menjadi penyebab utama banyaknya perusahaan yang harus gulung tikar karena sebagian besar perusahaan-perusahaan di Indonesia masih mengandalkan bahan
baku impor. Melemahnya rupiah kembali terjadi pada September-November 2005 dimana pada waktu itu rupiah menembus level psikologis Rp. 10.000 akibatnya
pertumbuhan indeks industrial production pada akhir tahun 2005 menjadi -12,6.
20 40
60 80
100 120
140
19 96Q
1 19
96Q 4
19 97Q
3 199
8Q 2
19 99Q
1 199
9Q 4
20 00
Q3 20
01Q 2
20 02
Q1 20
02Q 4
20 03Q
3 20
04Q 2
20 05Q
1 200
5Q 4
periode In
d eks
Sumber: CEIC
Gambar 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production 1996:Q1-2005:Q4
4.5. Perkembangan Nilai Tukar Rp
Selama periode 1996-2006, rupiah masih mengalami tekanan depresiasi disertai dengan volatilitas yang meningkat. Melemahnya nilai tukar Rp
tertinggi terjadi pada bulan Juli 1998 yang mencapai Rp. 13.000. Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem nilai tukar mengambang terkendali managed
floating exchange rate ke sistem nilai tukar mengambang bebas free floating
exchange rate sejak 14 agustus 1997, sangat mempengaruhi pergerakan nilai
tukar. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, Bank Sentral tidak memiliki
kewajiban untuk melakukan intervensi ke pasar akibatnya nilai tukar menjadi lebih fluktuatif karena nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar. Secara umum,
Pelemahan rupiah diakibatkan adanya permasalahan makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar valuta asing valas. Meningkatnya permintaan valas
guna membiayai impor dan pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, mendorong terjadinya ketidakseimbangan supply dan demand valas yang pada
akhirnya akan memberikan tekanan pada nilai tukar. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah juga diakibatkan penyelesaian masalah-masalah struktural seperti
restrukturisasi, divestasi serta privatisasi yang belum jelas ditambah dengan kondisi sosial politik yang juga masih diwarnai dengan ketidakpastian.
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
Ja n
-9 6
Ja n
-9 7
Ja n
-9 8
Ja n
-9 9
Ja n
-0 Ja
n -0
1 Ja
n -0
2 Ja
n -0
3 Ja
n -0
4 Ja
n -0
5 Ja
n -0
6
periode N
ila i T
u k
a r
R p
Sumber: CEIC
Gambar 4.5. Perkembangan Nilai Tukar 1996:01-2006:01
4.6. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit Bank
Gambar 4.6 memperlihatkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi yang ditangkap dengan ragam bersyarat nilai tukar dengan penyebaran LTA ratio
bank yang merefleksikan perilaku kredit. Gambar tersebut menunjukan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku kredit
bank. Sementara itu, gambar 4.7 memperlihatkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi yang ditangkap dengan ragam bersyarat industrial production dengan
penyebaran LTA ratio bank. Dari kedua gambar tersebut, kemudian akan diuji secara statistik pengaruh negatif ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit.
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25
Ja n-
2 A
pr -0
2 Ju
l-0 2
O ct
-0 2
Ja n-
3 A
pr -0
3 Ju
l-0 3
O ct
-0 3
Ja n-
4 A
pr -
04 Ju
l-0 4
O ct
-0 4
Ja n-
5 A
pr -0
5 Ju
l-0 5
O ct
-0 5
0.0005 0.001
0.0015 0.002
0.0025 0.003
0.0035 0.004
= Ragam bersyarat nilai tukar = Penyebaran LTA ratio bank
Gambar 4.6. Ragam Bersyarat Nilai Tukar dan Penyebaran LTA Ratio
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25
Ja n-0
2 A
pr- 02
Ju l-0
2 O
ct -0
2 Jan
-0 3
A pr
-0 3
Ju l-0
3 O
ct -0
3 Ja
n-0 4
A pr-
04 Ju
l-0 4
O ct-
04 Ja
n- 5
A pr
-0 5
Ju l-0
5 O
ct -0
5 0.001
0.002 0.003
0.004 0.005
0.006 0.007
0.008 0.009
= Ragam bersyarat
industrial production
= Penyebaran LTA ratio bank
Gambar 4.7. Ragam Bersyarat Industrial Production dan Penyebaran LTA Ratio
V. PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK