Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia

(1)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat

Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar)

TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA

OLEH

MOCH. ARY PRIAGA H14102022

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

MOCH ARY PRIAGA. Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia (dibimbing oleh ANNY. RATNAWATI).

Fungsi utama bank pada dasarnya adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (idle fund/surplus unit) kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Jika fungsi intermediasi keuangan ini dapat berjalan dengan baik, maka kredit bank menjadi sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perilaku kredit bank ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh aksi kebijakan moneter Bank Sentral maupun oleh pergerakan agregat ekonomi, akan tetapi secara kuat merespon ketidakpastian ekonomi. Dalam kerangka model perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi, bank harus memilih alokasi yang tepat dari kedua kelas aset: surat berharga dan kredit.

Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, metode analisis yang pertama adalah model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang digunakan untuk mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang dalam penelitian ini didekati dengan ragam bersyarat (conditional variance) Industrial Production atau ragam bersyarat nilai tukar. Metode estimasi kedua adalah teknik regresi yang diestimasi dengan maximum likelihood yang digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio bank.

Untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production, penelitian ini menggunakan data indeks industrial production bulanan dan model yang digunakan adalah model GARCH(1,1) dimana mean equation adalah ARMA(1,1). Sementara itu, untuk mengestimasi ragam bersyarat nilai tukar, penelitian ini menggunakan data nilai tukar (Rp/$) bulanan dan menggunakan model GARCH (2,2) dimana mean equation adalah AR(1). Hasil analisis perubahan loans to asset (LTA) ratio memperlihatkan bahwa bank-bank dengan aset kecil membuat penyesuaian yang lebih besar dalam LTA ratio dibandingkan bank-bank dengan aset besar. Untuk persentase perubahan negatif, bank-bank dengan aset besar memperlihatkan penurunan yang lebih kecil dalam LTA ratio (-3.03% versus -5.25% dengan t-statistic sebesar 1.77 didasarkan pada 173 observasi). Untuk persentase perubahan positip maupun persentase perubahan absolut nilai rata-rata untuk bank-bank dengan aset besar dan bank-bank dengan aset kecil tidak secara signifikan berbeda.

Dari keseluruhan model yang digunakan, hasil regresi memperlihatkan bahwa ketidakpastian ekonomi terutama yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi sangat signifikan berpengaruh negatif terhadap perilaku kredit bank dengan nilai elastisitas berkisar antara -0.04 sampai -0.07. Ini berarti, penurunan dalam


(3)

ketidakpastian ekonomi akan dihubungkan dengan peningkatan dalam heterogenitas perilaku kredit bank yang diwujudkan dengan memperlebar penyebaran LTA ratio. Sebaliknya, ketika lingkungan ekonomi memperlihatkan ketidakpastian yang tinggi, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif yang membawa kepada semakin sempitnya penyebaran LTA ratio, dan secara nyata mendistorsi alokasi yang efisien dari dana yang dipinjamkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah bahwa kebijakan guna mendorong bank-bank beraset kecil melakukan penggabungan usaha perlu dilakukan untuk menghindari pemotongan kredit yang besar yang sering diperlihatkan oleh bank-bank beraset kecil akibat perubahan kondisi ekonomi. Selain itu, kestabilan nilai tukar harus diprioritaskan untuk dijaga untuk mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kreditnya.


(4)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat

Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar)

TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA

Oleh

MOCH. ARY PRIAGA H14102022

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Moch. Ary Priaga Nomor Registrasi Pokok : H14102022 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. NIP. 131 669 947

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

Moch. Ary Priaga H14102022


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Moch. Ary Priaga, lahir pada tanggal 5 Mei 1984 di Rangkasbitung, Provinsi Banten. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan N. Chusaeni dan Risnaesih. Pada tahun 1990-1996 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN. Muara Ciujung Timur 2 Kemudian melanjutkan sekolah ke SLTPN 3 Rangkasbitung. Tahun 2002, penulis menyelesaikan sekolahnya di SMUN I Rangkasbitung dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya di Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) sebagai Ketua Departemen Ekonomi dan Kewirausahaan dan menjadi pengurus di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu-ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Selain itu, Penulis juga menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II dan Ekonomi Umum.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia”.


(8)

“Kupersembahkan karunia ini

untuk kedua orangtuaku”


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang atas izinnya Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia” ini akhirnya bisa terselesaikan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit bank di Indonesia.

Dengan segenap kerendahan hati, izinkan penulis untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada:

1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Firdaus, M.Si selaku penguji utama skripsi ini.

3. Bapak Jaenal Effendi, M.A selaku Komisi Pendidikan.

4. Kedua orang tua yang menjadi kekuatan terbesar bagi penulis.

5. Kakak (Panji dan Andri) serta Adik (Roby) tercinta, atas dukungannya. 6. Bang Adrian Lubis, M.Si yang banyak membantu dalam pengelolaan

data.

7. Rekan-rekan di CSIS khususnya Pak Raymond, Pasha, Carlos, Dira, Ba’ Xandra atas semua bantuannya.

8. Teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Manajemen khususnya Ilmu Ekonomi 39 atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini.

9. Keluarga besar pondok Girma, yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan.

Di atas segala hal, untuk kuasa Illahi Rabbi, penulis mengucap syukur atas segala karunia selama perjalanan hidup.


(10)

ii

Penulis menyadari, bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan serta keterbatasan dalam skripsi ini. Untuk itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan kita.

Bogor, Agustus 2006

Moch. Ary Priaga H14102022


(11)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat

Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar)

TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA

OLEH

MOCH. ARY PRIAGA H14102022

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

MOCH ARY PRIAGA. Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia (dibimbing oleh ANNY. RATNAWATI).

Fungsi utama bank pada dasarnya adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (idle fund/surplus unit) kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Jika fungsi intermediasi keuangan ini dapat berjalan dengan baik, maka kredit bank menjadi sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perilaku kredit bank ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh aksi kebijakan moneter Bank Sentral maupun oleh pergerakan agregat ekonomi, akan tetapi secara kuat merespon ketidakpastian ekonomi. Dalam kerangka model perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi, bank harus memilih alokasi yang tepat dari kedua kelas aset: surat berharga dan kredit.

Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, metode analisis yang pertama adalah model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang digunakan untuk mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang dalam penelitian ini didekati dengan ragam bersyarat (conditional variance) Industrial Production atau ragam bersyarat nilai tukar. Metode estimasi kedua adalah teknik regresi yang diestimasi dengan maximum likelihood yang digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio bank.

Untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production, penelitian ini menggunakan data indeks industrial production bulanan dan model yang digunakan adalah model GARCH(1,1) dimana mean equation adalah ARMA(1,1). Sementara itu, untuk mengestimasi ragam bersyarat nilai tukar, penelitian ini menggunakan data nilai tukar (Rp/$) bulanan dan menggunakan model GARCH (2,2) dimana mean equation adalah AR(1). Hasil analisis perubahan loans to asset (LTA) ratio memperlihatkan bahwa bank-bank dengan aset kecil membuat penyesuaian yang lebih besar dalam LTA ratio dibandingkan bank-bank dengan aset besar. Untuk persentase perubahan negatif, bank-bank dengan aset besar memperlihatkan penurunan yang lebih kecil dalam LTA ratio (-3.03% versus -5.25% dengan t-statistic sebesar 1.77 didasarkan pada 173 observasi). Untuk persentase perubahan positip maupun persentase perubahan absolut nilai rata-rata untuk bank-bank dengan aset besar dan bank-bank dengan aset kecil tidak secara signifikan berbeda.

Dari keseluruhan model yang digunakan, hasil regresi memperlihatkan bahwa ketidakpastian ekonomi terutama yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi sangat signifikan berpengaruh negatif terhadap perilaku kredit bank dengan nilai elastisitas berkisar antara -0.04 sampai -0.07. Ini berarti, penurunan dalam


(13)

ketidakpastian ekonomi akan dihubungkan dengan peningkatan dalam heterogenitas perilaku kredit bank yang diwujudkan dengan memperlebar penyebaran LTA ratio. Sebaliknya, ketika lingkungan ekonomi memperlihatkan ketidakpastian yang tinggi, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif yang membawa kepada semakin sempitnya penyebaran LTA ratio, dan secara nyata mendistorsi alokasi yang efisien dari dana yang dipinjamkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah bahwa kebijakan guna mendorong bank-bank beraset kecil melakukan penggabungan usaha perlu dilakukan untuk menghindari pemotongan kredit yang besar yang sering diperlihatkan oleh bank-bank beraset kecil akibat perubahan kondisi ekonomi. Selain itu, kestabilan nilai tukar harus diprioritaskan untuk dijaga untuk mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kreditnya.


