dirasakan adanya kesulitan dalam pembuktian, maka untuk kasus tertentu dapat diberlakukan prinsip pembuktian terbalik.
D. Lembaga Perlindungan Konsumen
”Inggris merupakan negara pelopor tumbuhnya lembaga-lembaga konsumen di dunia. Pada tahun 1872, Inggris telah memiliki undang-undang mengenai batasan
cemaran dalam makanan dan obat-obatan. Kemudian pada tahun 1893, lahir undang- undang baru yaitu Sales Act yang menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pelaku usaha dalam kegiatan usahanya.”
49
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK telah memperkenalkan suatu lembaga yang dibentuk khusus untuk mengurus
dan memberikan perlindungan terhadap konsumen yang diberi nama Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN.
”Amerika Serikat memiliki sebuah badan yang dikenal dengan nama The Federal Trade Commission yang dibentuk pada tahun 1914, sebagai sebuah badan
yang independen yang bertanggung jawab kepada kongres. Badan ini dibagi ke dalam tiga biro, yakni biro ekonomi, biro perlindungan konsumen, dan biro persaingan
usaha.”
50
Menurut Pasal 33 UUPK, Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya
49
Tanri D. C. Dan Sulastri., Gerakan Organisasi Konsumen, YLKI dan The Asia Foundation, Jakarta, 1995, hal. 2.
50
Ibid, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Pasal 33 UUPK ini secara tersirat mengakui bahwa:
1. Tugas untuk mengembangkan perlindungan konsumen adalah tanggung
jawab pemerintah; dan 2.
Pemerintah dipandang tidak cukup mampu untuk melaksanakan sendiri tugas tersebut, oleh karena itu, perlu dilibatkan unsur-unsur non
pemerintah.
51
Agar dapat melaksanakan fungsinya, maka Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN diberikan tugas-tugas untuk dapat melindungi kepentingan
konsumen, yang dengan jelas dinyatakan dalam Pasal 34 ayat 1 ditentukan sebagai berikut:
1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; 2.
Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
3. Melakukan penelitian terhadap barang danatau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen; 4.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; 6.
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; dan
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Tugas-tugas ini merupakan satu kesatuan di mana tiap-tiap bagian dari tugas tersebut saling melengkapi, yang bermuara pada satu tujuan yaitu memberi saran dan
rekomendasi kepada pemerintah dalam mengembangkan perlinsdungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 UUPK tersebut di atas.
51
Janius Sidabalok., Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 190.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas ditentukan dalam Pasal 34 ayat 2 UUPK, bahwa BPKN dapat bekerja sama dengan pihak lain, termasuk organisasi
konsumen Internasional. Kemungkinan bekerja sama dengan organisasi konsumen Internasional ini perlu mengingat bahwa batas peredaran barang danatau jasa
sekarang ini sudah tidak ada lagi, karena sudah melampaui batas-batas negara melalui media perdagangan bebas yang disebut dnegan globalisasi perdagangan. Dengan cara
ini konsumen di Indonesia dapat terlindungi dari kemungkinan negatif perilaku usaha asing, baik karena produk yang diedarkannya di Indonesia maupun melalui kerja
sama usaha patungan dengan pengusaha Indonesa. Kemungkinan ini tidak dapat dihindari atas usaha sendiri pemerintah Indonesia ataupun oleh BPKN. Dengan
demikian, kerja sama dengan badan perlindungan konsumen luar negeri pun merupakan suatu keharusan sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan tentang
perlindungan konsumen yang bernuansa Internasional. Pemerintah juga mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat untuk berperan aktif mewujudkan perlindungan konsumen. Adapun tugas-tugas perlindungan konsumen swadaya masyarakat di nyatakan dalam UUPK
Pasal 44 ayat 3 UUPK meliputi kegiatan sebagai berikut: a.
Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang danatau
jasa;
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen; d.
Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; dan
Universitas Sumatera Utara
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
”Salah satu bentuk lembaga konsumen swadaya masyarakat ini adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. YLKI memandang bahwa
pendidikan kepada konsumen terhadap kedisiplinan tidak diterapkan provider bank penyedia jasa pelayanan kartu kredit terhadap konsumennya, namun cenderung
dibiarkan saja karena hal itu sumber pemasukannya.”
