Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Teoritis 1 Pengertian Sikap Peneltian Terdahulu

terhadap perilaku para karyawan di dalam kelompok, maka penulis tertarik melakukan penelitian “Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Para Karyawan Dalam Kelompok pada PT. Bank Mandiri Cabang Ahmad Yani”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada PT. Bank Mandiri Persero Tbk Cabang Ahmad Yani?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada PT. Bank Mandiri Cabang Ahmad Yani.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Perusahaan Sebagai informasi dan bahan pertimbangan perusahaan untuk dapat memahami hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok. b. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok. Universitas Sumatera Utara c. Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan informasi dan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama di waktu yang akan datang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sikap Universitas Sumatera Utara c. Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan informasi dan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama di waktu yang akan datang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sikap Universitas Sumatera Utara Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atau reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi dengan siapa ia berhubungan. Salah satu teori menyatakan bahwa manusia berupaya untuk mencari suatu keselarasan antara keyakinan mereka dan perasaan mereka terhadap objek-objek yang dihadapi mereka. Maka perubahan sikap bergantung dari upaya mengubah perasaan atau keyakinan-keyakinan tersebut. Teori tersebut mengasumsi bahwa manusia memiliki sikap yang terstruktur yang terdiri dari berbagai macam komponen- komponen afektif dan kognitif Rahayuningsih, 2008. Keterkaitan antara komponen tersebut berarti bahwa perubahan yang terjadi pada salah satu komponen, akan menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen lain. Apabila komponen terbut tidak konsisten, ataupun melampaui batas toleransi seseorang, maka akibatnya adalah timbulnya ketidakstabilan. Menurut Fraenkei dalam Azwar S, 2003, sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan.. Definisi sikap ini memiliki implikasi tertentu bagi manejer. Pertama, sikap adalah sesuatu yang dipelajari. Kedua, sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap berbagai aspek di dunia. Ketiga, sikap membangun dasar emosional Universitas Sumatera Utara hubungan interpersonal seseorang dan identifikasi dengan orang lain. Keempat, sikap diorganisasikan dan dekat dengan inti keprinadian. Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang. Sejumlah teori berusaha mencari tahu cara pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu teori menyatakan bahwa orang “mencari kesesuaian antara keyakinan dan perasaan mereka tarhadap objek” dan menyatakan bahwa modifikasi sikap dapat dilakukan dengan mengubah sisi perasaan atau keyakinan. Stimula: Sikap Hasil Faktor-faktor komponen-komponen Reaksi Lingkungan kerja Sumber : Jhon M.Ivancevich, 2006:89 diolah Gambar 2.1 Tiga macam komponen sikap Gambar di atas menyajikan ketiga macam komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja seperti misalnya desain pekerjaan, kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, dan imbalan-imbalan di luar gaji. Menurut Azwar S 2003, Stimulasi tersebut menimbulkan suatu reaksi yang bersifat afektif atau emosional, kognitif pemikiran dan yang mempengaruhi perilaku. Desain Pekerjaan Gaya manejer Kebijaksanaan- kebijaksanaan Perusahaan Teknologi Gaji Jaminan-jaminan di luar gaji Afeksi Kognisi Perilaku Reaksi Emosional: Pernyataan tentang hal yang disenangi seperti perasaan dan emosi Reaksi Perseptual: Pernyataan tentang keyakinan dan nilai Reaksi Tindakan: Pernyataan tentang Perilaku Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya stimuli menyebabkan timbulnya pembentukan sikap, yang kemudian menyebabkan timbulnya reaksi tertentu yang bersifat kognitif afektif, atau behavioral.

