2.1.9. Semiologi Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah satu seorang pemikir strukturalis yang merupakan penerus dari Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah
sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi – asumsi dari suatu masyarakat tertentu. Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal
dan kultural penggunanya.
Gagasan Barthes ini dikenal dengan two order of signification, yaitu mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi makna ganda
yang lahir dari pengalaman kultural dan personal. Disinilah letak perbedaan Saussure dengan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah
Signifier dan Signified yang diusung Saussure.
Berikut adalah model sistematis dalam menganalisis makna tanda – tanda menurut Roland Barthes. Focus Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi
dua tahap two order of signification.
penanda petanda
mitos konotasi
denotasi tatanan pertama
tatanan kedua
realitas tanda
kultur
Gambar 2.1: skema signifikasi dua tahap Roland Barthes Sumber: John Fiske, Cultural and Communication Studies, 1990, hlm.
122. Melalui model tersebut, Barthes seperti yang dikutip Fiske, menjelaskan:
signifikasi tahap pertama menggunakan hubungan signifier dan signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi,
yaitu makna paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosional dari pembaca serta nilai – nilai dari kebudayaannya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif, dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan tanda
terhadap semua objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Fiske, 1990: 72
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda, membutuhkan keefektifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan
tataran kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang ada sebelumnya. Sobur, 2004: 68 – 69
Sastra merupakan contoh jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai system yang pertama. Sistem kedua ini oleh
Barthes disebut dengan konotatif, yang didalamnya mythologies - nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem tataran pemaknaan pertama. Barthes
menggambarkannya dalam sebuah peta tanda:
1. signifier
penanda 2.
signified petanda
3. denotative sign
tanda denotative 4.
CONNOTATIVE SIGNIFIER PENANDA KONOTATIF
5. CONNOTATIF SIGNIFIED
PETANDA KONOTATIF 6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF
Gambar 2.2: Peta Tanda Roland Barthes Sumber: Alex Sobur,2004,Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya,
hlm: 69
Dari peta tanda diatas terlihat bahwa denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif juga
merupakan penanda konotatif 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sobur, 2004: 69
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai – nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu Budiman, 2001: 28. Didalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik,
mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain mitos adalah merupakan suatu sistem pemaknaan tataran kedua.
Barthes menempatkan ideologi dengan mitos karena baik di dalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda konotatif terjadi secara termotivasi.
Budiman, 2001: 28
2.1.10. Ideologi dan Mitologi