1
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap anak bangsa berhak untuk menikmati pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan
merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam setiap
tingkat satuan pendidikan memiliki variasi program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebijakan kurikulum yang berlaku.
Kurikulum 2013 yang berlaku khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas mengubah sistem pembelajaran dari teacher-centered menjadi student-
centered. Guru dan siswa adalah subjek dalam proses pembelajaran, sedangkan skenario proses pembelajaran adalah objeknya. Guru tidak lagi sebagai expert
teacher namun berubah menjadi seorang fasilitator. Sedangkan siswa bukan lagi student namun berubah menjadi peserta didik learner Mukminan, 2013.
Pembelajaran student-centered mengubah peran guru dan siswa, utamanya guru berubah dari
“sage on the stage” menjadi “guide on the side” Wright, 2011. Pembelajaran kimia secara speesifik baru diperkenalkan kepada siswa pada
jenjang SMA. Ilmu kimia merupakan gabungan dari gagasan, pengetahuan dan berbagai konsep terorganisir mengenai alam sekitar yang dapat menjelaskan
fenomena makro secara mikro. Sebagian siswa beranggapan bahwa materi kimia
sulit dipelajari karena kimia bersifat abstrak dan bukan hanya sekedar menghitung juga bersifat teori.
Materi pokok hidrokarbon merupakan salah satu materi kimia yang bersifat teoritis. Materi hidrokarbon berisi tentang identifikasi senyawa karbon, jenis-jenis
atom karbon, penggolongan senyawa hidrokarbon, penamaan senyawa hidrokarbon, sifat fisik senyawa karbon, isomer dan reaksi senyawa hidrokarbon.
Ketujuh sub materi tersebut tidak hanya membutuhkan hafalan mendalam tetapi juga pemahaman yang dalam. Tidak jarang ada siswa yang merasa kesulitan untuk
mempelajari materi hidrokarbon. Kesulitan yang terjadi berawal dari kurangnya pemahaman. Siswa cenderung menghafal dan kurang memahami konsep dengan
baik dan mendalam. Pemahaman siswa dapat meningkat seiring meningkatnya aktivitas siswa.
Pembelajaran berbasis mas alah mengajarkan sebuah prinsip “Tell me and I will
forget, show me and I may remember, involve me and I will understand”. Prinsip tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa keterlibatan siswa secara langsung
menjadikan siswa lebih aktif lalu akan menjadi paham dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang dapat meningkatkan aktivitas siswa agar siswa lebih
mengerti dan memahami materi dengan baik. Observasi awal dilakukan di SMA Negeri 1 Kebumen yang merupakan
salah satu sekolah percontohan penerapan Kurikulum 2013 di Kabupaten Kebumen. Pada tahun ajaran 20132014 sekolah ini menetapkan Kriteria
Ketuntasan Minimal KKM sebesar 81. Penetapan KKM ini didasarkan pada tiga aspek yaitu kompleksitas, sarana pendukung dan intake siswa. KKM sebesar 81
terbilang tinggi dan sangat sulit untuk dicapai oleh siswa. Data nilai ulangan harian siswa materi hidrokarbon tersaji pada Tabel 1.1, dari lima kelas pararel tahun ajaran
20132014 menunjukkan ketuntasan klasikal sebesar 75 belum tercapai.
Tabel 1.1 Data Nilai Rata-rata UH Hidrokarbon Tahun Ajaran 20132014
Kelas Jumlah
Siswa KKM
Jumlah Siswa Tuntas
Nilai Rata-Rata
Ketuntasan Klasikal
X-MIA D 32
81 4
63,31 12,50
X-MIA E 36
81 1
60,36 2,78
X-MIA F 34
81 4
65,15 11,76
X-MIA G 28
81 4
63,29 14,29
X-MIA H 29
81 3
65,97 10,34
Sumber: Pusat Pengelolaan Nilai SMAN 1 Kebumen
Merujuk pada Tabel 1.1, peneliti merumuskan bahwa KKM sebesar 81 tidak riil dan terlalu ideal. Mata pelajaran kimia yang dianggap sulit dan input siswa yang
tidak termasuk excellent menjadi alasan peneliti untuk menetapkan KKM riil dalam penelitian ini sebesar 75 dan ketuntasan klasikal kelas sebesar 75 Kemendikbud,
2013. PBL Problem Based Learning dikembangkan oleh Mc Master University
in Hamilton, Ontario, Canada in the late 1960 by Howard Barrows and His Colleagues Mukminan, 2013. PBL merupakan suatu pendekatan pengajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar dan memperoleh pengetahuan serta konsep esensial dari materi pelajaran
Handayani Sapir, 2009. Salah satu karakteristik pelaksanaan PBL yaitu adanya beberapa kelompok siswa dan tutor yang memfasilitasi kelompok dalam setiap
langkah pembelajaran untuk menyelesaikan sebuah permasalahan Wood, 2003.
PBL dapat dilakukan dengan beberapa metode. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode Maastricht yaitu Seven Jump Wood, 2003.
Metode Seven Jump dikembangkan oleh Gijselaers, terdiri dari tujuh langkah pembelajaran. Nurohman menjelaskan, pelaksanaan metode Seven Jump dibagi
dalam tiga sesi belajar, yaitu pertemuan klasikal pertama langkah 1-5, belajar mandiri langkah 6 dan pertemuan klasikal kedua langkah 7. Ketujuh langkah
dalam metode ini mengharuskan siswa untuk terlibat aktif karena keberhasilan pembelajaran tergantung pada pribadi masing-masing siswa.
Penelitian terdahulu tentang penerapan metode Seven Jump diantaranya penelitian kualitatif yang menunjukkan bahwa penerapan metode Seven Jump
berhasil meningkatkan keterampilan proses sains Nurohman, 2009. Teknik Seven Jump menujukkan hubungan yang signifikan dengan peningkatan kemandirian
mahasiswa, sedangkan tingkat kemandirian mahasiswa tergolong kategori baik Mukminan, 2013. PBL mampu meningkatkan hasil belajar kognitif Aqil, 2010.
Penelitian tindakan kelas menunjukkan bahwa penggunaan PBL mampu meningkatkan aktivitas siswa sebesar 11,5, hasil belajar kognitif meningkat dari
76,00 menjadi 86,71, hasil belajar afektif dan kognitif meningkat sebesar 6 Handayani Sapir, 2009.
Berawal dari kesulitan siswa dalam memahami materi hidrokarbon dan rendahnya ketuntasan belajar siswa, mendorong peneliti untuk menerapkan model
PBL dengan metode Seven Jump sebagai alternatif pemecahan masalah. Berkiblat pada penelitian terdahulu, peneliti bermaksud melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui keefektifan metode Seven Jump terhadap aktivitas dan hasil belajar kimia siswa SMA Negeri 1 Kebumen materi hidrokarbon.
1.2 Rumusan Masalah