Kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh laki-laki, karena sebuah kekuasaan bersifat jamak yang bisa dimiliki oleh siapapun dan bukan milik yang “itu-itu”
saja. Menurut Ann Brooks dalam bukunya, Foudcalt secara implisit menggugat gagasan bahwa laki-laki memiliki kuasa atas perempuan. Sebagaiman ditunjukkan
oleh Ransom, teori kuasa ini menyokong pluralisme Foucalt, kuasa dipahami bersifat plural, tidak bekerja pada “lintasan tunggal” atau dengan referensi pada
pertanyaan tertentu. Foucault memahami kuasa sebagai “bersifat kapiler” menyebar melalui wacana, tubuh, dan hubungan di dalam metaphor suatu
jaringan. Foucault mengakui pelaksanaan kuasa laki-laki atas perempuan, tetapi menolak bahwa laki-laki memegang kuasa. Brooks,1997:85
2.1.7. Makna Dalam Kata
Istilah makna meaning merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Untuk menjelaskan istilah makna, harus dilihat dari segi kata,
kalimat dan apa yang dibutuhkan oleh pembicara untuk berkomunikasi. Secara luas, makna dapat diartikan sebagai pengertian yang diberikan kepada sesuatu
bentuk kebahasaan. Istilah makna meskipun membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya kata ini, apakah artinya kalimat
itu. Pateda, 2001: 79
Bagi orang awam untuk memahami makna tertentu, ia dapat mencari di kamus. Sebab di dalam kamus terdapat makna kata yang disebut makna leksikal.
Dalam kehidupan sehari – hari, orang sulit menerapkan makna yang terdapat di
dalam kamus, sebab makna sebuah kata sering bergeser jika berada dalam satuan kalimat.
Kata merupakan momen kebahasaan yang bersama – sama dalam kalimat menyampaikan pesan dalam suatu komunikasi. Secara teknis, kata adalah satuan
ajaran yang berdiri sendiri yang terdapat di dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan, dan mempunyai makna serta digunakan untuk
berkomunikasi. Makna dalam kata yang dimaksud disini, yakni berbentuk yang sudah diperhitungkan sebagai kata atau dapat disebut sebagai makna leksikal yang
terdapat di dalam kamus. Pateda, 2001: 34
2.1.8. Pendekatan Semiotik
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Jika diterapkan dalam tanda – tanda bahasa,
maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda – tanda itu hanya mengemban arti significant dalam kaitannya dengan pembacanya.
Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan signifie. Sebuah teks baik itu lagu, musik, surat cinta, cerpen, puisi, komik,
kartun semua hal itu mungkin terjadi “tanda” dapat dilihat dari aktifitas penanda, yaitu suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan
objek dan interpretasi. Sobur, 2004: 16 – 17
Kehadiran pragmatisme Peirce dan strukturalisme Saussure dalam kancah perbincangan filsafat bahasa mempertegas adanya studi tanda dengan ilmu yang
mereka sebut semiologi Saussure dan semiotika Peirce. Secara prinsip tidak
ada perbedaan mendasar tentang dua nama ilmu tentang tanda tersebut. Kalaupun ada, perbedaan itu hanya mengacu pada orientasinya. Penggunaan semiologi
menunjukkan pengaruh kubu Saussure salah satunya Roland Barthes, sedangkan penggunaan semiotika mengacu pada kubu Peirce. Kurniawan, 2001: 51
Semiologi menitikberatkan dirinya pada studi tentang tanda dan segala yang berkaitan dengannya. Kubu Peirce cenderung meneruskan tradisi skolastik
yang mengarah pada inferensi pemikiran logis dan kubu Saussure menekankan pada linguistik, kenyatannya semiologi juga membahas signifikasi dan
komunikasi yang terdapat dalam sistem tanda non linguistik.
Kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Dalam hal ini semiotika komunikasi adalah
menekankan pada teori produksi tanda yang salah satu diantaranya ada enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode sistem tanda, pesan,
saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan. Sedangkan yang dimaksud dengan semiotika signifikasi adalah memberikan tekanan pada teori tanda dan
pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. Tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda
sehingga proses kognisinya pada penerima tanda menjadi lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. Sobur, 2004: 15
Batasan semiotika komunikasi menurut Ferdinand de Saussure adalah linguistik hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang
tanda, yang disebutnya sebagai semiologi. Sobur, 2001: 96
2.1.9. Semiologi Roland Barthes