(14)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat

Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar)

TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA

Oleh

MOCH. ARY PRIAGA H14102022

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Moch. Ary Priaga Nomor Registrasi Pokok : H14102022 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. NIP. 131 669 947

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

Moch. Ary Priaga H14102022


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Moch. Ary Priaga, lahir pada tanggal 5 Mei 1984 di Rangkasbitung, Provinsi Banten. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan N. Chusaeni dan Risnaesih. Pada tahun 1990-1996 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN. Muara Ciujung Timur 2 Kemudian melanjutkan sekolah ke SLTPN 3 Rangkasbitung. Tahun 2002, penulis menyelesaikan sekolahnya di SMUN I Rangkasbitung dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya di Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) sebagai Ketua Departemen Ekonomi dan Kewirausahaan dan menjadi pengurus di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu-ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Selain itu, Penulis juga menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II dan Ekonomi Umum.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia”.


(18)

“Kupersembahkan karunia ini

untuk kedua orangtuaku”


(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang atas izinnya Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia” ini akhirnya bisa terselesaikan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit bank di Indonesia.

Dengan segenap kerendahan hati, izinkan penulis untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada:

1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Firdaus, M.Si selaku penguji utama skripsi ini.

3. Bapak Jaenal Effendi, M.A selaku Komisi Pendidikan.

4. Kedua orang tua yang menjadi kekuatan terbesar bagi penulis.

5. Kakak (Panji dan Andri) serta Adik (Roby) tercinta, atas dukungannya. 6. Bang Adrian Lubis, M.Si yang banyak membantu dalam pengelolaan

data.

7. Rekan-rekan di CSIS khususnya Pak Raymond, Pasha, Carlos, Dira, Ba’ Xandra atas semua bantuannya.

8. Teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Manajemen khususnya Ilmu Ekonomi 39 atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini.

9. Keluarga besar pondok Girma, yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan.

Di atas segala hal, untuk kuasa Illahi Rabbi, penulis mengucap syukur atas segala karunia selama perjalanan hidup.


(20)

ii

Penulis menyadari, bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan serta keterbatasan dalam skripsi ini. Untuk itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan kita.

Bogor, Agustus 2006

Moch. Ary Priaga H14102022


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Kegunaan Penelitian... 10

1.5. Ruang Lingkup ... 10

II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori ... 11

2.1.1. Definisi Bank ... 11

2.1.2. Neraca dan Operasi Dasar Bank ... 12

2.1.3. Definisi Nilai Tukar (Exchange Rate) ... 13

2.2. Kerangka Teori... 14

2.2.1. Penentuan Tingkat Suku Bunga dalam Model IS-LM ... 14

2.2.2. Perilaku Kredit: Sebab-Sebab Melambatnya Pertumbuhan Kredit ... 18

2.2.3. Ketidakpastian Ekonomi... 21

2.2.4. ARCH dan GARCH ... 23

2.2.5. Moving Average (MA)... 27

2.2.6. Maximum Likelihood... 29

2.2.7. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit ... 30

2.3. Studi Empiris... 33

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional... 35

2.5. Definisi Variabel ... 37


(22)

iv

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.2. Metode Analisis... 41 3.2.1. Mengestimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi ... 41

3.2.2. Analisis Perubahan Loans to Asset Ratio... 46 3.2.3. Pengaruh ketidakpastian Ekonomi Terhadap Perilaku

Kredit Bank ... 47 IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Kredit Bank Umum ... 50 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum ... 51 4.3. Perkembangan Loans To Asset Ratio Bank Umum... 53 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production... 54 4.5. Perkembangan Nilai Tukar (Rp/$) ... 55 4.6. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit Bank... 56 V. PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI TERHADAP

PERILAKU KREDIT BANK

5.1. Hasil Estimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi ... 58 5.2. Perubahan Loans to Asset Ratio... 66 5.3. Hubungan Ketidakpastian Ekonomi dengan Perilaku

Kredit Bank... 68 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan... 75 6.2. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 77


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Kinerja Bank Umum Oktober-Desember 2005 ... 7 2.1. Neraca Bank Umum ... 12 3.1. Data, Simbol dan Sumber Data ... 40 4.1. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Aset ... 53 5.1. Deskripsi Statistik Data Industrial Production... 58 5.2. Deskripsi Statistik Data Nilai Tukar... 59 5.3. Pengujian Autokorelasi Industrial Production ... 60 5.4. Pengujian Autokorelasi Nilai Tukar ... 60 5.5. Model GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat

Industrial Production... 62 5.6. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar... 63 5.7. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(1,1)... 64 5.8. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(2,2)... 64 5.9. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production... 65 5.10. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar ... 65 5.11. Loans to asset ratio : Deskripsi Statistik... 69 5.12. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi ... 70 5.13. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi 71 5.14. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian


(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Perpotongan Keynesian ... 16 2.2. Kurva IS ... 16 2.3. Keseimbangan pasar uang ... 17 2.4. Kurva LM ... 17 2.5. Keseimbangan dalam Model IS-LM... 18 2.6. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37 4.1. Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis ... 51 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum... 52 4.3. Perkembangan Loans to Asset Ratio Bank Umum ... 54 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production ... 55 4.5. Perkembangan Nilai Tukar ... 56 4.6. Ragam Bersyarat Nilai Tukar dan Penyebaran LTA Ratio... 57 4.7. Ragam Bersyarat Industrial Production dan Penyebaran

LTA Ratio... 57 5.1. Persentase Perubahan Rata-Rata Loans to Asset Ratio... 66


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Total Aset periode 2002:1-2005:11 ... 81 2. Data Total Kredit periode 2002:1-2005:11 ... 83 3. Deskipsi Statistik Industrial Production Indeks ... 85 4. Deskipsi Statistik Nilai Tukar (Rp/$) ... 85 5. Deskipsi Statistik LTA_Sigma ... 86 6. Deskipsi Statistik Loans to Asset Bank Umum ... 86 7. GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat Industrial Production ... 87 8. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production ... 87 9. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(1,1) ... 88 10. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(1,1) ... 89 11. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar... 90 12. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar ... 90 13. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(2,2) ... 91 14. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(2,2) ... 92 15. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Positip... 93 16. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Negatif... 94 17. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Absolut ... 95 18. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi... 96 19. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi 97 20. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan aktivitas ekonomi yang semakin berkembang, peranan bank sangat penting dalam mempengaruhi kinerja perekonomian, khususnya di Indonesia dimana perbankan menguasai sebagian besar pangsa dari sistem keuangan yang ada. Fungsi utama bank pada dasarnya adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (idle fund/surplus unit) kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Jika fungsi intermediasi keuangan ini dapat berjalan dengan baik, maka kredit bank menjadi sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit, bagi perusahaan merupakan salah satu faktor produksi karena fungsinya sebagai kapital, pembiayaan bank umumnya menjadi sumber utama bagi perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Oleh karena itu, tidak heran bahwa penurunan kredit bank biasanya akan dihubungkan dengan semakin terbatasnya pengeluaran sektor swasta.

Sebagai elemen penting dalam sistem keuangan, bank menjadi bagian tidak terpisahkan dari sistem ekonomi secara keseluruhan. Gejolak yang terjadi dalam lingkungan ekonomi akan langsung mempengaruhi kondisi dalam sistem keuangan, khususnya perbankan. Bukti yang paling kuat, pada periode krisis 1997, industri perbankan di Indonesia mengalami guncangan yang cukup berat akibat ketidakstabilan dalam fundamental ekonomi. Sebaliknya, karena bank


(27)

2

menjadi sumber utama pembiayaan bagi dunia usaha, maka perilaku bank dalam menyalurkan kredit akan sangat menentukan aktivitas di sektor riil. Para pendukung “jalur kredit” percaya bahwa kredit memainkan peran yang penting dalam mentransmisikan shock ekonomi kedalam perekonomian riil.

Para ekonom percaya bahwa, minimal dalam jangka pendek, kebijakan moneter Bank Sentral dapat secara signifikan memberikan pengaruh terhadap perilaku kredit bank, Schwartz (1995) menjelaskan bahwa ketika kebijakan moneter mendorong terjadinya fluktuasi dalam tingkat inflasi (harga), akan menyebabkan munculnya masalah informasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk mengevaluasi proyek investasi.

“Both (borrowers and lenders) evaluate the prospects of projects by extrapolating the prevailing price level or inflation rate. Borrowers default on loans not because they have misled uninformed lenders but because, subsequent to the initiation of the project, authorities have altered monetary policy in a contractionary direction. The original price level and inflation rate assumptions are no longer valid. The change in monetary policy makes rate-of-return calculations on the yield of projects, based on the initial price assumptions of both lenders and borrowers, unrealizable”. (Schwartz, 1995)

Dalam kaitan antara kebijakan moneter dengan perilaku kredit, Penelitian-penelitian sebelumnya menegaskan bahwa pada periode dimana Bank Sentral menganut kebijakan moneter ketat (tight money policy) telah terjadi pengurangan kredit oleh bank-bank komersial. Disamping itu, kebijakan moneter ketat yang diadopsi oleh bank sentral akan mendorong perusahaan mensubstitusikan kredit non bank untuk kredit bank. Sebagai contoh, Kashyap, et al. (1993) menemukan bahwa penerbitan commercial paper meningkat sepanjang periode tersebut.