2.1.1.1 Kognitif

Komponen “kognitif” subuah sikap terdiri dari persepsi, opini, dan keyakinan- keyakinan seseorang. Ia berhubungan dengan proses pemikiran di mana ditekankan persoalan rasionalitas dan logika. Kognitif, segmen pendapat atau keyakinan dari suatu sikap, Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri. Kognitif adalah yang mencakup kegiatan mental otak. Salah satu elemen penting kognisi, adalah keyakinan evaluatif sesorang. Keyakinan- keyakinan evaluatif, dimanafestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek atau orang tertentu. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam kognitif. Kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Mann dalam Azwar S, 2003 menjelaskan bahwa komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini dapat disamakan dengan pandangan opini, terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

2.1.1.2 Afektif

Universitas Sumatera Utara “Affect”, afeksi yang merupakan komponen emosional atau “perasaan”. Sebuah sikap dipelajari dari orang tua, guru, dan para anggota kelompok rekan-rekan. Afektif, segmen emosional dari suatu sikap. Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap pekerjaannya, kedisiplinannya dalam melakukan pekerjaannya, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pekerjaann yang lain, penghargaan dan sebagainya. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

2.1.1.3 Perilaku

Perilaku suatu maksud untuk perilaku dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Sementara itu komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Komponen “perilaku” sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu. Seseorang Universitas Sumatera Utara misalnya dapat bertindak terhadap orang lain, atau hal lain dengan cara bersahabat, hangat, agresif, bermusuh atau apatis, ataupun dengan cara-cara lain Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya.Sebagai gambaran dari pemahaman ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang kerumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor yang membuat keputusan. Mereka semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Apabila akan melakukan observasi dan analisis tentang perilaku individual, dan performanya, maka perlu diperhatikan tiga kelompok variabel yang secara langsung memengaruhi perilaku individual, atau apa yang dilakukan seseorang karyawan misalnya: menghasilkan output, menjual kendaraan mobil, menyervis mesin-mesin. Adapun ketiga macam kelompok yang dimaksud yaitu latar belakang dan variable-variabel: individual, psikologikal, keorganisasian. Sebagai contoh misalnya dapat dikemukakan bahwa variabel-variabel kemampuan dan keterampilan, variabel- variabel latar belakang, dan variabel-variabel demografik.

2.1.1.4 Pembentukan Sikap

Menurut Azwar 2003, Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap: Universitas Sumatera Utara 1. Pengalaman pribadi Pengalaman yang telah lalu maupun yang sedang kita alami ternyata memiliki pengaruh pada penghayatan kita terhadap suatu objek psikologis tertentu dalam Azwar, 2003 mengatakanbahwa tidak adanya pengalaman sarna sekali erhadap suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Selanjutnya dikatakan oleh Azwar 2003 bahwa pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses yang kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan tersebut terbentuk, dan ciri.-ciri objektif yang dimiliki stimulus. Oleh karena itu sebagai dasar pembentukan sikap, maka pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karenanya sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan 2. Kebudayaan Kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Sebagai contoh, misalnya sikap orang desa dengan orang kota terhadap kebebasan dalam pergaulan antara muda-mudi barangkali memiliki perbedaan yang amat tajam. Orang kota cenderung memiliki sikap yang lebih permisif dibandingkan orang desa yang masih memegang teguh norma-norma. Di lain pihak apabila seseorang tinggal di dalam lingkungan yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka akan sangat mungkin apabila ia memiliki sikap yang negatif terhadap kehidupan yang individualistis yang mementingkan perorangan. Tanpa kita sadari bersama, kebudayaan ternyata telah menanamkan pengaruh yang kuat terhadap sikap terhadap berbagai macam hal. Universitas Sumatera Utara Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan tersebut yang berperan di dalam memberi corak pengalaman-pengalaman individu yang menjadi anggotanya.Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. 3. Orang lain yang dianggap penting Significant Otjhers Yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suamiisteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah konformis dengan orang yang dianggap penting. 4. Media massa Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu. 5. Institusi Lembaga Pendidikan dan Agama Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. Universitas Sumatera Utara 6. Faktor Emosional Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap persistentahan lama. Contoh: Prasangka sikap tidak toleran, tidak fair

2.1.1.5 Mengubah Sikap

Manejer sering kali bertugas menggubah karyawan mereka agar dapat bekerja lebih keras dalam mencapai kinerja pekerjaan lebih tinggi. Walau terdapat banyak variabel yang mempengaruhi perubahan sikap, prosesnya bergantung pada tiga faktor umum: komunikator, pesan itu sendiri, dan situasi. Untuk tujuan pembahasan, asumsikanlah bahwa komunikator adalah manejer.

2.1.1.5.1 Komunikator

Karyawan lebih mungkin mengubah sikap mereka misalkan agar lebih menyukai pekerjaan dan menyediakan tingkat pelayanan konsumen yang lebih baik jika mereka mempercayai manejer, menyukai manejer, dan mempersepsikan manejer memiliki kelebihan. Jika manejer tidak percaya, usahanya untuk mengubah sikap akan menjadi tidak berguna karena karyawan tidak akan menyakini atau menerima pesan manejer. Himbauan untuk memberikan tingkat pelayanan konsumen yang lebih baik akan dipersepsikan sebagai jalan untuk mendapatkan nilai yang baik dalam penilaian kinerja tahunan dan kenaikan gaji sebagai kebalikan dari usaha yang tulus untuk membuat konsumen merasa lebih nyaman. Menyukai manejer dapat mengarahkan perubahan sikap karena karyawan berusaha mengidentifikasikan diri dengan dan Universitas Sumatera Utara mengadopsi sikap dan perilaku seorang komunikator yang disukai. Sebagai tambahan, mempersepsikan manejer sebagai seseorang yang memiliki kelebihan juga akan mengarahkan karyawan menjadi lebih reseptif dalam mengubah sikap mereka. Seorang manejer yang hanya memiliki sedikit kelebihan kurang dihormati oleh rekan kerja dan atasannya. Hal ini membuat usaha mengubah sikap karyawan menjadi sangat sulit.

2.1.1.5.2 Pesan

Meskipun manejer dipercaya, disukai, dan dilihat memeiliki kelebihan, pesannya pun harus jelas, dapat dipahami, dan menyakinkan. Manejer berusaha untuk mengubah sikap dengan menbgirimkan pesan yang persuasif. Manejer mengirimkan pesan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Sebagai contoh, jika seorang manejer berkata secara verbal bahwa dia mendukung wakil presiden direktur yang baru tapi kemudian tidak menghadiri beberapa pertemuan dengan wakil presiden direktur yang baru, dia mengirimkan pesan non verbal yang kuat kepada karyawan misalnya, bahwa dirinya tidak mendukung wakil presiden direktur baru. Agar menjadi lebih efektif dalam mengubah sikap karyawan, manejer perlu mengembangkan dan mengirimkan pesan verbal dan nonverbal yang persuasif.

2.1.1.5.3 Situasi

Kemampuan manejer untuk mengubah sikap karyawan sebagian bergantung pada situasi dimana usaha tersebut dilakukan. Sebagai contoh, manejer ingin staf kebersihan lebih cepat dari yang melakukan sekarang. Mengetahui bahwa pesan yang persuasif dapat menjadi lebih efektif ketika disertai dengan distraksi pengalihan, Universitas Sumatera Utara manejer pertama-tama mengumumkan bahwa setiap anggota staff kebersihan akan menerima bonus akhir tahun untuk komitmen dan kerja keras mereka. Setelah membuat pengumuman tersebut, manejer kemudian meminta karyawan untuk melakukan usaha yang lebih keras selama 12 bulan berikutnya. Penelitian menunjukkan bahwa jika orang teralihkan perhatiannya ketika mereka mendengarkan suatu pesan, mereka akan menunjukkan lebih banyak perubahan sikap karena pengalihan tersebut menghalangi munculnya pemikiran yang menantang. Dengan kata lain, karyawan lebih mungkin mendengarkan dan merespon perintah manejer lebih cepat karena mereka tidak memiliki waktu untuk memikirkan argumentasi internal yang menantang permintaan tersebut. Pengalihan hanya merupakan salah satu dari sekian banyak faktor situasional yang dapat meningkatkan persuasi. Faktor lain yang menjadikan orang lebih dapat dipengaruhi adalah lingkungan yang menyenangkan. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan mungkin dapat berdampak positif pada usaha untuk mengubah sikap.

