Kode – Kode Pembacaan Feminisme Sosialis

Mitos dan ideologi pada dasarnya ialah dua hal yang sulit dipisahkan, perbedaannya bila mitos bertumpu pada kepercayaan, sedangkan ideologi pada intelektualitas. Tetapi mitos akan lumpuh pada waktu normal, jika merujuk pada sejarah, mitos lebih subjektif, sedangakan ideologi lebih objektif. Sobur, 2004: 209

2.1.11. Kode – Kode Pembacaan

Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland Barthes didalam teks setidaknya beroperasi lima kode pokok five major codes yang didalamnya semua penanda tekstual baca : leksia dapat dikelompokkan. Setiap atau masing – masing leksia dapat dimasukkan kedalam salah satu dari lima buah kode ini. Kode – kode ini menciptakan sebuah jenis jaringan network. Barthes, 1990: 20. Adapun kode – kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikan dapat dipahami meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian – bagiannya berkaitan satu sama lain dan terhubung dengan dunia luar teks. Kelima jenis kode tersebut meliputi hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode kultural. 1. Kode Hermeneutik atau Kode Teka – Teki Berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka – teki merupakan unsure struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam narasi ada suatu tempat kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka – teki dan penyelesaiannya di dalam cerita. 2. Kode Semik atau Kode Konotatif Kode semik atau kode konotatif banyak yang menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”. 3. Kode Simbolik Merupakan suatu pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural atau tepatnya menurut Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fenomena dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal , perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui istilah retoris seperti antitesis yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes. 4. Kode Proaretik atau Kode Tindalakan Lakuan Kode proaretik atau kode tindakan lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya antara lain semua teks yang bersifat naratif. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengharap lakuan di “isi” sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks. 5. Kode Gnomik atau Kode Kultural Kode ini merupakan acuan teks benda – benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal – hal kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu. Sobur, 2003: 65 – 66

2.2. Kerangka Berpikir