Ada berbagai alasan mengapa kredit bank berubah dari waktu ke waktu. Ketika bank harus memperoleh informasi mengenai keadaan debitur sebelum


(28)

3

memperluas kreditnya, baik itu kepada debitur yang baru maupun debitur yang telah ada, Ketidakpastian mengenai kondisi ekonomi (dan kemungkinan terjadinya gagal bayar) akan mempunyai pengaruh yang jelas terhadap strategi kredit bank disamping pergerakan agregat ekonomi dan aksi kebijakan moneter bank sentral, dan mendistorsi alokasi yang efisien dari dana yang tersedia. Ketika ketidakpastian ekonomi meningkat, penyebaran loans to asset (LTA) ratio bank kemungkinan akan menjadi lebih sempit karena ketidakpastian menurunkan kemampuan bank untuk meramalkan dan memprediksi tingkat pengembalian (rate of return) dari kredit. Sebaliknya ketika ketidakpastian ekonomi menurun, tingkat pengembalian dari kredit akan lebih mudah diprediksi yang akan membawa kepada distribusi kredit yang lebih heterogen antar bank, karena para pengelola bank memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai peluang dari kredit yang berbeda. Jadi, menurunnya ketidakpastian ekonomi akan mendorong bank untuk menyeimbangkan kembali portofolio asetnya, yang menyebabkan penyebaran LTA ratio bank menjadi lebih melebar, dan alokasi dana yang dipinjamkan menjadi lebih efisien dibandingkan ketika situasi ketidakpastian tinggi.

Argumen diatas mengimplikasikan bahwa sepanjang periode ketidakpastian ekonomi yang tinggi, bank-bank cenderung berperilaku lebih homogen dan sebaliknya, ketika ketidakpastian ekonomi relatif lebih rendah, perilaku kredit antara bank yang satu dengan bank yang lainnya menjadi lebih bervariasi. Argumen diatas diperkuat dengan data yang ada, pada periode krisis 1997 dimana ketidakpastian ekonomi sangat tinggi, posisi kredit tumbuh negatif akibat dari berkurangnya kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit serta


(29)

4

melemahnya permintaan akibat rendahnya prospek investasi (investment opportunities). Perbaikan pertumbuhan kredit perbankan berangsur-angsur mulai terlihat pada tahun 2000 seiring dengan membaiknya situasi perekonomian. Dalam tahun tersebut, kredit perbankan telah menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada kenyataannya, dalam merespon ketidakpastian ekonomi, reaksi bank akan berbeda antara satu dengan yang lain, beberapa bank mungkin ditemukan merespon lebih besar ketidakpastian ekonomi dibandingkan yang lain. Seperti misalnya bank-bank kecil yang memiliki jumlah aset dan permodalan yang relatif terbatas, kemungkinan akan mengurangi kreditnya dengan derajat yang lebih besar ketika risiko penyaluran kredit meningkat.

Dalam kerangka model perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi, bank harus memilih alokasi yang tepat dari kedua kelas aset: surat berharga dan kredit. Surat berharga (bahkan yang bebas risiko sekalipun) tetap memiliki risiko pasar atau risiko harga, tetapi risiko tersebut dapat diperkirakan melalui pergerakannya dalam suku bunga. Surat berharga yang diterbitkan oleh debitur potensial menunjukkan risiko yang rendah, sehingga nilai pasar dari komponen ini terhadap posisi portofolio aset bank dapat diperkirakan dan diatur responnya terhadap shock di pasar keuangan maupun guncangan ekonomi. Sebaliknya, kredit kepada sektor swasta akan mengundang baik risiko pasar maupun risiko gagal bayar (default risk)-risiko ini dihubungkan, dalam banyak kasus, dengan kondisi ekonomi dan sektor keuangan-. Tingkat pengembalian yang diharapkan oleh bank terhadap pinjaman portofolio akan lebih besar daripada investasi dalam bentuk kredit.


(30)

5

1.2. Perumusan Masalah

Sektor perbankan merupakan sektor yang rentan terhadap risiko ketidakpastian, baik yang menyangkut risiko perubahan fundamental ekonomi, risiko kesalahan operasional, risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan strategis maupun risiko-risiko lain yang muncul karena faktor eksternal. Oleh karena itu, sektor perbankan selalu berupaya untuk mencapai skala ekonomi dalam rangka mengoffset biaya-biaya dari mengumpulkan dan memproses seluruh informasi yang didesain untuk mengurangi ketidakpastian, dengan demikian memudahkan suatu alokasi yang lebih efisien dari sumberdaya keuangan yang tersedia. Bagaimanapun, untuk mengukur perbedaan antara risiko dan ketidakpastian dalam ekonomi adalah menjadi bagian yang sangat sulit. Knight dalam Mensah (2004) membedakan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko diasumsikan muncul jika para pelaku ekonomi dapat memperkirakan probabilitas numerik untuk suatu kejadian acak sedangkan jika para pelaku ekonomi tidak mampu memperkirakan probabilitas dari suatu kejadian acak, maka hal tersebut dianggap sebagai ketidakpastian.

Melambatnya pertumbuhan kredit belakangan ini, tidak terlepas dari tingginya risiko serta ketidakpastian ekonomi ditambah dengan persoalan dalam negeri yang masih terus diwarnai berbagai gejolak (demonstrasi buruh, ancaman penyakit, bencana alam dan sebagainya), situasi ini menyebabkan kepercayaan para pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi menjadi semakin menurun. Akibatnya, penyerapan kredit oleh kalangan dunia usaha juga menjadi relatif terbatas. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan


(31)

6

kebijakan moneter ketat, menyebabkan tingkat suku bunga kredit dirasakan masih terlalu tinggi, hal ini tentu saja makin memberatkan para pengusaha di sektor riil. Menurut hasil survei Bank Indonesia, kredit perbankan pada triwulan I 2006 mengalami penurunan dari 24,5 persen menjadi hanya 4,4 persen. Demikian juga dengan permintaan kredit baru yang turun dari 17,1 persen menjadi minus 5,1 persen pada bank-bank kecil, dan dari 23,2 persen menjadi minus 9,7 persen pada bank-bank besar. Belum berjalan dengan baiknya fungsi intermediasi perbankan juga ditunjukan oleh nilai rasio kredit terhadap dana yang diterima (loans to deposit ratio/LDR) yang masih sangat rendah. Pada akhir Desember 2005, total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum adalah sebesar Rp.1.166.065 miliar menurun dibandingkan perolehan pada bulan sebelumnya yang mencapai Rp.1.269.049 miliar. Sementara itu, total kredit yang berhasil disalurkan adalah sebesar Rp.641.523 miliar sehingga rasio kredit terhadap dana yang diterima pada Desember 2005 hanya 55,02 persen. Melambatnya pertumbuhan kredit juga sangat erat kaitannya dengan menurunnya permodalan bank. Pada akhir Desember 2005 modal bank umum turun sebesar 8% dari Rp. 157.873 miliar menjadi Rp. 144.470 miliar. Dalam kondisi seperti itu, adalah sangat wajar jika bank-bank kemudian bertahan untuk tidak menyalurkan kredit, karena kenaikan kredit yang disalurkan akan menambah aset berisiko sehingga mengharuskan bank menambah modal. Kinerja Bank Umum pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:


(32)

7

Tabel 1.1. Kinerja Bank Umum Oktober-Desember 2005 (Miliar Rp.)

Indikator Oktober November Desember

CAR (%) Modal ATMR ROA (%) Laba

Total aktiva produktif Biaya operasional LDR (%)

Kredit

Dana yang diterima Aktiva rata-rata Pendapatan operasional 19.44 159.175 818.743 2.01 26.438 1.295.034 155.391 54.76 685.437 1.251.643 1.314.415 170.573 19.69 157.873 801.686 2.15 28.670 1.332.204 156.655 54.07 686.200 1.269.049 1.332.305 172.259 19.30 144.470 748.541 2.55 30.601 1.339.752 143.881 55.02 641.523 1.166.065 1.201.039 160.762 Sumber: Bank Indonesia

Fenomena melambatnya pertumbuhan kredit, makin menguatkan opini bahwa perbankan cenderung bersikap menghindari risiko (risk averse) pada saat situasi ekonomi menunjukan ketidakpastian. Masih tingginya tingkat inflasi, nilai tukar yang rentan terhadap tekanan depresiasi serta produksi sektor industri yang belum stabil merupakan sumber-sumber ketidakpastian ekonomi. Friedman dalam Kontonikas (2002) menyatakan bahwa ada korelasi positip antara tingkat inflasi dengan ketidakpastian inflasi. Artinya, tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan ketidakpastian inflasi juga tinggi. Begitupun dengan nilai tukar dan produksi sektor industri yang seringkali memperlihatkan pergerakan yang


(33)

8

fluktuatif. Akibatnya, bank-bank menjadi kesulitan untuk mengevaluasi proyek-proyek yang menguntungkan maupun memperkirakan terjadinya kemungkinan gagal bayar (default) yang pada gilirannnya akan mendorong perbankan untuk mengalokasikan dananya pada instrumen yang memiliki risiko yang rendah dan memberikan return yang lebih pasti misalnya dalam bentuk obligasi atau surat-surat berharga.