2.1.2 Pengertian Perilaku Kelompok

Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ini berarti seorang individu dengan lingkungannya saling mempengaruhi dan dapat menentukan perilaku dari keduanya. Sebagai gambaran, misalnya: seorang mahasiswa yang sedang belajar di suatu perguruan tinggi, seorang karyawan sebuah bank yang melayani penabung, seorang supir taksi yang sedang Universitas Sumatera Utara mengantarkan penumpang atau seorang pedagang yang sedang menawarkan dagangannya. Mereka semuanya akan memiliki perilaku yang berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-masing lingkungan tempat dimana mereka berada Soehardi sigit 2003. Menurut Schermerhorn dkk, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang satu sama lain saling berhubungan interact secara teratur regularly selama jangka waktu tertetu dan mereka melihat bahwa mereka saling tergantung mengenai pencapaian satu atau lebih tujuan bersama. Organisasi adalah kesatuan entity sosial yang dapat dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan Stephen P. Robbins. Perilaku organisasi mengambil pandangan mikro yaitu memfokuskan diri kepada perilaku didalam organisasi dan kepada seperangkat prestasi dan variabel mengenai sikap yang sempit dari para anggotanya. Perilaku manusia yang berada dalam suatu organisasi adalah awal dari perilaku organisasi itu. Perilaku organisasi pada hakekatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu dalam organisasinya. Hal ini didasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Setiap hari manusia akan terlibat dalam aktifitas kelompok demikian pula kelompok merupakan bagian dari kehidupan organisasi. Pada umumnya manusia yang menjadi anggota suatu organisasi besar atau kecil memiliki kecenderungan yang kuat untuk mencari keakraban dlam kelompok-kelompok tertentu. Dimulai dari adanya kesamaan tugas Universitas Sumatera Utara pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat kerja, seringnya berjumpa dan adanya kesamaan kesenangan bersama maka timbullah kedekatan satu sama lain sehiungga mereka membentuk suatu kelompok. Banyak manfaat yang dapat dipetik dari adanya kelompok baik di dalam maupun di luar satuan organisasi, antara lain Soehardi sigit, 2003: 1. Kelompok merupakan alat perjuangan bagi anggotanya. 2. Kelompok dapat digunakan untuk alat inovasi dan kreativitas. 3. Kelompok lebih baik daripada perorangan dalam pengambilan keputusan menyangkut orang banyak. 4. Anggota kelompok dapat memperolah keuntungan dari pelaksana pengambilan keputusan. 5. Kelompok dapat mengendalikan dan mendisiplinkan anggotanya disbanding dengan mereka yang tidak masuk ke dalam kelompok. 6. Kelompok membantu menangkis pengaruh-pengaruh negatif dari meningkatnya organisasi yang semakin besar. 7. Kelompok adalah fenomena alami di dalam organisasi. Perkembangan yang spontan tidak dapat dihalangi, dan dibutuhkan oleh para anggota sebagai alat untuk mencapai tujuan.

