Analisis hubungan perbedaan faktor risiko kesehatan dengan prevalensi

1. Analisis hubungan perbedaan faktor risiko kesehatan dengan prevalensi

Tabel X. Hubungan perbedaan faktor risiko kesehatan terhadap prevalensi di Padukuhan Jragung, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta tahun 2014 Variabel Hipertensi n Tidak Hipertensi n p OR 95CI BMI kgm 2 ≥25 25 29 117 15 83 0,364 1,372 0,692-2,718 Pola makan: Asupan garam tinggi Ya Tidak Makanan berlemak daging Ya Tidak 33 113 17 129 24 74 13 85 0,733 0,705 1,111 0,608-2,028 1,161 0,536-2,512 Tidak olahraga Ya Tidak 107 39 73 25 0,834 1,064 0,594-1,908 Merokok Ya Tidak 25 121 15 83 0,707 1,142 0,569-2,299 Penyakit penyerta Ya Tidak 12 134 5 93 0,348 1,666 0,568- 4,887 Nilai p0,05 dengan uji Chi-Square hipotesis penelitian ditolak Nilai p0,05 dengan uji Chi-Square hipotesis penelitian diterima a. BMI Penelitian terkait BMI dikategorikan menjadi dua yaitu 25 kgm 2 dan ≥25 kgm 2 . Berikut dapat dilihat hubungan antara BMI dengan prevalesi hipertensi di Padukuhan Jragung pada Tabel X. Hasil analisis statistik yang diperoleh menunjukkan berbeda tidak bermakna antara BMI dan prevalensi hipertensi, dipaparkan pada Tabel X. dengan nilai p=0,364 OR 1,372 95 CI 0,692-2,718 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wong-Ho dan Liebert Mary yang menyatakan bahwa obesitas memberikan risiko hipertensi sebesar 2-6 kali lipat Sugiharto, 2007. Berdasarkan penelitian yang sebelumnya diungkapkan bahwa obesitas menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung Wahdah, 2011. Obesitas dihubungkan dengan adanya pertambahan jaringan lemak dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah sehingga mengganggu suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh serta dapat menyempitkan pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan terjadi peningkatan tekanan darah Chataut, et al., 2011. b. Pola makan asupan garam dan komsumsi makanan berlemak Penelitian terkait komsumsiasupan garam dikategorikan menjadi dua yaitu responden yang mengkomsumsi garam tinggi ya dan yang tidak mengkomsumsi garam tidak. Data dapat dilihat hubungan antara asupan garam dengan prevalensi hipertensi pada Tabel X. Berdasarkan hasil analisis statistik yang diperoleh menunjukkan berbeda tidak bermakna antara asupan garam dengan prevalensi hipertensi, nilai p=0,733 OR 1,111 95 CI 0,608-2,028 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna. Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Radecki, hasilnya bahwa orang dengan kebiasaan mengkomsumsi garam memiliki risiko terserang hipertensi. Secara teori garam dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan ke luar sel agar tidak keluar sehingga volume darah dan tekanan darah meningkat Wahdah, 2011. Penelitian yang terkait hubungan antara komsumsi makanan berlemak daging dikategorikan menjadi komsumsi daging ya dan tidak komsumsi daging tidak. Berikut dapat dilihat hubungan antara faktor risiko komsumsi makanan berlemak daging dengan prevalensi hipertensi pada Tabel X. Berdasarkan data yang dianalisis secara statistik menujukkan berbeda tidak bermakna faktor risiko kebiasan komsumsi makanan berlemak terhadap prevalensi hipertensi, dengan nilai p=0,705 OR 1,161 95 CI 0,536-2,512 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna. Hasil penelitian berbeda dengan teori, komsumsi makanan berlemak dihubungkan dengan terjadinya peningkatan berat badan yang mempengaruhi terjadinya hipertensi. Adanya peningkatan berat badan dan menjadi obesitas dapat meningkatkan aterosklerosis Wahdah, 2011. c. Aktivitas fisik olahraga Penelitian terkait olahraga, berikut dapat dilihat hubungan antara olahraga dengan prevalensi hipertensi pada Tabel X. