Pemeriksaan Penunjang HIVAIDS Penatalaksanaan HIVAIDS

IV. Stadium 4 a Sindrom wasting HIV b Pneumonia Pneumocystis jiroveci c Pneumonia bacteri berat yang berulang d Infeksi herpes simplex kronis orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun e Kandidiasis esofageal atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru f Tuberkulosis ekstra paru g Sarkoma Kaposi h Penyakit Cytomegalovirus retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening i Toksoplasmosis di sistem saraf pusat j Ensefalopati HIV k Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis l Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar m Leukoencephalopathy multifocal progresif n Cyrptosporidiosis kronis o Isosporiasis kronis p Mikosis diseminata histoplasmosis, coccidiomycosis q Septikemi yang berulang termasuk Salmonella non-tifoid r Limfoma serebral atau Sel B non-Hodgkin s Karsinoma serviks invasif t Leishmaniasis diseminata atipikal u Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang HIVAIDS

Menurut Retnowati 2007, ada beberapa macam pemeriksaan penunjang pada pasien HIVAIDS: 1. Pemeriksaan antibodi terhadap HIV Antibodi yang biasanya diperiksa adalah IgG yang terbentuk sekitar 3-6 minggu pasca terinfeksi. Metode pemeriksaan antibodi adalah Enzyme- Universitas Sumatera Utara linked Immunosorbant Assay ELISA dan Rapid test. Hasil pemeriksaan tersebut juga dapat dikonfirmasi dengan menggunakan tes Western Blot. 2. Deteksi antigen HIV. Pendeteksian antigen HIV adalah menggunakan deteksi protein virus dan deteksi asam nukleat. Deteksi protein virus dilakukan dengan mendeteksi protein p24 dengan metode p24 antigen capture assay. Deteksi asam nukleat dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction PCR. 3. Pemeriksaan kadar CD4 dan Viral Load. Pemeriksaan kadar CD4 bertujuan dalam pemantauan keberhasilan terapi dan tingkat keparahan penyakit. Pemeriksaan tersebut dapat dialkukan dengan imunofloresen antibodi monoklonal atau dengan alat flowcytometer. Namun, bila terdapat keterbatasan alat, dapat dilakukan dengan penghitungan limfosit total. Pemeriksaan Viral Load dilakukan untuk mengetahui jumlah virus dan berguna dalam pemantauan hasil pengobatan.

2.1.10. Penatalaksanaan HIVAIDS

Untuk memulai terapi antiretroviral, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar CD4 terlebih dahulu. Pengobatan dimulai pada kadar CD4 350 selmm 3 . Namun, jika tidak tersedia peralatan pemeriksaan kadar CD4, dapat dilakukan pemberian obat antiretroviral berdasarkan stadium klinis Kemenkes,2009. Tabel 2.1. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi Penderita HIV dewasa Stadium klinis 1 dan 2 350 selmm3 Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan. 350 selmm3 Mulai terapi Stadium Klinis 3 dan 4 Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Pasien dengan koinfeksi TB Apapun stadium klinisnya Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Pasien dengan koinfeksi Hepatitis B kronik aktif Apapun stadium klinisnya Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Ibu Hamil Apapun stadium klinisnya Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Universitas Sumatera Utara Sumber: Kemenkes, 2009 Pemerintah menganjurkan pemberian pengobatan antiretroviral mengandung 2 Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor + 1 Non Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor. Tabel 2.2. Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang yang belum pernah menerima terapi antiretroviral Populasi Target Pilihan yang direkomendasikan Catatan Dewasa dan anak Zidovudin atau Tenofovir + Lamivudin atau Emtricitabine + Efavirenz atau Nevirapine Merupakan pilihan panduan yang sesuai untuk sebagian besar pasien. Gunakan FDC jika ada. Perempuan Hamil Zidovudin + Lamivudin + Efavirenz atau Nevirapine Tidak boleh menggunakan Efavirenz pada trisemester pertama. Tenofovir bisa menjadi pilihan Ko-infeksi HIV- TB Zidovudin atau Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz Mulai terapi antiretroviral segera setelah terapi TB dapat ditoleransi antara 2 minggu hingga 8 minggu Ko-infeksi HIV- Hepatitis B kronik aktif Tenofovir + Lamivudin + Efavirenz atau Nevirapine Diperlukan penggunaan 2 ARV yang memiliki aktivitas anti-HBV Sumber: Kemenkes,2011 Pemantauan klinis terhadap pengobatan antiretroviral dilakukan pada minggu 2, 4, 8, dan 24 minggu sejak mulai terapi antiretroviral dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil. Pemantauan CD4 perlu dilakukan secara rutin setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis Kemenkes,2011. 2.2. Tuberkulosis 2.2.1. Epidemiologi Tuberkulosis