2.1.3 Perilaku Individu dalam Organisasi

Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki suatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya. Universitas Sumatera Utara Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian reward system, sistem pengendalian dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi dengan interaksi organisasi, maka akan terwujudlah perilaku individu dalam organisasi. “Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya”. Ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara langsung, Individu dengan organisasi tidak jauh berbeda dengan pengertian ungkapan tersebut. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik ini berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Karakteristik Individu Kemampuan Kebutuhan Kepercayaan Pengalaman Pengharapan dan lainnya Perilaku Individu dalam Organisasi Karakteristik Organisasi Hierarki Tugas-tugas Wewenang Tanggung jawab Sistem Reward Sisten Kontrol Dan lainnya Universitas Sumatera Utara Sumber: Kreitner dkk, 2003 diolah Gambar 2.2 Model Umum Perilaku dalam Organisasi Gambar berikut menunjukkan kepada kita bahwa perilaku seseorang karyawan dalam kompleks, karena ia dipengaruhi oleh aneka macam variabel demikian, pengalaman-pengalaman, dan kejadian-kejadian. Variabel-variabel Individual Kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan: metal dan fisika Latar belakang Keluarga Kelas social pengalaman- penngalaman Demografik Umur Bangsa Jenis kelamin Perilaku Individual misalnya apa yang dilakukan orang tertentu Performa misalnya hasil-hasil yang diinginkan Variabel-variabel Keorganisasian Sumber-sumber daya kepemimpinan imbalan-imbalan struktur desain pekerjaan Variabel- variabel Psikologikal Persepsi Sikap Kepribadian Belajar motivasi Universitas Sumatera Utara Sumber: Sunarto, 2003 diolah Gambar 2.3 Variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku dan performa seseorang karyawan Gambar yang dikemukan menunjukkan faktor-faktor seperti misalnya: 1. Kemampuan dan keterampilan-keterampilan para karyawan 2. Susunan psikologikal para karyawan 3. Reaksi para karyawan terhadap sejumlah variabel-variabel keorganisasian seperti misalnya imbalan yang diberikan dan desain pekerjaan yang dihadapi mereka. Sebagai contoh misalnya, dapat dikatakan bahwa terdapat adanya kesepakatan umum bahwa upaya mengubah salah satu diantara variabel-variabel psikologis memerlukan tindakan diagnosis, keterampilan, kesabaran, dan pemahaman dari pihak manejeratasan. Pola-pola perilaku manusia senantiasa mengalami perubahan, walaupun sedikit. Setiap manejeratasan sudah tentu berkeinginan untuk menimbulkan perubahan dalam perilaku, yang dapat menyebabkan makin membaiknya performa para karyawan mereka. Perilaku manusia terlampau kompleks untuk diterangkan oleh sebuah generalisasi yang dapat diterapkan terhadap semua manusia. Maka oleh karenanya Gambar 1 hanya memperlihatkan suatu cuplikan saja dari beberapa di antara variabel yang relevan yang mempengaruhi perilaku manusia. Perhatian kita akan dipusatkan pada tiga buah variabel psikologikal utama, yakni: persepsi-sikap dan kepibadian. Variabel-variabel tersebut merupakan landasan tentang hal motivasi-perilaku kelompok dan kepemimpinan. Universitas Sumatera Utara Gambar yang disajikan, menyatakan bahwa praktik manejerial efektif mengharuskan bahwa kita perlu mengetahui perbedan-perbedaan dalam perilaku individual, dan apabila hal itu dianggap penting.