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan berbeda tidak bermakna dengan nilai p=0,834 OR 1,064 95 CI 0,594-1,908 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna. Penelitian ini sependapat dengan penelitian Hernelahti yang tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara olahraga dengan terjadinya hipertensi Sugiharto, 2007. Secara teori olahraga yang teratur dapat menurunkan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga dikaitkan dengan obesitas, olahraga teratur dapat mencegah obesitas dan tidak berisiko hipertensi Wahdah, 2011. d. Kebiasaan merokok Penelitian terkait kebiasaan merokok dikategorikan menjadi 2 yaitu merokok ya dan tidak merokok tidak pada Tabel X. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berbeda tidak bermakna dengan prevalensi hipertensi, nilai p=0,707 OR 1,142 95CI 0,569-2,299 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna . Hasil dari analisis data, tidak sejalan dengan penelitian Sheps and Sheldon yang menunjukan adanya hubungan antara merokok dengan terjadinya hipertensi Sheps and Sheldon, 2005. Berdasarkan teori aktivitas merokok dapat memicu terjadinya hipertensi dan meningkatkan frekuensi jantung Wahdah, 2011. Kandungan nikotin dan karbondioksida yang terkandung di dalam rokok dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, akibatnya menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang dan dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah Sheps and Sheldon, 2005. e. Penyakit penyerta Penelitian terkait penyakit penyerta dikategorikan menjadi ada penyakit penyerta ya dan tidak ada penyakit penyerta tidak pada Tabel X. Berdasarkan hasil data yang sudah dianalisis menujukkan berbeda tidak bermakna antara penyakit penyerta terhadap prevalensi hipertensi. Nilai p=0,348 OR 1,666 95 CI 0,568- 4,887 sebaran data melebar sampai batas bawah 1 yang artinya OR tidak bermakna. Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori, berdasarkan teori hipertensi dapat disebabkan karena penyakit penyerta seperti gangguan pada ginjal, endokrin, dan gangguan fungsi renal, diabetes melitus, kolesterol dan iskemi. Pada kondisi ini dapat menggangu tekanan darah pada tubuh, sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi Price and Wilson, 2005. Hasil analisis statistik faktor risiko kesehatan BMI, pola makan asupan garam dan komsumsi makanan berlemak, merokok, aktivitas fisik olahraga, dan penyakit penyerta berbeda tidak bermakna terhadap prevalensi hipertensi dengan nilai p0,05 yang menunjukkan bahwa hipotesis peneliti tidak dapat diterima karena tidak dapat dibuktikan adanya perbedaan yang bermakna pada faktor risiko kesehatan terhadap hipertensi.

2. Analisis hubungan perbedaan faktor risiko kesehatan dengan kesadaran

Dokumen yang terkait

Prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi berdasarkan faktor risiko kesehatan di Dukuh Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta (kajian faktor risiko kesehatan).

0 9 79

Prevalensi, kesadaran dan terapi responden hipertensi di Dukuh Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 1 86

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor risiko kesehatan di Dukuh Sambisari, Sleman, Yogyakarta.

0 2 87

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Jragung, Jogotirto, Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 1 84

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sambisari, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 2 85

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor risiko kesehatan di Dukuh Blambangan, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta.

0 2 116

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi berdasarkan kajian faktor sosio-ekonomi di Dukuh Blambangan, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta.

0 0 79

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sembir, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor risiko kesehatan.

0 1 95

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sembir, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta : kajian faktor sosio-ekonomi.

0 0 84

Prevalensi, kesadaran, dan terapi responden hipertensi di Dukuh Sembir, Madurejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta kajian faktor risiko kesehatan

0 11 93