Tekanan depresiasi terhadap nilai mata uang Rupiah mulai terjadi sejak bulan Januari 2004. Sejak bulan itu, Rupiah mengalami pergerakan yang berbeda dengan mata uang regional lainnya. Bahkan Rupiah tidak hanya terdepresiasi dengan mata uang Dollar, tetapi juga dengan mata uang Euro dan Yen. Ini mengindikasikan pengaruh internal lebih menentukan dibandingkan pengaruh eksternal didalam memposisikan mata uang Rupiah. Dengan demikian, kondisi ekonomi dalam negeri sendiri yang lebih membuat kondisi mata uang Rupiah tersebut melemah. Posisi mata uang Rupiah yang cenderung semakin menurun terhadap mata uang asing, direspon oleh bank Indonesia dengan menaikan tingkat suku bunga untuk penyesuaian dengan tingkat suku bunga internasional. Walaupun upaya tersebut benar, ada keterlambatan lebih kurang 9 bulan didalam upaya penyesuaian terhadap suku bunga internasional tersebut. Selain nilai tukar, instabilitas juga ditunjukan dengan trend pertumbuhan ekonomi yang menurun. Secara perlahan-lahan pertumbuhan ekonomi sejak kuartal ketiga tahun 2004 terus mengalami kemerosotan. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi masih didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga. Situasi ketidakpastian semakin diperparah karena lemahnya sinkronisasi kebijakan antara


(34)

9

Bank Indonesia dengan Departemen Keuangan, akibatnya kondisi ekonomi semakin sulit diprediksi oleh para pelaku pasar.

Ketidakpastian ekonomi telah menjadi masalah serius bagi perekonomian Indonesia dan dapat menghambat upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Disamping itu, ketidakpastian ekonomi juga akan memiliki implikasi terhadap ekspektasi para pelaku ekonomi dan akan sangat menentukan kualitas kredit bank serta kondisi sistem keuangan secara keseluruhan. Jika ketidakpastian ekonomi tidak diantisipasi secara penuh atau tidak dilakukan lindung nilai (hedging) maka akan cenderung menyebabkan tingkat pengembalian riil (riil return) dari investasi menyimpang dari yang diperkirakan. Akibatnya, penyedia jasa keuangan khususnya perbankan akan kesulitan untuk memprediksi dan meramalkan prospek bisnis dimasa yang akan datang.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar. 2. Membandingkan perubahan dalam loans to asset (LTA) ratio pada

bank-bank beraset besar dan bank-bank beraset kecil.

3. Menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio yang merefleksikan perilaku kredit bank.


(35)

10

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, sekaligus merupakan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia.

2. Bagi pemerintah dan Bank Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat.

3. Bagi dunia perbankan, jika hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku kredit bank sangat responsif terhadap ketidakpastian ekonomi, maka penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan pentingnya peningkatan kinerja dan manajemen risiko dalam merespon ketidakpastian.

4. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Dalam menganalisis perilaku kredit bank, penelitian ini hanya mengambil sampel dari dua belas bank komersial di Indonesia yaitu Bank Permata, Bank Buana, Bank Danamon, Bank NISP, Bank Lippo, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Niaga, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Ekspor Indonesia (BEI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), serta Bank Tabungan Negara (BTN). Data LTA ratio yang merefleksikan perilaku kredit bank, hanya mencakup data untuk total kredit selama periode 2002:01 s/d 2005:11.


(36)

II. KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Bank

Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut G.M. Verryn Stuart, bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral (Dendawijaya, 2000).

Berdasarkan definisi yang terdapat dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain (Dendawijaya, 2000).

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik benang merah mengenai definisi bank yaitu suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak


(37)

12

yang berkelebihan dana (idle fund/surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.

2.1.2. Neraca dan Operasi Dasar Bank

Untuk memahami bagaimana bank beroperasi, hal penting yang perlu diperhatikan adalah komponen pada neraca bank yang mencatat aset dan kewajiban bank. Sisi kanan pada neraca bank mencatat sumber perolehan dana sementara pada sisi kiri mencatat penggunaan dari dana tersebut. Tabel 2.1 dibawah ini memperlihatkan komponen neraca bank umum di Indonesia.

Tabel 2.1. Neraca Bank Umum

AKTIVA PASIVA

1.Kas

2.Giro di Bank Indonesia 3.Tagihan pada bank lain:

a. Giro

b. Call money

c. Deposito Berjangka d. Kredit yang diberikan

4. Surat Berharga dan tagihan Lainnya

5. Kredit yang diberikan 6. Penyertaan

7. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif

8. Aktiva tetap dan inventaris 9. Rupa-rupa Aktiva

1. Giro

2. Simpanan berjangka 3. Tabungan

4. Kewajiban kepada BI

5. Kewajiban kepada Bank lain 6. Surat Berharga yang diterbitkan 7. Pinjaman yang diterima

a. Bank Indonesia b. Subordinasi dan lainnya

8. Kewajiban lainnya Modal 9. Rupa-rupa pasiva

10. Laba/rugi tahun berjalan 11. Modal

12. Cadangan


(38)

13

Secara sederhana, bank memperoleh keuntungan dengan cara mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana. Keuntungan tersebut diperoleh melalui selisih tingkat suku bunga yang ditetapkan (net interest margin). Proses ini sering dinamakan transformasi aset. Sebagai contoh, tabungan dari seseorang digunakan oleh bank untuk memberikan pinjaman kepada seseorang yang lain. Proses tersebut memperlihatkan bahwa bank mentransformasikan kewajiban (deposit) kedalam aset (pinjaman) (Mishkin, 1996).

2.1.3. Definisi Nilai Tukar (Exchange rate)

Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld dalam bukunya International Economics (2001) mendefinisikan nilai tukar sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. nilai tukar memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena nilai tukar memungkinkan kita untuk membandingkan harga-harga segenap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Perubahan-perubahan nilai tukar disebut sebagai depresiasi dan apresiasi. Depresiasi menunjukan melemahnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing sedangkan apresiasi adalah sebaliknya.

Nilai tukar merupakan harga relatif mata uang domestik terhadap mata uang asing. Dalam bentuk nominal (bilateral) nilai tukar adalah harga satu unit mata uang asing (F$) dalam bentuk mata uang domestik (D$) atau secara sederhana dirumuskan dengan e = Pd/Pf ; dimana Pd adalah tingkat harga


(39)

14

domestik dan Pf adalah tingkat harga asing. Dalam bentuk multilateral atau nominal effective exchange rate (NEE) kurs dibobot dengan pangsa perdagangan negara-negara partner dagang utama sehingga NEE merupakan “rataan terbobot” (Hossain dan Chowdhury, 1998)

Dari beberapa definisi diatas, maka secara umum nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menyatakan harga relatif dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya misalnya Rupiah per Dolar, Yen per Pound, dan sebagainya. Sementara nilai tukar riil merupakan nilai tukar nominal yang disesuaikan dengan rasio tingkat harga di kedua negara sehingga nilai tukar riil merupakan ukuran daya saing.

2.2. Kerangka Teori

2.2.1. Penentuan Tingkat Suku Bunga dalam Model IS-LM

Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar barang dan jasa. Kurva IS diturunkan dengan mengasumsikan tingkat harga adalah tetap. Untuk mengembangkan model ini, diawali dengan derivasi dari perpotongan keynesian yang menggambarkan perbedaan antara pengeluaran aktual (actual expenditure) dengan pengeluaran yang direncanakan (planned expenditure). Pengeluaran aktual adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga, perusahaan, pemerintah yang sama dengan Produk Domestik Bruto (GDP). Pengeluaran yang direncanakan adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah, serta masyarakat luar negeri atas barang dan jasa. Pengeluaran aktual tidak harus sama


(40)

15

dengan pengeluaran yang direncanakan, hanya dalam kondisi keseimbangan pengeluaran aktual akan sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Pengeluaran aktual bisa berbeda dari pengeluaran yang direncanakan karena perusahaan bisa terlibat dalam investasi persediaan yang tidak direncanakan karena penjualan mereka tidak memenuhi harapan. Ketika mereka menjual lebih sedikit dari produk yang mereka rencanakan, stok persediaan mereka otomatis akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, Pengeluaran aktual bisa diatas atau dibawah pengeluaran yang direncanakan (Mankiw, 2000).

Kondisi keseimbangan di pasar barang dan jasa dapat diuraikan dalam persamaan sebagai berikut:

ad

Y

Y = (2.1) dimana :

Y = Pengeluaran aktual.

ad

Y = Pengeluaran yang direncanakan.