2.1.4 Komponen Perilaku Manusia dalam Organisasi

Perilaku kelompok dibagi dalam tiga jenis yang membuat dinamika kelompok, yang oleh George Homans disebut sebagai tiga ‘unsur dasar’: 1. Kegiatan-kegiatan Activities, ialah apa yang dikerjakan atau diperbuat, seperti mengangkat, berjalan, menggali, mengambil dan sebagainya, yang memerlukan gerakan-gerakan otottubuh. 2. Interaksi Interactions, ialah komunikasi dalam bentuk apapun diantara para anggota kelompok. Interaksi ini tidak harus verbal, bahkan kebanyakan non- verbal. 3. Sentimen Sentiments, ialah keadaan internalbatin manusia, yang mencakup motivasi, dorongan, emosi, perasaan, dan sikap. Tidak seperti activities dan interactions , sentiment tidak dapat dilihat atau dipandang. Atas dasar nilai-nilai, sikap, pandangan dan kepribadiannya, terdapat berbagai perilaku dalam organisasi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Sang cekatan the eager beaver Yaitu orang yang cekat kerjanya dan suka menolong. Kendati maksudnya baik, orang seperti ini dapat menyulitkan keadaan, jika ia dalam pertemuan ingin terus menerus bicara, hingga menghalangi orang lain untuk turut serta. Manejer dapat Universitas Sumatera Utara memanfaatkan orang seperti ini, misalnya diminta untuk membuat risalah dari pembicara pada akhir dari pertemuan rapat. Manejer akan melihat bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kelompok, terutama bila datang saatnya untuk mengambil kesimpulan dari pembicaraan. 2. Sang Area the immovable object Yaitu orang yang suka menentang semua gagasan dan saran. Orang seperti ini tampaknya tidak dapat digerakkan pikirannya untuk maju. Ia biasanya dalam keadaan masih menikmati status quo. Manejer perlu memberi teguran, tugas-tugas tertentu, atau assignment supaya ia mau berpikir dan mau bicara. 3. Sang Penghambat the dampener Yaitu orang yang selalu menunjukkan aspek paling jelek dari setiap gagasan yang diajukan orang lain dalam pertemuan. Jarang, bahkan mungkin tidak pernah dirinya menawarkan suatu jalan keluar yang lain. Dia tidak memberikan ide-idenya, melainkan menunjukkan jeleknya gagasan yang dibawa oleh orang lain kedalam pertemuan. Pendapat orang seperti ini dapat digunakan untuk mengangkat pendapat orang lain. Namun, manejer harus dapat mengatasi jangan sampai menimbulkan konflik dengan orang lain. 4. Sang serba setuju the indiscriminate agreer Yaitu orang yang ingin menyenangkan orang lain dengan memberikan persetujuannya, apakah sesuatu saran itu baik atau buruk. Orang seperti ini biasanya tidak memiliki pendapat, pokoknya ia beradaptasi dengan orang lain atau dengan kelompok. Universitas Sumatera Utara 5. Sang Asal-debat the indiscriminate arguer Yaitu orang agresif yang senang berpendapat lain atau merasa terganggu mengenai masalah pribadinya. Terhadap orang seperti ini perlu diberi pengertian yang objektif mengenai maslah umum yang dibicarakan, bukan mengenai perseorangan. Hindari untuk tidak menjadi perdebatan yang saling menyerang, apabila hal itu terjadi di dalam pertemuan. 6. Sang Pembicara-sulit the inarticulate talker Yaitu orang yang mempunyai ide atau pikiran yang bagus, tetapi sulit untuk menyampaikan dengan kata-kata. Berilah kepadanya kesempatan untuk mengulangi dan mengulangi lagi bila perlu, tanpa menyinggung perasaannya. 7. Sang Pembicara-samping the side conversationalist Yaitu orang yang suka bicara dengan orang lain sewaktu mengikuti pertemuan. Seolah-olah ia acuh tak acuh terhadap apa yang sedang dibicarakan, meskipun ia mungkin mengikuti pembicaraan. Pimpinan pertemuan rapat dan orang lain dalam pertemuan itu dapat terganggu karena ulahnya. Pimpinan pertemuan bilamana perlu menegor kepada orang-orang seperti ini, karena dapat menganggu jalamnya pertemuan. 8. Sang Penyimpang the reambler Universitas Sumatera Utara Yaitu orang yang suka mebicarakan hal-hal di luar dari apa yang sedang dibicarakan di dalam pertemuan, meskipun pada awalnya ia mengikuti topic yang sedang dibicarakan dalam pertemuan, akan tetapi lama-lama ia menyimpang dari topik pembicaraan. Orang seperti ini harus diingatkan untuk kembali kepada masalah yang sedang dibicarakan “back to the problem”. 9. Sang Pendiam the silent one Yaitu orang yang enggan bicara. Ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Sudah bosan, malu, tidak tenang, tak peduli atau merasa lebih tahu. Apapun alasannya, orang seperti ini tidak menguntungkan bagi kelompok. Manejer dapat membangkitkan perhatiannya, dengan mengajukan pertenyaan-pertanyaan kepadanya supaya mengeluarkan pembicaraannya. 10. Sang Pelamun the inattentive one Yaitu oranang yang tampaknya tidak menggunakan pikirannya, karena ia seperti pendiam, yang dibicarakan orang seperti ini juga perlu diperingatkan dengan “back to the problem”. 11. Sang Penarik-Perhatian the griper Yaitu orang yang suka bicara keras tetap menjajukan keluhan untuk dirinya. Ia mencoba supaya orang lain memperhatikan dirinya. Jika ia bicara bukan mengenai subjek yang dibicarakan, tapi bahkan mengenai tentang dirinya.orang seperti ini juga perlu diajak untuk membali kemasalah yang dibicarakan, dan diperhatikan apa yang menjadi masalah mengenai dirinya, apakah perlu dibawa kedalam pertemuan. Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Bentuk-Bentuk Kelompok

1. Kelompok Primer Primary group Yaitu beberapa orang yang sering berkomunikasi satu sama lain melampaui rentang kendali waktu, sehingga setip orang mampu untuk berkomunikasi secara langsung, bertatap muka dengan yang lainnya tanpa perantara Homans. Kelompok ini sering disebut kelompok kecil small group. 2. Kelompok Formal dan Informal Kelompok formal yaitu suatu kelompok yang sengaja dibentuk untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Sedangkan kelompok informal adalah suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. 3. Kelompok Terbuka dan Tertutup Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaruan. Kelompok tertutup adalah kelompok yang kecil kemungkinannya menerima perubahan dan pembaruan, atau mempunyai kecenderungan menjaga kesetabilan. 4. Kelompok Referensi Kelompok yang dimana seseorang melakukan referensi atasnya., merupakan kelompok yang dipergunakan sebagai suatu ukuran atau sebagai sumber dari nilai dan sikap pribadinya. Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Variabel-Variabel Individual