52
YLKI didirikan pada tahun 1973 oleh sekelompok pemerhati masalah-masalah konsumen dan didorong oleh rasa keprihatinan atas meningkatnya pembangunan
industri dan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, YLKI ini dikenal dengan YLKI Jakarta. Untuk mencapai tujuannya YLKI melaksanakan
berbagai kegiatan yang diorganisasikan dalam berbagai bidang berikut: a.
Bidang penelitian. Di bidang penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi yang objektif mengenai mutu barang karena informasi yang tersedia
hanya berasal dari pelaku usaha secara sepihak;
b. Bidang pendidikan. Di bidang pendidikan ini bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan kaonsumen misalnya tentang hak dan kewajiban konsumen, bagaimana menjadi konsumen yang baik, bijak, dan sebagainya.
Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui ceramah, penyuluhan, membimbing mahasiswa dan pelajar, serta membuat karya tulis;
c. Bidang penerbitan. Bertujuan untuk menyebarluaskan pandangan dan hasil
penelitian YLKI tentang produk dan soal-soal lain sekitar perlindungan konsumen;
d. Bidang pengadan. Bidang ini bertujuan untuk menerima pengaduan dari
masyarakat dan kemudian mencoba mencari jalan penyelesaiannya, antara lain bekerja sama dengan pemerintah. Pengaduan yang ditidaklanjuti dapat
berupa pengaduan langsung dari konsumen ataupun pengaduan yang disampaikan melalui media massa;
e. Bidang umum dan keuangan. Berupa bidang yang berkaitan dengan organisasi
YLKI sehingga dapat berjalan sebagaimana dengan yang direncanakan.
53
Selain YLKI Jakarta, masih banyak lagi lembaga-lembaga konsumen di daerah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan berkembangnya kebutuhan dan
52
http:hendrihartopo.infocetak.php?id=59, Diakses terakhir tanggal 3 September 2009.
53
Janius Sidabalok., Op. cit, hal. 265-266.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakat konsumen sepeti YLKI Banda Aceh, YLKI Yogyakarta, Lingkaran konsumen Hijau Indonesia Yogyakarta, YLKPJ Provinsi Jambi,
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K Semarang, Lembaga Konsumen Indonesia Medan, dan lain-lain.
Menurut Pasal 1 UUPK, terjadinya sengketa akibat adanya kerugian yang dialami konsumen akibat perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Sengketa akan timbul apabila salah satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh pihak lain, sedangkan pihak lain tidak merasa demikian.
UUPK tidak memberikan batasan yang jelas tentang apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen, dimana bahwa, ”Penyebutan kata-kata sengketa konsumen
sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang mempunyai menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini adalah
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Sengketa konsumen ini menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian
sengketa konsumen secara konsisten. Konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha, berdasarkan Pasal 45 UUPK, dapat mengajukan gugatan melalui sebuah
lembaga independen untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan pelaku usaha. Mengingat telah banyak beredar lembaga-lembaga konsumen di Indonesia
secara umum bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen agar tidak dikangkangi oleh pihak yang dominan dalam perdagangan atau pelaku usaha, maka saat ini
konsumen pemegang kartu kredit yang menghadapi masalah-masalah mengenai kreditnya, sudah sepantasnya untuk dilindungi karena mereka adalah pihak yang
Universitas Sumatera Utara
lemah sementara bank penerbit kartu kredit merupakan pihak yang berada pada posisi kuat dalam hal menentukan klausula-klausula baku demi keuntungan yang ingin
dicapai oleh bank penerbit tersebut. Segala bentuk sengketa yang mungkin terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen akibat dari kerugian yang timbul dari
perjanjian kredit antara bank penerbit dengan pihak konsumen pemegang kartu kredit tersebut, dapat melakukan gugatan melalui bantuan sebuah Badan Penyelesaian
Sengketa Kosumen BPSK di pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III BENTUK-BENTUK PRAKTEK PENYALAHGUNAAN DAN KEJAHATAN