam menentukan penyakit, primbon menggunakan perhitungan yang berdasarkan
perhitungan waktu dan perhitungannya yang menggunakan dasar perhitungan hari dan pasaran dan berdasarkan hari mulainya sakit, maka dapat ditentukan anggota
badan yang memulai sakit atau sebab sakitnya. Misalnya, kalau sakit dimulai hari minggu asal penyakitnya dari tungkai. Penyebabnya karena berjalan, tersandung,
kelelahan, dan sebagainya. Secara teknis, pengobatan dalam tradisi jawa yang terdapat dalam primbon mengenal beberapa teknis pengobatan, teknis pengobatan itu
disebut berdasarkan tempat yang diberi ramuan dan cara memberikannya. Teknis pengobatan tersebut , antara lain adalah jamu dan cekok diminum, bobok, parem,
boreh, pilis, pupuk, sembur, tapel obat luar, isyarat, tebusan,telulak, mantra, suwuk kidung, dan rajah ritual. Aspek ritual magis mewarnai teknis pengobatan tradisional
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Sebagai ilustrasi ialah pengobatan dengan boreh obat gosok luar ditentukan berdasarkan dimulainya penyakit. Misalnya bagian yang sakit adala
kepala, maka borehnya adalah janur kelapa, jika bagian kaki yang sakit, maka menggunakan daun sikilan dan lain-lain.
2.4. Pengobatan Tradisional Terhadap Kehamilan dan Persalinan
Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap ibu hamil dijelaskan dalam jurnal antropologi papua A.E. Dumatubun 2003 menerangkan bahwa orang
papua mempunyai konsepsi dasar berdasarkan pandangan pada kasus tentang kehamilan, persalinan, dan nifas berdasarkan persepsi kebudayaan mereka. Akibat
adanya pandangan tersebut di atas, maka orang Papua mempunyai beberapa bentuk pengobatan serta siapa yang manangani, dan dengan cara apa dilakukan pengobatan
terhadap konsep sakit yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, perdarahan pembengkakan kaki selama hamil
Pengetahuan terhadap kehamilan dan persalinan di Papua terbagi atas : 1.
Orang Hatam, Sough, dan Lereh Menginterpretasikan tentang Ibu hamil, melahirkan, nifas, didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan kebudayaan
mereka secara turun temurun. Hal ini jelas didasarkan atas perilaku leluhur dan orang tua mereka sejak dahulu kala sampai sekarang. Bagi orang Hatam dan
Sough, kehamilan adalah suatu gejala alamiah dan bukan suatu penyakit. Untuk itu harus taat pada pantangan-pantangan secara adat, dan bila dilanggar akan
menderita sakit. Bila ada gangguan pada kehamilan seorang ibu, biasanya dukun perempuan Ndaken akan melakukan penyembuhan dengan membacakan
Universitas Sumatera Utara
mantera di air putih yang akan diminum oleh ibu tersebut. Tindakan lain yang biasanya dilakukan oleh Ndaken tersebut juga berupa, mengurut perut ibu hamil
yang sakit. Sedangkan bila ibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki, berarti ibu tersebut telah melewati tempat-tempat keramat secara sengaja atau
pula telah melanggar pantangan-pantangan yang diberlakukan selama ibu tersebut hamil. Biasanya akan diberikan pengobatan dengan memberikan air putih yang
telah dibacakan mantera untuk diminum ibu tersebut. Juga dapat diberikan pengobatan dengan menggunakan ramuan daun abrisa yang dipanaskan di api,
lalu ditempelkan pada kaki yang bengkak sambil diuruturut. Ada juga yang menggunakan serutan kulit kayu bai yang direbus lalu airnya diminum.
2. Orang Walsa dan Moi Kalabra mempunyai kepercayaan tentang kehamilan,
persalinan dan nifas yang didasarkan pada pemahaman kebudayaan mereka secara turun temurun. Bagi orang Walsa, ibu hamil mengalami sakit bisa terjadi karena
adanya gangguan dari luar seperti terkena roh jahat atau buatan orang lain yang tidak senang dengan keluarga tersebut. Untuk mengatasi gangguan tersebut
biasanya dukun Putua Mundklok akan membantu dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum, atau dengan memberikan ramuan
daun-daun yang direbus lalu diminum ibu hamil tersebut. Bagi orang Walsa persalinan adalah suatu masa krisis, untuk itu tidak boleh melanggar pantangan
adat. Dahulu melahirkan di pondok kecil demutpul yang dibangun di hutan, karena darah bagi kaum laki-laki sangat berbahaya. Bila terkena darah dari ibu
hamil, berarti kaum laki-laki akan mengalami banyak kegagalan dalam usaha serta berburu. Dalam proses persalinan biasanya dibantu oleh dukun
Universitas Sumatera Utara
PutuaMundklok, tetapi disamping itu ada bantuan juga dari dewa Fipao supaya berjalan dengan baik. Proses persalinan dalam kondisi jongkok, biar bayi dengan
mudah dapat keluar, dan tali pusar dipotong setelah ari-ari keluar. Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap dukun dapat dijelaskan
dalam Astriana 2012 mengenai proses persalinan ibu hamil di desa galang kecamatan sungai piyuh kabupaten pontianak. Alasan para informan masih
menggunakan pengobatan secara tradisional adalah karena faktor masih tingginya tingkat kepercayaan masyarakat dalam berobat ke dukun, penggunaan pelayanan
tradisional lebih dapat di anggap sebagai cerminan kepercayaan masyarakat terhadap perawatan yang dianggap sesuai oleh masyarakat daripada kemauan mereka
membayar setiap jenis pelayanan yang disediakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjiptoherjanto 1994 : 119-120 dalam Astriana 2012 bahwa masyarakat mungkin
menggunakan atau membeli pelayanan kesehatan non pemerintah misalnya pelayanan tradisional sebagian karena disebabkan mereka tidak mendapatkan
alternatif untuk memperoleh pelayanan yang murah dari fasilitas lain yang disediakan pemerintah, masyarakat berpendapatan rendah cenderung menunda penggunaan
pelayanan kesehatan sampai penyakitnya parah benar, sebagian dengan asumsi bahwa mereka berusaha menghindarkan pembayaran yang tidak terjangkau.
Penjelasan dalam pengobatan tradisional setelah persalinan dapat dijelaskan dalam Rahayu dkk 2006 di desa Wawolaa diketahui ibu yang baru melahirkan
dianjurkan untuk meminum air rendaman abu panas hasil pembakaran di dapur. Menurut mereka air abu ini lebih berkhasiat daripada air rebusan ramuanracikan
jamu. Selama mengkonsumsi air abu ini, ibu tersebut harus berpantang untuk minum
Universitas Sumatera Utara
dan makan hidangan yang panas. Untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan, di desa Lampeapi mengurung ibu tersebut dalam tikar yang
dilingkarkan. Dalam kurungan tersebut diletakkan pula abu panas yang dapat juga ditambahkan akar loiya le Cymbopogon citratus DC. Stapf dan buah lasi daru
Amomum compactum Soland. ex Maton. Penggunaan daun kapupu Crinum asiaticum L. dalam perawatan paska persalinan bertujuan untuk merapatkan atau
mengecilkan kembali vagina. Cara penggunaannya yaitu daun yang telah dicuci bersih, dipanaskan di bara api dilayukan, kemudian ditapelkan ke bagian vagina.
2.5. Teori Tindakan Sosial Terhadap Pengobatan Tradisional