Kadang-kadang kita menjumpai gejala bahwa karyawan tertentu, walaupun mereka sangat termotivasi, tidak memiliki kemampuan ataupun keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan penting sekali dalam perilaku individual dan performa. Sebuah kemampuan Ability merupakan sebuah sifat yang melekat pada manusia atau yang dipelajari yang memungkinkan seseorang melaksanakan sesuatu tindakan atau pekerjaan mental atau fiskal. Keterampilan merupakan kompetensi yang berkaitan dengan tugas, seperti misalnya keterampilan untuk menangani sebuah mesin. Sering kali istilah kemapuan dan keterampilan digunakan secara bergantian.

2.1.7 Hubungan Antara Sikap dan Perilaku

Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada di dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap suatu stimulus Azwar, 2003, meski sikap pada hakikatnya hanyalah merupakan predisposisi atau tendensi untuk bertingkah laku, sehinggabelum dapat dikatakan merupakan tindakan atau aktivitas. Ajzen dan Fishbein dalam Azwar, 2003 berusaha mengembangkan suatu pemahaman terhadap sikap dan prediksinya terhadap perilaku. Mereka mengemukakan teori Tindakan Beralasan theory of reasoned action. Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewatsuatu proses pengambilan Universitas Sumatera Utara keputusan yang teliti dan beralasan, serta dampaknya terbatas hanya pada tiga hal, yaitu: 1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu 2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif; 3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Gambar di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya. Sumber: Azwar 2003 diolah Gambar 2.4 Teori Tindakan Beralasan Menurut Ajzen dan Fishbein Pada gambar 4 tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua determinan besar, yaitu sikap terhadap perilaku dalam arti personal dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk tidak melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

2.2 Peneltian Terdahulu

Sikap terhadap perilaku Norma-norma subjektif Intensi untuk berperilaku PERILAKU Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan Ovi Setya Prabowo 2008 meneliti tentang analisis pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership terhadap etos kerja karyawan kantor pendapatan daerah di Pati. Analisis yang digunakan adalah dengan analisis Regresi Berganda dengan menggunakan uji t dan uji f. Hasil dari penelitian ini adalah variabel-variabel human relation, variabel-variabel kondisi fisik lingkungan kerja dan variabel-variabel leadership berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji korelasi secara berganda yang menghasilkan nilai koefisien korelasi R adalah sebesar 0,916; artinya angka tersebut menunjukkan hubungan antara human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership terhadap kinerja adalah positif karena semakin mendekati angka 1. Berdasarkan hasil estimasi regresi diperoleh nilai koefisien determinasi R2 adalah sebesar 0,816 atau 81,6. Penelitian yang dilakukan Y. Bagus Wismanto 2009 meneliti tentang pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Proses dalam penelitian, yaitu: Proses untuk menemukan koefisien korelasi yang sebenarnya antara sikap dan perilaku, dengan cara mengestimasi koefisien korelasi populasi berdasar 31 hasil penelitian yang telah dikumpulkan. Tahap-tahap yang dilalui adalah : menghitung sampling error variance; mengestimasi varians dari populasi korelasi sebagai modal untuk menemukan varians dari korelasi yang sesungguhnya setelah memperhitungkan varians artifact. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa korelasi antara sikap dengan perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa variansi perilaku 13,39 dapat dijelaskan dari sikap dari orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini relatif kecil, hal ini kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku tidak berhubungan Universitas Sumatera Utara secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara yaitu kehendak atau niat Ajzen Fishbein ; Fishbein Middlestadt. Hasil korelasi kemungkinan akan lebih besar jika penelitian dilakukan dengan mempergunakan variabel sikap dan kehendakniat untuk berperilaku tertentu ataupun antara variabel kehendakniat dengan perilaku.

2.3 Kerangka Konseptual