Definisi Alat ukur Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengolahan Data Pembahasan 1. Karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan

3.2.2. Suspek Ko-infeksi TB-HIV

e. Definisi

: Suspek Koinfeksi TB-HIV adalah pasien HIV positif yang mengalami salah satu gejala dari TB Paru: Batuk selama 2-3 minggu atau lebih, demam hilang timbul lebih dari 1 bulan, keringat malam tanpa aktivitas, penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas, pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 2 cm. f. Cara ukur : Observasi

g. Alat ukur

: Rekam medis h. Skala pengukuran : Nominal 3.2.3. Pemeriksaan Sputum a. Definisi :Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan dahak pada pasien suspek TB-HIV yang dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sewaktu, pagi, sewaktu. b. Cara ukur : Observasi c. Alat ukur : Rekam medis

d. Skala pengukuran : Ordinal

3.2.4. BTA postif

BTA positif adalah minimal satu hasil pemeriksaan dahak dari ketiga pemeriksaan positif.

3.2.5. BTA negatif

BTA negatif adalah hasil ketiga pemeriksaan dahak negatif. Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran mikroskopis BTA pada pasien suspek koinfeksi TB Paru-HIV. Adapun desain penelitian ini adalah cross sectional, dilakukan pengumpulan data sekunder penderita suspek koinfeksi TB Paru-HIV yang diperoleh dari klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan sejak tanggal 15 Agustus 2013 – 15 September 2013.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien positif HIVAIDS yang berobat dan tercatat dalam rekam medis di Klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011 sampai Desember 2012.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, yaitu seluruh penderita positif HIVAIDS dan diduga menderita koinfeksi TB Paru-HIV yang berobat di Klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011 sampai Desember 2012 yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1 Kriteria Inklusi a. Penderita positif HIV yang terdata dalam rekam medik klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011 – Desember 2012 Universitas Sumatera Utara b. Menderita gejala suspek koinfeksi TB Paru-HIV, yaitu salah satu dari gejala berikut : Batuk selama 2-3 minggu atau lebih, demam hilang timbul lebih dari 1 bulan, keringat malam tanpa aktivitas, penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas, dan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 2 cm. c. Menjalani pemeriksaan BTA sputum 2 Kriteria Eksklusi a. Data tidak lengkap

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pada tahap awal, peneliti mengajukan ethical clearance pada Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Kemudian peneliti mengajukan izin penggunaan data rekam medis kepada manajemen RSUP. Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin, maka peneliti melakukan pengumpulan data penelitian dari data sekunder yaitu rekam medis pasien yang diperoleh dari Klinik CST Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan Data