Pengeluaran yang direncanakan (asumsi: perekonomian terbuka) terdiri dari pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi, Pengeluaran perusahaan untuk investasi pengeluaran pemerintah serta ekspor bersih (net ekspor). Oleh karena itu, persamaan (2.1) dapat ditulis ulang menjadi:

) *, , ( )

( )

(Y I r G NX Y Y e

C

Y = + + + (2.2)

dimana :

C = Konsumsi sebagai fungsi dari pendapatan(y). I = Investasi sebagai fungsi dari suku bunga(r). G = Pengeluaran Pemerintah.


(41)

16

NX = Ekspor bersih sebagai fungsi dari pendapatan domestik , pendapatan asing dan nilai tukar

) (y

*)

(y (e).

Gambar 2.1 berikut ini, menggambarkan bagaimana hubungan antara pengeluaran aktual dengan pengeluaran yang direncanakan yang diturunkan dari perpotongan Keynesian, sedangkan gambar 2.2 merupakan kurva IS yang memperlihatkan hubungan antara tingkat suku bunga dan output nasional yang menjamin keseimbangan di pasar barang.

Gambar 2.1. Perpotongan Keynesian ad

Y

Y

=

Pengeluaran yang direncanakan, Yad

NX G I C

Y2ad= + 2+ + NX G I C

Y1ad= + 1+ +

2 Y 1

Y Pendapatan,Output,Y

Tingkat Bunga, r

1 r 2 r IS 2 Y 1

Y Pendapatan,Output,Y Gambar 2.2.

Kurva IS

Kurva LM adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar uang. Keseimbangan dipasar


(42)

17

uang terjadi ketika jumlah penawaran uang sama dengan jumlah permintaan uang riil. Penawaran uang merupakan variabel eksogen karena ditentukan oleh kebijakan Bank Sentral, sementara permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan

dan tingkat suku bunga . Keseimbangan di pasar uang dapat kita uraikan dalam persamaan dan gambar berikut ini:

)

(y (r)

Penawaran Uang = Permintaan Uang )

, (r Y L P

M = (2.3)

dimana:

P

M = Real Money Supply. Tingkat r Bunga, P M s M ) , (rY1

L

) , (rY2

L

1 r

2

r r1

2 r

LM

1

Y Y2 Pendapatan, Output,Y

Gambar 2.3. Keseimbangan

Pasar Uang

Gambar 2.4. Kurva LM

Gambar 2.3 diatas menunjukan bagaimana keseimbangan di pasar uang ditentukan. Kurva LM yang menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar uang ditunjukan dalam gambar 2.4.

Sekarang kita memiliki seluruh bagian dari model IS dan LM. Dua persamaan model tersebut adalah:


(43)

18

) *, , ( )

( )

(Y I r G NX Y Y e

C

Y = + + + (2.4)

menggambarkan kondisi kesimbangan dipasar barang dan jasa (kurva IS). dan,

) , (r Y L P M

= (2.5)

menggambarkan kondisi kesimbangan dipasar uang (kurva LM).

Keseimbangan perekonomian berada pada titik dimana kurva IS berpotongan dengan kurva LM. Titik ini memberikan tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang memenuhi kondisi untuk keseimbangan baik dalam pasar barang maupun pasar uang. Dengan kata lain, pada perpotongan ini, pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan dan permintaan terhadap keseimbangan uang riil sama dengan penawarannya (Mankiw, 2000).

IS LM Tingkat

Bunga, r

Tingkat Bunga keseimbangan

Tingkat Pendapatan keseimbangan

Pendapatan Output,Y

Gambar 2.5. Keseimbangan dalam Model IS-LM

2.2.2. Perilaku Kredit: Sebab-Sebab Melambatnya Pertumbuhan Kredit Terganggunya pertumbuhan kredit perbankan dapat terjadi karena lemahnya permintaan kredit, lemahnya penawaran, atau gabungan dari keduanya.


(44)

19

Gangguan pada sisi permintaan dapat berupa menurunnya kualitas nasabah kredit, tingginya suku bunga yang melebihi kemampuan membayar nasabah, dan masih tingginya risiko berusaha sehingga nasabah belum berani memulai usahanya. Sementara, gangguan pada sisi penawaran dapat berupa keterbatasan permodalan bank, ketersediaan loanable fund, permasalahan NPLs bank, dan keengganan bank untuk menyalurkan kredit yang terkait dengan tingginya risiko dunia usaha maupun akibat kebijakan atau regulasi pemerintah dan otoritas moneter.

Permasalahan Di Sisi Penawaran

Sejumlah permasalahan internal perbankan (seperti kecukupan modal, memburuknya kualitas aset, dan ketersediaan loanable fund) dapat menyebabkan turunnya kemampuan bank dalam memberikan kredit. Di samping itu, terdapat beberapa persoalan eksternal yang menimbulkan keengganan bank untuk menyediakan pembiayaan bagi dunia usaha.

• Kebijakan Moneter Ketat

Penurunan dalam penyaluran kredit perbankan disebabkan karena kebijakan moneter ketat atau regulasi yang mendorong bank membatasi kredit mereka. Akibatnya, permintaan perusahaan untuk kredit menurun karena prospek ekonomi menjadi lebih buruk (Bernanke, 1993). Sebagai contoh, ketika reserve jatuh, bank tidak akan memelihara kreditnya dan cenderung mengalihkan dana mereka pada obligasi pemerintah (government securities). Pada periode kebijakan moneter ketat, kredit bank menurun dan penerbitat commercial paper meningkat secara cepat karena perusahaan membutuhkan sumber pembiayaan alternatif (Kashyap et al., 1993).


(45)

20

• Kecukupan Modal

Kecukupan modal biasanya diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan rasio antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal yang cukup merupakan prasyarat bagi bank dalam menyalurkan kredit. Jika bank memiliki jumlah modal yang cukup maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit menjadi semakin besar. Artinya, ada hubungan yang positif antara tingkat kecukupan modal dengan penawaran kredit bank.

• Tingginya Risiko Kredit

Masih tingginya risiko dunia usaha telah menimbulkan keengganan bank memberikan kredit, yaitu: bank cenderung untuk meminta collateral yang likuid; bank cenderung untuk hanya berhubungan dengan debitur lama yang telah dikenal; dan terjadi perubahan organisasi kredit pada bank yang cenderung lebih sentralistik dalam pemutusan kredit. Salah satu indikator yang mencerminkan masih tingginya risiko adalah dengan melihat lebarnya spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga dana.

• Kredit Bermasalah (NPLs)

Tingginya NPLs berpengaruh terhadap memburuknya kondisi permodalan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang harus dibentuk. Tingginya kerugian akibat NPLs, menyebabkan perbankan menjadi risk-averse sehingga pertumbuhan kredit menurun.

Permasalahan Di Sisi Permintaan

Penurunan kredit biasanya terjadi pada masa resesi sebagai refleksi dari turunnya permintaan untuk konstruksi baru, barang-barang modal, dan lainnya.


(46)

21

• Tingginya Suku Bunga Kredit

Suku bunga yang begitu tinggi telah menyebabkan penurunan nilai aset dan cash flow perusahaan. Sehingga, secara umum meskipun terdapat peluang untuk investasi maka nasabah yang dalam kondisi keuangannya perusahaannya sangat lemah (perusahaan yang leverage-nya lebih tinggi atau cash flow-nya lebih rendah) cenderung melakukan pembenahan keuangannya terlebih dahulu daripada melakukan ekspansi usaha. Hal ini menyebabkan rendahnya permintaan kredit yang terjadi (Borensztein et al., 2000).

• Menurunnya Kualitas Nasabah

Salah satu faktor yang mendorong melambatnya pertumbuhan kredit adalah melemahnya kondisi neraca (balance sheet) perusahaan yang menjadi nasabah kredit. Meningkatnya kewajiban pembayaran hutang perusahaan menyebabkan perbankan enggan menyalurkan kredit.

2.2.3. Ketidakpastian Ekonomi

Knight dalam Mensah (2004) membedakan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko diasumsikan muncul jika para pelaku ekonomi dapat memperkirakan probabilitas numerik untuk suatu kejadian acak sedangkan jika para pelaku ekonomi tidak mampu memperkirakan probabilitas dari suatu kejadian acak, maka hal tersebut dianggap sebagai ketidakpastian. Tidak seperti variabel ekonomi lainnya, ketidakpastian ekonomi merupakan sebuah variabel yang hanya dapat didekati karena tidak dapat diukur secara langsung (Kontonikas, 2001). Model ekonometrik yang mampu mendekati pengukuran ketidakpastian


(47)

22

ekonomi adalah model Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) dan model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Pada dasarnya model ini mendekati ketidakpastian ekonomi melalui pengukuran ragam bersyarat dari suatu variabel ekonomi. Pada model ARCH/GARCH ragam residual sekarang dipengaruhi oleh informasi yang ada sebelumnya atau ragam residual bersifat heteroskedastisitas. Sehingga, disamping memodelkan ketidakpastian bagi suatu variabel ekonomi, model ARCH/GARCH juga diharapkan mampu menangani sifat heteroskedastisitas pada ragam residual model suatu variabel ekonomi.

