2.2.1. Komponen Promosi Kesehatan di Sekolah
Komponen-komponen promosi kesehatan di sekolah menurut WHO dalam Notoatmodjo 2005, dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerapan kebijakan kesehatan. Kepala sekolah dan guru berunding dalam membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan. 2. Tersedianya sarana dan prasarana pencegahan dan pengobatan sederhana di
sekolah. Misalnya dengan membangun klinik atau penyediaan peralatan P3K Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.
3. Tersedianya lingkungan yang sehat. Misalnya ventilasi yang cukup di setiap ruang kelas, tersedianya air bersih dan tempat sampah, dan sebagainya.
4. Adanya program penyuluhan kesehatan. 5. Partisipasi orang tua murid dan masyarakat.
2.3. Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan
terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko
munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan food additive yang berbahaya. Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi
antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia, dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia
yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizi Khomsan, 2003.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain tanpa
membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan
jadi yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi
pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat Khomsan, 2003.
2.4. Bahan Tambahan Pangan BTP
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX1988 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
2.4.1. Jenis Bahan Tambahan Pangan BTP
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX1988, BTP digolongkan ke dalam 11 sebelas jenis antara lain
sebagai berikut:
1. Antioksidan dan antioksidan sinergis Digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam
askorbat dan garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. 2. Antikempal
Untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis, yang biasa
ditambah antikempal misalnya susu, krim, dan kaldu bubuk. 3. Pengatur keasaman
Dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat dan malat yang digunakan pada jeli.
4. Pemanis buatan Menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi. Contoh: Aspartam, Siklamat, dan Sakarin. 5. Pemutih dan pematang tepung
Mempercepat proses pemutihan dan atau pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan.
6. Pengemulsi, pemantap dan pengental Membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen
pada makanan yang biasanya mengandung air atau minyak. Contoh: gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju.
7. Pengawet Mencegah fermentasi dan pengasaman penguraian oleh mikroorganisme.
Contoh: asam benzoat dan garamnya untuk produk buah, kecap, dan keju.
8. Pengeras Memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na
sulfat untuk pengeras acar ketimun dalam botol. 9. Pewarna
Memperbaiki atau memberi warna. Contoh: green S warna hijau, kurkumin warna kuning, dan karamel warna coklat.
10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa Dapat memberikan, mempertegas rasa dan aroma. Contoh: Asam guanilat,
Asam inosinat, dan monosodium glutamate MSG pada produk daging. 11. Sekuestran
Mencegah terjadinya oksidasi penyebab perubahan warna dan aroma, biasa ditambahkan pada daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya.
Produsen makanan dianggap melanggar peraturan jika menggunakan BTP yang dilarang atau melebihi takaran maksimum yang diizinkan. BTP yang dilarang
tetapi sering digunakan oleh produsen makanan, antara lain Permata, 2010: 1. Boraks: sebagai pengenyal pada bakso dan lontong.
2. Formalin: sebagai pengawet pada tahu dan mi basah. 3. Rhodamin B: sebagai pewarna merah.
4. Methanil Yellow: sebagai pewarna kuning. 5. Pemanis buatan Siklamat dan Sakarin: sering digunakan pada minuman
ringan dan makanan jajanan yang ditujukan bukan untuk pangan khusus bagi penderita diabetes melainkan dengan maksud dijual murah tapi rasanya manis.
2.4.2. Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan BTP
Menurut Khomsan 2003, tujuan penambahan bahan tambahan pangan yaitu: 1. Meningkatkan nilai gizi makanan.
2. Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. 3. Memperpanjang umur simpan makanan.
Pada umumnya BTP yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila: 1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan. 2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi persyaratan. 3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk makanan. 4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
2.5. Makanan Jajanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942MenkesSKVII2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang
diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan restoran, dan hotel. Sedangkan menurut Kus dan Kusno 2007 makanan jajanan adalah makanan yang banyak ditemukan di pinggir jalan yang dijajakan
dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta ukuran sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya.
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
2.5.1. Jenis Makanan Jajanan
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 yang dikutip oleh Tampubolon 2009, jenis makanan jajanan digolongkan menjadi 3 tiga, yaitu:
1. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue bugis dan sebagainya.
2. Makanan jajanan yang diporsikan menu utama, seperti mi bakso, nasi goreng, mi goreng, mi rebus, pecal, dan sebagainya.
3. Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus buah, dan sebagainya.
2.5.2. Pengaruh Positif dan Negatif Makanan Jajanan
Menurut Kus dan Kusno 2007 pada umumnya anak-anak lebih menyukai jajanan di warung maupun kantin sekolah daripada makanan yang telah tersedia di
rumah. Kebiasaan jajan di sekolah sangat bermanfaat jika makanan yang dibeli itu sudah memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat melengkapi kebutuhan gizi anak.