Data pada penelitian ini diolah menggunakan aplikasi SPSS versi 17.00 dan Microsoft Office 2007. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Klinik CST Pusyansus, RSUP. Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini terletak di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara. RSUP. Haji Adam Malik merupakan rumah sakit tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, NAD, Sumatera Barat, dan Riau.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dari 1299 pasien positif HIV yang berobat di Klinik Pusyansus RSUP. Haji Adam Malik Medan. Dari 1299 pasien HIV positif, didapatkan 761 pasien suspek koinfeksi TB Paru-HIV dan dari 761 pasien suspek TB diambil 271 pasien yang dimasukkan dalam penelitian karena memenuhi kriteria peneliti untuk menjadi sampel penelitian. Gambar 5.1. Sampel penelitian Adapun karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel berikut: Pasien HIV Positif tahun 2011-2012 1299 Orang Pasien Suspek Koinfeksi TB Paru-HIV 761 Orang Pasien memenuhi kriteria peneliti dan dimasukkan sebagai sampel 271 Orang BTA Positif 45 Orang 16,6 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan umur Umur Suspek TB BTA Positif n N 20 tahun 1 0,4 1 2,2 21-30 tahun 112 41,3 12 26,7 31-40 tahun 113 41,7 19 42,2 41-50 tahun 30 11,1 8 17,8 51-60 tahun 11 4,1 3 6,7 60 tahun 3 1,1 1 2,2 Data tidak lengkap 1 0,4 1 2,2 Jumlah 271 100 45 100 Tabel 5.1 menunjukkan bahwa kelompok usia terbanyak pada sampel adalah 31- 40 tahun 41,7 , 21-30 tahun 41,3, dan 41-50 tahun 11,1. Kelompok usia terbanyak pada pasien yang BTA positif adalah 31-40 tahun 42,2. Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Suspek TB BTA Positif n n Laki-laki 178 65,7 38 84,4 Perempuan 93 34,3 7 15,6 Jumlah 271 100 45 100 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin sampel ini adalah Laki-laki sebanyak 178 orang 65,7 dan Perempuan sebanyak 93 orang 34,3. Jenis kelamin terbanyak pada pasien BTA positif adalah laki-laki 84,4. Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Suspek TB BTA Positif n n Sekolah Dasar 13 4,8 6 13,3 Sekolah Menengah Pertama 24 8,9 7 15,6 Sekolah Menengah Atas 130 48 20 44,4 Diploma 14 5,2 2 4,4 Sarjana 18 6,6 2 4,4 Data tidak lengkap 72 26,6 8 17,8 Jumlah 271 100 45 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 menunjukkan tingkat pendidikan sampel yang terbanyak adalah Sekolah Menengah Atas yaitu sebanyak 130 orang 48. Sampel yang berpendidikan tinggi Diploma sebanyak 14 orang 5,2 dan Sarjana sebanyak 18 orang 6,6. Tingkat pendidikan terbanyak pada pasien BTA Positif adalah SMA 44,4. Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan Jenis Pekerjaan Suspek TB BTA Positif n n Tidak bekerja 12 4,4 1 2,2 Ibu rumah tangga 17 6,3 1 2,2 PNSPensiunan 5 1,8 TNIPolri 5 1,8 1 2,2 Pelajar 1 0,4 Wiraswasta 53 19,6 17 37,8 PegawaiKaryawan 19 7,0 2 2 Petani 9 3,3 1 2,2 Supir 2 0,7 1 2,2 Data tidak lengkap 148 54,6 21 46,7 Jumlah 271 100 45 100 Tabel 5.4 menunjukkan pekerjaan sampel terbanyak adalah Wiraswasta yaitu sebanyak 53 orang 19,6. Pekerjaan terbanyak pada pasien BTA Positif adalah Wiraswasta sebanyak 17 orang 37,8. Tabel 5.5. Distribusi sampel berdasarkan status pernikahan Status pernikahan Suspek TB BTA Positif n n Menikah 136 50,2 25 55,6 Belum Menikah 56 20,7 11 24,4 Data tidak lengkap 79 29,2 9 20 Jumlah 271 100 45 100 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa jumlah sampel yang telah menikah adalah sebanyak 136 orang 50,2 dan yang belum menikah adalah sebanyak 56 orang 20,7. Status pernikahan pada pasien BTA Positif adalah menikah sebanyak 25 orang 55,6 dan belum menikah sebanyak 11 orang 24,4. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.6. Faktor risiko penularan HIV yang terjadi pada sampel Faktor risiko Suspek TB BTA Positif Jumlah Jumlah Hubungan sex vaginal berisiko 124 25 Anal sex berisiko 11 3 Bergantian alat suntik 37 6 Transfusi darah 2 Maternal Ibu ke anak Pasangan risiko tinggi 59 5 Tato 25 6 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa faktor risiko terbanyak dalam penularan HIV pada sampel adalah Hubungan seks vaginal berisiko. Faktor risiko penularan HIV terbanyak pada pasien BTA Positif adalah Hubungan seks vaginal berisiko. Tabel 5.7. Gambaran CD4 pada sampel Nilai CD4 Suspek TB BTA Positif Jumlahmm 3 Jumlahmm 3 Minimum 1 1 Maksimum 1161 368 Rata-rata 143,56 72,88 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai minimum CD4 pada sampel adalah 1mm 3 , nilai maksimum 1161mm 3 , dan nilai rata-rata 143,56mm 3 . Nilai CD4 pada pasien BTA Positif adalah minimum 1mm 3 , maksimum 368mm 3 , dan rata-rata 72,88mm 3 . Tabel 5.8. Distribusi sampel berdasar hasil pemeriksaan BTA Hasil Pemeriksaan Suspek TB n Positif 45 16,6 Negatif 226 83,4 Jumlah 271 100 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan BTA positif pada sampel adalah sebanyak 45 orang 16,6 dan negatif sebanyak 226 orang 83,4. Universitas Sumatera Utara 5.2. Pembahasan 5.2.1. Karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan Berdasarkan tabel 5.1, kelompok usia sampel dari golongan umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 113 orang 41,7 disusul dengan kelompok umur 21-30 tahun sebanyak 112 orang 41,3 dan kemudian 41-50 tahun sebanyak 30 orang 11,1. Hal ini sesuai dengan Kemenkes RI 2012, dalam statistik kasus HIVAIDS di Indonesia tahun 2012 yang menunjukkan bahwa kelompok