Banyak faktor yang menyebabkan munculnya ketidakpastian ekonomi. Namun, dari sekian banyak faktor tersebut, ketidakpastian ekonomi lebih sering disebabkan oleh ketiga faktor berikut: ketidakpastian di pasar fundamental, perubahan dalam ekspektasi para pelaku ekonomi serta serangan spekulatif (Neal, 1996). Ketidakpastian dipasar fundamental seperti jumlah uang beredar, pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, indeks harga saham dan sebagainya, akan mempengaruhi ketidakpastian ekonomi karena ketidakpastian ekonomi adalah fungsi dari faktor-faktor fundamental tersebut. Perubahan dalam ekspektasi mengenai fundamental maupun kebijakan ekonomi dimasa depan juga mempengaruhi ketidakpastian ekonomi. Ketika pelaku ekonomi memperoleh informasi baru, mereka akan mengubah perkiraan mengenai kondisi ekonomi seiring dengan perubahan ekspektasinya. Akhirnya, ketidakpastian ekonomi dapat juga disebabkan oleh serangan para spekulan yang berusaha mengambil keuntungan pada kondisi-kondisi tertentu.


(48)

23

2.2.4. ARCH dan GARCH

Model Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) secara spesifik didesain untuk memodelkan dan meramalkan (forecast) ragam bersyarat (conditional variances). Ragam sebagai variabel dependen (dependent variable) dimodelkan sebagai fungsi dari nilai masa lalu variabel dependen dan variabel independen atau variabel eksogen (exogenous variables). Model ARCH pertama kali diperkenalkan oleh Engle dan GARCH (Generalized ARCH) dipopulerkan oleh Bollerslev. Model ini secara luas digunakan dalam berbagai cabang ekonometrika, khususnya dalam analisis runtun waktu (time series) pada data-data keuangan (Gujarati, 2003).

Dalam membangun model ARCH, kita memiliki dua persamaan yang berbeda-yang pertama persamaan untuk rataan bersyarat (conditional mean) dan yang kedua adalah persamaan untuk ragam bersyarat (conditional variance).

Model GARCH (1,1)

Spesifikasi standar dari model GARCH (1,1) adalah:

t t t X

Y = γ + ε (2.6)

Persamaan rataan yang diberikan pada (2.6) ditulis sebagai fungsi dari variabel eksogen dan bentuk error. Sementara itu, untuk persamaan ragam bersyarat dalam model GARCH (1,1) diberikan dalam persamaan (2.7) berikut ini:

2 1 2

1 2

− +

+

= t t

t ω αε βσ

σ (2.7)

2

t

σ adalah perkiraan ragam pada periode tertentu yang didasarkan pada informasi dimasa lalu. Kita sebut persamaan tersebut sebagai persamaan ragam bersyarat


(49)

24

(conditional variance). persamaan conditional variance yang diberikan dalam (2.7) merupakan fungsi dari ketiga bentuk berikut:

• Rata-rata yang konstan: ω

• Informasi mengenai volatilitas dari periode sebelumnya yang diukur dengan lag residual kuadrat dari persamaan rataan: (bentuk ARCH). 2 1 − t ε

• Periode terakhir dari ragam yang diramalkan : σt21 (bentuk GARCH). Nilai (1,1) dalam model GARCH (1,1) menunjukan terdapatnya satu bentuk GARCH dan satu bentuk ARCH. Model ARCH yang biasa merupakan kasus khusus dari persamaan GARCH dimana dalam model ARCH tersebut tidak terdapat lag variance yang diramalkan dalam persamaan ragam bersyaratnya.

Model ARCH diestimasi dengan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood) dengan mengasumsikan bahwa error didistribusikan secara normal. Sebagai contoh, untuk model GARCH (1,1), kontribusi untuk log likelihood dari observasi ke-t adalah:

2 2 ' 2 / ) ( 2 1 log 2 1 ) 2 log( 2 1 t t t t y x

lt =− π − σ − − γ σ (2.8) dimana 2 1 2 ' 1 1

2 ( )

− −

− − +

+

= t t t

t ω α y x γ βσ

σ (2.9)

Persamaan ini sering diinterpretasikan dalam konteks keuangan, dimana para pelaku memprediksi variasi pada periode sekarang dalam bentuk rata-rata jangka panjang (konstan), variasi yang diramalkan pada periode terakhir (bentuk


(50)

25

GARCH), dan informasi mengenai volatilitas yang diamati pada periode sebelumnya (bentuk ARCH).

Model ARCH-M

Selain dapat memasukan variabel eksogen dalam persamaan conditional variance, kita juga dapat memasukan conditional variance atau conditional standar deviation

) (σt2 )

t kedalam mean equation, sehingga kita mendapatkan model ARCH-M (ARCH-in-mean) sebagai berikut:

t t t

t X

Y = γ + σ 2 + ε (2.10)

Dalam hal ini, persamaan ragam ikut mempengaruhi variabel dependen.

Pengestimasian model ARCH-GARCH menggunakan prosedur iterasi yaitu menggunakan parameter pada persamaan ragam, α dan β, untuk mengestimasi parameter pada persamaan mean, . Lalu ini digunakan untuk mengestimasi

X X

β

αdan . Begitu seterusnya sampai mencapai konvergensi. Restriksi parameter yang harus dipenuhi:

1. Syarat supaya ragam positif : σ2 > 0 ; α> 0 ; β> 0 2. Syarat kestasioneran : α + β < 1

Treshold ARCH (TARCH)

TARCH pertama kali diperkenalkan oleh Zakoian, Glosten, Jaganathan, dan Runkle. Spesifikasi untuk conditional variance adalah:

2 2 1 1 1 -t 1 -t 1 2 q -t 2 i -t 1 2 2 .... d u u ...

u i t p t p

t =σ +γ + +γ +ϑ +ρσ − + +ρ σ −

σ (2.11)


(51)

26

Dalam model ini, berita baik pada periode t-1 ( < 0) dan berita buruk pada periode t-1 ( > 0) memiliki efek berbeda terhadap conditional variance pada periode t. Berita baik memiliki efek terhadap

1 -t

u

1 -t

u

γ sedangkan berita buruk memiliki efek terhadapγ +ρ. Efek asimetri terjadi jika ϑ ≠0. Syarat yang harus dipenuhi untuk menjamin kestasioneran dan konvergensi dalam proses iterasi adalah γ11 <1.

Exponential GARCH (EGARCH)

Ciri dari kebanyakan data-data time series yang tidak mampu didekati oleh model ARCH dan GARCH adalah asymmetry effect , atau yang lebih dikenal dengan ”leverage effect”. Dalam konteks analisis time series data-data keuangan, asymmetry effect mengacu kepada karakteristik time series harga aset yang tidak diharapkan menurun akan cenderung meningkatkan volatilitas daripada yang tidak diharapkan meningkat dengan besaran yang sama (atau, ”berita buruk” cenderung meningkatkan volatilitas daripada ”berita baik”). Ide mengenai asymmetry effect ini diperkenalkan oleh Black (1976), French, et al (1987), Nelson (1991) dan Schwert (1990). Model ARCH dan GARCH tidak mampu menangkap pengaruh asimetri ini sejak lag dari error dikuadratkan dalam persamaan ragam bersyarat, akibatnya error positif memiliki dampak yang sama terhadap ragam bersyarat dengan error negatif.

Model yang secara spesifik didesain untuk menangkap asymmetry effect adalah exponential GARCH (EGARCH), model yang dikembangkan oleh Nelson (1991). Dalam model EGARCH Logaritma natural dari persamaan ragam


(52)

27

bersyarat dibiarkan bervariasi sepanjang waktu sebagai fungsi dari lag error term. Model EGARCH (p,q) untuk ragam bersyarat dapat kita tulis:

[

1 ( )

] [

1 ( )

]

( / )

) (

In ht =ω+ −β L −1 +α L f ut1 ht1/12 (2.12) dimana

(

1/2

)

1 1 2 / 1 1 1 1 -t 2 / 1 1

1/ ) / /

(ut ht = u + ut ht −Εut ht

f θ γ (2.13)

dan α(L)dan β(L) adalah porder lag polynomials, berturut-turut; Dengan menulis ulang persamaan (2.13) agar lebih mudah untuk melihat kaitan dengan model GARCH konvensional, kita dapat menulis model EGARCH (1,1) sebagai berikut: . ... ) ( , ... )

( 2 .

2 1 2 2 1 p p q

qL L L L L

L L

L α α α β β β β

α = + + + = + + +

1 1 2 / 1 1 1

1 ) ( / ) In

1 ( )

(

In ht =δ + +αL f ut htht (2.14) yang terlihat serupa dengan model GARCH (1,1). Bagaimanapun, dengan menggunakan logaritma natural dari ragam bersyarat sebagai variabel dependen, dalam model EGARCH ragam bersyarat akan selalu positif bahkan jika nilai parameternya negatif, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk merestriksi parameter untuk menjamin ke non-negatifan (Harris dan Sollis, 2003).