Disamping itu juga untuk mengisi kekosongan lambung, karena setiap 3-4 jam sesudah makan lambung mulai kosong. Akhirnya apabila tidak beli jajan, anak tidak
dapat memusatkan kembali pikirannya pada pelajaran yang diberikan guru. Jajan juga dapat dipergunakan untuk mendidik anak dalam memilih makanan jajanan 4 empat
sehat 5 lima sempurna Yusuf, dkk, 2008.
Melalui makanan jajanan anak bisa mengenal berbagai makanan yang ada sehingga membantu anak untuk membentuk selera makan yang beragam, sehingga
saat dewasa anak dapat menikmati aneka ragam makanan. Manfaat atau keuntungan dari kebiasaan jajan anak yakni Khomsan, 2003:
1. Memenuhi kebutuhan energi. 2. Mengenalkan diversifikasi keanekaragaman jenis makanan.
3. Meningkatkan gengsi dengan teman-teman. Selain memberikan dampak positif, kebiasaan jajan juga dapat berdampak
negatif. Makanan jajanan berisiko terhadap kesehatan karena penanganganannya sering tidak baik yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi mikroba
beracun dan menggunakan BTP yang tidak diizinkan Mudjajanto, 2006. Menurut Kus dan Kusno 2007 terlalu sering dan menjadikan konsumsi
makanan jajanan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif, antara lain: 1. Nafsu makan menurun.
2. Makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit. 3. Salah satu penyebab terjadinya obesitas pada anak.
4. Kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan tidak terjamin. 5. Pemborosan.
Makanan jajanan mengandung banyak risiko. Debu, asap kendaraan bermotor, dan lalat yang hinggap pada makanan yang tidak ditutup serta peralatan makan
seperti sendok, garpu, gelas, dan piring yang tidak dapat dicuci dengan bersih karena persediaan air terbatas dapat menyebabkan penyakit pada sistem pencernaan seperti
disentri, tifus ataupun penyakit perut lainnya.
2.6. Masalah Gizi pada Anak Sekolah
Menurut Haryanto 2002, masalah-masalah gizi yang umum terjadi pada anak sekolah adalah:
1. Anemia gizi Anemia gizi karena kurang zat gizi besi adalah masalah yang sering
ditemukan pada anak sekolah dan remaja. Agar zat besi yang diabsorbsi lebih banyak tersedia untuk tubuh, maka diperlukan bahan makanan yang
berkualitas tinggi. Daging, hati, ikan, dan ayam merupakan makanan yang mengandung zat besi yang berkualitas tinggi, artinya mudah dicerna. Zat besi
juga dapat diperoleh dari pangan nabati seperti kacang kedelai, serelia, sayur- sayuran, dan buah-buahan tapi tidak mudah diabsorbsi oleh pencernaan.
Makan bahan makanan yang mengandung vitamin C mempermudah penyerapan zat besi. Jadi, menu makanan di rumah yang terdiri dari lauk,
sayur-sayuran, dan buah-buahan yang mengandung zat besi sangat bermanfaat mencegah anemia gizi besi.
2. Karies gigi Perilaku makan yang tidak sehat disertai kebersihan mulut yang buruk
menyebabkan perusakan gigi dan gusi. Mulut yang tidak bersih menyebabkan penyakit gusi dan penanggalan gigi premature diusia dewasa. Kondisi ini
tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan, tetapi juga penampilan. Pendidikan tentang kebersihan mulut, penggunaan fluoride dalam air minum
dan pasta gigi, penggunaan pemanis alternatif, dan perbaikan kesehatan mulut sangat penting dalam penurunan kasus tersebut.
3. Kurang gizi Kurang gizi pada anak sekolah disebabkan pada usia sekolah biasanya
anak sudah mulai dapat memilih makanan yang disukainya. Mempunyai kebiasaan makan makanan jajanan yang tidak bergizi, gemar bermain
sehingga melupakan waktu makan, dan mempunyai kebiasaan tidak sarapan jika berlangsung lama dapat menyebabkan kekurangan gizi.
4. Obesitas Cadangan lemak dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan dalam tubuh
tapi, sebagian anak sekolah ada yang makannya melebihi kebutuhannya sehingga menyebabkan kegemukan. Badan gemuk berpengaruh kurang baik
terhadap imajinasi diri, perkembangan psikis, dan sosial sehingga berakibat depresi yang akhirnya memacu makan lebih banyak lagi. Selain itu, badan
gemuk juga mempunyai kecenderungan untuk menderita penyakit jantung, ginjal, diabetes, hipertensi serta berakibat timbulnya penyakit-penyakit lain.
2.7. Perilaku Gizi Anak Sekolah