usia kasus AIDS terbanyak adalah pada kelompok 20-49 tahun yang merupakan usia produktif pada manusia. Berdasarkan tabel 5.2, laki-laki menunjukkan jenis kelamin terbanyak pada sampel penelitian ini yaitu sebanyak 178 orang 65,7 dan perempuan sebanyak 93 orang 34,3. Hal ini disokong oleh statistik kasus HIVAIDS di Indonesia tahun 2012 yang menunjukkan bahwa laki-laki menduduki tempat terbanyak pada kasus HIVAIDS di Indonesia. Menurut Adi 2011, ada perbedaan perilaku seksual antara mahasiswa pria dan wanita. Pria dinilai lebih agresif dalam perilaku seksual dibandingkan dengan wanita. Hal ini dapat mendukung dalam hal penularan HIV yang lebih tinggi pada pria. Berdasarkan tabel 5.3, tingkat pendidikan sampel terbanyak adalah sampai dengan SMA yaitu sebanyak 130 orang 48. Hal ini sesuai dengan penelitian Gunaseelan 2010, yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP Haji Adam Malik tahun 2008-2010 adalah SMA yaitu sebanyak 166 orang. Pendidikan juga berhubungan terhadap tingkat pengetahuan mengenai HIV. Menurut Oktarina, Hanafi, dan Budiasuri 2009, orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang HIV. Orang yang memiliki pengetahuan lebih tetang HIV cenderung menjauhi risiko tertular HIV. Menurut Carvalho et al. 2008, pendidikan biasanya digunakan dalam mengukur status sosio-ekonomi seseorang. Orang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan infeksi TB. Universitas Sumatera Utara 5.2.2. Pembahasan berdasarkan karakteristik pekerjaan, status pernikahan, dan faktor risiko penularan. Berdasarkan tabel 5.4, jenis pekerjaan terbanyak pada sampel adalah wiraswasta yaitu sebanyak 53 orang 19,6. Menurut Carvalho et al. 2008, pekerjaan khususnya pada pria yang sering bepergian dan bertemu dengan banyak orang meningkatkan kemungkinan orang tersebut untuk terpapar bakteri Tuberkulosis. Dalam hal ini menjadikan pekerjaan sebagai faktor yang mempengaruhi kemungkinan penularan Tuberkulosis pada sampel. Berdasarkan tabel 5.5, sampel yang sudah menikah adalah sebanyak 136 orang 50,2 dan belum menikah sebanyak 56 orang 20,7. Hal ini meningkatkan terjadinya penularan HIV antar pasangan. Sesuai dengan Statistik kasus HIVAIDS di Indonesia Tahun 2012, bahwa penularan terbanyak HIV adalah melalui hubungan sex heteroseksual dimana pasangan suami istri termasuk didalamnya. Penularan tuberkulosis juga meningkat pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang terinfeksi TB. Menurut Kemenkes 2011, umumnya penularan kuman TB terjadi pada orang-orang yang kontak erat dengan penderita TB serta berhubungan dengan tingkat imunitas penderita khususnya yang disertai HIVAIDS. Berdasarkan tabel 5.6, faktor risiko terbanyak penularan HIV adalah hubungan seksual vaginal berisiko yaitu sebanyak 124 kasus. Hal ini sesuai dengan statistik kasus HIVAIDS di Indonesia Tahun 2012 yang menunjukkan bahwa heteroseksual menjadi faktor risiko terbanyak penularan HIVAIDS. Faktor risiko penularan HIV melalui pasangan risiko tinggi juga menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 56 kasus. Perilaku seksual sangat berpengaruh terhadap penularan HIV pada pasangan suami istri. Menurut Wabiri dan Taffa 2013, 55 pasien HIV positif dan 29 HIV negatif dilaporkan hanya memiliki satu pasangan. 70 dari pasien HIV positif dan HIV negatif yang memiliki risiko tinggi penularan HIV menduga bahwa pasangannya memiliki pasangan seksual lain. Hal inilah yang meningkatkan risiko penularan HIV antara pasangan suami istri. Universitas Sumatera Utara Penggunaan alat suntik secara bergantian juga memberi sumbangan dalam risiko penularan HIV pada sampel yaitu 37 kasus. Menurut Reynolds, Fisher, dan Napper 2012 dalam Kresina, Lubran, Clark, dan Cheever 2012, menyatakan bahwa perilaku penggunaan alat suntik termasuk yang tidak steril meningkatkan risiko infeksi bakteri, jamur, protozoa, dan virus termasuk HIV dan Hepatitis. Hal ini sering terjadi pada pengguna narkotika suntik penasun yaitu penggunaan jarum suntik secara bergantian yang tidak steril. Menurut Maramis 2007, pada tahun 2002 dilakukan penelitian untuk menghitung estimasi nasional infeksi HIV. Didapatkan risiko penularan HIV tertinggi adalah penggunaan narkotika suntik dan hubungan seksual. Menurut Kresina, Lubran, Clark, dan Cheever 2012, secara global penasun menyumbang 10 pada risiko penularan HIV. Menurut Soetjipto 2007, beberapa program yang dilakukan pada penasun untuk mengatasi ketergantungannya antara lain program rumatan metadon dan program pertukaran jarum suntik. Program rumatan metadon PRM sebagai penatalaksanaanterapi pada penyalahgunaan narkotika khususnya pengguna narkotika suntik, sangat berperan penting dalam menurunkan penggunaan jarum suntik. PRM dilakukan dengan cara mengganti penggunaan narkotika suntik dengan opioida sintetik yang dapat diberikan secara oral memiliki efek lebih lama dan mengurangi gejala putus zat. Ketersediaan peralatan suntik yang steril serta dorongan penasun untuk memakainya adalah merupakan faktor penting dalam pengurangan penularan AIDS. Program pertukaran jarum suntik meliputi penyebaran informasi tentang risiko HIVAIDS, penyediaan jarum suntik steril, dan memberikan bantuan pembuangan peralatan suntik bekas. Secara tidak langsung, program-program tersebut turut berperan dalam menurunkan angka penularan HIV melalui jarum suntik.

5.3. Pembahasan gambaran CD4 dan mikroskopis BTA pada sampel