2.2.5. Moving Average (MA)

Misalkan Y dimodelkan sebagai berikut:

1 1

0 + −

+

= t t

t

Y μ β μ β μ (2.15)

dimana μ adalah konstan dan μtmerupakan error stokastik yang mengikuti proses white-noise. Disini,Ypada waktu tadalah sama dengan konstan ditambah


(53)

28

rata-rata bergerak (moving average) error saat ini dan masa lalu. Jadi, dalam kasus ini, kita katakan bahwaY mengikuti moving average ordo satu atau proses MA(1). Tetapi jikaY dimodelkan sebagai berikut:

2 1 − t μ 2 1

0 + + −

+

= t t

t

Y μ β μ β β μ (2.16)

makaYdikatakan mengikuti proses moving average ordo dua atau MA(2). Oleh karena itu, secara umum proses moving average mengikuti persamaan berikut:

q t q t t t t

Y =μ+β0μ +β1μ−1+β2μ−2+...+β μ− (2.17)

dimana ordo moving average adalah sebanyak . Proses moving average secara sederhana merupakan kombinasi linear dari bentuk error yang white-noise.

q

Masalah serial korelasi (autokorelasi) dapat diselesaikan secara memuaskan jika diasumsikan error mengikuti skema autoregresif derajat pertama, yaitu:

t t t ρμ ε

μ = 1+ (2.18)

dimana ρ <1dan εtmengikuti asumsi OLS dengan nilai yang diharapkan sama dengan nol, ragam konstan dan tidak ada autokorelasi. Untuk melihat hal ini, perhatikan model dua-variabel berikut:

t t

t X

Y01 +μ (2.19)

jika (2.19) berlaku pada saat , juga akan berlaku pada saat t t−1. Jadi,

1 1 1 0

1 − −

− = + t + t

t X

Y β β μ (2.20)

dengan mengalikan (2.20) dengan ρpada kedua sisinya, maka diperoleh

1 1

1 0

1 − −

− = + t + t

t X

Y ρβ ρβ ρμ

ρ (2.21)


(54)

29

) (

) 1 ( )

(Yt −ρYt10 −ρ +β1Xt −ρβ1Xt1+ μt −ρμt1

0(1−ρ)+β1(Xt −ρXt1)+εt (2.22) dimana εtdiperoleh dari (2.18). Karenaεtmemenuhi semua asumsi OLS, maka (2.22) dapat diduga dengan OLS dan memperoleh dugaan yang memiliki sifat optimum. Regresi (2.22) dikenal sebagai persamaan perbedaan yang digeneralisasikan. Persamaan tadi menyangkut peregresian , tidak dalam bentuk asli tetapi dalam bentuk perbedaan, yang diperoleh dengan menggunakan suatu proporsi

X Yatas

)

(= ρ dari nilai suatu variabel dalam periode waktu sebelumnya dari nilainya dalam periode saat ini (Gujarati, 2003).

2.2.6. Maximum Likelihood

Suatu metode yang bersifat umum dari penaksiran titik (point estimate) dengan beberapa sifat teoritis yang lebih kuat dibandingkan dengan metode OLS adalah maximum likelihood (ML). Ide umum yang melatarbelakangi ML adalah sebagai berikut. Misalkan f(x,θ) merupakan fungsi kepadatan dari variabel randomX , dan misalkan θ merupakan parameter fungsi kepadatan. Kalau kita mengamati suatu sampel random X1,X2,...,XN,maka penaksir ML dari θ adalah nilai θ yang mempunyai probabilitas terbesar untuk menghasilkan sampel yang diamati. Dengan pendekatan lain, taksiran ML dari θ adalah nilai yang memaksimumkan fungsi kepadatan f(x,θ).

Metode maximum likelihood sangat jarang digunakan karena alasan-alasan berikut: pertama, metode ini agak rumit. Kedua, dengan mengasumsikan


(55)

30

kenormalan ui, penaksir ML dan OLS dari koefisien regresi β adalah identik dan ini berlaku baik untuk regresi sederhana maupun berganda. Dalam sampel kecil, penaksir ML dari adalah bias sedangkan penaksir OLS dari adalah tak bias. Tetapi dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas, penaksir ML dan OLS dari cenderung untuk sama. Akhirnya, metode OLS dengan asumsi tambahan kenormalan memberikan kepada kita semua alat yang diperlukan untuk penaksiran maupun pengujian hipotesis dari model regresi linier (Gujarati, 2003).

2

σ σ2

2

σ

i

u

2.2.7. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit

Bank untuk memaksimumkan keuntungan, pada masing-masing periode mengalokasikan sebesar x persen dari total aset untuk kredit dan persen untuk surat-surat berharga. Surat berharga memberikan tingkat pengembalian yang bebas risiko dan kredit yang memiliki risiko, memberikan tingkat imbal hasil yang didasarkan kepada risk premium yang dapat dituliskan dalam

bentuk . Expected risk premium diasumsikan

) 100 ( −x

) (rf,t

t i t

f t

i r premium

r , = , + ,

ρ

= ) (premiumi,t

E dan ragamnya adalah Jadi, tingkat

pengembalian (rate of return) untuk kredit adalah dimana

2 ,

, )

(premiumit t

Varε

t i t f t i r

r , = ,+ρ+ε ,

t i,

ε didistribusikan secara normal dengan . variasi dalam sesungguhnya dapat diamati sehingga risiko yang dihadapi oleh bank mungkin dapat diukur, namun bank tidak mengetahui apakah alokasinya sudah tepat atau

) , 0 ( 2,

,t t

i N σε

ε ≈ 2

,t

ε σ


(56)

31

tidak pada titik tersebut. Dalam pasar keuangan yang friksi dan mengandung ketidakpastian, bank memutuskan untuk mengalokasikan asetnya dalam bentuk kredit atau surat berharga secara apriori karena tidak dapat mengamati risk premiumεi,t secara langsung, namun bank dapat mengamati informasi yang

diberikan εi,t dalam bentuk Si,ti,t +vtdimana diasumsikan terdistribusi normal dan independen terhadap

t

v

t i,

ε .

Bagaimanapun, bank akan mempertimbangkan seluruh informasi yang tersedia sebelum membuat keputusan mengenai alokasi asetnya. Dengan informasi yang diberikan oleh , bank dapat membuat suatu perkiraan yang optimal mengenai tingkat pengembalian dari kredit sebagai

t i S, t i t t i t i

t S S

E, , )=λ , dimana 2

, 2 , 2 , t v t t t σ σ

σ λ

ε ε +

= . Diasumsikan bahwa bank tidak dapat

mengamati , tetapi bank dapat membentuk suatu ramalan yang optimal menyangkut kuantitasnya. Oleh karena itu, pada masing-masing titik waktu, expected return total yang conditional terhadap informasi diberikan dalam bentuk: 2 ,t v σ t i S, t f t i t i t t f t i t i t

i S x r S x r

Y

E( , , )= , ( , + + , )+(1− , ) ,

λ

ρ (2.23)

dimana menunjukan total return, dan ragam bersyarat (conditional variance) return akan menjadi:

t i Y , ∧ 2 , 2 , , , )

(Yit Sit t vtxit

Var =λσ


(57)

32

Seperti telah dicatat diawal bahwa karena pasar keuangan adalah friksi, maka fungsi tujuan bank menggunakan suatu kerangka expected utility sederhana,

) (Ui,t Si,t

E

, sehingga peningkatan dalam expected return dan penurunan dalam ragam return bersyarat terhadap informasi Si,tdiberikan dalam bentuk:

) ( 2 ) ( )

(Ui,t Si,t E Yi,t Si,t Var Yi,t Si,t

E

∧ ∧

= α (2.25)

dimana αadalah koefisien risk averse. Dari persamaan (2.23) dan (2.24) LTA ratio bank yang optimal adalah

2 , , , t v t t i t t i S x σ αλ λ ρ+

= (2.26)

persamaan (2.26) mengindikasikan bahwa LTA ratio yang optimal untuk masing-masing bank bergantung pada informasi yang diamati oleh bank tersebut, dan juga oleh dan . Berarti, walaupun perubahan dalam ketidakpastian ekonomi (yang didekati oleh ragam ) akan memiliki pengaruh terhadap rasio tersebut, bank tidak dapat mengetahui pengaruh secara keseluruhan jika informasi tidak diketahui. Meskipun demikian, dengan menggunakan persamaan (2.26) bank dapat menghitung ragam cross section LTA ratio:

2 ,t e σ 2 ,t v σ 2 v σ t i S, 4 , 2 2 , ,) ( t v t t i x Var σ α σε

= (2.27)

Persamaan (2.27) memberikan hubungan yang jelas antara ketidakpastian ekonomi σv2dengan variasi cross-section LTA ratio bank. Kenaikan dalam


(58)

