Penyalahgunaan Kartu Kredit BENTUK-BENTUK PRAKTEK PENYALAHGUNAAN DAN KEJAHATAN

C. Penyalahgunaan Kartu Kredit

Sebagaimana yang kita ketahui, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai dasar gugatan konsumen, yaitu secara perdata, yakni Pertama, produsen digugat karena kesalahan atau kelalaiannya untuk memenuhi perjanjian yang telah disepakati bersama, Kedua, kesalahan atau kelalaian bank penerbit kartu kredit berdasarkan kewajiban menyerahkan barang dalam keadaan yang baik, Ketiga, perlindungan hukum berdasarkan kewajiban memberi ganti kerugian biaya dan bunga kepada debitur, Keempat, tuntutan atas kelalaian produsen tidak menyerahkan hak milik atas barang dan menjamin kenikmatan atas suatu barang dan terhadap cacat-cacat, Kelima, gugatan atas kesalahan atau kelalaian produsen memenuhi kewajiban cacat tersembunyi, yang dapat mengakibatkan tidak dapat berfungsinya suatu barang. Beberapa bentuk penyalahgunaan kartu kredit yang dapat terjadi antara lain, pencurian kartu kredit baik oleh pihak lain maupun oleh pemegang kartu sendiri dengan berpura-pura telah terjadi pencurian terhadap kartu kreditnya, pemalsuan kartu kredit baik oleh pihak ketiga maupun oleh oknum dari bank penerbit, penggunaan kartu kredit yang telah habis masa berlakunya, pencatatan transaksi yang berulang-ulang oleh pihak merchant, kesalahan dalam pengiriman kartu kredit oleh pihak bank penerbit dan pembocoran informasi dan data-data rahasia kartu kredit oleh pihak bank penerbit. Dalam prakteknya, gugatan berdasarkan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata belum mampu memberikan perlindungan yang maksimal Universitas Sumatera Utara bagi konsumen, karena tuntutan tersebut, tetap mendasarkan pada tiga faktor yang menjadi titik lemah prinsip tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, dari perspektif konsumen yaitu adanya unsur kesalahan, adanya hubung kontrak, dan beban pembuktian pada pihak konsumen. Berdasarkan ketentuan UUPK, setiap konsumen yang merasa dirugikan atau ahli waris ataupun juga kuasanya dapat menggugat pelaku usaha secara pengadilan atau diluar pengadilan seperti melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK tanpa menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sebelum dilakukan tindakan hukum baik melalui pengadilan maupun BPSK, harus selalu diupayakan terlebih dahulu penyelesaian secara damai. Selain konsumen secara orang perseorangan, dalam UUPK juga diperkenankan gugatan class action, yaitu gugatan yang dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama, gugatan dapat juga dilakukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat dan pemerintah apabila terjadi kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit. Mengingat UUPK mengakui posisi lemah konsumen, maka UUPK menganut sistem pembuktian terbalik, baik dalam perdata maupun pidana dalam kasus terjadi kerugian di pihak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam kasus ini, diambil contoh kasus gugatan yang pernah terjadi dan diadili oleh lembaga peradilan di Indonesia, serta pelaksanaannya, yaitu Gugatan Perdata No. 74PDT.G1995PN JKT.PST. Dalam gugatan ini, Penggugat Ny. Pippi Sukarsih selaku pemilik Fifi Universitas Sumatera Utara Young Bridal Fashion melawan Tergugat Budi Santoso, Sales Manager PT. Diners Jaya Indonesia Internasional dalam kasus penyalahgunaan kartu kredit. Pertimbangan hukum dari Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Negeri yang mengadili dalam perkara ini yang baik untuk kepentingan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, maka konsekuensinya adalah tergugat berkewajiban memberikan ganti kerugian terhadap kerugian yang diderita oleh Ny. Pippi Sukarsih sebagai konsumen pemegang kartu kredit. Majelis Hakim yang mengadili kasus ini telah memahami tentang esensi Hukum Perlindungan Konsumen, dimana putusan Majelis Hakim tingkat Pengadilan Negeri dalam kasus ini secara adil telah berpihak kepada konsumen dengan menghukum Tergugat pelaku usaha untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat. Namun demikian pihak pelaku usaha Tergugat masih melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Jakarta. Dalam hal ini, Pengadilan Tinggi Jakarta juga telah memenangkan konsumen dengan menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat konsumen berdasarkan Putusan No. 653PDT1996PT.DKI tertanggal 05 Oktober 1995. Dari kasus diatas dapat kita lihat dengan jelas bahwa apabila pelaku usaha Tergugat tidak melaksanakan isi perjanjian sehingga merugikan pihak konsumen Penggugat, maka dapat dilakukan upaya-upaya hukum untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak konsumen tetap dipenuhi. Universitas Sumatera Utara

D. Kualifikasi Peristiwa Yang Menimbulkan Kerugian Pada Konsumen