33

ketidakpastian ekonomi, didekati oleh kenaikan akan membawa penurunan dalam variasi cross-section LTA ratio bank:

2 ,t v σ 0 2 ) ( 6 , 2 2 , 2 ,

, = <

∂ ∂ t v t t v t i x Var σ α σ σ ε (2.28)

2.3. Studi Empiris

Baum, et al. (2002) melakukan penyelidikan untuk mengkaji secara empiris hubungan antara ketidakpastian makroekonomi dengan perilaku kredit bank di Amerika Serikat dengan didasarkan kepada hipotesis bahwa reaksi bank dalam menghadapi ketidakpastian adalah sangat beragam, dimana beberapa bank bereaksi lebih kuat dibandingkan yang lainnya. Dengan melakukan estimasi menggunakan persamaan reduce form dan menggunakan data tahunan serta data kuartalan yang menggambarkan perilaku bank secara individu, Baum, et al. (2002) menyimpulkan bahwa bank yang lebih besar, lebih profitable, serta lebih tinggi peringkatnya, membuat penyesuaian yang lebih kecil dalam loans to asset (LTA) ratio dibandingkan dengan bank yang lebih kecil, kurang profitable, dan memiliki peringkat yang rendah. Dalam kondisi adanya ketidakpastian makroekonomi yang besar, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif, hal ini diwujudkan dengan melakukan kebijakan untuk mempersempit distribusi cross-section dalam LTA ratio bank. Sebaliknya, ketika lingkungan makroekonomi lebih tenang, bank akan lebih bebas untuk melakukan ekspansi, yang diwujudkan dengan tingkat penyebaran yang lebih luas dalam LTA ratio.


(59)

34

Penelitian mengenai dampak ketidakpastian nilai tukar terhadap tingkat investasi pernah dilakukan oleh Darby, et al (1999). Dengan mengadopsi model Dixit-Pyndick dan menggunakan teknik estimasi OLS, Hasil temuannya menyimpulkan, sangat tidak mungkin, dari teori, untuk mengatakan bahwa menekan volatilitas nilai tukar akan secara otomatis meningkatkan investasi. Situasi tersebut akan terjadi dan situasi tersebut juga bisa tidak terjadi. Hasil temuan empiris lainnya juga menyatakan bahwa volatilitas nilai tukar dapat memberikan dampak negatif terhadap investasi tetapi hasil estimasi ini lebih kecil dibandingkan pengaruh pendapatan yang diharapkan (expected earnings effect). Sementara itu, Nilsen (2002) menganalisis perdagangan kredit dan jalur kredit bank dan menunjukan bahwa faktanya, selama periode kebijakan kontraksi moneter terjadi pengurangan dalam kredit bank dan perusahaan memotong pengeluarannya secara independen terhadap perubahan dalam biaya modal. Nilsen (2002) juga menegaskan bahwa kebijakan kontaksi moneter menyebabkan perusahaan kecil tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif dan berusaha untuk meningkatkan penggunaan kredit bank.

Studi mengenai kredit bank, guncangan kredit, dan mekanisme transmisi kebijakan moneter di Kanada dilakukan oleh Mensah, et al (2003). Dengan menggunakan model dinamis keseimbangan umum, hasil penelitiannya menemukan bahwa respon untuk guncangan kebijakan moneter sedikit lebih besar ketika model menyertakan friksi kredit. Guncangan kredit juga diamati memiliki pengaruh yang signifikan terhadap output, inflasi dan suku bunga jangka pendek. Mensah, et al (2003) menegaskan bahwa jalur kredit merupakan sisi yang penting


(1)

Lampiran 15. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Positip.

Test for Equality of Means Between Series

Date: 06/14/00 Time: 17:10

Sample: 1 204

Included observations: 204

Method df

Value

Probability

t-test 377

1.408233

0.1599

Anova F-statistic

(1, 377)

1.983121

0.1599

Analysis of Variance

Source of Variation

df

Sum of Sq.

Mean Sq.

Between 1

81939.02

81939.02

Within 377

15576970

41318.22

Total 378

15658909

41425.69

Category Statistics

Std.

Err.

Variable

Count

Mean

Std. Dev.

of Mean

KECIL 175

32.82203

299.1807

22.61593

BESAR 204

3.328218

3.432590

0.240329


(2)

Lampiran 16. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Negatif.

Test for Equality of Means Between Series

Date: 06/14/00 Time: 17:13

Sample: 1 101

Included observations: 101

Method df

Value

Probability

t-test 171

1.774063

0.0778

Anova F-statistic

(1, 171)

3.147300

0.0778

Analysis of Variance

Source of Variation

df

Sum of Sq.

Mean Sq.

Between 1

208.1236

208.1236

Within 171

11307.83

66.12767

Total 172

11515.96

66.95323

Category Statistics

Std.

Err.

Variable

Count

Mean

Std. Dev.

of Mean

BESAR 72

-3.032888

4.145776

0.488584

KECIL 101

-5.258025

10.04367

0.999382


(3)

Lampiran 17. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Absolut.

Test for Equality of Means Between Series

Date: 06/14/00 Time: 17:15

Sample: 1 276

Included observations: 276

Method df

Value

Probability

t-test 550

1.357450

0.1752

Anova F-statistic

(1, 550)

1.842669

0.1752

Analysis of Variance

Source of Variation

df

Sum of Sq.

Mean Sq.

Between 1

52388.56

52388.56

Within 550

15636938

28430.80

Total 551

15689327

28474.28

Category Statistics

Std.

Err.

Variable

Count

Mean

Std. Dev.

of Mean

KECIL 276

22.73520

238.4291

14.35175

BESAR 276

3.251175

3.626585

0.218295


(4)

Lampiran 18. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi.

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

47 observations used for estimation from 2002M1 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

C .16739 .0067396 24.8360[.000] CVIP -2.7456 1.5664 -1.7528[.086]

******************************************************************************* R-Squared .17546 R-Bar-Squared .13798 S.E. of Regression .016761 F-stat. F( 2, 44) 4.6816[.014] Mean of Dependent Variable .15714 S.D. of Dependent Variable .018053 Residual Sum of Squares .012361 Equation Log-likelihood 127.0409 Akaike Info. Criterion 124.0409 Schwarz Bayesian Criterion 121.2656 DW-statistic .88627

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 4 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

47 observations used for estimation from 2002M1 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

C .16461 .0047074 34.9691[.000] CVXRATE -7.6762 3.5660 -2.1526[.037]

******************************************************************************* R-Squared .20234 R-Bar-Squared .16608 S.E. of Regression .016485 F-stat. F( 2, 44) 5.5805[.007] Mean of Dependent Variable .15714 S.D. of Dependent Variable .018053 Residual Sum of Squares .011958 Equation Log-likelihood 127.8389 Akaike Info. Criterion 124.8389 Schwarz Bayesian Criterion 122.0636 DW-statistic 1.0310


(5)

Lampiran 19. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan

Lag

Ketidakpastian Ekonomi.

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

C .15495 .0080721 19.1956[.000] CVIP(-1) .57735 1.9416 .29736[.768]

******************************************************************************* R-Squared .12077 R-Bar-Squared .079877 S.E. of Regression .017342 F-stat. F( 2, 43) 2.9532[.063] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .012931 Equation Log-likelihood 122.7577 Akaike Info. Criterion 119.7577 Schwarz Bayesian Criterion 117.0148 DW-statistic .85455

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

C .16568 .0048968 33.8342[.000] CVXRATE(-1) -8.1646 3.7964 -2.1506[.037]

******************************************************************************* R-Squared .19821 R-Bar-Squared .16092 S.E. of Regression .016560 F-stat. F( 2, 43) 5.3152[.009] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011792 Equation Log-likelihood 124.9245 Akaike Info. Criterion 121.9245 Schwarz Bayesian Criterion 119.1815 DW-statistic .90410


(6)

Lampiran 20. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan

Lag

Ketidakpastian Ekonomi

dengan Memasukan Variabel Inflasi.

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

CVIP(-1) 2.0961 2.0532 1.0209[.313] INFL -.0018384 .9399E-3 -1.9559[.057] C .16513 .0091660 18.0151[.000]

******************************************************************************* R-Squared .19175 R-Bar-Squared .13402 S.E. of Regression .016824 F-stat. F( 3, 42) 3.3213[.029] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011887 Equation Log-likelihood 124.6152 Akaike Info. Criterion 120.6152 Schwarz Bayesian Criterion 116.9579 DW-statistic .92033

Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations

******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA

46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11

******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]

CVXRATE(-1) -7.0481 3.7963 -1.8565[.070] INFL -.0010663 .8235E-3 -1.2947[.202] C .17369 .0077003 22.5560[.000]

******************************************************************************* R-Squared .22733 R-Bar-Squared .17214 S.E. of Regression .016449 F-stat. F( 3, 42) 4.1190[.012] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011364 Equation Log-likelihood 125.7453 Akaike Info. Criterion 121.7453 Schwarz Bayesian Criterion 118.0881 DW-statistic .93119